Sang mentari telah bangun dari peraduannya. Bias sinarnya yang hangat membuat embun tampak bersinar keemasan. Burung-burung pun tak mau kalah, mereka bercicit saling bersahutan dan turut meramaikan pagi.
Sungguh suasana pagi yang damai. Namun sayangnya hal itu tidak berlangsung lama, ketika sebuah teriakkan nyaring terdengar di salah satu rumah sederhana yang berada di pinggiran kota Seoul.
"JUNG SEE-YEON, BANGUN!!!"
Seorang wanita berusia dipertengahan tiga puluhan berteriak dan mengguncang tubuh ramping seorang gadis yang masih terlelap dalam mimpi indahnya.
Tubuhnya tersembunyi di balik selimut tebal miliknya. Tapi sepertinya usahanya tidak membuahkan hasil, terlihat si gadis mengeratkan tubuhnya pada selimut yang menutup sekujur tubuhnya, mana kalah ia mendengar teriakkan bibi kesayangannya.
"Hei pemalas, cepat bangun. Kau bisa terlambat kuliah jika tidak bangun sekarang,"
"Bibi, kau ini berisik sekali. Biarkan aku tidur sebentar lagi. Semalam aku begadang sampai tengah malam. Dan satu lagi, berhenti memanggilku See-Yeon, tapi panggil aku Jessica!"
"Apa-apaan kau ini. Jelas-jelas , See-Yeon, adalah nama pemberian ayah dan ibumu. Kenapa malah seenaknya saja kau ingin menggantinya?"
Jessica mengeratkan pegangan pada selimutnya sambil menutup rapat-rapat kedua matanya yang mulai memanas. "Justru karena itu, Bibi. Hatiku seperti teriris setiap kali mendengar seseorang memanggilku dengan nama pemberian mereka," lirihnya parau.
"See-Yeon," Ellie menatap Jessica dengan sendu.
Memang tidak seharusnya dia mengungkit apapun yang bisa membuat hati Jessica kembali terluka. Jessica selalu terluka setiap kali mengingat tentang orang tua ya.
"Aku akan bangun sepuluh menit lagi." Ucap Jessica tanpa merubah posisinya. Suaranya terdengar serak seperti menahan tangis.
"Baiklah, kalau begitu. Bibi, keluar dulu. Segeralah turun, setelah ini kita sarapan sama-sama. Bibi, sudah masak banyak makanan kesukaanmu." Ucap Ellie sambil mengusap kepala Jessica dengan lembut.
"Hm."
Jessica bukanlah seorang yatim piatu. Dia masih memiliki keluarga yang utuh. Ayah, Ibunya masih hidup. Hanya saja mereka berpisah sejak Jessica masih berusia 10 tahun. Dan sejak saat itu Jessica hidup bersama Ellie, Bibi dari pihak ibu.
Setiap kali mengingat peristiwa itu, hati Jessica selalu sakit. Mereka terlalu jahat padanya, itulah kenapa yang membuat Jessica sangat membenci orang tuanya. Dan sejak 10 tahun lalu, Jessica tidak pernah lagi bertemu dengan mereka. Karena Ellie membawa Jessica pergi jauh dari mereka berdua.
Dan hanya Ellie yang selalu peduli padanya, dan hanya pada bibirnya itu Jessica bisa bergantung. Karena Ellie sudah seperti ibu kedua baginya.
-
Ellie duduk termenung di meja makan. Dia sangat menyesali dan merutuki kebodohannya tadi. Bagaimana bisa dia mengingat sesuatu yang membuat hati Jessica kembali terluka. Dan Ellie sangat-sangat menyesalinya.
Derap langkah kaki seseorang yang datang menyita perhatian Ellie. Wanita berusia 35 tahun itu tersenyum melihat kedatangan Jessica. "Sayang, kemari lah dan lihat apa yang sudah Bibi masak untukmu." Seru Elli sambil mengurai senyum lebar.
