NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Mafia Tampan

Adelia Fasha si penjual gorengan

''Bu aku berangkat dulu ya,'' ucap Adel sambil menaruh satu nampan penuh berisi gorengan yang masih hangat di atas kepalanya.

''Ia hati hati ya sayang, ibu doakan daganganmu laris,'' jawab ibu seraya mendoakan sang putri.

''Amin, bu''

Lalu ia mulai berjalan setelah menyalami lengan ibunya terlebih dahulu.

''Gorengan... gorengan.'' Adel berteriak menjajakan dagangannya, berjalan berkeliling kampung.

''Mbak, aku mau gorengan nya,'' terdengar suara ibu-ibu berteriak hendak membeli dagangan nya.

Adel pun berhenti lalu mencari sumber suara.

''Iya mbak, tunggu sebentar ya,'' ia berjalan menghampiri ibu tadi yang berdiri di teras rumahnya.

''Mau berapa buah Bu, gorengannya?'' tanya Adel sambil meletakan nampan di atas lantai.

''10 ribu saja mbak.''

''Baik, Bu.''

Lalu ia pun membungkus gorengan tersebut ke sebuah kantong plastik yang memang sudah ia sediakan.

''Ini, Bu, gorengannya ...''

Ibu tersebut menerima seraya memberikan uang kepada Adelia.

''Terima kasih ya, Bu,'' Adel pun kembali berjalan sambil terus berteriak menjajakan dagangannya.

Adelia Fasha, dia adalah gadis berusia matang yang sehari harinya mencari nafkah dengan berjualan gorengan yang di buat oleh ibunya, secara berkeliling.

Tahun ini usia nya genap 25 tahun , namun, di usianya yang telah dewasa, ia masih belum juga memiliki pasangan, jangankan menikah, berpacaran saja rasanya ia belum pernah.

Meski ia memiliki wajah cantik dengan rambut sebahu serta kulit putih mulus, tak serta Merta membuatnya percaya diri untuk mendekati seorang laki laki.

Baginya, hidup berdua dengan temani sang ibu saja rasanya sudah cukup, karena sang ayah sudah meninggal dua tahun yang lalu.

Adel kembali menjajakan dagangannya, sampai dagangannya itu habis terjual, ia pun tersenyum senang mendapati nampan yang ia bawa terlihat kosong, tak satu pun gorengan yang tersisa.

''Alhamdulillah, dagangan ku habis,'' ucapnya pelan.

Ia pun berjala pulang, dengan menenteng nampan kosong di tangannya, mulutnya tampak bersenandung dan bibirnya pun tersenyum senang.

Akhirnya Adel pun tiba di gang sempit, jalan menuju rumahnya. Ia pun berjalan memasuki gang, namun, pandangan matanya nampak terkejut seketika saat dia melihat sesosok tubuh pria tergeletak di atas tanah.

Ia pun berjalan menghampiri pria tersebut dan membalikan badannya. Tubuh pria itu nampak penuh dengan luka, bahkan wajah nya pun terlihat babak belur, seperti telah di aniaya secara beramai ramai.

Dengan perasaan panik ia berlari ke rumah nya yang terletak tidak jauh dari tempat nya berdiri saat ini.

''Bu... ibu,'' Adel berteriak memanggil sang ibu sambil berlari ke arah rumah.

''Iya Del, ada apa? kamu sudah pulang?'' jawab ibu panik lalu keluar dari dalam rumah.

''Tolong Adel, Bu. Di sana ada orang pingsan, sepertinya habis di pukuli orang.''

''Oh ya...?'' Ibu terkejut lalu turun dari teras rumah.

''Mari kita tolong dan bawa dia ke rumah, bu. Siapa tahu nyawanya masih bisa di selamatkan.''

Ibu pun mengangguk lalu mereka berlari ke tempat dimana orang itu berada.

''Ya ampun, dia siapa? kenapa bisa ada di sini?'' jawab ibu merasa penasaran.

''Mari kita bawa ke rumah, Bu.''

Mereka pun membawa pria tersebut ke rumah mereka, yang terletak tak jauh dari tempat pria itu tergeletak.

Adel berserta sang ibu langsung membawa pria itu ke dalam rumah, dan membaringkannya di atas tempat tidur di dalam kamar.

