NovelToon NovelToon

Aku Bisa Tanpamu

Siapa wanita itu?

Seperti biasa, setiap sore hari menjelang malam aku memasak untuk makan malam keluarga ku dan sebentar lagi mas Deni akan pulang dari kantor.

Mas Deni punya jabatan lumayan tinggi di kantornya sebagai General Manager di sebuah perusahaan besar. Dia laki-laki yang mapan juga tampan. Aku sangat beruntung karena menjadi istrinya, padahal dia bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dan cantik dari pada aku. Ya, meskipun aku juga gak jelek-jelek amat.

Seperti biasa aku memasak masakan kesukaan mas Deni, ibu dan Sinta. Aku menikah dengan mas Deni sudah empat tahun lebih dan sudah di karuniai seorang putri cantik bernama Alula Putri.

Setelah hidangan aku susun di meja makan dan aku bergegas untuk mandi agar saat suamiku datang aku tak di marahi lagi karena bau dapur dan asap yang akan menggangu pemandangannya. Sudah beberapa tahun ini mas Deni sering mengeluh dengan penampilan ku.

Tapi baru saja aku melangkah untuk mandi ibu sudah memanggilku, langkah ku hentikan dan menghampiri ibu.

"Iya bu, kenapa?" Tanyaku.

"Rin, buatin ibu susu cepetan gak pake lama!" Ujarnya dengan nada ketus. Aku mengangguk dan kembali ke dapur membuatkan susu untuk ibu.

Mudah-mudahan mas Deni tidak keburu datang sebelum aku bersih-bersih dulu dan tidak membuatnya marah karena penampilanku.

Aku tidak mengerti kenapa mas Deni sering sekali mengomentari penampilanku yang katanya tidak bisa merawat diri. Bagaimana aku mau merawat diri sehari-hari aku bekerja dari pagi sampai sore bahkan sampai malam, belum lagi ibu dan sinta yang kerap menyuruhku ini itu ingin di layani.

Dan mas Deni pun tak pernah memberiku uang lebih untuk merawat diri, tapi dia selalu menuntut agar aku bisa terlihat cantik.

Di rumah ini aku selalu di perlakukan seperti pembantu oleh ibu dan adik ipar ku. Sering aku mengadu pada mas Deni tentang kelakuan mereka tapi tanggapannya malah membuatku sakit hati.

"Dia itu kan ibu aku yang melahirkan aku. Apa kamu tidak ikhlas merawat ibu aku. Keterlaluan sekali kamu merawat mertuamu saja selalu mengeluh. Aku bisa seperti ini pun karena ibu, turuti saja apa katanya!" Ucapnya kala itu dengan nada kesal.

Aku hanya bisa menghela nafas berat mendengar ucapan suamiku, padahal aku bercerita ingin dia mendengarkan keluh kesah ku dan meringankan bebanku meski tak harus menegur ibu dan Sinta tapi dia tak ubahnya seperti mereka yang tak pernah memikirkan perasaanku.

Bukannya aku tidak ikhlas tapi mereka juga tidak pernah menghargai ku, aku hanya ingin di hargai sebagai menantu dan kakak ipar tapi mereka selalu bersikap seenaknya padaku.

"Arin!!!" Teriak ibu membuyarkan lamunanku.

Aku segera menghampiri ibu dan membawa susu untuknya dan menaruhnya di meja.

Keseharian mereka di rumah hanya duduk-duduk santai dan keluar rumah hanya untuk shopping dan kumpul dengan geng sosialitanya. Jika mas Deni gajian ibu dan Sinta tak pernah lupa untuk menadah meminta uang. Ibu dan Sinta bisanya hanya foya-foya tanpa mau membantu pekerjaan rumah. Entahlah mas Deni selalu memberi uang lebih pada mereka untuk merawat diri. Sedangkan nafkah untukku selalu kurang, bahkan hanya untuk membelikan baju anaknya saja tidak pernah.

Padahal Sinta pun sudah lulus kuliah seharusnya dia sudah mulai mencari kerja dan tidak terus bergantung pada kakaknya. Tapi karena selalu di manja kakaknya membuatnya jadi keenakan Ongkang-ongkang kaki di rumah bak nyonya besar.

