Menjadi kaya bukan berarti semua yang kamu inginkan akan selalu tersedia, semua orang akan melayanimu 24 jam selama 7 hari, namun lebih dari itu menjadi kaya adalah sebuah beban.
Syahreza Purnama, pewaris tunggal kekayaan keluarga dinasti Purnama. Kabur dari rumahnya yang megah dan memilih untuk tinggal disebuah tempat kos sempit, hanya karena ia tak ingin hidup sebagai penerus perusahaan keluarga. Ia kabur keluar kota yang jauh dari tempatnya tinggal, hanya karena ingin meneruskan cita citanya sebagai seorang penulis. Ia cinta menulis dan papanya membenci itu.
"Menulis tidak membuat kita kaya, Reza!"
Teriakan papanya membuat hati Reza sakit kala itu. Ia memutuskan untuk pergi dan tak mengindahkan tangisan ibu tiri yang sudah seperti ibu kandungnya.
Shelomita, wanita yang dinikahi papanya beberapa bulan setelah mama kandung Reza meninggal usai melahirkannya. Ia merawat Reza seperti anak kandungnya sendiri, dan bodohnya Reza juga menganggap Shelomita adalah ibu kandungnya selama ini. Kenyataan bahwa Shelomita hanyalah ibu tiri membuat hati Reza semakin sakit dan keputusannya untuk kabur semakin bulat.
Hampir 2 tahun pelarian Reza aman, ia bekerja sembari kuliah di sebuah Universitas Swasta kecil di kotanya untuk kegiatan sehari hari. Reza menjual mobil miliknya dan menyimpan uangnya untuk kebutuhan dia selama hidup dalam pelarian. Hobi Reza dalam menulis ia wujudkan dalam cerita pendek dan sudah beberapa kali masuk di majalah remaja, uang hasil menulis ia gunakan untuk kebutuhannya sehari hari.
Tok tok tok!!
"Kak Reza, bukain dong!!" teriak suara perempuan di luar kamarnya, menganggetkan lamunan Reza sedari tadi.
Reza beranjak dari ranjangnya yang kecil dan membuka pintu kamar kosnya. Suara decit pintu memekakkan telinga. Reza memicingkan matanya geli.
Wajah yang tak asing muncul dibalik pintu dan tersenyum saat melihat Reza membukakan pintunya. Putri, adik tingkatnya di Fakultas yang sama.
"Hay, Put!" sapa Reza berdebar, hatinya tak pernah bisa santai bila melihat senyum manis Putri.
"Boleh masuk nggak??" tanya Putri antusias, namun nyatanya ia sudah lebih dulu meringsek masuk ke dalam kamar Reza tanpa menunggu jawaban dari si pemilik kamar.
Reza mengawasi tubuh Putri yang sudah berada di dalam kamarnya dan menghembuskan nafasnya gugup. Ini kali kedua Putri datang mengunjunginya kemari.
Sejujurnya Reza tak nyaman bila ada perempuan masuk ke dalam kamarnya. Sejak dulu, ia tak pernah mengijinkan siapapun masuk ke dalam kamarnya meskipun itu Shelomita.
"Kamu nggak kuliah, Put?" tanya Reza, ia ingat jadwal kuliah Putri full dari hari senin sampai jumat.
Putri menggeleng dan meletakkan tas kanvasnya di tempat tidur Reza, lantas duduk santai di sana.
"Aku bolos, males masuk kalo Kak Reza libur kuliah gini, " sahut Putri sekenanya, ia lalu mengeluarkan ponselnya dan mengutak atik layarnya.
Reza melirik jam beker di meja belajarnya, jam 10.15.
"Kamu sudah sarapan??" tanya Reza lagi,
selama hampir setahun kenal dengan Putri, gadis itu jarang sekali makan. Itulah mengapa tubuhnya kurus kering.
Putri tak menyahut, ia masih asyik dengan ponselnya. Reza menarik jaket sweaternya dibalik pintu, bergegas keluar tanpa babibu.
Tak berapa lama, Reza kembali dengan membawa dua bungkus nasi pecel dan minuman serta beberapa snack.