''Hati-hati Bu,'' ucap Adel saat hendak membaringkan pria tersebut di atas ranjang.

''Kira-kira dia siapa ya Bu? apa tidak salah kita membawanya ke rumah? kalau ternyata dia penjahat, gimana?" ucap Adel yang merasa sedikit menyesal karena menolong orang itu tanpa berpikir panjang.

''Tak apa apa, sudah kewajiban kita sebagai sesama manusia saling tolong menolong, masalah dia orang jahat atau bukan biar Allah saja tahu, lagi pula, kita bisa menyuruhnya segera pulang, saat dia sudah sadar nanti,'' jawab ibu dengan menatap pria tersebut.

''Hmmm...! Baiklah, aku akan ambilkan air hangat untuk membersihkan lukanya,'' Adel keluar dari dalam kamar.

Tak lama kemudian, ia pun kembali dengan membawa satu wadah kecil berisikan air hangat untuk membersihkan luka pria tersebut.

Sebenarnya kamu siapa? tubuhmu penuh dengan luka. (Batin Adel berucap)

Ia pun membersihkan wajah pria tersebut dengan handuk kecil berwarna putih, yang sebelumnya telah ia basahi terlebih dahulu dengan air hangat.

Setelah luka yang terdapat di wajah pria itu bersih, Adel nampak sedikit terkesima melihat wajah dari pria tersebut, wajah tampan dengan rahang yang terlihat tegas, hidung mancung serta alis nya yang tebal seolah menggambarkan seorang pria matang yang penuh karisma dan juga tampan.

Tanpa sadar, ia pun terus menatap pria itu dengan tersenyum, merasa terkesima dengan wajah tampannya, seperti nya pria itu bukan pria sembarangan, melihat dari pakaian yang ia kenakan, merupakan pakaian dari desainer ternama dengan harga yang lumayan mahal. Jika di lihat dari wajahnya, pria itu juga seperti nya sudah berusia matang, sekitar 30 tahunan.

''Hei...! kamu sepertinya terkesima melihat wajah pria ini?'' ibu mengagetkan dirinya, dan ia pun menyudahi tatapan mata nya.

''Apa, bu? eu... tidak kok, biasa aja,'' merasa malu ia pun berjalan keluar dari dalam kamar.

Ibu hanya tersenyum tipis melihat wajah sang putri yang terlihat memerah, baru kali ini dia melihat putrinya memandangi laki laki dengan tatapan seperti itu, karena jika di perhatikan, putrinya itu seperti tidak pernah tertarik atau pun berniat mendekati seorang laki laki.

''Apa tidak sebaiknya kita membawa dia ke rumah sakit? luka di tubuhnya terlihat lumayan parah?'' ucap ibu sambil berjalan mengikuti Adel keluar dari dalam kamar.

''Jika kita membawa dia ke Rumah sakit, dari mana kita bisa mendapatkan uang untuk biaya perawatan nya? uang hasil jualan aku saja tak akan cukup untuk biaya berobat dia ke Rumah sakit,'' Adel duduk di teras rumah, lalu ibu pun menyusul dan duduk di sampingnya.

''Lalu dia akan kita apakan? apa akan di biarkan seperti itu? kalau dia meninggal di sini bagaimana?'' tanya ibu dengan raut wajah cemas.

Adel hanya terdiam.

'' Seharusnya kita tak membawanya kemari, tadi,'' Adel seperti menyesal.

Tak lama kemudian, terdengar suara pintu di buka dari dalam rumah.

Ceklek...

Adel dan ibu pun berbalik dan melihat ke dalam. Ternyata pria yang mereka tolong tadi sudah siuman, dan sekarang sedang berjalan, menghampiri mereka dengan langkah kaki yang terlihat sempoyongan sambil memegang kepala dengan kedua tangannya.

Adel serta ibunya pun berdiri lalu menghampiri, tangan Adel segera meraih tubuh Pria itu saat hendak terjatuh ke atas lantai.

''Aku dimana? dan kalian siapa?'' tanya pria itu dengan menatap wajah Adel dan juga sang ibu.

_________-----------_________

Hilang ingatan

Adel yang memegangi tubuh pria tersebut karena hampir terjatuh tadi, merasa heran mendengar pertanyaannya, apakah pria itu tidak ingat siapa dirinya? apa mungkin dia hilang ingatan? duh kepala Adel jadi terasa pusing tujuh keliling.