"Lelet banget sih. Ngapain aja kamu?!" Sentak ibu kesal.

"Maaf Bu, tadi aku masak air dulu jadi agak lama," jawabku sambil menaruh susu di meja.

Ibu hanya mendengus kesal dan menatapku sinis. Aku sudah terbiasa dengan sikap mereka. Baru saja aku melangkah dan akan mandi bel rumah berbunyi. Ya ampun itu pasti mas Deni aku belum mandi lagi, dia pasti marah lagi melihat penampilanku. Aku menghembuskan nafas panjang.

Aku bergegas ke depan dan membuka pintu, benar saja suamiku yang datang, tapi dia datang bersama siapa? Seorang wanita cantik dengan pakaian minim yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, wanita itu terus bergelayut manja di tangan suamiku, tapi tatapannya tajam menghujam jantungku. Siapa dia? Kenapa dia menatapku seperti itu?

Mas Deni masuk tanpa menghiraukan ku yang akan mengangkat tangan untuk menyalaminya. Dia menghampiri ibu yang sedang di ruang tv sambil menggandeng wanita itu.

"Den Ini siapa? Cantik sekali!" Tanya ibu ramah.

"Nanti aku cerita Bu. Aku mandi dulu!" Ujar mas Deni.

Sebelum melangkah ke kamar dia menyuruh wanita itu duduk bersama ibu dan mengobrol. Lalu dia melangkah ke kamar, ibu langsung mengakrabkan diri dengan wanita itu.

Aku mengikuti mas Deni ke kamar. "Maaf Tante, itu istrinya mas Deni ya?" Tanya wanita itu pada ibu sambil dagunya mengarah kepada ku.

"Udah gak usah di pikirin. Toh dia juga bakal di cerain Deni." Jawab ibu sambil tersenyum miring ke arahku.

Aku menggelengkan kepala. Kenapa ibu bicara seperti itu? Segitu bencinya dia padaku. Apa salahku? Padahal aku selalu berusaha menjadi menantu yang baik untuknya tapi tak pernah sedikitpun ibu menghargai ku sebagai menantunya. Aku segera menyusul mas Deni.

"Mas!" Panggilku saat dia sedang melepaskan pakaiannya.

"Hm.." Jawabnya singkat.

"Wanita itu siapa? Kenapa kamu membawa wanita lain ke rumah kita?!" Tanyaku penasaran.

Mas Deni terdiam dan menatap dingin ke arahku. Lalu dia memperhatikan tubuhku dari atas sampai bawah. Ah aku tau dia pasti marah lagi karena aku tidak segera mandi dan membersihkan diri. Tapi kali ini dia terdiam tanpa mengomentari apapun tidak seperti biasanya.

Biasanya dia akan marah dan memaki-maki aku karena penampilanku yang membuatnya muak terkadang dia suka mengatakan aku lebih mirip pembantu daripada istri. Tapi kali ini kenapa dia terdiam, apa yang terjadi? Apa dia sudah menerima aku apa adanya? Aku hanya bisa menerka. Tapi entah kenapa perasaan ku tidak enak, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.

Setelah melepaskan semua pakaiannya, dia berlalu ke kamar mandi dan terdengar suara guyuran shower beradu dengan lantai. Aku memunguti pakaian mas Deni dan menaruhnya di keranjang baju kotor. Lalu aku duduk di tepi ranjang menunggu mas Deni selesai mandi.

Setelah lima belas menit berlalu, akhirnya mas Deni keluar dari kamar mandi menggunakan handuk dari pinggang sampai betisnya. Aku sudah menyiapkan pakaiannya seperti biasa.

"Mas, siapa wanita itu??"

bersambung..

Dicerai atau dimadu?

"Mas kenapa kamu diam aja? Wanita itu siapa? Kenapa kamu ajak dia ke sini?" tanyaku yang masih penasaran dengan wanita yang di bawa suamiku.

"Dia calon istriku!" jawabnya santai tanpa menoleh ke arahku.

"A-apa? Ca-calon istri?! Kamu bercanda mas!!" pekikku kaget. Mas Deni tak menjawab dan diam saja.

"Lalu aku ini apa mas? Aku ini istrimu!" ucapku dengan nada tinggi.

