NovelToon NovelToon

Terjebak Cinta Tukang Cuci Piring

Mencari Tempat Kost

Siang yang terik, matahari tepat berada di atas kepala. Tiara terus berjalan di trotoar dengan menarik koper besarnya.

Sudah hampir tiga jam ia menyisir tempat itu. Pemukiman di pinggir kota yang padat penduduk, dia terus berjalan mencari kosan untuk tempatnya tinggal.

***

Dua bulan yang lalu...

Perkuliahan telah usai, Tiara sedang merapikan perlengkapan belajarnya sebelum keluar kelas.

Teman-temannya sudah berkumpul menunggu di depan kelas.

Hari ini adalah weekend, Tiara bermaksud akan menghabiskan malam minggu ini di sebuah cafe dengan teman-temannya.

Dia berjalan dengan riangnya, keluar dari kelas disambut riuh oleh teman-temannya karena sang kekasih tiba-tiba sudah berdiri dengan gagahnya di depan kelas, tangan kanannya membawa sekuntum bunga yang langsung diserahkan padanya.

Semua orang bersorak melihat adegan itu. Siapa yang tak iri, Adrian kekasihnya adalah most wanted di kampus, dia selalu memperlakukan Tiara dengan sangat manis.

Mereka berramai-ramai menuju parkiran kampus, Adrian dengan sigap membukakan pintu mobil untuk Tiara. Tiara masuk ke mobil Adrian. Sementara teman-temannya pun menuju kendaraannya masing-masing.

Dalam mobil, tiba-tiba gawainya berdering. Adrian yang hendak melajukan mobilnya menghentikannya kembali, mempersilahkan Tiara untuk menerima telepon terlebih dahulu.

"Mama", gumam Tiara.

"Angkatlah, aku akan menunggu", ucap Adrian.

"Assalamu'alaikum, Ma" Tiara menyapa mamahnya di sebrang telepon dengan ucapan salam.

"..."

"Apa?" ucap Tiara kaget.

Adrian yang berada di sampingnya pun tak kalah kaget. Dia terus memperhatikan Tiara dan bertanya dengan isyarat bibirnya 'ada apa' namun Tiara mengabaikannya.

"Iya, Ma aku mengerti. Mamah yang kuat ya, Insyaa Allah aku pun di sini akan kuat. Secepatnya aku pulang ke Serang. Wa'alaikumsalam". Tiara menutup teleponnya.

"Ada apa?" tanya Adrian penasaran.

Tiara membisu, dia masih mencerna informasi yang baru saja diterimanya.

Hiks......Tiara tiba-tiba menangis.

"Ada apa, Ra?" Adrian semakin panik melihat Tiara seperti itu.

"Papa, Ad. Papa..." Tiara terbata-bata berkata " Papa aku masuk penjara". Ucap Tiara diiringi tangis yang semakin menjadi.

"Apa?" sentak Adrian kaget.

Sejak saat itu, hubungannya dengan Adrian tidak jelas. Adrian selalu menghindari Tiara, dia bahkan tidak peduli dengan nasib yang menimpa kekasihnya itu.

***

Kehidupan Tiara berubah 180°, setelah sang ayah divonis bersalah dan harus berakhir di balik jeruji besi karena terjerat kasus korupsi. Sebagai pejabat yang terlibat dalam proyek pemerintah ia harus turut bertanggung jawab akan penyelewengan dana proyek. Karena ulah oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab itu, akhirnya mengiring Ayahnya turut menjadi tersangka.

Sang Ibu yang selama ini hanya ibu rumah tangga menjadi orang yang paling syok mendapati kenyataan ini. Beliau harus banting tulang mengambil alih tugas sang Ayah memenuhi semua kebutuhan seluruh keluarganya, masih ada dua adik laki-laki Tiara yang masih bersekolah di tingkat menengah pertama.

Sementara Tiara, si sulung yang tinggal terpisah karena melanjutkan pendidikan di kota besar tak kalah parah terkena imbasnya.

Seluruh suplay biaya tak lagi ia dapat, kuliah tingkat akhir yang ia tempuh kini berada di ujung tanduk.

Kosan mewah di tengah kota sudah bukan lagi menjadi hunian sekarang. Menunggak tiga bulan dan tidak mampu membayar membuat ia terusir dari tempat itu.

Tak ada satu pun barang di dalam kosan yang bisa ia bawa, pemilik kos memintanya untuk meninggalkan barang-barang tersebut sebagai ganti biaya sewa selama tiga bulan.

Koper besar yang ia seret saat keluar dari kosan hanya berisi baju dan buku-buku kuliahnya.