"Kelihatannya sangat lezat, sungguh Bibi yang memasak semua ini?" Jessica menatap Ellie tidak percaya.
"Lalu menurutmu siapa yang memasaknya jika bukan, Bibi?!"
"Jangan tersinggung. Karena memang tidak biasanya Bibi memasak sebanyak ini, apalagi hampir semua menu yang Bibi masak pagi ini adalah daging. Apakah pagi ini kepala Bibi terbentur sesuatu?!" Tanya Jessica sambil memasang muka tanpa dosanya.
"Yakk!!! Gadis tak tau terimakasih. Jelas-jelas Bibi memasak semua ini untukmu, tapi kau malah mengatakan hal yang tidak-tidak pada Bibi?!"
"Oke, oke, oke. Aku minta maaf, aku hanya bercanda dan jangan di anggap serius, oke!!!"
"Baiklah, kali ini kau Bibi maafkan. Tapi lihat saja kalau sampai kau ulangi lagi. Tidak ada maaf bagimu!!!"
"Iya, iya, aku tau!!"
Ponsel milik Jessica tiba-tiba berdering. Alih-alih menjawab, gadis itu malah buru-buru mematikannya. "Kenapa tidak diangkat?" tanya Ellie penasaran.
"Bukan panggilan penting, Bibi. Sudahlah, sebaiknya kita lanjutkan sarapannya."
Ponsel Jessica kembali berdering dan masih dari nomor yang sama. Gadis cantik itu mendesah berat. Dengan kesal Jessica menerima panggilan itu.
"Bukankah sudah aku bilang, berhenti menghubungiku dan merecoki hidupku. Aku ingin hidup dengan tenang tanpa gangguan darimu, apalagi dari Tuan Muda mu yang mirip balok es berjalan itu!"
'Nona, saya mohon jangan dimatikan dulu telfonnya. Ijinkan saya bicara sebentar dengan Anda. Karena jika saya tidak menyampaikan pesan dari Tuan Muda pada Anda. Tuan muda , bisa memecat saya."
"Itu bukan urusanku!"
Jessica memutusakan sambungan telfonnya begitu saja. Dengan kesal gadis itu membongkar ponselnya dan melepaskan kartunya, memotongnya menjadi dua lalu membuangnya begitu saja. Moodnya pagi ini benar-benar hancur karena orang itu.
Dan sementara itu. Ellie yang memang tidak tau apa-apa hanya bisa menatap Jessica dengan bingung. Dia sangat penasaran siapa sebenarnya orang yang menghubungi Jessica dan membuat dia sampai semarah itu.
"Memangnya siapa yang menelfon mu? Kenapa kau sampai semarah itu? Dan mengenai Tuan Muda yang kau sebutkan tadi, memangnya siapa dia?"
"Bukan siapa-siapa, Bibi. Hanya orang yang tidak penting. Ya sudah, aku berangkat dulu!!"
Jessica bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja. Bahkan dia tidak menyentuh sedikit pun sarapannya. Jessica benar-benar kehilangan moodnya yang sudah dia bangun dengan susah payah. Dan Jessica tidak tau kapan orang itu akan berhenti mencampuri hidupnya.
-
Jessica menghembuskan nafasnya dengan kasar. Berkali-kali gadis itu menengok kan kepalanya untuk melihat apakah bus yang dia tunggu sudah tiba atau belum. Sudah hampir 20 menit, tapi Bus yang dia tunggu belum juga datang. Tidak biasanya Bus itu terlambat.
Padahal kelas pertamanya akan di mulai sekitar 45 menit lagi. Sedangkan perjalanan dari halte ke kampusnya sekitar 30 menit. Bisa-bisa dia tertinggal satu mata pelajaran jika seperti ini.
"Aaarrkkhh!!! Kenapa hari ini aku sial sekali!!" Maki gadis itu entah pada siapa.
Ckiiittt...