"Nih makan," bujuk Reza, seraya menyodorkan piring berisi bungkusan nasi pecel pada Putri.
Putri mendongah dan tersenyum senang melihat makanan kesukaannya. Ia meletakkan ponselnya dan meraih piring yang di berikan Reza.
"Kak Reza, baik banget sihhh, tahu aja aku belum makan.”
"Kamu mana pernah makan kalo berangkat kuliah," tukas Reza, seraya menarik kursi dari meja belajar dan melahap nasi pecelnya perlahan.
Putri terkekeh dan menyendok nasi pecel favoritnya. Reza meliriknya sesekali. Putri adalah satu satunya teman yang ia miliki selama berada di kota ini. Itupun mereka berteman karena arah kos Reza dan rumah Putri searah. Entahlah Reza merasa sudah memilih tempat yang jauh dari hiruk pikuk kota agar ia aman dari teman teman sekampusnya, namun ternyata masih ada satu orang yang terlewat yaitu Putri.
Awalnya beberapa kali Reza berpapasan dengan Putri di ujung jalan, Reza menaiki motor maticnya sementara Putri menunggu angkot. Sering melihat Putri menunggu angkot membuat Reza hafal wajahnya, dan tanpa sengaja suatu hari ia melihatnya lagi di kampus.
Saat itu masa ospek kampus, semua Maba pulang larut malam. Reza yang terkadang betah di perpustakaan hingga kampus tutup, tiba tiba melihat Putri menunggu angkot di pinggir jalan. Reza tahu betul, jam segitu tak ada angkot yang lewat. Karena iba, pada akhirnya ia memberanikan diri menawarkan tumpangan pada Putri. Sejak itulah Putri yang supel dan ramah jadi dekat dengannya.
"Kak Reza, gimana kalo kita kabur."
“Uhukkkkk!!” Reza sontak menelan makanan yang masih ia kunyah hingga tersedak, spontan ia meraih air mineral botol di hadapannya dan meneguknya.
Begitu nasi di tenggorokannya mendarat mulus di lambungnya, Reza menolehi Putri syok.
"Kamu gila ya, Put!" desis Reza masih kaget dengan perkataan Putri tadi.
Putri terkekeh dan meletakkan piringnya yang sudah kosong di meja belajar.
"Aku serius, Kak! Yuk kabur yuk, aku udah gak betah tinggal di rumah."
"Yaudah, kamu kabur aja sendiri. Ngapain ngajak ngajak aku?" solot Reza tak suka, ia kembali menyuapkan makanannya yang tinggal sedikit.
"Karena aku bilang kalo aku sudah punya cowok, dan satu satunya cowok yang sering nganter aku pulang adalah Kak Reza. Kalo sampe aku hilang pasti Kak Reza yang dituduh. Jadi sekalian kita kabur bareng aja biar Kak Reza aman," sahut Putri santai, meraih ponselnya lagi.
Reza menolehi Putri syok, " kamu tahu nggak, kabur itu berarti apa??" tanya Reza menyelidik.
Putri mengangkat kedua bahunya pelan, yang ia tahu, kabur adalah satu satunya jalan agar ia bebas dari ibunya yang suka pilih kasih.
"Kabur itu berarti kamu harus hidup tanpa rasa nyaman yang selama sudah ini kamu rasakan dirumahmu, kamu harus beradaptasi dengan lingkungan baru, orang orang baru, dan kamu nggak akan bisa bertahan dengan semua itu."
"Siapa bilang nggak bisa?! Aku bisa kok!" sungut Putri cepat, rautnya berubah kesal saat Reza meremehkannya.
Reza meletakkan sendoknya pelan, ia jadi tak berselera lagi untuk makan. Perlahan ia menarik nafasnya untuk menenangkan pikirannya.
"Nggak semuanya bisa kamu lakukan dengan mudah, Put! Ada banyak masalah di luar sana yang bisa bikin kamu semakin down dan putus asa, jangan pernah berpikir untuk kabur meski kamu ingin, semuanya nggak semudah yang kamu pikirkan."