Tiara terus berjalan menyusuri trotoar sepanjang jalan perkampungan itu. Sesekali ia berhenti untuk mengelap peluh yang terus bercucuran di wajahnya.

Dirogohnya tas selempang yang menggantung di pundaknya, membuka dompet dan menghitung sisa uang yang ia miliki. Hanya tinggal lima lembar uang merah di dompetnya. Dengan bekal uang itu ia berharap bisa mendapat kosan untuk tempatnya berteduh.

Tak peduli seberapa perih kehidupannya saat ini, Tiara memilih bertahan di kota besar itu. Pantang untuk pulang karena tidak mau menambah bebah Ibunda tercinta.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja Ibunya kini berjualan kue dengan menitipkannya di warung-warung. Berbagai cibiran dari masyarakat sekitar terus keluarga Tiara terima.

Orang kaya yang mendadak miskin karena terjerat korupsi. Titel keluarga koruptor kini melekat di keluarga Tiara.

Tiara bersusah payah meyakinkan ibunya bahwa dia akan mampu bertahan di kota besar itu dan menyelesaikan pendidikannya. Dengan harapan setelahnya dia akan mendapatkan pekerjaan yang laiak dengan gaji yang besar agar bisa memenuhi kebutuhan semua anggota keluarganya. Dia berjanji akan bekerja sambil kuliah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliahnya. Tiara tidak mau menambah beban ibunya.

Namun kenyataannya sampai saat ini pun jangankan pekerjaan, Tiara belum juga mendapatkan tempat tinggal.

Adzan dzuhur berkumandang, dilihatnya dari kejauhan tampak sebuah mesjid. Dengan langkah yang cepat Tiara berjalan menyeret kopernya menuju mesjid.

Sesampainya di mesjid, Tiara dengan segera mengambil wudhu dan turut melaksanakan shalat berjama'ah.

Melepas mukena dan melipatnya lantas memasukan kembali mukena tersebut ke dalam koper. Tiara hendak beranjak menuju pintu keluar mesjid, namun tiba-tiba seorang nenek yang masih tampak enerjik menghampirinya. Beliau menanyakan tujuan Tiara karena terlihat membawa koper besar.

"Assalamu'alaikum", sapa nenek tersebut.

"Wa'alaikumsalam", Tiara menjawab ucapan salam nenek tersebut dengan lembut.

"Kamu mau kemana, Nak?" tanya nenek.

"Saya sedang mencari kosan, Nek... mudah-mudahan di daerah ini ada kosan yang murah dan terjangkau oleh saya", jawab Tiara jujur.

Nenek tersebut tersenyum ramah, kembali beliau melanjutkan pertanyaannya.

"Asal kamu darimana?"

"Saya dari Serang Banten Nek, sedang melanjutkan kuliah di Bandung dan sekarang sedang mencari tempat kos''

"ooh...", nenek itu hanya ber O ria.

Sejenak nenek tersebut termenung, memperhatikan Tiara dari atas sampai bawah.

"Kamu mau tinggal di rumah nenek?" tawar nenek itu.

Tiara mengernyit heran sekaligus senang mendengar tawaran nenek tersebut.

"Maksud nenek, nenek menyewakan kosan juga?'' tanya Tiara antusias.

"Tidak, hanya nenek tinggal sendiri di rumah. Rumah nenek cukup luas, ada tiga kamar di sana. Kalau kamu mau kamu bisa menempati salah satu kamar tersebut." nenek tersebut menjelaskan.

Tiara mengangguk senang, namun kemudian dia kembali terlihat murung.

"Tapi Nek, biaya sewa kamar di rumah nenek berapa? maaf aku bertanya duluan karena takut biayanya tidak terjangkau olehku" Tiara berkata dengan menundukkan kepala sambil memainkan ujung hijabnya.

Nenek tersebut tersenyum melihat perilaku Tiara, sepertinya beliau cukup faham keadaan Tiara saat ini.

"Nama kamu siapa, Nak?'' tanya nenek

" Nama saya Mutiara Nek, Mutiara Lestari lengkapnya, Nenek bisa memanggil saya Tiara."

Nenek tersebut tampak manggut-manggut mendengar jawaban Tiara.

"Maaf, nama nenek siapa ya?" Tiara balik menanyakan nama sang nenek.

"Nama nenek Salimah, kamu bisa panggil nenek nenek Imah."

Mereka terus bertukar informasi. Tiara pun menjelaskan keadaannya saat ini, termasuk keadaan keuangannya. Nenek Imah kini tahu banyak tentang kondisi Tiara sekarang. Dia tidak ragu lagi mengajak Tiara untuk tinggal di rumahnya.

Mendapat Pekerjaan.

