NovelToon NovelToon

KARENA KAMU, TAKDIRKU.

Perkenalan

Ayam tetangga berkokok terus menerus, mataharipun masih malu-malu menampilkan sinarnya. Bahkan jam alarm terus berdering tak mampu membangunkan seorang gadis berusia 18 tahun yang masih terlelap dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Sedangkan di dapur, seorang wanita paruh baya di sibukan dengan kegiatan memasak.

"Pak, hari ini kamu tidak ke toko?" tanya Mama Ani menyeduhkan kopi untuk suaminya.

"Ke toko, Mah. tapi nanti, agak siangan," balas pak Yanto.

Pak Yanto celingukan mencari keberadaan anak pertamanya. "Riana mana? tumben belum kelihatan?"

Mama Ani menepok jidatnya. "Astaghfirullahaladzim! Mama lupa! Hari ini hari Senin! Pentar, Pak! Mama bangunin dulu tuh anak."

Mama berjalan ke arah kamar si sulung, dia menggelengkan kepala mengingat kebiasaan sang anak. Saat sedang kedatangan tamu bulanan, si sulung pasti bangun siang.

Ketika sudah berada di dalam, dia menggoyang-goyangkan tubuh anaknya. "Bangun, teh! Ini udah jam berapa? nanti kesiangan!"

"Bentar atuh, Mah! Lima menit lagi!" balas Riana sambil menaikan kembali selimutnya ke atas.

Melihat itu, mama Ani geram, dia menyibak selimutnya lalu jurus jewer menjewer nya ia keluarkan. "Cepetan, teteh! kalau tidak bangun, Mama guyur pakai air! Idah besar masih di bangunin, malu atuh sama ayam."

"Aw aw aw sakit atuh, Mah! iya... ini Teteh udah bangun, sama anak sendiri aja galaknya minta ampun, ini namanya kdrt," ucap Riana kesal tangannya memegang kuping yang terasa panas.

"Buruan, Rianaaa..!" pekik Ani geram.

Riana segera berlari ke kamar mandi, jika Mamanya sudah teriak, habislah dia. Yang ada dia di mandikan di kasur dan dia sendiri yang disuruh menjemur kasurnya.

Riana Wafa Humaira, gadis manis berhijab anak pertama dari Yanto dan Ani. Riana merupakan gadis yang pintar, baik, ramah, dan dia juga termasuk salah satu gadis tercantik di kampungnya.

Bulu mata lentik dengan bola mata yang sedikit besar, hidung mancung, serta bibir ranum tipis berwarna merah alami dan lesung pipi di sebelah kanan menambah kesan kecantikannya.

Tak banyak pula pria yang terang-terangan menyukainya, akan tetapi tidak ada satupun dari mereka yang Riana respon. Dia berprinsip tidak mau pacaran sebelum menikah, dan kalau di tanya soal jodoh, dia selalu berkata, biar Allah yang menentukan.

"Pagi, semuanya," sapa Riana ketika sudah berada di meja makan.

"Kk, pagi, pagi, ini udah cukup siang, Teh. Buruan sarapannya nanti kita terlambat! Hari ini kelasku jadi pemandu upacara," kata Latif adik Riana

Muhammad Latif, anak kedua Yanto dan Ani, dan sekarang dia duduk di bangku SMP kelas 8

"Tunggu sebentar, A! Baru juga makan satu suapan," kata Riana.

"Buruan! Aku tunggu di depan ya, Teh!" balas Latif dan di balas Riana ok.

"Bapak kemana, Mah? kok gak kelihatan."

"Bapakmu sudah berangkat ke toko, kamu sih telat bangunnya."

"Ya maaf, aku berangkat dulu, Mah," ucap Riana setelah menyelesaikan sarapannya.

Mama Ani mengantar anaknya ke luar, kemudian Riana mencium tangan Ani lalu di susul oleh sang adik.

"Kami berangkat dulu, Mah. Assalamualaikum," kata Latif.

"Waalaikumsalam, hati-hati ya, A, bawa motornya!"

"Siap, Mah."