Putri berdiri, ia menarik tasnya dari ranjang dan menatap Reza kesal.
"Yaudah, kalo Kak Reza nggak mau, aku bisa pergi sendiri!" putus Putri dingin, lalu beranjak dari hadapan Reza dengan wajah penuh emosi.
Reflek Reza menarik tangan Putri dan menghentikannya. Ia berdiri dan mengawasi Putri yang menantang tatapannya.
"Kenapa kamu mau kabur? Ada apa? Kalo kamu ada masalah,kamu bisa cerita sama aku. Tapi tolong, jangan pernah berpikir untuk kabur."
Putri menepis tangan Reza dan berpaling, ia beranjak meninggalkan Reza tanpa babibu.
Reza mengawasi tubuh Putri yang menghilang dibalik pintu kamarnya. Kabur tidaklah semudah yang orang pikirkan. Bila saja Reza tak mengingat hinaan ayahnya malam itu, mungkin saja Reza luluh dan kembali pulang. Beberapa kali Reza ingin menyerah, ia rindu masakan Shelomita yang selalu tersaji hangat untuknya, ia rindu sapaan Shelomita saat Reza baru sampai di rumah meski ia pulang tengah malam sekalipun.
Reza menghembuskan nafasnya sedih, ia rindu mamanya..
Putri berusia 19 tahun. Ayahnya seorang pelaut yang pulang hanya sekali dalam satu tahun. Sehari hari Putri tinggal bersama Shirley-ibunya,Prisa-saudara perempuan yang berusia setahun dibawahnya dan Raja- satu satunya adik lelaki yang masih SMA.
Sebagai saudara paling tua, Putri hidup dalam tekanan batin yang keras. Ia harus selalu menjadi contoh yang baik bagi adik adiknya. Terlebih ia tak memiliki sosok ayah yang utuh, hanya setahun sekali mereka bertemu.
Dalam keseharian Putri, ibunya memperlakukannya berbeda dengan saudaranya yang lain. Putri harus bangun lebih pagi, membersihkan rumah dan mencuci baju adik-adiknya. Sementara kedua adiknya masih tidur dengan lelap, Putri harus mengosek kamar mandi atau menyapu halaman. Itulah mengapa, ia merasa ibunya pilih kasih. Putri merasa sudah lelah dengan semua ini. Ia hanya bisa bebas saat pergi ke sekolah.
Di awal lulus SMA, ibunya tak setuju saat Putri ingin melanjutkan kuliah. Baginya kuliah hanya membuang uang dan tak menjamin masa depan. Beruntung Putri lolos tes beasiswa, sehingga mau tidak mau pada akhirnya ia di ijinkan untuk kuliah.
Pernah sekali waktu Putri berpikir, apakah ia bukan anak kandung orang tuanya?? Mengapa ia diperlakukan berbeda dengan adik adiknya??
"Mbak Put, dicari ibu di suru ke Toko," teriak Raja dibalik pintu kamar Putri.
Putri menghembuskan nafasnya lelah dan berdiri. Keluarganya memiliki toko sembako di depan rumah.
Sesampainya di Toko, ia melihat ibunya menghitung beberapa lembar uang ratusan ribu di meja.
"Ibu manggil Putri??" tanya Putri tak bersemangat, ia baru saja selesai menjemur pakaian saat Raja memanggilnya tadi.
"Iya, ini uang ibu kok hilang ya dua ratus ribu."
Putri mengawasi ibunya dengan bingung, "terus??"
"Kamu yang ngambil??" cecar ibunya cepat.
Putri menghembuskan nafasnya tak percaya, ia tersenyum masam. Seharian ia bahkan tak masuk ke dalam Toko, dan selama ini tak sekalipun Putri berniat untuk mencuri uang orang tuanya meski ia mendapat uang saku pas pasan.
"Bener kamu ya, Put??"
"Bu, buat apa Putri mencuri uang ibu?"
"Ya mana ibu tau, terakhir kemarin malam kan, kamu yang jaga toko!"
"Kalo Putri mau, buat apa Putri cuma ambil 200 ribu."
