Malam itu diacara pernikahan bos besarnya, Liana datang bersama temannya, namun karena ia sangat terpesona oleh dekorasinya pernikahan yang sangat mewah ia sibuk melihat lihat keselurh tempat hingga Liana lupa kalau ia meninggalkan temannya entah dimana. Tempat yang sangat luas membuatnya kesulitan untuk mencari temannya itu.
***
Diruangan khusus dua orang sedang berbicara serius, tampak raut wajah bingung pada keduanya.
Rendy dan Kendra sedang berpikir bagaimana semua ini bisa terjadi? tepat dihari pernikahannya, Jenny melarikan diri dengan membawa sejumlah uang perusahaan.
"Bagaimana ini, Ken. Aku gak mungkin membatalkan pernikahan ini sedangkan para tamu undangan sudah berdatangan. Aku tidak mau namaku dan keluarga tercoreng belum lagi ... ," Rendy menggantung ucapannya. Diusapnya wajah yang tampan itu dengan kasar, Rendy merasa bingung apa yang harus ia lakukan.
"Sayang, akad pernikahan akan dilakukan satu jam lagi," ucap, Elma pada Rendy putra kesayangannya.
Rendy dan Kendra saling pandang lalu menatap Mamanya dengan tatapan bingung. Tidak mungkin mereka mengatakan kalau, Jenny melarikan diri.
"Ada apa, kenapa kalian diam dan terlihat seperti orang linglung?" tanya Elma yang kini terlihat bingung.
"Tidak, Mam. semua aman." Kendra memang asisten pribadi yang bisa diandalkan saat, Rendy kesusahan dia pasti jadi yang pertama ada disampingnya.
Elma tersenyum lalu meninggalkan Rendy dan Kendra di ruangan itu! setelah, Elma pergi Kendra mengusap bahu bos sekaligus kakak angkatnya itu!
"Tentang. Kita harus berpikir dengan kepala dingin." Kendra mencoba menenangkan Rendy. Pembawaannya yang selalu tenang dalam menghadapi semua masalah membuat Kendra selalu bisa diandalkan dalam situasi apapun.
Rendy hanya diam terpaku kepalanya pusing lidahnya juga terasa kelu bahkan untuk mengucapkan sepatah katapun ia kesusahan.
Kendra pergi dari ruangan itu meninggalkan bosnya yang masih diam mematung!
Diluar tepatnya di taman yang sudah didekorasi sedemikian rupa untuk menyambut para tamu undangan, Kendra duduk disalah satu kursi yang telah disediakan. Kendra merasa bingung ia duduk dengan menopang dahi dengan tangannya sambil ia pijat agar terasa sedikit tenang, "mempelai pengganti. ya, itu mempelai pengganti," ucap, Kendra. Senyum mengembang dibibirnya.
Kendra segera berdiri dan mengedarkan pandangannya sambil melangkahkan kakinya! dilihatnya seorang perempuan yang sedang berjalan tanpa arah itu mungkin wanita itu tersesat atau sedang mencari sesuatu.
Kendra berlari menghampiri wanita itu dan setelah sampai dihadapan wanita itu, Kendra menatap wajah sang wanita memastikan apakah wanita itu cocok atau tidak untuk jadi istri dari bosnya itu.
"Maaf, ada apa ya, Mas?" Tanya Liana karena melihat tingkah aneh dari laki-laki tersebut.
Kendra hanya diam ia beralih melihat bentuk tubuh Liana dari ujung kepala sampai ujung kaki.
melihat kelakuan laki-laki itu yang sangat aneh membuat Liana ketakutan, ia segera berlari meninggalkan laki-laki itu!
tak tinggal diam Kendra segera berlari juga mengejar wanita yang menurutnya cocok untuk jadi istri bosnya itu!
Tak butuh waktu lama Kendra mensejajarkan langkahnya dengan Liana, ia segera menarik pergelangan tangan Liana dan membawanya ke suatu tempat!
"Lepas. Lepaskan saya! anda siapa saya tidak kenal dengan anda." Liana terus meronta ingin lepas dari cengkraman tangan laki-laki itu!
Kendra hanya diam dan sampailah di suatu tempat, Kendra melepaskan pegangan tangannya dari Liana!
"Maaf, saya hanya ingin minta tolong," ucap Kendra dengan nada memelas.
Ia tidak tahu darimana ia harus memulai pembicaraan.