Karena sekolah mereka berdekatan dan satu arah, maka mereka selalu berangkat bareng pakai motor. Sedangkan toko sembako pak Yanto cukup dekat dari rumah, jadi tidak perlu memakai motor cukup jalan kaki.

"A, tunggu!" cegah Riana.

"Apalagi sih? ini udah siang, ayo buruan!" kesal Latif.

"Hp teteh ketinggalan, tunggu sebentar!" dia berlari kembali kedalam rumah.

"Buruan teh Riana!" pekik Latif. "Udah telat nih, dasar lelet."

Latif terus menggerutu sesekali melirik ke arah jam tangannya.

"Udah a, kita berangkat! Mah, kami berangkat dulu, assalamualaikum," ucap Riana ketika sudah kembali.

"Waalaikumsalam."

Mama hanya menggelengkan kepalanya tersenyum melihat tingkah keduanya. "Dasar anak-anak."

****

SMA PELITA BANGSA

Riana berlari menuju gerbang yang hampir tertutup lalu berteriak.

"Pak satpam, tunggu!"

Pak satpam pun berhenti dan menoleh.

"Ya ampun Neng! untung belum di tutup, kalau terlambat sedikit saja pasti kamu udah kena hukuman," omelnya.

"Hehe maaf Pak, soalnya bangun kesiangan."

"Buruan masuk! Sebentar lagi upacaranya akan di mulai," perintah Pak satpam.

"Siap, Pak. Aku masuk dulu."

Dan Riana kembali berlari ke kelas menyimpan tasnya dulu, lalu dia kembali berlari kelapangan mengikuti upacara.

"Huhhh, selamat, untung tidak terlambat." Riana mengelap keringat di keningnya, dia mengatur nafas yang masih ngos-ngosan

Tanpa dia sadari, temannya memperhatikan dia kemudian menepuk pundaknya.

"Akhirnya kamu tiba juga, aku tunggu dari tadi, bahkan celingak celinguk nyariin kamu hingga leher ku rasanya mau patah, bahkan mondar mandir kaya setrikaan, takut kamu terlambat kena hukuman..."

Hap...

Tiba-tiba Riana membekap mulut Keisya. "Nyerocos mulu ni mulut, tadi aku kesiangan, kalau mamah tidak bangunin aku mungkin aku sudah terlambat, Kei."

Riana menurunkan bekapannya.

"Pasti kamu lagi pms ya? makanya kamu jadi telat bangun, kebiasaan sih," cibir Keisya.

Riana cuman nyengir, menggaruk tengkuknya merasa malu.

****

Jakarta

Seorang lelaki muda sedang sibuk mengemasi barang-barangnya, dia menyiapkan keperluannya mulai dari pakaian, dan yang pasti menyiapkan dirinya.

"Apa semuanya sudah selesai?" tanya Maya.

"Sudah Mah, tinggal nunggu besok saja."

Lalu dia duduk di kasur melipat kedua kakinya.

"Mama hanya berpesan, kamu di sana harus jaga diri dengan baik, jadi guru yang mengayomi, serta mengajari muridnya dengan sabar."

"Aku tahu, apa Mama gak apa-apa aku tinggal?"

"Enggak usah pikirkan Mama, di sini masih ada kakak kamu yang jagain Mama. Kamu fokus saja sama pekerjaan kamu! Nanti setelah tiba di sana kamu tempati rumah kita yang dulu. Meski kecil namun nyaman buat di tinggalin."

"Iya, Mah."

"Sekarang kita ke bawah gabung sama yang lain!" ajak Maya.

Diapun mengangguk mengiakan.

****

SMA PELITA BANGSA

Di kantin

Riana dan Keisya sudah duduk di salah satu bangku yang berada di sudut kantin.

"Ri, kamu punya sosmed gak?" tanya Keisya sambil mengunyah makanan.

"Enggak, emangnya kenapa?"

"Download dong! entar kita saling follow."

"Oh gitu, baiklah."

Riana pun mendownload aplikasinya, dan dia bikin akun FB.