Dadaku sesak sekali mendengar suamiku mau menikah lagi. Sakit sekali, bahkan dia tidak membicarakannya dengan ku. Apakah aku setuju atau tidak? Tentu saja aku tidak setuju. Aku tidak mau di madu.

"Terserah kamu terima atau tidak, aku akan tetap menikahi Lisa!" ucapnya tanpa memikirkan perasaan ku.

Air mata luruh lantah membasahi pipi. Tidak pernah terbayangkan olehku kalo suamiku akan mengkhianati ku. Ya Allah apa salahku padanya?

"Tapi aku tidak setuju kamu menikah lagi mas. Aku tidak rela, aku tidak akan mengijinkan kamu menikah lagi!" ucapku dengan suara serak karena tangisanku.

Mas Deni mendekati ku. "Sudah ku bilang, setuju atau tidak setujunya kamu. Aku akan tetap menikahi Lisa!" ucapnya pelan namun penuh penekanan, belum lagi tatapan matanya menatap tajam menusuk.

Ya Allah, kenapa suamiku berubah seperti ini? Kemana mas Deni yang dulu yang selalu bersikap lembut dan penuh kasih sayang. Tapi akhir-akhir ini dia memang sering marah-marah dan uring-uringan karena penampilan ku yang tidak sesuai dengan keinginannya. Aku juga tidak ingin seperti ini, tapi pekerjaan rumah tak ada habisnya, belum lagi aku harus mengurus Lula.

Mas Deni beranjak dan ingin keluar kamar.

"Aku gak mau di madu mas!" ucapku lantang.

Mas Deni yang sedang memegang handle pintu, berhenti dan kembali menoleh ke arahku. Air mata ini tak bisa berhenti mengalir.

"Aku gak mau di madu. Apa salahku? Kenapa kamu lakuin ini sama aku mas? Bukannya kamu tau semenjak awal pernikahan kita, aku gak mau di madu tapi kenapa kamu masih melakukannya mas. Kenapa?"

"Kamu ngaca dong. Setiap aku mau pergi aku malu ajak kamu. Dengan penampilanmu yang seperti ini teman-temanku pasti akan mengejekku. Yang ada aku di kira bawa baby sitter atau pembantu. Teman-teman ku pasti menertawakanku, kalo aku menikahi Lisa aku gak bakal malu lagi jika membawa dia pergi, kamu lihat sendiri kan penampilan Lisa seperti apa? Penampilan itu yang aku inginkan, tidak seperti mu yang memalukan dan memuakkan."

Kata-kata mas Deni benar-benar membuat hati ini semakin sakit dan terluka. Ya Allah, tega sekali dia bilang aku seperti pembantu, meski ini bukan pertama kalinya dia bicara seperti itu, tapi tetap menyakitkan. Air mata ini semakin deras membasahi pipi.

"Terserah kamu mau di madu atau tidak. Memangnya kamu bisa hidup tanpa aku. Selama ini kamu hidup bergantung padaku. Orang tuamu sudah meninggal. Mau bergantung pada siapa lagi kamu. Apa kamu bisa hidup tanpaku? Apa kamu bisa hidup sendiri?!" tanya Mas Deni kesal.

Dan ucapan itu semakin menyakitiku. Ya Allah sesak sekali dada ini. Benar-benar sesak sangat sesak. Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Kenapa mas Deni tega melakukan ini? Padahal aku sudah berusaha menjadi istri yang baik dan penurut. Penampilan ku memang tidak seperti wanita yang bernama Lisa itu aku hanya ibu berdaster, tapi jika mas Deni memberiku modal untuk merawat diri aku juga bisa seperti Lisa bahkan mungkin lebih darinya. Tapi jangankan uang untuk merawat diri uang untuk nafkah pun selalu kurang.

Mas Deni sudah meninggalkan kamar dan membiarkan aku seorang diri dengan luka yang begitu dalam dan besar. Kenapa kamu menorehkan luka ini mas? Ini sangat sakit sungguh sangat sakit. Aku menangis tergugu sendirian di kamar.

Kenapa pernikahan yang aku jaga baik-baik sekuat hati dan segenap jiwa, dia malah dengan mudahnya menodai kesucian pernikahan ini. Dia malah berselingkuh dan melukai ku. Menorehkan luka yang menganga begitu besar.