"Terus siapa yang nyuri? Masak uangnya bisa jalan sendiri keluar dari laci meja ini," sungut ibu Putri dengan nada tinggi.
Putri menahan air matanya yang hampir merembes keluar. Sungguh perlakuan ibunya bagaikan ibu tiri…
"Bukan Putri yang ambil, Bu. Putri berani sumpah."
"Hallah, sumpah sumpah!! Kamu jangan main main sama sumpah, kualat nanti."
"Bukan Putri yang ngambil, Bu. Kenapa sih, selalu saja Putri yang disalahin!" cetus Putri kesal, air matanya lolos setetes dan lekas ia menghapusnya.
"Kamu berani bentak bentak sama orang tua!Belom juga jadi orang."
"Putri capek, Buk, seharian Putri kerja kaya babu dirumah ini, sementara Prisa dan Raja enak enakan nonton tivi, dan sekarang Putri difitnah nyuri uang??, kenapa ibu jahat banget sama aku!" cecar Putri berapi api, nafasnya tertahan penuh emosi.
Ibu Putri berdiri dan mengebrak meja di hadapannya dengan kasar. Ia menghampiri Putri dan mengawasinya marah.
"Plak!"
Sebuah pukulan mendarat di pipi kanan Putri. Seketika pipinya terasa panas dan sakit, air matanya menetes tanpa bisa dibendung lagi.
"Kamu mengeluh, hah?? Kamu nggak suka bantu ibu dirumah?? Kalo kamu nggak suka yaudah pergi sana, rasakan hidup di luar yang lebih kejam daripada hidup sama ibumu yang jahat ini!"
Putri mengawasi ibunya dengan pandangan nanar. Ia beringsut pergi dan kembali masuk ke dalam kamar. Tanpa di komando, Putri mengeluarkan travel bagnya dan memasukkan beberapa bajunya kedalam tas besar berwarna merah itu.
Tekad Putri sudah bulat untuk pergi dari rumah. Tidak ada alasan baginya untuk terus bertahan, terlebih setelah ibu mengusirnya seperti tadi. Ia ingin segera bebas dan tidak lagi sakit hati dengan perlakuan ibunya.
Jam 8 malam, Putri sudah selesai membereskan baju bajunya dan memasukkan beberapa barang penting kedalam tas. Ia juga membawa dokumen dokumen pribadinya untuk berjaga jaga. Nanti Putri akan menyelinap pergi saat semua penghuni rumahnya sudah tidur. Sementara ini, ia akan tetap bertingkah seolah tak terjadi apa apa.
Jam 11 malam, semua penghuni rumah sudah terlelap dikamar masing masing. Putri yang sudah bersiap untuk pergi, menyelinap keluar dari kamarnya dengan berjingkat-jingkat. Tak sampai 10 menit, ia berhasil keluar dari rumahnya yang sederhana dan berjalan cepat menuju jalan raya.
Suasana yang sepi karena malam yang sudah larut membuat Putri bergidik takut. Sesekali, ia menoleh ke sekeliling hanya untuk memastikan tidak ada orang yang membuntutinya. Ia tidak punya tujuan lain selain tempat Reza. Satu satunya orang yang bisa dia andalkan hanyalah kakak tingkatnya itu. Lekas Putri mempercepat langkahnya agar sampai di kos Reza sebelum malam semakin larut. Jarak antara rumah Putri dan kosan Reza hanya terpaut 500 meter. Tak begitu jauh, namun juga tak dekat.
Saat melihat bangunan rumah susun tempat kos Reza sudah nampak, Putri tersenyum lega dan meletakkan travel bagnya lelah. Setidaknya malam ini ia mempunyai tempat untuk numpang tidur yang aman. Meskipun Reza tak mau menemaninya kabur tak apa, ia akan pergi sendiri besok pagi. Kemanapun, asal jauh dari ibunya.
Putri menarik travel bagnya lagi dan berjalan memasuki pagar rumah kos Reza. Kamar Reza ada di ujung lantai 3, ia harus naik tangga untuk sampai kesana. Dengan keringat yang mulai membasahi baju dan keningnya, Putri menggotong travel bagnya menaiki tangga yang sedikit curam dengan lelah. Tenaganya sudah cukup terkuras seharian ini, emosinya juga.