''Kamu sudah siuman? kenapa langsung berdiri? seharusnya kamu berbaring dulu, tubuhmu penuh dengan luka,'' ucap Adel sambil memapah pria itu kembali ke dalam kamar.

Ibu pun mengikuti dari arah belakang, wajah nya terlihat cemas melihat kondisi pria itu yang sepertinya merasa kesakitan.

''Nama kamu siapa? rumah mu dimana? jika kondisimu sudah merasa baikan, kami akan mengantarmu pulang,'' tanya ibu sesaat setelah Adel membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

''Nama ku siapa?'' tanya pria itu dengan tatapan kosong.

''Hey...! apa kamu tidak ingat dengan namamu sendiri?''

''Maaf, Bu. Tapi saya benar benar tidak ingat, siapa saya sebenarnya? bahkan saya pun tidak tau di mana saya tinggal,'' jawabnya dengan masih memegangi kepala dengan kedua tangannya.

Adel dan ibu nampak saling pandang, melayangkan tatapan heran.

''Apa mungkin kamu hilang ingatan?'' celetuk Adel dengan polosnya.

Laki-laki itu terdiam sejenak, mencoba untuk berfikir. Apa mungkin ia benar-benar hilang ingatan? semakin keras otak nya berfikir, maka kepalanya akan semakin terasa pusing. Ia pun mengernyitkan keningnya, pertanda jika kepalanya seakan hendak meledak seketika itu juga.

Adel yang melihat ekspresi dari wajah laki-laki itu, segera keluar dari dalam kamar, lalu kembali lagi dengan membawa segelas air putih, dan ia pun memberikannya kepada pria yang sedang berbaring lemas di atas ranjang.

''Minumlah segelas air putih ini, agar perasaan mu sedikit tenang,'' Adel membantunya duduk lalu menyerah kan gelas yang berada di dalam genggamannya.

Selesai meminum segelas air, pria itu pun kembali berbaring, entah mengapa sekujur tubuhnya terasa sakit, banyak luka lebam di perut, kaki, juga tangannya, bahkan di wajahnya pun terdapat luka gores seperti bekas goresan benda tajam.

''Jangan terlalu di paksakan, sekarang kamu pulihkan saja dulu luka di tubuhmu ini, aku yakin jika kondisi tubuhmu sudah membaik, maka ingatan mu pun perlahan akan mulai kembali,'' ucap Adel sambil meraih gelas dari lengan pria tersebut.

Pria itu pun mengangguk lalu terpejam.

''Sebenarnya kami ingin membawa mu ke Rumah sakit, tapi kami tidak punya uang untuk biaya berobat mu di sana, untuk sehari-hari saja kita masih susah,'' ibu berucap dengan perasaan bersalah.

''Tak apa-apa Bu, kalian sudah menolongku saja, aku sudah merasa bersyukur, jika ingatanku sudah kembali pulih, aku berjanji akan membalas kebaikan kalian.''

''Ya sudah, kamu istirahat saja, aku yakin seluruh tubuhmu pasti masih merasa sakit,'' pinta Adel lalu hendak berjalan keluar dari dalam kamar.

''Tunggu...! Siapa namamu?''

Adel berhenti lalu kembali berbalik

''Namaku Adelia, panggil saja Adel, dan ini ibu ku, namanya ibu Sarah,'' jawab Adel dengan tersenyum.

''Maaf karena aku belum bisa memberitahukan namaku, karena aku sama sekali tak ingat dengan namaku sendiri.''

''Tak apa-apa, jangan terlalu di fikirkan, kamu istirahat saja dulu,'' jawab Adel lalu benar-benar keluar dari dalam kamar.

____---____

Ke esokan harinya.

Pagi-pagi sekali Adel serta ibunya sudah terbangun, mereka harus segera memotong sayuran untuk bahan membuat gorengan, ada tahu, tempe, sayuran juga terigu, tak lupa bahan pelengkap lainnya, seperti bawang-bawangan.

Biasanya mereka berdua menyiapkan semua itu dari jam 4 pagi, agar jika matahari telah terbit nanti Adel bisa segera menjajakan dagangannya.