Dan di saat bersamaan. Sebuah sedan hitam mengkilap tiba-tiba berhenti di depan Jessica. Seorang pria berusia 30 puluhan keluar dari mobil tersebut dan menghampiri gadis bermarga Jung itu.
"Apa lagi sekarang?! Apa masih belum puas kau merecoki hidupku?!"
"Nona, saya mohon ikutlah dengan saya sebentar saja. Tuan Muda, dia sungguh-sungguh ingin bertemu dengan Anda. Beliau bilang dia sangat..!!"
"Aku tidak mau." Jessica menyela cepat. Bahkan dia tidak memberikan kesempatan pada pria itu untuk menyelesaikan kalimatnya.
"Nona, saya...!!"
"Katakan saja pada, Tuan Muda mu yang mirip balok es itu, jika aku tidak mau bertemu lagi dengannya!" Ucap Jessica menegaskan.
"Tapi, Nona. Jika Anda menolaknya lagi, maka Tuan Muda benar-benar akan memecat saya. Jadi saya mohon."
"Itu sih masalahmu, bukan masalahku. Jadi pergilah, aku tidak ada waktu untuk hal seperti itu. Dan katakan pada Tuan Muda mu itu, jika aku tidak mau bertemu lagi dengannya!!" Kemudian Jessica berbalik dan pergi begitu saja, sampai akhirnya...
"Jadi kau benar-benar ingin dia kehilangan pekerjaannya karena dirimu?" sahut suara dingin seseorang dari arah belakang.
Sontak saja Jessica menoleh dan mendapati seorang pria tampan yang terkesan cantik, namun minim ekspresi berjalan menghampirinya dengan wajah dinginnya, membuat kedua mata Jessica membelalak saking kagetnya.
"KAU!"
"Ya, ini aku, Suamimu!!!"
-
Bersambung.
Jessica hanya menatap datar pada sosok tampan yang sedang menatap padanya. Punggung tegapnya bersandar pada tembok sambil bersidekap dada.
Sudut bibir Nathan tertarik ke atas, membentuk seringai tipis di wajah tampannya. Kemudian dia beranjak dan menghampiri Jessica yang terlihat membuang muka.
Nathan meraih dagu Jessica dan memaksa gadis itu agar menatap padanya, membuat dua pasang mutiara berbeda warna milik mereka saling menatap selama beberapa saat. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" sinis Jessica melihat tatapan Nathan yang begitu dalam.
"Tidak ada, aku hanya ingin menikmati kecantikan wajah istriku saja."
Gadis itu menepis kasar tangan Nathan dari wajahnya sambil menatapnya kesal. Kenapa pria tampan satu ini selalu bisa menghancurkan Moodnya.
"Memang siapa istrimu? Bahkan sejak awal aku tidak setuju untuk menjadi istri dari seorang pria dingin dan arogan sepertimu!! Lagi pula mana ada pernikahan yang tidak dihadiri keluarga dan teman dekat sama sekali, bahkan kau memintaku untuk merahasiakan pernikahan ini dari semua orang termasuk, bibiku. Memangnya ada pernikahan seperti itu?" ujar Jessica panjang lebar.
Nathan tersenyum tipis. "Jadi kau kesal padaku karena hal itu?" Nathan menatap Jessica dengan penuh kelembutan. Namun yang di tatap malah membuang muka ke arah lain.
"Dengarkan, Sayang. Aku memiliki alasan kenapa aku melakukan semua ini. Dan ketahuilah jika semua yang aku lakukan ini demi kebaikanmu sendiri, aku pasti akan memperkenalkan mu pada dunia dan menggelar resepsi yang megah jika waktunya telah tiba. Jadi untuk saat ini bersabarlah."
"Cih, kenapa kau begitu percaya diri, Tuan Ku yang terhormat. Kau mau mengakuinya atau tidak, itu tidak ada untungnya juga bagiku." Ujar Jessica ketus.