Beberapa kamar yang ada di lantai 3 masih kosong, hanya dua kamar yang terisi yaitu kamar Reza dan kamar laki laki lain seusia Raja yang masih SMA. Lampu di kamar Reza masih menyala, Putri mempercepat langkahnya.
Tiba di depan pintu kamar Reza, ragu Putri mengetuknya perlahan. Dua kali ketukan, tak ada sahutan dari dalam kamar. Putri mulai gelisah. Ia mengusap peluh di keningnya ragu.
Knop pintu kamar Reza diputar, wajah Reza muncul dari balik pintu yang berdecit saat dibuka. Putri tersenyum kikuk saat tatapan Reza terbalalak melihatnya.
"Putri??" Reza mengawasi travel bag besar berwarna merah yang teronggok di samping tubuh Putri yang basah oleh keringat.
"Hay, Kak…" sapa Putri malu,
Reza menatap Putri seolah ingin menelannya, lantas membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia menarik Putri untuk masuk dan membantu membawakan travel bag itu dengan sigap.
Putri masuk kedalam kamar Reza dengan gugup, kemarin saat ia masuk ke dalam kamar ini, rasanya tak segugup hari ini. Entah mengapa, sekarang suasananya terasa berbeda.
"Kamu serius, Put??" tanya Reza, ia masih tak percaya dengan keputusan Putri untuk kabur dari rumah.
Putri mengangguk ragu, ia tak berani menatap Reza.
"Ada apa sih? Kamu bisa cerita sama aku, Put, tapi jangan kabur kaya gini."
"Kak Reza tuh nggak tau rasanya hidup sama orang tua yang pilih kasih! Aku sudah capek, Kak, diperlakukan berbeda sama orang tuaku sendiri."
"Berbeda kaya gimana sih, Put? Kan semua bisa di omongin baik baik.”
"Nggak, Kak Reza nggak akan paham, dari kecil aku udah hidup selayaknya anak tiri, ibuku sendiri bahkan nggak seneng ngeliat aku seneng!"
Reza menghembuskan nafasnya sedih, ia mengawasi Putri yang terlihat tertekan.
"Terus, kamu mau kabur kemana?"
"Kemana aja, asal nggak ketemu lagi sama ibuku," sahut Putri berapi api, ia menahan air matanya dengan susah payah.
"Aku cuma numpang tidur semalam disini, besok pagi pagi sekali aku akan pergi kok, aku nggak akan ngerepotin Kak Reza lebih lama," lanjutnya lirih.
Reza melepas kacamatanya lantas mengusap wajahnya frustasi, ia sendiri tak tahu harus berbuat apa. Terlebih di kamarnya hanya ada satu ranjang kecil. Tidak mungkin ia tidur berdua dengan Putri disitu.
"Yaudah, kamu istirahat aja dulu, aku akan tidur dikamar Sigit. Besok jangan keburu pergi dulu, kita akan bahas ini lagi besok, oke??"
Putri tak menyahut, ia melirik ranjang Reza yang memang sangat kecil.
Reza beranjak dari hadapan Putri dengan ragu, tadinya ia sedang sibuk menulis untuk cerbung yang ia kirim ke sebuah tabloid. Cerbung karyanya sudah terbit sejak 2 minggu yang lalu, dan sekarang ia sedang menyelesaikan bagian akhir ceritanya.
"Kak Reza," panggil Putri ragu saat ia melihat tubuh jangkung Reza berlalu.
Reza menolehi Putri cepat.
"Terimakasih."
Menjadi seorang Reza bukanlah hal yang mudah. Sejak kecil mendapat perlakuan istimewa dari keluarga, serta pelayanan yang tiada henti dari semua orang dirumahnya, membuatnya harus beradaptasi dengan keras ketika memutuskan untuk kabur dari rumah.