Satu masalah selesai, tempat tinggal yang nyaman kini sudah Tiara tempati. Rumah dengan desain minimalis modern dengan halaman yang luas ditumbuhi beberapa pohon yang rindang seperti mangga dan jambu membuat halaman rumah itu lebih teduh dan menyejukkan.

Setelah berbincang cukup lama dengan nenek imah yang mengajak Tiara berjalan-jalan mengelilingi rumah dan halamannya Tiara pun membantu nenek imah untuk menyiapkan makan malam. Dengan semangat empat lima Tiara melakukannya, dia menyiapkan semua bahan makanan yang dibutuhkan untuk membuat menu sesuai yang disebutkan nenek imah. Sop ayam dan perkedel jagung ditambah ikan goreng yang terlebih dahulu sudah dimarinasi oleh nenek imah. Tiara hanya mengambilnya dari dalam lemari pendingin.

Nenek imah memperhatikan semua yang dilakukan Tiara, dalam hati dia mengagumi gadis itu. Walau pun usianya masih muda dan tampak dari keluarga berada namun ternyata dia cekatan juga untuk mengerjakan pekerjaan dapur. Sejak kecil Tiara yang merupakan anak perempuan satu-satunya memang sudah terbiasa selalu mengikuti apa yang maminya lakukan. Walaupun dari keluarga berada maminya tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga untuk membantunya, dia mengerjakan pekerjaan rumah tangganya sendiri. Dia pun mengajari Tiara agar bisa melakukannya semua pekerjaan itu. Sebagai perempuan kemampuan mengurus rumah tangga adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki.

Sejak saat itu Tiara terbiasa membantu maminya mengerjakan pekerjaan rumah. Apalagi memasak, dia hobi sekali berkutik di dapur, menghabiskan waktu dengan menghasilkan aneka menu hasil uji coba resep yang baru ditemukannya di sosial media. Hingga saat dia harus tinggal jauh dari orang tuanya dan ngekost di Bandung Tiara sudah terbiasa mandiri dan tidak mengeluh sedikit pun.

Setelah makan malam dan membersihkan semua peralatan dapur yang kotor, Tiara pun meminta izin untuk beristirahat. Dia memasuki sebuah kamar yang sudah disiapkan nenek imah.

"Alhamdulillah, akhirnya bisa istirahat juga" Tiara merebahkan badannya di atas tempat tidur yang nyaman itu, walau pun tidak seempuk tempat tidur saat dirinya tinggal di kostan elit di pusat kota namun Tiara bersyukur masih menemukan tempat tinggal yang nyaman saat ini.

"Mulai besok aku harus mencari pekerjaan, masa libur kuliahku tinggal beberapa hari lagi. Aku harus sudah ada uang untuk membayar biaya semester sebelum perkuliahan dimulai" Tiara berbicara sendiri, perlahan matanya pun tertutup melanjutkan semua rencananya dalam mimpi.

Pagi menjelang, kokokan ayam bersahutan dengan kumandang adzan subuh berhasil membangunkan Tiara dari tidur pulasnya. Semalam ngantuk berat menyerangnya, lelah sepanjang hari membuat dia tidak ingat apapun. Matanya langsung terpejam saat kepala sudah menempel di bantal. Tiara segera membersihkan diri, mengambil air wudhu dan menunaikan kewajiban subuhnya. Tidak lupa ayat-ayat suci dia lantunkan sebagai rutinitas menjelang hari baru yang akan dia jalani. Berharap mendapat banyak keberkahan untuknya dalam menjalani harinya.

Mencari pekerjaan adalah agendanya hari ini, beberapa berkas yang bisa dia gunakan untuk melamar sudah Tiara siapkan dalam tas gendongnya. Pamit pada Nenek Imah setelah selesai membantu semua pekerjaan rumahnya.

Lebih dari tiga lima perusahaan yang dia datangi menyimpan lamaran lengkap dengan CV-nya, tak mengapa jika hanya sekedar menjadi petugas kebersihan, yang paling penting untuk Tiara saat ini dia bisa mendapatkan penghasilan yang halal.

Saat adzan dzuhur berkumandang, belum satu pun perusahaan yang memberinya harapan. Tiara pun mendudukan bokongnya di sebuah kursi taman masjid setelah dia melaksanakan kewajiban dzuhurnya.

Tidak jauh dari mesjid itu terlihat sebuah restoran yang begitu banyak pengunjung karena memang waktunya makan siang. Tiara pun merasakan jika cacing di perutnya sudah meminta haknya, namun bukan itu fokus Tiara saat ini dia lebih tertarik untuk mencoba mencari peruntungan di restoran yang cukup mewah itu.

Kakinya pun melangkah menuju restoran yang berada di seberang masjid itu.