Alih-alih merasa kesal. Nathan malah tersenyum mendengar ucapan Jessica yang terlewat pedas itu. Karena dimatanya, istri kecilnya itu begitu menggemaskan. Nathan meraih tengkuk Jessica dan langsung mencium bibirnya membuat kedua mata gadis itu membelalak saking kagetnya.
Jessica mencoba untuk berontak dan melepaskan ciuman itu dengan paksa, tapi tangan Nathan segera mencegahnya dengan mencengkram pergelangan tangannya.
Ciuman Nathan semakin lama semakin menuntut membuat Jessica kwalahan dibuatnya. Salah satu tangan Jessica memukul dada Nathan dengan brutal, meminta supaya pria itu segera melepaskannya. Alih-alih menuruti, Nathan malah memperdalam ciuman mereka dengan memasukkan lidahnya ke dalam mulut Jessica.
Mengabsen satu persatu gigi putihnya dan menyesap lidahnya. Jessica benar-benar di buat tak berdaya oleh ciuman Nathan yang semakin menuntut, dan mungkin saja dia sudah terjatuh dari posisinya jika saja posisinya saat ini berdiri.
Dan Nathan baru mengakhiri ciumannya beberapa saat kemudian saat melihat wajah Jessica telah memerah karena kehabisan napas. "Yakk! Apa kau benar-benar ingin membuatku mati kehabisan nafas. Eo!" amuk Jessica sambil mencerutkan bibirnya.
"Kenapa kau masih saja payah, Sayang. Padahal aku sudah sering mengajarimu."
"Cihh, mati saja kau, Nathan Lu!!!" Nathan kembali terkekeh.
Dengan gemas dia menyentil kening Jessica lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Dan kali ini Jessica tidak lagi memberontak, mungkin saja dia sudah lelah dengan usahanya untuk melepaskan diri dari Nathan.
"Aku tau kau pasti marah dan kesal karena apa yang telah aku lakukan ini. Tapi mengertilah, Sica. Jika apa yang aku lakukan ini karena aku benar-benar tulus mencintaimu. Kau boleh meragukan apa yang aku katakan, tapi suatu saat nanti kau pasti akan memahaminya." Ujar Nathan panjang lebar.
Kemudian Nathan melepaskan pelukannya pada tubuh Jessica. Sepasang mutiara berlapis lensa abu-abu itu menatap Hazel Jessica dengan lembut seperti tadi.
"Istirahatlah, aku sudah meminta ijin pada pihak kampus jika hari ini kau tidak masuk. Baik-baik di sini, aku akan segera kembali." Nathan menepuk kepala Jessica dan pergi begitu saja.
Jessica menatap kepergian Nathan dengan tatapan yang sulit di jelaskan. "Nathan Lu, aku benar-benar tidak mengerti dirimu!!!"
-
Tokk... Tokk... Tokk...
Ketukan pada pintu mengalihkan perhatian Nathan dari ponsel pintar di tangannya. Sosok pria dengan balutan pakaian formal berkacamata terlihat memasuki ruangan itu sambil menenteng sebuah dokumen yang kemudian diberikan pada Nathan.
"Tuan Muda, ini dokumen yang Anda minta kemarin. Semua sesuai dengan keinginan Anda. Anda bisa memeriksanya untuk memastikannya, jika masih ada yang tidak sesuai dengan keinginan Anda. Saya akan memperbaikinya."
"Hn, kau memang tidak pernah mengecewakanku, Leo. Lalu bagaimana dengan penyelidikan yang aku minta?" Nathan mengangkat wajahnya dan menatap Leo dengan serius.
Leo mengangguk. "Saya telah menyelidikinya, dan memastikan jika orang-orang itu telah mendapatkan imbalan yang setimpal dengan apa yang telah mereka lakukan pada makam Tuan Besar dan Nyonya," ujarnya.