"Tolong apa, Kenapa harus ditempat sepi dan kurang pencahayaan ini." Liana semakin takut, pikirannya mulai menuju ke hah-hal buruk.
"Saya ... saya." Kendra menggantung ucapannya. Ia memilih membawa Liana ke ruangan dimana tempat bosnya berada.
Kendra kembali mencengkram pergelangan tangan Liana dengan kencang agar wanita itu tidak bisa lari darinya lalu ia menarik Liana menuju tempat bosnya berada!
"Mas. Mas kita mau kemana? anda jangan macam-macam kalo gak saya akan teriak," gertak Liana yang kewalahan mengejar langkah Kendra yang cepat bahkan sesekali ia merasa terseret oleh laki-laki itu.
"Tolonglah, Mbak. ikutin saja, lagipula saya tidak akan menyakiti anda," ucap Kendra sambil terus berjalan menuju ruangan dimana bosnya berada tak lupa pegangan tangannya tak pernah terlepas dari tangan Liana.
Tiba diruangan dimana Rendy berada, Kendra menyuruh Liana duduk dan ada Rendy disamping kursi yang diduduki Liana.
"Ken. siapa dia?" tanya Rendy kebingungan. Pasalnya Kendra pergi tanpa pamit dan kembali membawa seorang wanita.
"Calon mempelai wanita," ucap Ken singkat.
Sontak perkataan Ken membuat bola mata Liana membulat untung saja tidak keluar dari tempatnya.
"Anda sudah gila, Mas. Tidak saya tidak mau!" ucap Liana dengan nada sedikit tinggi.
Liana berdiri hendak pergi dari tempat itu! namun langkahnya terhenti karena Rendy mencekal pergelangan tangannya!
"Saya, mohon menikahlah dengan saya." Rendy berucap dengan dada memelas.
"Saya tidak mau. Tolong hargai keputusan saya," ucap Liana seraya menghentak tangannya agar terlepas dari genggaman Rendy.
Tak tinggal diam Rendy menarik tubuh Liana hingga jatuh diperlukannya.
perlakuan Rendy yang tiba-tiba membuat, Ken terkejut dan tak percaya atas apa yang dilakukan bosnya itu.
Tubuh Liana menegang, seketika ia merasa sangat ketakutan dengan perlakuan Rendy.
"Lepas! saya mohon biarkan saya pergi. Saya mohon," ucap Liana lirih. ia sangat takut, tidak mungkin ia menikah dengan orang yang tidak ia kenal dan juga tanpa kehadiran orang tuanya yang menjadi wali nikahnya.
Rendy dan Kendra terus menahan Liana ditempat itu mereka tak mungkin mencari orang lain karena waktu sudah menipis.
merasa tidak ada titik terang Rendy pergi dari tempat itu untuk menenangkan diri.
sementara itu Liana duduk dikursi dengan air mata yang terus mengalir, Ken berjongkok di depan Liana! ditatapnya wajah cantik itu yang kini sedang menangis mungkin karena ketakutan.
"Tolong, menikah dengan Rendy. Saya mohon dengan sangat, tolong," ucap Kendra memelas kepada Liana.
"Kalian para orang kaya memang selalu berbuat semaunya kepada kami, orang miskin. tidakkah kalian tahu kami juga punya harga diri dan kami juga berhak bahagia," ucap Liana dengan air mata yang tak pernah surut.
Rendy yang sedari tadi berdiri didepan pintu tertuduk tak dapat berucap sepatah katapun. Ucapan Liana sangat menyinggung perasaannya, bagaimana tidak selama ini ia memang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan egonya sangat besar hingga ia tak pernah memikirkan apa yang ia lakukan menyakiti orang lain atau tidak.
disisi lain saat ini ia bukan hanya memikirkan nama baik keluarganya namun juga perusahaannya yang ia bangun sejak 5 tahun lalu. Jika ia batal menikah mungkin ada banyak pihak yang membatalkan kontrak dengannya.
"Kamu, harus menikah dengan saya. kalau tidak saya akan memecat kamu dari perusahaan dan saya pastikan kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan dimanapun juga," gertak Rendy. Tidak ada jalan lain selain menakut-nakuti Liana, agar Liana bersedia menikah dengannya.
Deg! bagai disambar petir di siang bolong jantung Liana terasa berhenti berdetak nafasnya pun terasa sesak ucapan, Rendy membuat dunianya hilang seketika. Tak disangka 3 bulan bekerja di perusahaan itu, membuat malapetaka yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Kendra terperanjat, suara Rendy begitu menggelegar diruangan itu.