Hampir semua orang memiliki sosmed, tapi tidak dengan Riana, di umurnya yang menginjak kelas tiga SMA dia baru mengenal yang namanya handphone dan dia juga baru tahu yang namanya sosmed.

Sebab jaman dulu belum terlalu banyak yang memegang handphone. Dulu di sini, orang yang memiliki handphone adalah orang yang termasuk dalam kategori berada.

Apalagi orang tua jaman dulu tidak terlalu membiasakan anaknya memegang barang yang menurut mereka bisa mengganggu waktu belajar anak-anaknya.

Tapi bagi sebagian orang sosmed itu penting, tergantung cara kita memakai dan meniatkannya untuk apa, hanya kalian sendiri yang tahu.

Bersambung....

𝗔𝘀𝘀𝗮𝗹𝗮𝗺𝘂𝗮𝗹𝗮𝗶𝗸𝘂𝗺, 𝘀𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗸𝗲𝗻𝗮𝗹 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘀𝗮𝘆𝗮 𝘆𝗮 𝗽𝗲𝗺𝗶𝗿𝘀𝗮.

𝗜𝗻𝗶 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗽𝗲𝗿𝘁𝗮𝗺𝗮 𝘀𝗮𝘆𝗮, 𝘀𝗲𝗺𝗼𝗴𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝘀𝘂𝗸𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗽𝗲𝗿𝗻𝗮𝗵 𝗯𝗼𝘀𝗮𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝗰𝗮𝗻𝘆𝗮.

𝗝𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗹𝘂𝗽𝗮 𝘁𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗲𝗷𝗮𝗸 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗴 𝗸𝗹𝗶𝗸 𝗶𝗰𝗼𝗻 💙 𝗱𝗮𝗻 👍 𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮!

𝗗𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗹𝘂𝗽𝗮 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮!

𝗧𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮 𝗸𝗮𝘀𝗶𝗵 𝘀𝘂𝗱𝗮𝗵 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗲𝗱𝗶𝗮 𝗺𝗮𝗺𝗽𝗶𝗿 𝗸𝗲 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗮𝘂𝘁𝗵𝗼𝗿 𝘀𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁𝗶𝗸𝘂. 𝗦𝗲𝗺𝗼𝗴𝗮 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗮𝗻 𝘀𝘂𝗸𝘀𝗲𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗮𝗵 𝗮𝗮𝗺𝗶𝗶𝗻.

Dilarang Pacaran!

Masih di kantin.

Tak berselang lama ada dua anak cowok mengagetkan mereka.

"Woy, kalian pada ngapain?" Deni menepuk pundak Keisya, dan ikut duduk di depan Keisya lalu di susul oleh Yusuf.

"Iya nih, kayak yang lagi serius," timpal Yusuf.

Deni dan Yusuf merupakan saudara Riana, mereka bertiga sepupuan, bisa di bilang Deni dan Yusuf merupakan bodyguard Riana. sedangkan Keisya, teman Riana sejak kecil satu kampung.

"Ck, apaan sih, kalian berdua ganggu kita aja, jangan sok akrab deh!" Keisya mencebik kesal.

Sementara Riana hanya diam, lebih fokus ke benda pipihnya mencari pertemanan di sosmed.

"Yaelah Kei, kita kan teman, siapa tahu jadi demen," balas Deni mengerlingkan matanya ke arah Keisya.

"Diiih.... amit-amit aku demen sama kamu." Keisya bergidig ngeri.

"Enggak boleh gitu, Keisya! Siapa tahu nanti kalian berjodoh," sela Riana bercanda.

"Betul, entar dari benci jadi cinta," timpal Yusuf

"Gue sama dia? ogah!" Keisya mendelik kesal ke arah Deni.

"Den. Biasanya cewek yang ogah-ogahan, di dalam hati berharap bisa lo tembak," kata Yusuf.

"Asyik di tembak babang Deni, auto klepek-klepek deh," sahut Riana terkekeh.

Keisya semakin kesal, dia mengaduk-aduk minumannya secara kasar.

tet tet teeettt

Bel tanda masuk pun sudah berbunyi mengalihkan perhatian mereka.