"Pastikan mereka mengaku dan memberitahu kita siapa dalang di balik perusakan makam tersebut. Dan jika mereka masih tetap tidak mau mengaku, kau tau bukan apa yang harus dilakukan?"
Lagi-lagi Leo mengangguk. "Saya mengerti, Tuan Muda."
"Lalu bagaimana dengan surat-surat yang aku minta padamu dua hari yang lalu? Apa kau sudah menyiapkannya juga?" tanya Nathan lagi.
Leo mengangguk. "Sudah, Tuan Muda. Tinggal Anda menandatanganinya saja." Jawab Leo.
Mendengar jawaban Leo membuat seringai di bibir Nathan mengembang semakin lebar. Asisten pribadinya ini memang paling bisa diandalkan. Dan hanya Leo satu-satunya orang yang bisa Nathan percayai untuk mengurus segalanya. Tapi, Nathan Lu, apa yang sebenarnya dia rencanakan kali ini?
"Kau boleh pergi."
Leo membungkuk. "Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan Muda." Nathan mengangguk.
Dan selepas kepergian Leo, di dalam ruangan itu hanya menyisakan Nathan sendiri. Nathan mengambil satu batang rokok dari kotaknya, menyulutnya satu lalu menghisapnya dengan penuh kenikmatan. Hal yang selalu dia lakukan ketika tidak ada kegiatan.
-
Jam dinding telah menunjuk angka 18.00 sore. Tapi belum ada tanda-tanda jika Jessica akan pulang. Dan hal tersebut membuat Ellie menjadi cemas dan panik, ditambah lagi ponselnya yang tidak bisa dihubungi.
Tidak bisanya Jessica pulang terlambat tanpa memberitahunya. Biasanya dia selalu mengirim pesan singkat jika akan pulang terlambat, tapi hari ini tidak ada pesan sama sekali, bahkan ponselnya juga tidak bisa dihubungi.
"Bibi, bagaimana? Apa sudah ada kabar dari Sica?" Tanya seorang pemuda yang diketahui bernama Sammy.
Ellie menggeleng. "Belum, Sam. Jika hari ini dia tidak datang ke kampus. Lalu sebenarnya dia pergi kemana? Tidak bisanya Jessica seperti ini, atau jangan-jangan dia diculik?!"
Sammy menggeleng. "Aku rasa itu tidaklah mungkin, Bi. Bagaimana mungkin ada orang yang menculik Jessica tanpa alasan, apalagi setahuku dia tidak memiliki musuh sama sekali. Mungkin saja dia pergi ke suatu tempat dan lupa mengabari Bibi."
"Mungkin saja. Tapi jika sampai tengah malam dia masih tetap tidak pulang, sebaiknya kita laporkan saja masalah ini pada polisi."
Sammy menganggu setuju. "Baiklah, Bibi. Aku setuju dengan ide mu itu, tapi untuk saat ini sebaiknya Bibi tetap tenang dan jangan panik. Bibi harus yakin jika Jessica baik-baik saja." Ujar Sammy mencoba menenangkan Ellie.
"Baiklah, Bibi mengerti. Terimakasih untuk perhatianmu ini, Sammy."
"Sama-sama, Bibi."
-
Bersambung.
Jessica membuka matanya dan menepati keadaan di luar telah berubah gelap. Lalu pandangan gadis itu bergulir pada jam yang menggantung di dinding. Dan waktu telah menunjuk angka 18.30 petang. Gadis itu tidak ingat berapa jam dia ketiduran di kamar ini.
"Sial, bagaimana bisa aku ketiduran di sini." Sebuah umpatan keluar dari bibir tipis itu.
Jessica menyibak selimutnya lalu bangkit dari berbaring nya, tanpa sengaja iris Hazel nya menemukan sebuah kotak berukuran sedang tergeletak di atas meja samping tempat tidurnya. Di dalam kotak itu, terdapat sebuah dress cantik berwarna putih gading yang memang di siapkan oleh Nathan untuknya.