"Bismillah, semoga kali ini berhasil" Tiara menyugesti dirinya sendiri.

"Assalamu'alaikum, maaf Pa mau tanya kalau bagian personalia sebelah mana ya? saya mau mengajukan lamaran pekerjaan" Tiara menemui petugas keamanan di area restoran itu,

"Wa'alaikumsalam, Neng buruh pekerjaan? tanya petugas keamanan itu, seorang pria yang tak lagi muda namun tampak masih bugar.

"Iya, Pa. Kira-kira di sini ada lowongan tidak?" tanya Tiara mencari informasi lowongan pekerjaan yang dibutuhkan restoran itu.

"Kebetulan, tadi saya bertemu Pak Riki, beliau bilang kalau di sini butuh tambahan orang untuk menjadi petugas cuci piring. Kalau Neng mau coba, nanti saya antar menemui Pak Riki" Angin segar mulai terasa berhembus, Tiara menganggukan kepalanya mantap, dia bersedia bekerja walaupun hanya sebagai tukang cuci piring.

"Sebentar saya hubungi dulu ke dalam" Petugas keamanan itu pun masuk ke dalam pos, meraih telepon yang menempel di dinding pos jaga itu, terlihat seperti sedang menghubungi seseorang.

"Ayo, ikut saya" tidak selang lama petugas keamanan itu pun keluar dan mengajak Tiara untuk ikut dengannya.

Mereka memasuki area restoran dari pintu yang biasa digunakan untuk mobilisasi karyawan, dengan hati-hati Tiara memasuki ruangan yang bertuliskan Staff Only itu.

"Neng tunggu di sini, saya temui dulu beliau" Tiara pun mengangguk dan duduk di kursi yang memang sudah ada di ruangan itu. Dia mengedarkan pandangannya ke setiap ruang yang terjangkau oleh penglihatannya. Dari dinding kaca ruangan tempatnya berada terlihat beberapa orang berseragam terlihat sibuk hilir mudik membawa berbagai hidangan di nampan nya. Sepertinya para pelayan tengah sibuk mengantar makanan pesanan para tamu, pikir Tiara.

"Silahkan masuk Neng, Pak Riki sudah menunggu di dalam" petugas keamanan yang tadi mengantar Tiara sudah keluar dari ruangan tertutup itu, di pintu menempel papan kecil yang bertuliskan Ruang Manajer, membuat Tiara sedikit gugup karena akan langsung bertemu dengan manajer dari restoran ini.

Tiara menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan, menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba melanda hatinya. "Bismillah" gumamnya pelan,

Tok...tok...tok... Tiara mengetuk pintu ruangan itu, menunggu sampai orang yang di dalam mempersilahkannya masuk.

"Masuk!" terdengar suara seorang laki-laki menyuruhnya masuk.

"Assalamu'alaikum" Tiara membuka pintu dan memasuki ruangan itu dengan ucapan salam.

"Wa'alaikumsalam" jawan laki-laki yang sedang duduk di kursi kebesarannya, dia menjawab tanpa mengalihkan matanya yang fokus pada layar laptop yang ada di hadapannya.

"Selamat siang, Pak. Saya Mutiara, lengkapnya Mutiara Lestari. Saya bermaksud melamar pekerjaan di restoran ini. Semoga kiranya bapak berkenan untuk memberikan saya kesempatan dapat bekerja di sini" ucap Tiara lantang, semua kata-kata yang sudah disiapkannya terlontar dengan lancar dari mulut mungilnya, tangannya meremas ujung jilbab yang menjuntai menutupi dadanya. Dia berusaha menghilangkan kegugupannya.

"Silahkan duduk!" Laki-laki itu menyuruh Tiara dengan mata yang masih tertuju pada layar laptopnya.

Dengan sedikit ragu, Tiara pun duduk di kursi yang ada di depan meja, dia sedikit memundurkan kursinya agar jarak mereka tidak terlalu dekat, kini Tiara tepat berhadapan dengan laki-laki yang menyuruhnya duduk. Di atas meja bisa terbaca dengan jelas, papan nama Riki Rahadian, Manajer. Tiara mengerti kini, siapa orang itu dan apa kedudukannya.

Lima menit berlalu, Tiara masih setia menunggu. Belum ada intruksi apapun dari sang manajer, dia masih asik dengan dunianya sendiri di depan layar laptop.

"Oke, kamu butuh pekerjaan?" ucap sang manajer, dia menutup laptopnya dan beralih menatap Tiara yang sudah duduk cukup lam di hadapannya.