"Kalian dengar! Bel tuh, masuk-masuk sana!" usir Keisya lalu berdiri menarik tangan Riana. "Kita duluan goodbye," lanjutnya.

****

Jakarta.

"Om Alvin," sapa Chika keponakan Alvin.

"Hai, Chika sayang."

Alvin ikut duduk di samping Chika yang sedang menggambar, lalu sang Mama duduk dekat Stella.

"Apa benal, om Alvin akan pindah bekeljanya?" tanya Chika anak yang baru berusia 4 tahun.

"Benar, sayang. Nanti sore om akan berangkat."

"Telus, Chika mainnya sama siapa?" wajah Chika murung setelah mengetahui jika om kesayangannya akan berpisah dengannya.

"Kamu jangan sedih, kan masih ada Oma, Mama, dan Papa kamu. Nanti kapan-kapan kamu bisa main ke sana," ucap Alvin.

"Emang berangkatnya harus nanti sore, bukannya besok ya?" tanya Stella.

"Enggak jadi, Ka. Tadi pemilik yayasannya mengkonfirmasi kan lagi jika aku harus berangkat sore dan aku harus masuk mulai besok."

"Sekalian cari jodoh, Vin! Umurmu kan sudah 24, sudah cukup matang jika kamu menikah," timpal Mama.

"Nanti ajalah, Mah. Kalau sudah menemukan yang cocok nanti aku kenalin kok."

"Atau jangan-jangan kamu jeruk makan jeruk?" tuding Stella memicingkan matanya penuh curiga.

"Astaghfirullah, Ka! Itu mulut gak pakai di saring? aku masih normal, jika belum punya pacar bukan berarti aku belok. Lagian yah, aku gak mau pacaran, nanti pacarannya setelah menikah supaya lebih asyik dan terasa nikmat saja."

"Cieeee, yang sudah ingin menikah, kalau gak punya pacar, kamu bisa bikin poster saja. di cari calon istri! atau kamu ambil saja di jalan!" celetuk Farhan.

Plak, tangan Farhan di geplak oleh Stella. "Emangnya batu main ambil di jalan saja," ucapnya kesal.

"Siapa tau aja ada yang nyantol," balas Farhan.

"Gak, Mama enggak ngizinin! Kayak yang gak bisa mencari saja," tolak Mama Maya.

"Ya enggak lah, ya kali aku mau nurutin ucapan Mas Farhan? yang ada aku di coret dari kartu keluarga sama Mama."

"Siapa tahu aja," saut Farhan.

Alvino Azka Putra, anak kedua dari mama Maya, sedangkan sang papa sudah lebih dulu berpulang saat usia Alvin 10 tahun.

Alvin memiliki wajah tampan, rahang tegas, hidung bangir mancung, alis tebal, dan mata yang sedikit sipit.

Alvin berprofesi sebagai guru, sekaligus pengusaha supermarket di kotanya. Saat ini dia mendapat tawaran untuk mengajar di kota Bandung, karena pemilik yayasan merupakan teman seperjuangan papanya.

****

Bandung.

"Assalamualaikum kami pulang," pekik Riana.

"Selamat siang, Om, Tante, anak ganteng mampir," celetuk Deni.

"Permisi orang tuanya Riana, biang rusuh datang," timpal Yusuf.

"Kebiasaan deh, tiap kalian pulang sekolah pasti selalu rusuh," sindir Latif yang duduk di karpet mengerjakan tugas sekolahnya.

Mereka bertiga ikut duduk dekat Latif.

"Tau nih, datang-datang langsung berisik, ini rumah bukan hutan, gak usah pakai teriak!" sahut Mama Ani.

"Yang bilang kita di hutan siapa, Mah? kita gak bilang," balas Riana.

"Iya, ih, tante mah gitu. Tante sendiri yang bilang hutan," timpal Deni.

"Ni anak, di bilangin juga masih bisa ngejawab. Pasti kalian kesini mau numpang makan kan?" tanya Ani.