"Rendy!" bentak Kendra. Tidak seharusnya bosnya itu mengatakan hal seperti itu kepada wanita yang belum ia kenali itu.
"Dengar! semua ucapanku harus dituruti dan keinginanku harus terpenuhi," bentak Rendy kepada Ken. Suaranya tak kalah keras dari Kendra.
Sementara Liana hanya diam mematung dengan air mata yang tak pernah surut.
"Siapa namamu?" tanya Ken dengan nada lembut.
"Liana," ucapnya singkat.
"Nama lengkap?" lanjut Ken.
"Liana Herdiawan binti Herdiawan. Saya siap menikah dengan orang yang samasekali tidak saya kenali. Dengan satu syarat," ucap Liana tanpa ragu.
"Baiklah. Sekarang bersiaplah waktu tinggal beberapa menit lagi, tak sampai setengah jam." Tanpa mendengar persyaratan dari Liana Rendy mengiakan perjanjian itu.
Liana beranjak dari duduknya dan berjalan menuju ruangan rias pengantin!
"Apa kau serius, aku harus menikah dengannya, Ken?" tanya Rendy. sebenarnya ia sendiri merasa ragu dengan keputusan ini.
"Tidak ada cara lain, Ren. mengganti mempelai wanita adalah satu-satunya jalan terbaik." Ken mencoba menjelaskan kepada Rendy akan kondisi sekarang ini.
Wanita paruh baya yang saat ini berdiri didepan pintu merasa terkejut akan ucapan, Ken. Ia tidak mungkin salah dengar ucapan, Ken barusan sangat jelas.
"Apa maksud kalian?" Elma berucap penuh tanya.
Suara Elma yang tiba-tiba, membuat Rendy dan Kendra terkejut. Keduanya saling pandang satu sama lain, terlihat raut wajah gugup pada keduanya.
"M-mama. Sejak kapan Mama disitu," tanya Rendy terbata.
"Mama, tanya. Apa maksud perkataan Ken barusan? mama tidak mungkin salah dengar," tekan Elma dengan suara bergetar.
saat ketiganya berdebat, datang seorang yang bertugas merias pengantin menghampiri mereka!
"Maaf, Tuan. Pengantin wanita tidak berhenti menangis. kami kesulitan untuk meriasnya," jelas wanita yang bertugas sebagai perias pengantin itu.
Wanita itu segera pergi meninggalkan ketiganya ia segera menuju ruang rias sebisa mungkin ia harus menyelesaikan pekerjaannya.
"Nona, tolonglah berhenti menangis. Saya kesulitan untuk merias wajah anda," ucap perias itu kepada Liana.
Diruangan tempat Rendy, Ken dan Elma berada terasa sangat panas dan tegang, mau tak mau Rendy dan Ken harus jujur kepada, Elma sang Mama.
"Jenny, melarikan diri dengan membawa uang perusahaan," ucap Rendy, singkat.
"Dan terpaksa, kami mengganti mempelai wanita yang belum pernah kita kenal," sambung Ken.
"Apa?" Elma terhuyung sambil memegang dadanya! Elma memang mempunyai riwayat penyakit jantung, dalam keadaan seperti ini tidak menutup kemungkinan penyakitnya akan kambuh.
Rendy dan Ken segera menopang tubuh Elma agar tak terjatuh ke lantai!
sebisa mungkin mereka menenangkan Elma agar penyakitnya tidak kambuh.
"Mama, tenang ya. Semua akan baik-baik saja, percaya sama aku," Ken berucap dengan percaya diri. sebisa mungkin ia bersikap tenang dihadapan mama angkatnya itu.
"Apa wanita itu bersedia menikah dengan Rendy?" tanya Elma dengan nada lirih.
"Iya, tentu saja. Wanita mana yang bisa menolak anak mama yang tampan ini," pungkas Rendy.
Sementara itu diruang rias wanita yang berprofesi sebagai perias pengantin itu merasa sangat kesulitan untuk merias mempelai wanitanya.
Tak lama Ken datang dan berjongkok dihadapan Liana! digenggamnya tangan Liana dengan lembut.