Tidak ada lagi masakan yang selalu tersaji hangat, tidak ada lagi pakaian yang selalu bersih dan siap dipakai, tidak ada mobil yang bisa ia kendarai kemanapun ia pergi, tidak ada pelayan yang siap sedia membuatkan kopi ditengah malam saat ia sedang sibuk menyelesaikan cerpen atau karya ilmiahnya. Saat ini ia harus melakukannya sendiri, dengan tangannya sendiri. Tidak ada orang lain yang peduli dan bisa membantunya dikala sedang kesusahan, Reza harus benar benar hidup mandiri selama dalam pelarian.
Melihat Putri tiba tiba mengetuk pintu kamarnya seperti tadi, membuat Reza kembali dejavu. Ia seperti melihat dirinya yang dulu. Dirinya yang putus asa pergi dari rumah tanpa tahu tujuan. Beruntung Putri masih berpikir logis untuk menumpang bermalam di tempatnya, entah apa yang terjadi bila Putri nekat pergi sendiri. Reza bergidik takut.
Sigit sudah tidur pulas saat Reza mengetuk pintu kamarnya tadi. Beruntung Sigit bangun dan membukakan pintu untuknya. Bila tidak, mungkin Reza akan tidur di depan kamarnya ditemani para nyamuk dan semut betina.
Entah apa yang akan ia lakukan besok. Menemani Putri kabur sama saja dengan membongkar identitasnya perlahan lahan. Ia khawatir akan bertemu orang orang suruhan papanya. Bisa saja nanti papanya akan menyeretnya pulang, bila sampai Reza bertemu salah satu diantara orang kepercayaan papanya tersebut. Reza menghembuskan nafasnya galau.
Membiarkan Putri pergi sendiri pun Reza tak tega. Gadis itu terlalu lugu dan polos. Putri terlalu naif dan menganggap semua orang baik, ia juga penakut. Bagaimana kalau nanti ada orang jahat yang memanfaatkannya?? Reza mengusap wajahnya sedih, entahlah ia akan memikirkan itu besok saja, hari ini ia lelah.
Esok paginya…
Reza terbangun saat mendengar suara Sigit membuka pintu kamar. Reza beringsut duduk dan mengusap matanya yang masih terasa perih, ia masih mengantuk.
Perlahan Reza segera berdiri dan beranjak keluar dari kamar Sigit dengan langkah gontai, sukmanya masih belum menyatu sempurna.
"Makasih ya, Git, sudah dikasi numpang tidur semalam," ucap Reza sambil menepuk bahu Sigit pelan,
Sigit tersenyum dan mengangguk, lantas berlalu ke kamar mandi sambil menenteng handuknya.
Reza berjalan menuju ke kamarnya dan berdiri mematung di depan pintu. Ia ragu-ragu untuk masuk ke dalam, bagaimana kalau Putri masih tidur dan posisi tidurnya tak etis untuk dilihat ??? Bagaimana kalau bajunya tersingkap?? Bagaimana kalau Reza melihat yang tidak seharusnya ia lihat??
Reza menggeleng cepat, ia harus segera menyelesaikan masalahnya.
Ragu Reza menyentuh knop pintu kamarnya namun tiba-tiba pintu terbuka sebelum Reza memutar knopnya. Putri muncul dengan wajah terkejut. Reza juga.
"Kak Reza, ngagetin aja! Aku pikir kak Reza belum bangun," cetus Putri gugup, tadinya ia ingin kabur sebelum Reza bangun namun sepertinya rencananya gagal total.
Reza mengawasi travel bag di tangan Putri, ia menghembuskan nafasnya kesal. Putri benar benar keras kepala!
"Aku akan temani kamu pergi!" putus Reza dengan yakin.
Kedua mata Putri terbelalak surprise, ada binar bahagia yang bisa Reza tangkap dari tatapan itu. Senyum gadis itu tersungging lebar.
"Kamu masuk aja dulu, aku mau mandi di kamar mandi bawah," perintah Reza cepat sambil mendorong Putri masuk lagi ke dalam kamarnya.
Tak butuh waktu lama bagi Reza untuk mandi dan kembali lagi ke kamarnya. Ia menghemat waktu dan khawatir Putri akan kabur bila ia terlalu lama.