Deg...sang manajer membulatkan matanya, saat melihat Tiara. Gadis berkerudung merah muda, dengan pipi yang merona karena kepanasan tengah duduk di hadapannya. Sang manajer tak melepaskan pandangannya dari Tiara, dia tidak menyangka jika pelamar yang dimaksud petugas keamanan itu adalah seorang gadis berjilbab dengan penampilan serba tertutup.

Tiara melemparkan senyum manisnya, dia mengangguk mengiyakan pertanyaan sang manajer justru malah diam dan terus menatap Tiara dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Iya Pak, saya membutuhkan pekerjaan. Ini lamaran dan CV saya" Tiara menyerahkan amplof coklat ke hadapan sang manajer.

"Eheumm...." Riki berusaha menetralkan suasana hatinya, dia memalingkan wajahnya sesaat karena ketahuan tengah menatap Tiara.

"Lowongan pekerjaan yang saat ini tersedia hanyalah petugas pencuci piring. Akhir-akhir ini restoran kami kewalahan karena pengunjung yang semakin banyak" Riki berbicara serius, mode manajernya sudah kembali, dia berbicara tanpa membuka amplof yang diserahkan oleh Tiara.

"Kalau kamu mau, kamu bisa memulainya sekarang juga" lanjut Riki.

"Baik Pak, saya siap. Sekarang saya siap untuk langsung bekerja" jawab Tiara mantap, senyuman manis kembali tersungging di bibirnya. Bahagia atas pencapaiannya hari ini karena telah mendapatkan pekerjaan. Namun hal itu justru kembali membuat sang manajer, terpesona. Senyum tipis tersungging di bibirnya saat melihat ekspresi Tiara.

"Oke, selamat bergabung. Setelah ini kamu akan dibantu oleh Anggia, dia penanggungjawab pekerja yang menangani bagian kebersihan, termasuk petugas pencuci piring, sebentar saya panggil dia" Riki kembali berusaha berbicara normal, dia tidak mau terlihat jika dirinya jadi salah tingkah katena senyuman manis Tiara.

"Anggia, saya tunggu di ruangan saya" Riki menghubungi pegawainya melalu telepon yang ada di ruangannya.

Tidak menunggu lama, Anggia pun datang. Perempuan rambut panjang sebahu, dengan pakaian semi blazer dan rok sepan di atas lutut lengkap dengan high heels memasuki ruangan sang manajer. Dia memandangi Tiara dari ujung kepala sampai ujung kaki, tersungging di bibirnya senyum sinis karena melihat tampilan Tiara yang jauh dari kata menarik.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Anggia pun beralih menanyakan tujuan Riki memanggilnya.

Riki menjelaskan tentang Tiara, dan Anggia pun mengangguk, mengerti dengan apa yang harus dilakukannya.

"Oke Tiara, selamat bergabung di restoran kami. Bekerjalah dengan baik, semoga kamu betah" Riki mengulurkan tangannya mengucapkan selamat kepada Tiara, Tiara pun menangkupkan kedua tangannya di depan dada, tanda menerima ucapan selamat dari Riki.

Riki mengerti, dia pun kembali menarik tangannya dengan senyum ramah. Berbeda dengan Anggia yang hanya mengangkat sebelah sudut bibirnya, seolah mengejek.

"Alhamdulillah" Tiara berucap syukur pelan, namun masih terdengar oleh Riki, dia pun pamit meninggalkan ruangan menyusul Anggia yang sudah lebih dulu menuju pintu keluar.

Bertemu Boss Besar

Di sebuah rumah nan mewah tiga lantai, seorang gadis kecil sedang merajuk. Dia tidak mau disuapi oleh siapapun. Sudah seminggu sejak kepergian sang ayah ke negeri Jiran Malaysia dia berperilaku seperti itu. Nyonya Ratih sebagai oma dari gadis kecil itu sudah kehabisan cara membujuknya agar mau sarapan.

Selama putranya berada di negeri orang setiap hari sang putra akan stand bye di depan kamera untuk menemani putrinya sarapan, makan siang maupun makan malam. Jika tidak seperti itu gadis kecil itu pasti akan mogok makan. Seperti pagi ini, Ina sang baby sitter sudah menggunakan berbagai cara untuk membujuk tuan putri agar mau sarapan, begitu pun dengan Nyonya Ratih dia sudah kehabisan cara untuk membujuk cucu tercintanya. Nihil, cara keduanya tak membuahkan hasil.

Semalam putranya menelepon jika pagi ini tidak bisa menemani putri kecilnya sarapan karena harus segera meninjau projek bersama rekan bisnisnya dan akan langsung menuju bandara untuk kembali ke tanah air. Dia berangkat setelah shalat subuh waktu setempat sehingga tidak bisa menghubungi putrinya pagi ini.