"Saya mohon. Saya jamin kamu akan bahagia sebenarnya Rendy orang yang baik, dia gak mungkin menyakiti kamu," lirih Kendra.
sebisa mungkin Kendra meyakinkan Liana untuk tidak meragukan bosnya itu. Memang sulit mendapatkan kepercayaan dari orang lain apalagi yang belum dikenal bahkan bertemu saja tidak pernah.
Tapi bukan Kendra namanya jika ia menyerah sebelum berhasil, ia terus membujuk Liana sampai akhirnya Liana menyerah padanya.
"Apa kamu tidak mau mendengar persyaratan dariku? aku menangis bukan hanya tidak mau menikah dengan bosmu tapi aku juga takut tidak diakui sebagai anak dari orang tuaku, karena menikah tanpa restu mereka," jelas Liana.
Manusia yang mana yang tidak takut tidak diakui oleh orang tuanya bahkan hewan saja kalau bisa bicara mungkin mereka juga tidak mau kalau tidak diakui orang tuanya.
Sama halnya seperti Liana, apalagi selama ini Liana sangat berbakti kepada kedua orang tuanya.
Ken menganggukkan kepalanya ia mengerti perasaan Liana saat ini, bahkan jika ia yang berada di posisi Liana mungkin ia juga akan bersikap sama seperti Liana.
Diusapnya punggung Liana dengan lembut! Ken mencoba berperan sebagai teman atau sahabat Liana saat ini.
"Kamu, wanita yang baik. saya yakin segala kebaikan akan menghampirimu." Ken keluar dari ruangan itu setela yakin kalau Liana baik-baik saja.
"Lalu bagaimana dengan orang tuaku?" ucap Liana.
Langkah, Ken terhenti diambang pintu. ia berbalik menghadap Liana!
"Kita urus itu nanti, tidak ada orang tua yang tidak bisa memberi maaf pada anaknya." Ken tersenyum kepada Liana, "berdandanlah yang cantik, buat semua orang terpesona denganmu." Ken melanjutkan langkahnya menuju ruangan sebelah dimana ada Elma dan Rendy.
Perlahan dibukanya pintu bercat hitam itu dan nampaklah wajah Elma yang terlihat pucat.
"waktunya tinggal 5 menit lagi, Nak."
"kita bersiap sekarang," ucap Ken.
"Kau yakin?" pungkas Rendy.
Ken tersenyum penuh arti dan segera memapah Elma menuju tempat dimana penghulu dan para saksi berada.
"Bersiaplah dengan segala kemungkinan yang ada, awas jatuh cinta pada pandangan pertama," goda Kendra seraya menepuk bahu kanan Rendy.
Mereka berjalan beriringan Elma yang dipapah oleh, Ken masih merasa cemas akankah acara ini berjalan dengan semestinya.
tiba ditempat dimana penghulu sudah duduk di depan meja yang diatasnya terdapat berkas dan mahar pernikahan mereka. Rendy duduk didepan penghulu wajahnya terlihat tampan meski ada kecemasan disana.
Tak lama Liana datang dengan diantarkan oleh dua orang. Semua mata tertuju pada sang pengantin wanita tak terkecuali, Rendy. penampilannya yang sangat anggun dengan gaun pengantin berwarna putih yang mewah dan wajah yang tak kalah cantik dari, Jenny sang kekasih dari Rendy yang sebentar lagi akan jadi mantan itu.
Bola mata, Rendy terus mengikuti kemana arah Liana melangkah.
sampailah ditempat yang sudah tersedia, Liana duduk diamping Rendy!
Tibalah saat akad dilangsungkan.
Setelah terdengar kata 'sah' dari para saksi dan semua orang yang ada di tempat itu. Untuk pertama kalinya, Liana mencium punggung tangan laki-laki yang kini bersetatus sebagai suaminya itu.
Setelah akad berlangsung tibalah saatnya para tamu undangan memberi selamat pada kedua mempelai secara bergantian.
Hari mulai menjelang tengah malam tepatnya pukul 23:00 wib resepsi pernikahan sudah selesai para tamu undangan sudah meninggalkan tempat itu, tinggal keluarga saja yang tersisa.
Diruang ganti nampak Liana sudah mengenakan pakaian yang ia pakai sebelumnya. Ia menyambar tasnya yang berada diatas meja dan bersiap pulang.
"Mau kemana?" tanya, Rendy.