Putri sedang asyik dengan ponselnya, saat kemudian Reza masuk dengan tubuh basah dan segar. Wangi sabun khas pria semerbak seketika memenuhi kamar. Suasana pun menjadi kikuk dan dingin. Putri yang tadinya asyik membaca berita terkini artis di akun gosip Instagram, sontak memasukkan ponselnya kedalam tasnya lagi. Ia jadi canggung berduaan dengan Reza seperti ini, padahal kemarin kemarin ia tak pernah setakut ini bila berduaan dengan kakak tingkatnya itu.
"Aku ganti baju di kamar Sigit, kamu jangan kemana mana," desis Reza setengah berbisik,
Putri mengangguk paham. Reza mengambil celana dan kemeja dari dalam lemarinya lantas keluar lagi dari kamar.
Sigit yang melihat tingkah aneh Reza mulai penasaran, mengapa semalam Reza sampai numpang tidur dikamarnya, bahkan ganti pakaian pun juga masih menumpang lagi di kamarnya.
"Di kamar Bang Reza ada siapa sih??" tanya Sigit sambil tetap menyisir rambutnya,
Reza menolehi Sigit dan tersenyum ragu,
"Owh, itu sepupu dari kota, semalam numpang nginap disini," sahut Reza sekenanya.
Entah mengapa ide itu muncul begitu saja di benaknya.
Sigit mengangguk percaya, Reza sudah selesai mengenakan pakaiannya dan lekas beranjak keluar dari kamar Sigit.
Saat Reza kembali ke dalam kamarnya, Putri tidak lagi duduk di ranjang. Ia terlihat mengamati rak lemari yang penuh dengan buku-buku.
"Kak Reza, suka baca buku??" tanya Putri konyol, sudah jelas jawabannya namun ia masih saja bertanya.
"Iya," sahut Reza singkat, mengeluarkan travel bagnya dari dalam lemari lantas memasukkan beberapa baju ke dalamnya.
"Jaman sudah canggih tapi Kak Reza masih suka koleksi buku?? padahal buku sekarang udah ada versi onlinenya, loh!"
"Bukan buku namanya kalo versi online, buku ya buku, nggak akan terganti oleh teknologi," sahut Reza menjelaskan,
Putri tak menyahut, ia kini beralih mengamati Reza yang nampak memasukkan beberapa baju kedalam travel bag.
"Jangan lupa dokumen dokumen pentingnya juga dibawa."
"Buat apa?" tanya Reza menghentikan tangannya sesaat, ia mengawasi Putri.
"Yaaaa, buat jaga-jaga aja!" sahut Putri sekenanya.
Reza menghembuskan nafasnya pelan.
"Kita nggak akan lama, Put, kita pergi hanya sampai kamu sadar bahwa pilihan kamu ini salah."
"Yaudah, Kak Reza aja yang pulang sendiri nanti, aku akan tetap dengan keputusanku."
"Put, jangan keras kepala, walau bagaimanapun mereka tetap keluarga kamu."
"Kalo Kak Reza nggak mau pergi, yaudah nggak usah pergi sekalian, aku nggak mau ya nanti ada paksaan untuk pulang atau gimana gimana."
Reza kembali menghembuskan nafasnya berat, baiklah untuk sementara turuti saja kemauannya…batin Reza lirih.
Usai membereskan baju dan membawa beberapa dokumen serta peralatan menulisnya, Reza membawa travel bag dan ransel biru miliknya dan milik Putri.
"Yuk berangkat!" ajak Reza seraya menarik kunci kontak motornya.
Putri menurut dan mengekor di belakangnya. Reza dengan sigap mengunci pintu kamar kosnya dan kemudian turun ke bawah.
Entah kemana tujuannya namun yang pasti Reza akan membawa Putri ke tempat yang lebih terpencil dari kota kecil ini. Kota yang jauh dari akses orang tuanya maupun orang tua Putri. Dan ia mungkin akan memulai hidup barunya disana. Entahlah, masih tak terpikirkan oleh Reza…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!