"Enggak, kata siapa? kita cuman mampir doang kok, benar gak, Den?" balas Yusuf

"Bener banget, lagian rumah kita deketan, jadi gak salah dong kita mampir?"

"Eh.. tapi bukannya kalian tadi bilang ingin minta makan ya?" celetuk Riana.

"Enggak, suer, beneran enggak!" kata Deni dengan serius.

"Enggak ketinggalan maksud Deni mah," celetuk Latif.

"Nah, itu kamu tahu, pintar," balas Deni dan Yusuf barengan.

"Benarkan apa kata Tante? kalian cuman numpang makan."

"Terus kita mau numpang dimana? di rumah pak RT? kan gak mungkin, di rumah pak gubernur? itu jauh tidak mungkin," selaYusuf.

"Jadi kemungkinan nya di sini," kata Deni.

Riana tidak terlalu mendengarkan, dia lebih serius ke sosmed yang baru ia daftar kan.

Deni memperhatikan kegiatan Riana, dia tersenyum usil. "Tante, Riana sekarang sudah punya gebetan loh," celetuk Deni.

Riana mendongak kaget, "Jangan kompor deh kamu! Aku gak punya gebetan," Riana mengelak karena memang tidak punya.

"Bener Tan, di sekolah saja dia sering mainin handphone nya, kadang dia senyum-senyum sendiri sambil melihat handphone," timpal Yusuf.

"Enggak! Mereka bohong, Mah. Aku cuman bikin akun FB doang dan meminta pertemanan sama orang lain," jawab panik Riana.

"waahh... teteh harus di laporin nih sama Bapak," ucap Latif.

"Emang teteh sudah punya pacar?" tanya mama Ani.

"Enggak, Mah! Mereka bohong, aku belum punya pacar kok."

"Siapa yang udah punya pacar?" tanya seseorang dengan tiba-tiba.

Mereka semua menoleh ke asal suara.

"Bapak!" Riana kaget.

Deni dan Yusuf saling sikut.

"Bapak tanya, siapa yang pacaran?" tanya Bapak sekali lagi lalu duduk di dekat Ani.

"Enggak ada yang pacaran pak," kata Mama.

"Sebenarnya Bapak tidak suka jika di antara kamu dan adikmu ada yang pacaran, itu tidak baik dan itu bisa menjerumuskan kalian kepada dosa yang tidak terasa. Jika Teteh ingin memiliki pasangan mending menikah saja, maka Bapak akan izinkan itu, tapi untuk Latif, Bapak belum ngizinin kamu menikah."

"Dan kalian berdua," tatapan pak Yanto beralih ke Deni dan Yusuf. "Kalian juga sama di larang pacaran!" ucapnya dengan tegas.

"Siap Om, kami akan selalu menjaga diri kami," balas Deni.

Dalam Islam pun pacaran itu tidak di perbolehkan, alasannya agar menghindari adanya Zina.

Bersambung....

Hantu Cantik

Jakarta

"Alvin, ayo! ini udah jam 2," pekik Stella.

"Tunggu sebentar Ka! aku cari handphone ku dulu," balas Alvin dengan teriak juga.

Saat ini keluarga Putra sedang bersiap untuk berangkat ke kota Bandung mengantarkan Alvin.

Alvin terus mondar-mandir mencari keberadaan hp nya.

"Kok gue lupa ya? ayo dong handphone datang!" kata Alvin sambil tangannya menengadah.

"Stella mana Alvin? nanti kemalaman," tanya Maya.

"Katanya lagi cari handphone nya," balas Stella.

"Kamu bantu cari gih!" perintah Maya, lalu dia duluan ke mobil.

Dan Stella pun membantu adiknya, dia mencari di sekitar area ruang keluarga karena tadi mereka berkumpul di sana, tak berselang lama diapun menemukannya di dekat meja.

"Ka handphone ku gak ada? bantuin nyari napa?" Alvin ke bingungang dia mengacak rambut bagian belakang kepalanya prustasi.

"Nih, makanya kalau naro jangan sembarangan, dasar pelupa," cibir Stella sambil menyodorkan benda pipih itu ke Alvin.