"pulang. saya harap anda tidak memecat saya dari kantor," ucap Liana sambil berjalan melangkahkan kakinya menuju luar gedung yang menjadi saksi atas bencana yang dialami Liana.
setelah Liana melangkah beberapa langkah tiba-tiba langkahnya terhenti kala, Rendy menarik pergelangan tangan Liana dengan kencang! hingga membuat tubuh langsingnya terseret hingga mendarat di pelukan laki-laki yang kini bersetatus sebagai suaminya itu.
Dengan sigap Liana segera melepaskan diri dari pelukan sang suami! Ken yang baru tiba di ruangan itu hanya tersenyum geli.
"Sekarang, sudah malam. Pulangnya besok aja," ucap Rendy dengan tenang masih memegang pergelangan Liana dengan erat.
Rendy tidak mungkin membiarkan seorang wanita keluar selarut ini, apalagi wanita itu adalah istrinya. Walaupun mereka menikah tanpa rencana bahkan bertemu saja belum pernah.
"Saya, harus pulang. Orang tua saya pasti sedang menunggu saya di rumah." ucap Liana.
Tidak mungkin Liana tidak pulang malam ini, karena jika ia tidak pulang, orang tuanya pasti murka terhadapnya.
Apalagi orang yang menikahinya bukanlah orang sembarangan, banyak media di acara pernikahan yang baru digelar beberapa jam lalu. Pastinya orang tuanya sudah melihat pernikahannya di televisi.
"Besok aja. saya yang akan mengantarkan kamu pulang," timpal Ken.
"Tidak, saya harus pulang. saya harus menjelaskan semua ini pada orang tua saya. saya tidak mau jadi anak durhaka," Jawab Liana dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
satu tangan Liana dipegang oleh, Rendy dan yang satunya lagi dipegang oleh, Kendra. Mereka berdua sama-sama menahan Liana agar tetap tinggal di kamar hotel yang sudah disediakan.
Tak terasa air mata Liana mengalir begitu saja. Dua lelaki yang tadi memaksanya untuk menikah dan kini kembali memaksanya untuk tetap berada di tempat itu.
Hening tak ada satu katapun dari ketiganya. Mereka tetap pada posisinya masing-masing, sedangkan Liana, terus menangis bukan hanya menangisi nasibnya yang tiba-tiba berubah menjadi rumit namun juga orang tuanya yang akan marah besar karena keputusannya menikah tanpa restu mereka.
Beberapa menit berlalu, tak ada pergerakan dari mereka. Rendy menggelengkan kepalanya, dan mulai membuka suara, "Baiklah. Sebagai suami, saya akan mengantar kamu pulang."
Ken tersenyum bahagia, ia sampai lupa kalau dari tadi ia masih menggenggam tangan Liana. Ken segera melepaskan genggamannya dari tangan Liana!
"Yasudah. Cepat berangkat, nanti keburu pagi," ucap Kendra, seraya nepuk bahu, Rendy dengan sedikit kencang.
"Awwh." Rendy, meringis kesakitan. Lalu ia menghajar perut, Ken pelan.
Kakak beradik walau tak kandungan itu memang sangat dekat, Rendy tak pernah membedakan antara ia dan Ken. Saking dekatnya Rendy memilih Ken, untuk menjadi adik sekaligus asisten pribadinya.
Liana yang melihat kelakuan dua laki-laki didepannya bak anak kecil, langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan sesuatu apapun.
Ken dan Rendy melihat Liana sudah tidak ada di tempat langsung menghentikan pertengkarannya, Rendy segera berlari ke luar untuk mengejar Liana!
"Tunggu ... !" Teriak Rendy pada Liana, "ah. Kenapa aku lupa sama namanya," rutuk Rendy.
Entah kenapa Rendy lupa sama nama istrinya sendiri, mungkin karena tak adanya perkenalan diantara mereka membuat Rendy kesulitan mengingat nama wanita yang kini bersetatus sebagai istrinya itu, padahal baru beberapa jam yang lalu ia menyebut namanya.
"Hey, kamu mahluk tuhan, istriku." Rendy terus berteriak sambil berjalan cepat untuk mensejajarkan langkahnya dengan Liana.
Setelah sampai disamping, Liana dan mensejajarkan langkahnya, Rendy menggenggam tangan Liana dengan erat!
Liana terus berjalan seolah tak ada yang membersamainya saat ini, bahkan pegangan tangan, Rendy tak ia hiraukan.
"Maaf," ucap, Rendy lirih sambil terus berjalan mengikuti kemana langkah Liana.
Liana terus menutup mulut, enggan berucap sepatah katapun.