Pemuda yang berada di dalam kamar pun terbangun karena mendengar suara dari dalam dapur. Dia pun keluar dan berjalan ke dapur.

''Kalian sedang apa?'' tanya pemuda itu dengan berdiri di depan pintu dapur.

''Kami sedang memotong sayuran, apa kamu tidak lihat?'' jawab Adel dengan tanpa menoleh.

''Sayuran buat apa? mengapa banyak sekali?'' tanya pemuda itu lagi, lalu berjongkok memperhatikan keduanya.

''Nggak usah banyak nanya, cukup lihat saja, kami sedang sibuk,'' Adel masih menjawab dengan tanpa menoleh dan fokus memotong wortel dengan pisau.

Pemuda tinggi dan tegap itu pun, masih berjongkok, memperhatikan kedua orang yang berada di hadapannya, memotong sayuran, dan juga membuat adonan, setelah adonan selesai di buat, Ibu pun menyiapkan wajan untuk menggoreng.

Satu-persatu adonan di masukan ke dalam wajah yang berisi minyak panas, dan di goreng sampai warnanya kecoklatan. Ibu mengangkat gorengan yang sudah matang lalu menyimpannya di atas nampan.

''Boleh aku mencicipinya? sepertinya rasanya enak?'' pinta pemuda itu sambil melihat nampan yang berisi gorengan yang masih mengeluarkan asap.

''Boleh, nak. Cobalah ...''

Pemuda yang masih belum di ketahui namanya itu, mengambil satu buah, meniupnya perlahan, lalu memakannya satu gigitan.

''Hmmm...! Rasanya enak, kriuk di luar tapi lembut di dalam, apalagi di makan hangat hangat begini,'' ucapnya lalu memasukan kembali sisa gorengan di tangannya ke dalam mulut lalu mengunyahnya perlahan.

''Mmm...! satu lagi boleh?'' pintanya lagi dengan sedikit tersenyum.

Adel menoleh lalu menaikan ujung bibir atas nya.

Ini orang, apa seumur hidupnya belum pernah makan gorengan (batin Adel berucap)

''Satu aja lho, soalnya ini buat di jual,'' jawab Adel.

Ibu hanya tersenyum tipis melihat pemuda itu, dia memakan gorengan yang di buatnya, dengan sangat lahap seperti orang yang sedang kelaparan.

''Apa ini kali pertama mu memakan gorengan?'' tanya Adel dengan wajah heran.

Pemuda itu mengangguk dengan mulut penuh makanan.

''Sungguh pria aneh,'' jawab Adel menggelengkan kepalanya

''Aku sungguh baru pertama kali merasakan makanan seperti ini, meski kepalaku hilang ingatan, namun lidahku tak akan pernah melupakan makanan yang pernah aku makan,'' jawab sang pemuda.

''Apakah kamu berasal dari keluarga orang kaya? atau kamu warga asing yang sedang merantau ke indonesia? bisa jadi kamu seorang mafia atau gangster gitu?'' tanya Adel dengan nada penasaran.

Sang pemuda hampir tersedak mendengar Adel mengucap kata Mafia, mana mungkin dirinya seorang mafia, yang di kenal kejam dan tak segan menyakiti atau membunuh musuhnya.

Adel segera mengambil segelas air, lalu memberikannya kepada pemuda tanpa nama itu.

''Terima kasih.'' jawab sang pemuda, sambil menerima lalu meminum gelas yang diberikan oleh Adel.

''Makannya pelan-pelan, sampai tersedak gitu,'' ucap Adel seraya tersenyum.

''Aku hanya terkejut mendengar kamu mengucapkan kata Mafia,'' jawab sang pemuda sesaat setelah meminum air.

''Memangnya kenapa? siapa tahu salah satu dari tebakanku itu benar, kamu sekarang kan lagi hilang ingatan,'' Adel mengangkat kedua bahunya.

Sang pemuda hanya terdiam, seolah memikirkan, mungkin saja apa yang dia katakan adalah benar. Bahwa dirinya adalah orang kaya, atau seorang perantauan, tapi rasanya tak mungkin jika dirinya seorang mafia.

_________-------__________

Ikut berjualan

''Hei...!" Adel menggoyangkan tubuh sang pemuda yang terlihat sedang melamun.

"Hah...! kamu bilang apa tadi?" jawabnya dengan menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal sama sekali.