"Hehe... maaf, terima kasih Kaka ku yang paling cantik," ucap Alvin cengengesan.

"Ya iyalah, Kaka emang cantik," ucap Stella dengan percaya diri.

Merekapun pergi ke mobil lalu meluncur ke Kota Bandung.

****

Bandung

Di dalam kamar, Riana terus memegang handphone nya, dia berkata, "oh jadi ini yang namanya FB'an."

"Ternyata penggunanya dari berbagai tempat, banyak juga peminatnya."

Riana terus menerus bicara sendiri, dia baru tahu jika FB itu seperti ini, karena memang Riana beda dari yang lain. Bisa di bilang Riana itu kurang pergaulan, eiittss jangan salah! meski kuper, tapi banyak yang mau berteman dengannya kok.

Setelah puas, dia menaruh handphone nya di meja rias, lalu mandi mensucikan diri dari haidnya dan melaksanakan kewajibannya sebagai umat muslim.

Setelah beres, dia ke luar kamar. "Mah, aku ke tempat Bapak dulu yah," pekik Riana.

"Tunggu sebentar teh!" ucap Mama Ani. "Tolong kamu bawa ini sekalian! ini makanan buat kalian."

"Siap Bu, Bos." balas Riana.

Diapun berjalan ke tempat Bapaknya jualan, tokonya tidak jauh, hanya melewati lima rumah saja sudah sampai.

Di perjalanan dia harus melewati tempat tongkrongan para anak muda yang sedang asyik main gitar.

"ssttt Jang, tuh gebetanmu," ucap Ucok salah satu dari mereka.

Ujang yang sedang memainkan gitar pun berhenti saat matanya melihat sang bidadari, dia memberikan gitarnya ke Ucok, lalu berdiri menyugar rambutnya kebelakang.

"Sore, teh Riana. mau ke toko ya?" tanya Ujang.

"Sore juga a Rahmat, iya mau bantuin bapak," balas Riana sopan.

Nama asli Ujang adalah Rahmat, tapi para teman-temannya sering memanggil dia Ujang mengikuti orang tuanya yang juga memanggil Ujang. Rahmat ini merupakan anak dari pak RW kampung sini, dia juga salah satu anak muda ter ganteng di kampungnya.

"Kalau gitu, aa anterin ya?"

"Gak perlu di antar, lagian juga sudah sampai," kata Riana.

hahahaha teman-teman Rahmat menertawakan tingkah konyolnya Rahmat. "Eh Ujang, kau gak lihat! noh! tokonya di sebelah kita," celetuk Ucok geli.

"Salah gombalannya, Jang," timpal Jaka teman Rahmat.

Rahmat cengengesan, dia lupa sendiri jika tokonya dekat dengan tempat mereka nongkrong. "Gue lupa," ucapnya.

Riana tersenyum menggelengkan kepalanya, lalu dia masuk manaruh rantang makanan di meja, dan Riana celingukan mencari Bapaknya.

"Kemana Bapak? kok gak ada?" gumamnya.

Lalu dia melihat ke salah satu ruangan yang tersedia di sana, dan dia melihat Bapaknya sedang melakukan ibadah.

Batinnya berucap, "semoga Bapak sehat selalu aamiin."

****

Setelah memakan waktu beberapa jam, kini keluarga Putra sudah tiba di depan rumah yang dulu, tepatnya di Bandung.

Mereka semua masuk dan duduk.

"Alhamdulillah sampai juga kita," ucap Mama.

"Tempatnya masih sama seperti dulu ya, Mah?" tanya Alvin.

"Iya, Mama sengaja tidak menjual dan tidak merubah rumah ini, karena tempat ini begitu banyak kenangan."

Maya, meneliti setiap sudut rumahnya, meski kecil tapi nyaman.

"Oma, Chika pingin jajan," ucap Chika tiba-tiba.

"Aduh Chika, ini udah jam tujuh malam, mana ada warung buka," saut Farhan.