'Segeralah mandi dan dress ini khusus aku siapkan untukmu. Setelah ini temani aku makan malam, aku akan menunggumu dibawah.'
Jessica meletakkan kertas itu di atas meja. Kemudian dia beranjak dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket semua. Tak lupa dia membawa dress itu juga. Karena tak mungkin ia masih tetap memakai pakaian yang sama, yang dia pakai sedari pagi.
.
Jessica memicingkan matanya saat melihat sosok pria yang tengah duduk membelakanginya. Yang terlihat hanya punggung tegap yang tersembunyi di balik kemeja hitam dan vest v-neck abu-abunya.
Dalam hatinya, Jessica terus bertanya-tanya kenapa pria itu bisa duduk di sana, sedangkan dia sendiri yang mengatakan akan pergi. Tak ingin memikirkannya, Jessica melanjutkan langkahnya dan berjalan tenang menuju meja makan, tempat suaminya itu berada.
Pria itu yang pastinya adalah Nathan segera menoleh setelah mendengar derap langkah kaki seseorang yang datang. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis menyambut kedatangan gadis tercintanya.
"Aku sudah menunggumu dari tadi, duduklah ayo kita makan malam sama-sama."
"Aku tidak mau makan malam, tapi aku mau pulang!!!"
"Aku akan mengantarkan mu setelah makan malam."
"Tidak!!! Pokoknya aku mau pulang sekarang juga, lagipula aku juga tidak sedang lapar. Aku~"
KRUYUKK...
Jessica tak melanjutkan ucapannya setelah mendengar suara yang berasal dari perutnya.Gadis itu menunduk malu sambil memegangi perutnya yang baru saja berbunyi.
Nathan terkekeh geli melihat perubahan ekspresi pada gadisnya ini. Dia tau jika Jessica sedang lapar sekarang, ditambah lagi dia juga melewatkan makan siangnya.
Dengan lembut, Nathan menarik lengan Jessica dan menuntun gadis itu untuk duduk disampingnya. Nathan mengambilkan nasi untuk Jessica lengkap dengan lauk pauknya. Dan semua makanan yang tersusun di atas meja adalah makanan kesukaan Jessica.
Jika biasanya seorang istri yang melayani suaminya. Tapi ini malah kebalikannya, karena Nathan lah yang melayani Jessica. "Aku tau kau sedang lapar, makan yang banyak dan setelah ini aku antar kau pulang."
Jessica menepis tangan Nathan dari kepalanya. "Aku tidak suka ketika orang lain menyentuh kepalaku, dan itu juga berlaku pada dirimu!!! Dan berhenti menatapku seperti itu, aku tidak bisa makan jika terus di perhatikan seperti seorang tawanan!!" Ujar Jessica setengah menggerutu.
Nathan tersenyum. "Baiklah, aku tidak akan menatapmu lagi. Sebaiknya sekarang kau makan dengan tenang." Ucapnya masih dengan senyum yang sama.
Dan selanjutnya kebersamaan mereka hanya di isi dengan keheningan. Tak sepatah kata pun keluar dari bibir Nathan maupun Jessica. Hanya terdengar suara denting sendok dan piring yang saling bersentuhan.
-
Nathan menghentikan mobil mewahnya di depan pagar sebuah rumah sederhana yang terletak dipinggiran kota.
Lalu pandangan Nathan bergulir pada rumah itu, menatapnya dengan tatapan tak terbaca, tidak seharusnya dia membiarkan Jessica tetap tinggal di sini, apalagi di rumah sekecil ini. Nathan sudah memberikan hunian yang lebih layak padanya, tapi Jessica justru menolaknya.
"Sica, tunggu!!" Seru Nathan sambil menahan pergelangan tangan Jessica.
Sontak saja gadis itu menoleh dan membalas tatapan Nathan. Jessica gugup setengah mati karena di tatap sedalam itu oleh Nathan dalam jarak yang sangat dekat. Tak sanggup menatap mata itu lebih lama lagi, Jessica pun memutuskan untuk mengakhiri kontak mata di antara mereka.