"Sayang ayolah, sekarang Papimu mungkin sedang di pesawat, semalam bilang akan pulang hari ini. Nanti siang kita akan bertemu di restoran Papimu" Nyonya Ratih kembali membujuk cucunya agar mau makan.

"Benarkah?" sang cucu seketika berhenti menangis, wajahnya berubah menjadi ceria. Binar bahagia karena akan segera bertemu sang papi terpancar dari matanya. Dia pun akhirnya bersedia sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Semua orang yang menyaksikan drama sang putri di pagi hari pun bernapas lega.

Qiana Nafeeza Malik adalah cucu satu-satunya keluarga El-Malik. Putri dari tuan muda Arzan Ravindra Malik, putra tunggal El-Malik pemilik El-Malik Group. Sang putra adalah pewaris tunggal dari kerajaan bisnis El-Malik Group yang kini telah resmi menjadi presdir di kerajaan bisnis yang bergerak di bidang perhotelan, restoran dan supermarket. Cabangnya menjamur hampir di setiap kota besar di Indonesia.

Sepeninggal ayahnya karena kecelakaan pesawat, El-Malik Grup pun resmi dipimpin oleh tuan muda Arzan dan kerajaan bisnis itu pun semakin berkembang di bawah kepemimpinannya. Saat ini Arzan tengah menangani proyek pembukaan cabang restorannya di Malaysia.

Menjadi single parent sudah dijalani Arzan sejak lima tahun yang lalu. Sang istri Mitha Pradipta harus pergi meninggalkannya karena mengalami pendarahan hebat saat melahirkan buah cinta mereka. Arzan melihat sendiri perjuangan Mitha melahirkan buah hatinya dan langsung tak sadarkan diri sesaat setelah terdengar tangisan bayi.

Arzan panik, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Mitha mengalami pendarahan hebat dan saat itu juga menghembuskan napas terakhirnya. Pesan terakhirnya adalah agar dirinya menjaga bayi yang baru dilahirkan sang istri dan meminta Arzan agar menyayangi dan mencintai bayi itu seperti Arzan menyayangi dan mencintai dirinya.

Sejak saat itu Arzan berjanji untuk menyayangi dan mencintai bayi perempuan yang diberinya nama Qiana Nafeeza Malik. Dia akan menjaganya dengan segenap jiwa dan raga sebagai kenangan paling berharga yang ditinggalkan istri tercintanya. Wanita yang menemaninya sejak kuliah semester pertama hingga dirinya berhasil menyelesaikan pendidikan magisternya di luar negeri. Mitha setia menantinya, hingga saatnya tiba Arzan kembali ke tanah air mereka pun melangsungkan pernikahan.

Sejak saat itu Arzan tidak pernah dekat dengan wanita manapun. Hidupnya selama lima tahun ini benar-benar dia dedikasikan hanya untuk sang putri dan perusahaannya, selebihnya Arzan abaikan. Tidak sedikit teman atau rekan bisnis perempuan yang mengajukan diri untuk menjadi istrinya dan menjadi ibu sambung dari Qiana, tetapi Arzan selalu menolak dengan alasan sang putri tidak merestui.

Kedekatan Arzan dengan sang putri membuat Qiana hanya ingin selalu bersamanya. Sang Ibu dan baby sitternya adalah orang terdekat selain dirinya sementara dengan yang lain Qiana sangat sulit menerima dan sangat membatasi dirinya. Keadaan putrinya yang seperti itu membuat Arzan kesulitan, dia benar-benar harus bisa memanfaatkan waktu, membaginya dengan tepat antara sang putri dan perusahaan tidak ada yang terabaikan. Dan jelas sang putri lah yang menjadi prioritasnya. Di saat seperti itu Arga sang asisten pribadi sekaligus sahabatnya menjadi orang yang paling bisa diandalkan untuk menghandle semua urusannya di perusahaan.

Sementara di tempat lain...

Seminggu berlalu, Tiara menjalani hari-harinya dengan bahagia. Jam delapan pagi dia sudah berada di restoran, hingga pulang saat restoran tutup. Kuliahnya masih libur, satu minggu ini dia benar-benar gunakan untuk mencari uang. Dia bekerja dua shift sekaligus. Berharap bisa menyicil biaya kuliah yang tinggal satu semester.

"Selamat pagi" Rianti teman seprofesi Tiara datang menyapa, mereka bertemu di ruang khusus karyawan untuk berganti pakaian.

Sejak seminggu yang lalu pertemuan mereka Tiara dan Rianti semakin akrab. Rianti gadis yang supel dan ramah. Berasal dari keluarga biasa membuatnya harus bekerja keras untuk membantu membiayai adik-adiknya. Ayahnya yang bekerja sebagai tukang ojeg online meninggal tiga tahun yang lalu karena kecelakaan.