Mas Deni, apa sudah tidak ada cinta lagi untukku? Kenapa kamu berubah mas? Mana janji-janji kamu dulu.

"Aku Janji Arin, aku akan selalu mencintai dan menjaga kamu selamanya. Percayalah Cinta aku hanya untuk kamu selamanya dan keluarga kecil kita, aku akan selalu setia sama kamu!"

Kata-kata itu kini rasanya terdengar menyakitkan dan terdengar hanya bualan saja. Tiba-tiba terdengar suara tawa mereka di ruang tengah.

Aku beranjak dan melihat mereka yang terlihat sangat bahagia di atas lukaku. Dada ini semakin sesak kala wanita itu bermanjaan dengan mas Deni apalagi dia berani mencium mas Deni. Aku kembali masuk kamar karena aku lupa belum mandi, aku bergegas mengambil handuk dan ke kamar mandi.

Sekitar lima belas menit aku selesai mandi. Bergegas aku memakai pakaian. Malam ini aku akan tidur bersama Lula. Entahlah aku harus bagaimana apa aku harus menerima pernikahan mereka atau aku mundur saja. Apa yang harus aku pilih. Di cerai atau di madu?

Ya Allah, kenapa semua ini terjadi padaku? Apa salahku? Ini sangat menyakitkan!

Aku keluar kamar dan berlalu ke kamar Lula. Putriku sudah terlelap mungkin kecapean karena lelah bermain. Aku berbaring di samping Lula, air mata ini semakin deras saat melihat putriku. Haruskah pernikahan ini berakhir? Lalu bagaimana dengan putriku? Aku tak ingin dia kehilangan kasih sayang orang tuanya. Tapi..

Mas Deni pun sudah tidak perduli lagi dengan Lula. Semenjak dia naik jabatan, jarang sekali dia bermain atau sekedar menyapa anaknya, dia selalu sibuk dan tak ada waktu untuk anaknya. Ya Allah mas, kenapa kamu berubah seperti ini? Setidaknya kamu tidak mengabaikan anakmu. Dia pasti sangat merindukan ayahnya.

Aku mencium kening putriku. "Maafin ayah ya sayang. Ayah selalu sibuk sampe mengabaikan kamu nak!"

Aku memeluk erat tubuh mungil Lula, air mata ini tak berhenti mengalir. Kenapa? Kenapa kamu torehkan luka ini mas? Apa kamu tak tau ini sangat sakit?

Haruskah pernikahan ini berakhir?

Bersambung..

Lebih baik mundur

Pagi ini aku melakukan aktivitas seperti biasa, beres-beres rumah dan memasak untuk sarapan. Inilah rutinitas pagiku, setelah sholat subuh aku langsung beraksi membereskan rumah yang lumayan besar ini. Meski lelah aku sudah terbiasa dan Alhamdulillah rumah ini selalu terawat meski tidak punya pembantu rumah tangga karena aku bisa melakukannya sendiri. Alhamdulillah aku masih sanggup melakukannya sendiri meski sangat melelahkan.

Selesai memasak aku membangunkan Lula dan memandikannya dan mendandaninya. Tapi hari ini aku sengaja tak memakaikan seragam play group, karena aku akan mengajaknya pergi.

Setelah semalaman berpikir lebih baik aku mundur. Aku tak mau di madu, lebih baik aku cerai daripada di madu. Dan aku pun bisa terbebas dari ketidakadilan mas Deni, ibunya dan adiknya yang selalu memperlakukanku dengan buruk.

Bismillah.. Aku bisa tanpa mas Deni. Aku akan buat usaha nanti saat sudah meninggalkan rumah ini.

Satu persatu orang-orang pada bangun. Yang membuatku terkejut ternyata Lisa menginap di sini, bahkan dia keluar dari kamarku dan mas Deni. Astaghfirullah.. sudah sejauh itukah hubungan mereka?! Aku menahan sesak yang sangat menyakitkan ini.

"Ayo kak. Kita sarapan dulu!" ajak Sinta pada wanita yang bernama Lisa saat melihat Lisa menuruni tangga.

Dia memang cantik meski tanpa makeup. Tentu saja skincare nya pasti mahal makanya kulit wajahnya bisa semulus dan seglowing itu. Sedangkan aku jangankan skincare buat makan pun aku susah payah untuk mengaturnya.