"Jika tidak ada yang ingin kau katakan, aku akan turun sekarang. Bibiku pasti sangat mencemaskan ku." Jessica hendak turun dari mobil Nathan, tapi lagi-lagi di tahan olehnya."Ada apa lagi, Nathan Lu?!"
"Aku ingin supaya kau dan Bibi mu pindah dari sini. Aku ingin agar kalian tinggal di rumah yang memang telah ku siapkan untuk kalian berdua."
"Kenapa?!"
"Jujur saja, Sica. Aku tidak tega jika kau harus tinggal di rumah sekecil ini, rumah ini sungguh terlihat tidak layak untuk dihuni. Lihat saja atap dan dindingnya yang terlihat tidak layak itu."
"Aku mohon, untuk kali ini saja, biarkan aku membantumu. Kau bisa memberikan tempat tinggal dan hidup yang lebih baik pada, Bibi mu."
"Lalu apa yang harus aku katakan padanya, Nathan Lu?! Pasti Bibi akan bertanya-tanya dari mana aku bisa mendapatkan rumah sebagus itu. Bibi, bisa berpikir yang tidak-tidak dan mengira jika aku bekerja sebagai wanita tidak benar. Apa itu yang kau inginkan?!"
"Jika itu yang kau cemaskan, biar aku sendiri yang bicara pada Bibi mu. Aku hanya perlu mengatakan jika saat ini aku membutuhkan tenaga yang bisa merawat dan mengurus rumah itu, aku juga akan memberikan gaji yang sangat besar pada Bibi mu. Kau hanya perlu mengatakan iya, aku mau. Maka semua akan beres!!"
Jessica menundukkan wajahnya. "Aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Berikan aku waktu untuk berpikir. Sebaiknya sekarang kau pulang saja, aku masuk dulu."
Nathan keluar dari mobilnya dan segera mengejar Jessica. Sebelah tangan Nathan menarik pergelangan tangan Jessica hingga tubuh gadis itu tertarik ke depan.
Sebelah tangan Nathan menelusup masuk ke dalam helaian panjang Jessica, sedangkan tangan satu lagi memeluk pinggang rampingnya.
Kedua mata Jessica membelalak sempurna saat merasakan sebuah benda lunak dan basah menyapu permukaan bibirnya, yang di susul dengan pagutan-pagutan lembut pada bibir atas dan bawahnya secara bergantian.
Dan sementara itu... Tanpa mereka berdua sadari. Ada sepasang mata yang sedang menatap mereka berdua dari kejauhan dengan pandangan terluka. Orang itu mengepalkan tangannya, dengan hati terbakar, dia masuk kembali ke dalam rumah.
"Pikirkan baik-baik penawaran ku tadi. Sekarang masuklah, aku akan menemui mu lagi besok." Ucap Nathan sesaat setelah mengakhiri tautan bibirnya.
Jessica menggeleng. "Lebih baik kita tidak usah bertemu lagi. Karena itu lebih baik untukku. Sehari saja aku ingin merasakan ketenangan tanpa gangguan dari mahluk menyebalkan sepertimu!!!"
Nathan terkekeh. Dia tidak marah ataupun tersinggung dengan ucapan Jessica. Karena dia sudah terbiasa mendengar kata-kata tajam Jessica untuknya.
Mungkin jika orang lain yang melakukannya. Pasti orang itu hanya akan tinggal nama saja. Tapi ini adalah Jessica, Nathan tidak bisa marah apalagi berbuat kasar padanya, karena Jessica adalah sebuah pengecualian di dalam hidupnya.
"Sica, meskipun kini kau tidak sama lagi dengan yang aku kenal dulu. Tapi setidaknya sekarang aku bisa menahan mu untuk selalu di sisiku!!!"
-
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!