Sejak saat itu Rianti harus rela menghentikan pendidikannya yang sudah kuliah tingkat satu, dia bekerja membantu sang ibu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Adik Rianti yang masih sekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saat ayahnya meninggal lebih membutuhkan biaya untuk keperluan sekolahnya. Rianti lah yang mengalah hingga akhirnya sudah hampir dua tahun dia bekerja sebagai tukang cuci piring di restoran ini.

Merasa memiliki takdir yang sama, Tiara dan Rianti menjadi lebih mudah akrab. Tiara bersyukur di saat teman-teman yang selama ini selalu bersamanya menjauh, Allah hadirkan sosok yang benar-benar menerima dia apa adanya. Bukankah kita bisa menilai kesungguhan seorang teman saat kita berada dalam kesusahan? mereka tetap ada atau memilih pergi. Teman yang tetap ada itulah teman sejati.

"Pagi" jawab Tiara, membenarkan jilbabnya yang sedikit kusut setelah berganti baju. Dia berganti baju tanpa melepas jilbabnya.

Tiara melihat ada sesuatu yang berbeda dari Rianti, senyum terus mengembang di bibirnya. Sesekali bahkan Rianti berdendang membuat Tiara penasaran dan akhirnya dia pun bertanya menyampaikan keingintahuannya ada apa dengan gerangan.

"Bahagia banget sih, jadi makin cantik deh" Tiara menjawil dagu lancip Rianti yang tengah menatap pantulan dirinya di dalam cermin. Tiara lebih dulu selesai berganti baju dan siap untuk mulai bekerja. Dia menunggu Rianti yang masih merapikan rambutnya. Menguncirnya tinggi hingga membuatnya lebih leluasa beraktivitas.

"Jelas dong kan hari ini kita gajian" pekik Rianti senang, untung saja di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Pekerja bagian kebersihan dapur menerima upah dari pekerjaannya seminggu sekali. Sesekali mereka pun mendapat tambahan bonus saat pengunjung restoran lebih ramai dari biasanya. Weekend biasanya adalah hari yang melelahkan untuk semua, pengunjung selalu padat di.restoran itu.

"Oya? kok aku bisa lupa ya" Tiara bertanya pada dirinya sendiri.

"Makanya kerja itu inget waktu jangan terlalu khusuk sampe lupa hari kamu mah" ejek Rianti, sejak dia mengenal Tiara sahabat barunya itu selalu bekerja dengan fokus, mengerjakan apa yang menjadi tugasnya tanpa peduli hal lain yang ada di sekitarnya. Tiara hanya tersenyum menanggapi ejekan sahabatnya itu. Pikirannya kini menerawang, merancang rencana apa saja yang akan dilakukannya setelah gajian nanti.

"Ayo, kita eksekusi hari ini. Semangat" Rianti mengacungkan tangannya yang mengepal ke udara, dengan semangat empat lima meraih tangan Tiara agar mengikuti apa yang dilakukannya dan keluar dari tempat mereka berganti pakaian.

"Semangat" Tiara pun mengikuti gerakan yang dilakukan Rianti. Mereka melangkah ke luar menuju tempat mencuci piring.

"Perhatian!" Suara tegas seorang wanita menghentikan aktivitas para pekerja yang baru beberapa menit yang lalu memulai pekerjaannya. Mereka yang terdiri dari tiga orang pegawai laki-laki dan empat orang pegawai perempuan di ruang cuci piring pun menghentikan aktivitasnya. Mencuci tangan dan segera keluar menuju tempat dimana wanita yang tak lain adalah Anggia, penanggung jawab bagian kebersihan di restoran.

"Cepatlah!" Anggia meminta semua pekerja mempercepat langkahnya. Biasanya ada hal penting yang akan disampaikan olehnya jika mendadak menyuruh berkumpul seperti ini.

"Semuanya, dengarkan baik-baik" seluruh pegawai kebersihan yang terdiri dari tujuh orang bagian kebersihan dapur dan enam orang cleaning service telah berbaris rapi sesuai intruksi Anggia, pimpinannya.

"Hari ini boss besar dan keluarganya akan datang dan makan siang di sini. Bersiaplah, pastikan semuanya sempurna. Saya tidak mau ada yang kurang hal kecil apapun. Pastikan semua area restoran bersih dan nyaman, dan kalian" Anggia menunjuk ke arah barisan Tiara

"Pastikan kalian mencuci semua peralatan dapur sangat bersih dan siapkan peralatan makan terbaik untuk boss besar dan keluarganya, mengerti!" Anggia menatap sinis ke arah Tiara, sejak awal dia memang tidak pernah menunjukkan wajah ramah pada Tiara. Tiara hanya mengangguk dengan senyum ramah saat tatapan matanya bertemu tatapan mata Anggia yang tajam.