Tak lama mas Deni juga ikut turun dan langsung menyusul keluarganya dan selingkuhannya. Ya dia lebih pantas di sebut selingkuhan di banding calon istri.

"Mas setelah sarapan aku mau bicara!" ucapku.

"Kenapa gak sekarang aja?" tanyanya ketus.

"Sarapan saja dulu, lagian kamu kan berangkat siang."

Aku menghembuskan nafas berat. Selagi mereka sarapan lebih baik aku membereskan pakaian ku dan barang-barang ku. Pakaian Lula sudah aku bereskan semalam.

Aku mengambil baju-baju ku dan memasukkannya ke dalam koper. Termasuk perhiasan milikku, perhiasan itu hasil dari aku jualan online pakaian. Selama ini tidak ada yang tau jika aku jualan online karena aku terpaksa jualan online karena uang yang di berikan mas Deni tidak cukup untuk memenuhi setiap bulannya. Makanya aku inisiatif jualan online untung saja ada distributor yang mau mengajakku. Aku tak perlu keluar rumah, aku hanya menjajakan pakaian-pakaian itu di sosial media dan pakaian yang aku jual pun kualitas terbaik.

Alhamdulillah aku sudah menabung dan sekitar dua puluh juta di rekening dan beberapa perhiasan yang sudah aku beli. Jika ibu mertua tau tentang perhiasan ini pasti akan di pinta, dia pasti akan mengira perhiasan itu pemberian mas Deni. Makanya aku sembunyikan dan tak memberitahu siapapun.

Saat aku sedang asyik membereskan barang-barang tiba-tiba mas Deni masuk.

"Mau kemana kamu?"

Aku menghela nafas. Lalu duduk di tepi ranjang setelah menutup koperku dan menguncinya.

"Aku gak mau di madu mas. Dan lebih baik kita bercerai!" ucapku mantap tanpa ragu.

Mas Deni terdiam namun beberapa detik dia malah terbahak dan membuatku bingung apa yang lucu dari ucapanku.

"Kenapa kamu ketawa mas? Apa ada yang lucu?"

"Kamu serius mau minta cerai. Kamu yakin hahahaha.. kok saya gak yakin ya. Kamu bisa apa tanpa aku Arina?" ucapnya meremehkan.

"Jangan remehkan aku mas. Aku bisa tanpamu. Aku bukan wanita lemah yang hanya bisa bergantung padamu. Aku bisa berdiri sendiri. Aku bisa tanpamu mas Deni. Jadi lebih baik kita bercerai karena pernikahan kita pun sudah tidak sehat!" Ucapku mantap sambil menatap tajam mas Deni.

Dia kembali terbahak dan benar-benar membuatku bingung. Apa dia sudah gila?

"Percaya diri sekali kamu Arin! Sekolah pun hanya tamat SMA kamu mau cari pekerjaan apa dengan ijazah SMA. Palingan jadi office girl atau pembantu rumah tangga!" ucapnya meremehkanku sambil terus tertawa-tawa.

"Kamu bisa apa tanpaku?! Aku yakin kamu bakal jadi gelandangan hidup tanpaku Arina." ucapnya mengejek sambil tertawa-tawa.

"Kita lihat saja, yang pasti aku bisa tanpamu dan gak bakal jadi gelandangan. Sekarang aku akan pergi dari rumah ini bersama Lula!" balasku lantang. Dia langsung menghentikan tawanya.

"Tidak, Lula tidak boleh di bawa. Mau di kasih makan apa dia sama kamu?" ucapnya dengan wajah bengis.

"Emang kamu bisa mengurus Lula, emang ibumu bisa mengurus Lula, adikmu apakah bisa? Bahkan kalian tidak pernah perduli sama Lula. Apa lagi yang mereka pikirkan cuma uang, uang dan uang. Mana bisa kalian mengurus Lula!" ucapku lantang dan menahan sesak di dada.

"Aku bisa sewa baby sitter."

"Aku tak Sudi anakku di urus orang lain. Lebih baik Lula bersama aku. Aku bisa menghidupi Lula sendiri." ucapku sambil menatap tajam mas Deni. Dadaku sudah naik turun meluapkan emosi.