"Sepertinya kita harus memberimu nama, rasanya tak enak memanggilmu dengan sebutan 'Hei' terus," Adel mengerucutkan bibirnya.

"Iya...! ibu juga berfikir begitu.''

"Tapi kira kira nama apa ya yang cocok untuk kamu," Adel berfikir sejenak lalu kembali berucap.

"Axel...!" Adel menyebut nama itu dengan menjentikkan kedua jarinya.

"Nama yang bagus," ibu mangut mangut sambil terus mem bolak balikkan gorengan di dalam wajan.

"Axel...! apa itu nama yang cocok untuk ku? tapi boleh juga, sebelum ingatanku benar-benar pulih, kalian boleh memanggil ku dengan nama itu."

"Ingat ya, sekarang namamu Axel..." Adel kembali menegaskan.

Axel pun menganggukan kepalanya sambil terus mengunyah.

"Ikh...! kamu sudah makan gorengan berapa banyak? kenapa nampan nya kosong?" ucap Adel dengan wajah kesal.

"Ups...! sorry... aku tak sadar memakannya," Axel tersenyum masih dengan mulut yang penuh makanan nan.

"Tenang nanti aku bayar ko," ucap Axel.

"Bayar...? emangnya kamu punya uang?"

"Uang...? Dompet...! O...ya... Dompetku, seharusnya aku membawa dompet yang berisikan kartu identitas," Axel berdiri lalu merogok saku celananya, memasukan tangan ke setiap saku celana yang di pakainya.

Tapi dia tidak menemukan dompetnya sama sekali, apa benda itu terjatuh saat dia pingsan kemarin? rasanya tak mungkin jika dia tak memiliki benda itu, sepertinya dia harus mencari benda itu segera, agar dia bisa mengetahui identitas diri yang sebenarnya.

"Kamu kenapa?" tanya Adel yang melihat perubahan raut wajah Axel.

"Seharusnya aku memiliki dompet, yang berisikan uang, ataupun kartu identitas, tapi ternyata tak ada. Apa kamu melihatnya, sewaktu membawa ku kemari? tergeletak di jalan mungkin?" tanya Axel.

Adel menggelengkan kepalanya.

''Padahal itu satu-satunya petunjuk,'' Axel menunduk. Tangannya hendak mengambil satu buah gorengan lagi, namun Adel dengan segera, menepuk lengan Axel dengan jemarinya.

''Sudah, nanti dagangan ku keburu habis, sebelum berjualan,'' ujar Adel dengan mata melotot.

''Baiklah...! padahal perutku masih lapar, sepertinya aku sudah tidak makan selama beberapa hari," Axel menunduk, sambil melirik ke arah nampan yang sudah terisi dengan gorengan yang baru saja di angkat dari dalam wajan.

"Sudah biarkan saja, kasian dia lapar, tuh," ujar ibu.

"Boleh aku makan lagi bu? satu aja...!"

"Iya boleh, biar nanti ibu bikin lagi adonannya."

"Asik...!" Axel segera mengambil gorengan yang masih mengepul, lalu meniupnya perlahan dan memakannya.

"Eumm... Enak... makasih ya Bu," ucap Axel dengan mulut yang penuh dengan makanan.

''Ingat ya...! ini yang terakhir."

"Iya... janji... Adelia," ujar Axel dengan tersenyum manis.

Senyuman Axel sungguh membuat jantung Adel terasa bergetar, bibir Axel yang mengembang sempurna dengan lesung pipi yang terlihat di kedua sisi nya, sungguh membuat pria itu terlihat tampan dengan sejuta karisma yang memancar dari tatapan matanya.

Adelia segera mengusap wajah nya sendiri dengan kedua tangannya, hatinya seolah berbisik jika dia tidak boleh terpesona dengan wajah laki laki yang baru saja di kenalnya.

___---___

Pukul 06.00 dagangan pun sudah siap, nampan yang biasa di gunakan Adel untuk berjualan sudah terisi penuh dengan gorengan.

''Aku berangkat dulu ya Bu, doakan semoga dagangan ku hari ini habis terjual seperti kemarin,'' ucap Adel menaruh nampan di atas kepalanya.

''Kamu mau jualan? keliling kampung?'' tanya Axel dengan raut wajah tak percaya.