Menjelang makan siang semua orang tampak sibuk menyiapkan tempat dan lain sebagainya untuk menyambut kehadiran boss besar dan keluarganya yang akan makan siang di restoran ini.

Saat adzan berkumandang, Tiara segera menghentikan aktivitasnya. Melepas sarung tangan yang membungkus tangannya saat mencuci piring. Dia meminta izin untuk shalat lebih dulu dan mereka pun akan bergantian melakukannya.

Selesai shalat Tiara kembali ke pekerjaannya. Kali ini pekerjaannya cukup banyak, ini adalah weekend pantas saja jika pengunjung semakin banyak belum lagi dua mobil Alphard yang terpangkir rapi di area parkiran khusus owner menandakan jika boss dan keluarganya sudah datang.

Di saat Tiara sedang membasuh piring terakhirnya sebelum istirahat, tiba-tiba anak perempuan yang usianya sekitar lima tahunan memegangi pakaian yang digunakan Tiara. Dia meminta agar Tiara menggendongnya, dia bisa mencuci tangan di wastapel tempatnya mencuci piring.

"Adek manis, kalau mau cuci tangan di sana. Di sini mah tempat cuci piring sayang" tunjuk Tiara ke arah wastapel khusus cuci tangan, namun dijawab dengan gelengan kepala oleh si anak.

"Ya sudah, sini Kakak bantu" Tiara pun menggendong anak perempuan itu dan membantu mencucikan tangannya.

"Terima kasih" anak perempuan yamg memang sangat pintar itu pun mengucapkan terima kasih,

"Sama-sama cantik, idih gemes amat deh. Kamu lucu sekali, namanya siapa?"

"Qia, nama aku Qia" jawab gadis itu menjawab dengan tepat pertanyaan Tiara.

"Kalau begitu kamu kembali sama pada keluargamu ya, Kakak mau shalat dulu" Tiara menyuruh Qia untuk kembali ke asalnya, dia menurunkan Tiara agar mau kembali. Tiara yakin jika anak perempuan itu adalah salah satu tamu restoran.

"Kakak mau kemana?" gadis kecil itu malah balik bertanya.

"Kakak mau shalat" jawab Tiara jujur.

"Aku mau ikut" Qia bersikukuh untuk ikut kemana Tiara akan pergi. Tiara mencoba memberikan Qia pengertian, dia takut keluarganya mencari. Tapi Qia tetap pada pendiriannya.

Akhirnya Tiasa pun mengalah, dia membiarkan Qia mengekorinya menuju mushala kecil di halaman belakang restoran itu dan turut melaksanakan shalat. Dia bergiliran dengan Rianti untuk beristirahat. Rianti yang sedang tidak shalat menyuruh Tiara beristirahat lebih dulu. Setelah selesai, seperti biasa Tiara akan memakan makanan bekalnya di taman samping mushala. Nasi putih dengan tumis jagung manis dan telur ceplok menjadi menu makan siang Tiara hari ini.

Tiara sudah berkali-kali menawarkan Qia agar mau diantarkan kembali ke orang tuanya namun Qia bergeming dia malah mengikuti kemana Tiara melangkah. Tiara pun pasrah membiarkan anak kecil itu melakukan apa yang diinginkannya. Qia mengikuti Tiara, bahkan meminta agar Tiara menyuapinya. Mereka pun semakin akrab, Qia menceritakan apa yang dialaminya hari ini di sekolah sambil terus di suapi Tiara. Sesekali kebersamaan mereka dihiasi canda dan tawa. Tiara yang begitu menyukai anak kecil tidak sulit untuknya mengakrabkan diri.

Tiara dan Qia masih terus bercanda, makan siang bekal Tiara sebagian besar sudah berpindah ke perut Qiana.

"Qiana!" suara bariton seseorang menghentikan aktivitas mereka. Sontak Qiana dan Tiara menoleh ke arah sumber suara tersebut. Seorang laki-laki dengan perawakan tinggi, tampan dan tampak berwibawa tengah berkacak pinggang melihat ke arah mereka. Tidak ada senyum ramah yang akan menambah ketampanan pria itu yang ada adalah wajah serius, bahkan rahangnya tegasnya mengeras, wajahnya memerah menahan amarah melihat tajam ke arah Tiara.

"Arga, urus perempuan itu!" serunya pada sang asisten, dia segera memangku Qiana dan pergi meninggalkan Tiara yang mematung, bingung ada apa sebenarnya. Di belakang pria itu banyak orang berdiri dengan wajah tegang, termasuk Anggia yang menatap tajam penuh amarah ke arahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!