Aku tidak tau sedari tadi ibu, Sinta dan Lisa udah ada di kamar ini.

"Sudah biarin aja Den. Lula di bawa dia, nantikan kamu bisa dapat anak dari Lisa. Biarin aja dia bawa Lula," ucap ibu mertua sambil menatap sinis ke arahku.

"Iya mas bener kata ibu. Kamu bisa dapat anak dari kak Lisa biarin aja Lula di bawa dia," sahut Sinta menatapku sinis. Mereka memang kompak. Bahkan sama sekali tidak perduli dengan anakku.

"Ibu juga seneng kamu pisah sama dia. Diakan bisanya cuma bikin malu, penampilannya aja selalu seperti pembantu tidak pantas buat kamu yang seorang manager besar."

"Bu, dia kan emang pembantu!" sahut Sinta lagi sambil tertawa mengejek.

"Baiklah kamu boleh bawa Lula. Tapi ingat satu hal aku tidak akan pernah memberi nafkah pada Lula karena Lula sudah jadi tanggung jawab kamu." ucap mas Deni dengan santainya dan menyeringai.

Mataku membulat tak percaya apa yang aku dengar dari mas Deni. Dia sudah benar-benar gila, bapak macam apa dia? Lula anak kandungnya. Astaghfirullah..

Aku tak mau berdebat lagi, aku segera mengangkat koperku lalu menatap satu persatu mereka. Mereka hanya tersenyum sinis ke arahku.

Aku berlalu keluar. "Bye-bye!" ucap Sinta.

Saat aku berpapasan dengan Lisa. Dia tersenyum miring dan mengejekku. Aku hanya menatap tajam dia. Lalu membisikkan sesuatu.

"Selamat menikmati bekasku!" Lalu aku tersenyum sinis ke arahnya. Dia hanya mencebik kesal.

Aku berlalu ke kamar Lula dan ternyata putriku sedang bermain boneka.

"Sayang!"

"Iya bunda!"

Aku mengusap lembut kepala Lula. Sebenarnya aku tidak tega dengan putriku, perpisahan ini pasti akan melukai Lula. Tapi pernikahan ini pun sudah tidak sehat. Semoga kamu mengerti ya nak! Bunda lakukan ini buat kebaikan kita. Aku memeluk anakku dan air mata ini kembali mengalir. Luka yang di berikan mas Deni sangat menyakitkan. Aku harus kuat demi Lula. Aku gak boleh lemah. Aku harus berjuang demi anakku.

"Sayang, kita mau ke rumah nenek. Kita mau tinggal di sana kamu mau?" tanyaku.

"Memang kenapa kita tinggal di sana bunda?" tanyanya dengan wajah polos yang tak tau apa-apa.

"Emang Lula gak kangen nginep di sana?" tanyaku mencoba membujuk.

"Kangen bunda. Aku pengen lihat sapi lagi!" jawabnya antusias.

Syukurlah! Semoga aja pak haji Ghofur masih memelihara sapi agar anakku bisa melihat hewan kesukaannya.

"Ya udah sekarang kita berangkat ya." Lula mengangguk.

Aku mengambil koper Lula. Koper Lula ada dua karena yang satunya isi mainan dia. Selama ini dia hanya main dengan boneka-bonekanya. Kasian dia tidak punya teman. Makanya saat di masukkan ke playgruop Lula sangat senang karena banyak teman-temannya di sana.

Nanti di sana, aku akan cari taman kanak-kanak untuk Lula. Biar dia tetap bisa belajar, tapi usia Lula juga masih kecil baru usia tiga tahun lebih, aku gak akan memaksakan jika Lula tidak mau.

Aku dan Lula akhirnya keluar dari kamar dan bersiap berangkat. Mas Deni dan yang lainnya sudah menunggu di ruang tengsh. Saat melewati mereka Mas Deni menghentikan ku.

Aku menghentikan langkahku dan menatap mas Deni. Ketiga dayangnya pun ikut berdiri dan menatapku sinis.

"Arina Andini binti Jaka Gunawan hari ini aku talak kamu. Dan mulai saat ini kita bukan suami istri lagi!" ucap mas Deni bersuara lantang.

Bersambung..

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!