Adel mengangguk.

''Serius...?''

''Iya...! memangnya kenapa? kamu mau ikut?" Adel menjawab sambil hendak berjalan.

"Apa boleh aku ikut?"

"Tidak...!" jawab Adel ketus.

Adel tidak menyangka jika Axel mengekor dari belakang. Dengan tersenyum Axel berjalan mengikuti Adel.

''Kamu mau kemana?'' tanya Adel dengan menatap wajah axel namun kakinya masih terus berjalan.

''Kan tadi aku bilang mau ikut,'' Axel menjawab dengan nada polos.

''Kondisi tubuh mu belum pulih, mana kuat kamu berjalan jauh mengikuti ku berjualan.''

''Aku sudah ngga apa apa kok, tubuhku sudah sehat, beneran...!''

''Ya sudah terserah.''

''Lagian kalau aku ikut, dagangan mu pasti cepat habis, percaya deh...!'' ucap Axel dengan percaya dirinya.

Adel hanya tersenyum.

''Gorengan... gorengan...!'' Adel mulai berteriak menjajakan dagangannya.

Axel berjalan beriringan bersama Adel, ia ikut berteriak mengikuti Adelia. Tak lama kemudian terdengar suara ibuibu memanggil hendak membeli.

''Gorengannya mbak...!''

''Oh ia Bu, mau berapa?''

''Biasa sama kaya kemarin,'' ucap ibu tersebut dengan memandangi wajah Axel tanpa berkedip sedikitpun.

''Dia siapa Del? apa dia kekasihmu? atau, suamimu? tampan juga.''

''Eu...! Bukan Bu, dia hanya saudara jauh yang sedang berkunjung,'' Adel tersipu malu.

''Oh ya...?'' ibu itu terlihat senang.

''Nama kamu siapa? sudah punya pacar belum?'' tiba tiba saja dia mendekati Axel lalu bertanya dengan tatapan genit.

Axel hanya tersenyum tidak menjawab pertanyaan ibu itu, dia mundur dua langkah kebelakang, merasa tidak nyaman.

''Ini, Bu gorengan nya.''

''Iya... makasih ya Del...'' ucap ibu tersebut dengan ramah sambil menyerahkan uang kepada Adel.

''Saya permisi Bu,'' Adel kembali berjalan di ikuti oleh Axel di belakangnya.

''Gorengan...!'' tiba tiba saja Axel berteriak seperti yang di lakukan Adel, dia bahkan menghampiri ibu-ibu yang sedang berkumpul di depan warung.

''Bu gorengan nya, rasanya enak Bu,'' Axel menawarkan tanpa merasa malu.

''Wah kamu tampan sekali, mana gorengannya, saya mau beli,'' jawab salah satu ibu yang berada di depan warung.

''Sebentar Bu...! Adel di sini ada yang mau beli,'' Axel memanggil Adel yang berjalan di belakangnya.

''Oh iya...! tunggu sebentar ya.''

Adel berjalan menghampiri lalu meletakan nampan di atas di meja.

Semua ibu-ibu yang berada di sana membeli dagangan Adel, bahkan orang yang sedang melintas di depan warung tersebut pun ikut berhenti dan membeli, karena mereka merasa tertarik melihat ketampanan Axel, yang tanpa malu menjajakan dagangan milik Adel.

Akhirnya tanpa menunggu lama, satu nampan penuh dagangan Adel pun habis terjual, tanpa perlu berjalan jauh lagi untuk menjajakkan nya seperti yang setiap hari ia lakukan. Mereka pun berjalan kembali pulang, dengan perasaan senang.

''Sini biar aku yang bawa,'' Axel meraih nampan dari tangan Axel, dan menawarkan diri untuk membawanya.

''Terima kasih ya, berkat kamu, dagangan ku habis terjual dengan cepat,'' ucap Adel dengan tersenyum sambil menyerahkan nampan di tangannya.

''Apa aku bilang, kalau aku ikut, dagangan mu pasti cepat habis,'' ujar Axel dengan penuh percaya diri.

''Iya... iya...! Semua ini berkat kamu, karena ketampanan kamu, aku jadi tidak usah capek-capek berjalan jauh.''

Axel tersenyum memandangi wajah cantik gadis yang bernama Adelia Fasha itu.

______________---------------____________

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!