"Kayaknya, tadi aku lihat warung di jalan sini deh," timpal Stella.

"Masih buka?" tanya Farhan.

"Masih, kamu antar saja Chika jajan ke sana!"

"Aku gak mau sama papah!" tolak Chika.

"Terus, maunya sama siapa?" tanya Mama Maya.

"Om Alvin, ayo Om! antelin Chika jajan!" rengek Chika.

Chika terus menerus menarik tangan Alvin agar bangun dari duduknya.

"Turuti saja, Vin! lagian besok kita sudah kembali ke Jakarta, dan kamu pasti akan jarang bertemu dengan Chika," ucap Maya.

Alvin menghelakan nafasnya. "Baiklah, ayo! mau Om gendong?"

"Chika jalan saja, aku kan udah besal," tolak Chika.

Alvin menoleh ke Stella, "warungnya jauh gak Kak? kalau jalan, kasian Chika."

"kayaknya enggak, tapi ini udah malam, pakai mobil saja!" kata Stella.

"Ohh, ya sudah, ayo!" ajak Alvin pada Chika.

Dan mereka berdua pun pergi kewarung sesuai yang di bilang Stella. Ketika sudah sampai, tiba-tiba lampunya padam semua, dengan segera Alvin menyalakan senter di hpnya.

"Om," panggil Chika.

"Gak pa pa, kan ada Om!" Alvin menggendong Chika.

"Assalamualaikum, permisi," ucap Alvin saat sudah berada di depan toko.

Alvin terus berucap, tapi masih belum ada sahutan. "Kemana yang punya ya?"

"Pelmisi, kami mau beli," kata Chika.

"Mungkin lagi ibadah, sayang."

"Kita tunggu ya, Om! please!" ucap Chika memohon.

Alvin yang melihatnya jadi tidak tega, diapun mengikuti kemauan keponakannya itu.

Setelah menunggu beberapa saat, seseorang menyaut.

"Waalaikumsalam, mau beli apa mas?" tanya dia dengan suara lembutnya.

Alvin menoleh, dia kaget.

"Astaghfirullahaladzim, hantu!" ucap dia yang langsung memejamkan mata.

"Om, itu hantu cantik," kata Chika.

Alvin menyerngit heran, "Chika, mana ada hantu cantik?" kata Alvin yang masih memejamkan mata.

Riana bingung, "Kenapa dia bilang aku hantu?" kata batinnya.

Ya, yang menjawab salam Alvin adalah Riana, saat ini Riana sedang memakai mukenanya karena tadi dia sedang beribadah, lalu dia mengambil senter menaruh di bawah wajahnya hingga cahaya senternya menyoroti wajahnya dari bawah.

"Maaf saya bukan hantu," ucap Riana.

Alvin perlahan membuka matanya, lalu dia diam tak berkutik memandang wajah Riana.

"Hantu cantik," celetuknya.

Riana yang di bilang hantu cantik tersenyum geli.

"Mau beli apa, Dek?" tanya Riana pada Chika, karena Alvin masih mematung

"Mau jajan itu," tunjuk Chika.

Alvin tersadar, kemudian dia mulai membeli sesuatu, sesekali melirik ke arah pemilik toko yang sedang duduk di kasir.

"Hantu cantik, eh maksudnya Mbak cantik, saya beli ini," Alvin menyodorkan belanjaannya dan Riana menghitungnya.

"Semuanya tiga puluh dua ribu, mas."

Alvin pun mengambil uang di sakunya lalu memberikannya ke Riana.

"Terima kasih," kata Alvin.

"Sama-sama, mas," balas Riana ramah.

"Tante cantik, Chika pulang dulu, semoga kita ketemu lagi ya."

Riana tersenyum, "iya Adek manis, hati-hati, dan aamiin, semoga kita ketemu lagi ya," balas Riana.

Alvin terus memperhatikan Riana, entah mengapa kali ini dia ingin terus memandang wajah seorang wanita. Setelah selesai Alvin dan Chika pun kembali pulang dengan Alvin yang masih melirik kebelakang lewat kaca spionnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!