"Mobilnya, di sebelah sini!" ucap Rendy. Tanpa basa-basi ia menarik tentang Liana hingga, Liana sedikit terseret oleh Rendy.
Saat sudah berada dalam mobil, Liana mendelik kearah, Rendy seakan mengisyaratkan kalau ia tidak suka dengan perlakuan Rendy kepadanya.
Saat Liana terlihat emosi, justru Rendy bersikap biasa saja seolah tidak ada apapun yang terjadi.
Rendy melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang! setelah melaju sekitar sepuluh menit Rendy tidak tahu kemana arah mobilnya akan mengantarkan istrinya itu.
"Dimana alamat rumahmu mahluk tuhan?" Dengan santainya, Rendy menanyakan alamat rumah sang istri.
"Lurus aja, di depan belok kiri nanti pas pertigaan belok kanan lalu masuk gang pertama, rumah no 12 cat warna putih. Ingat nama saya Liana, bukan makhluk tuhan," jelas Liana ditel.
Rendy tersenyum lalu mengangguk.
Hening tak ada pembicaraan sepatah katapun. Setelah tiga puluh menit mencari alamat mertuanya, akhirnya Rendy sampai ditempat tujuan.
Rendy segera memarkirkan mobilnya di halaman rumah yang terlihat biasa saja, tidak mewah namun sepertinya nyaman untuk dihuni.
Setelah mobil benar-benar berhenti, Liana segera berlari menuju pintu depan rumahnya! terlihat kedua orang tuanya sedang duduk di ruang tamu, mungkin mereka sedang menunggunya.
"Ayah, Ibu. Maafkan aku." Liana berlutut dihadapan orang tuanya! meminta maaf atas apa yang sudah terjadi beberapa jam lalu.
"Untuk apa minta maaf, Liana? Bapak dan Ibu sudah terlanjur kecewa atas sikapmu yang tidak mengakui kami. Bahkan kamu menganggap kami sudah tiada dengan mengganti wali dengan wali hakim." Ayah Liana mengutarakan kekecewaan yang mereka rasakan saat ini.
Liana masih berjongkok dihadapan ibunya dengan tangan diletakkan di atas lutut sang ibu dan kepala ia sandarkan diatas punggung tangannya.
Liana menangis sampai tersedu, "Maaf."
Rendy yang dari tadi hanya berdiri di depan pintu, kini ia masuk kedalam rumah tanpa izin yang punya!
"Maaf, Pak. maaf Bu. Semua ini salah saya. Saya bersedia melakukan apapun untuk menebus kesalahan yang saya buat, tapi saya mohon Ibu dan Bapak jangan marah apalagi membenci, Liana," jelas Rendy yang merasa kasihan melihat Liana terpojokkan.
Ayah dan ibunya Liana menatap Rendy dengan pandangan kecewa dan sedih.
"Kamu terlihat seperti bukan orang biasa, kenapa kamu melakukan semua ini pada kami. Apa salah kami?" ucap Herdiawan ayahnya Liana. Sedangkan Ratih, Ibunya Liana hanya diam tak kuasa menahan tangisnya.
"Jika Ibu dan Bapak ingin menghukum saya, silahkan tapi jangan hukum Liana. Dia tidak bersalah, saya yang memaksanya untuk menikah dengan saya." jelas, Rendy.
"Tapi kenapa kamu memaksa anak kami?" tanya Ratih dengan air mata yang terus mengalir.
Rendy mulai menceritakan semua yang terjadi, dari awal sampai akhirnya mereka menikah.
Sedangkan, Liana masih tetap pada posisinya, ia masih bersimpuh pada ibunya dengan tangis yang tak henti. Memohon maaf kepada kedua orang tuanya.
Herdiawan menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan, mencoba menenangkan dirinya sendiri agar tidak sampai menyakiti hati putrinya.
"Nasi sudah menjadi bubur, mau bagai mana lagi, toh semua sudah terjadi. Tinggal Ibu dan Bapak menanggung malu karena punya anak perempuan tiba-tiba menikah tanpa restu orang tua," ucap Ratih lalu beranjak dari duduknya meninggalkan semua orang bahkan Liana yang masih duduk dilantai tak dihiraukan olehnya.
Melihat sikap sang istri, Herdiawan mengusap bahu putrinya! "kamu pasti capek, Nak. sudah istirahat sana." Herdiawan langsung menyusul Ratih ke kamar!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!