NovelToon NovelToon

Ayah Anak ku

SATU

Adara melarikan diri keluar dari rumah di saat Damian, Ayahnya mengoceh panjang lebar mengenai pergaulan Adara dengan para teman teman lelaki nya.

Adara keluar dari rumah mengabaikan teriakan sang Ayah, mata Adara sempat bertemu pandang dengan Markus, anak laki laki yang tinggal tepat di sebelah rumah nya.

Adara membuang pandangannya begitu saja, dahulu saat masih kecil mereka memang dekat namun karna suatu hal hubungan Adara dan Markus merenggang, Adara dan Markus sudah tidak sedekat dahulu atau terkesan saling memusuhi.

Adara kembali melanjutkan langkahnya, ia harus segera pergi sebelum Ayah nya berhasil menyusulnya dan kembali mengoceh panjang lebar.

***

“Anak itu benar benar susah di beri tahu, aku melakukan semua ini demi kebaikannya.” Damian mengusap wajahnya kasar, Damian tidak menyangka bahwa mengurus anak perempuan jauh lebih sulit dari mengurus segala pekerjaannya di kantor.

“Tapi apa kau tidak terlalu berlebihan Dam? Dulu kau melarang Adara berteman dengan Mark sehingga sampai sekarang mereka tidak pernah lagi bertegur sapa, kau juga selalu mengusir teman laki laki Dara yang datang kemari untuk mengerjakan tugas kelompok. Dan sekarang kau memaksa Adara untuk tidak bergaul dengan teman temannya, jangan terlalu menekan putri kita itu Dam, tekanan mu itu lah yang bisa membawa petaka nantinya. Kita harus menjaga dia dengan baik dan menasehati dia pelan pelan, jangan selalu gunakan emosi mu.”

Damian mengerutkan alisnya tidak senang, “Tapi aku melakukan semua ini demi dia!”

Clara menghela nafas berat, ia menepuk bahu Damian lembut. “Kau tidak ingin hubungan mu dengan Adara semakin merenggang bukan? Tolong melunak lah sedikit, kesampingkan emosi mu dan bicara lah baik baik dengan Adara.”

***

“Kau tidak ingin pulang Ra?” Geovan melirik jam yang tergantung di dinding kamar nya, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam.

Ponsel Adara juga sudah berdering terus menerus sejak jam 9, dan Adara tidak menjawab panggilan tersebut sedikitpun.

“Pulang lah Ra, aku tidak ingin orangtua mu datang kemari untuk mencari mu, orangtua ku bisa marah kepada ku nanti, jadi pulanglah.”

Adara mendesah malas, dengan gerakan malas ia bangkit dari ranjang Geovan, ia melihat ponselnya yang terdapat banyak sekali panggilan tidak terjawab.

“Antar aku pulang ya, aku malas naik taxi.”

Geovan berdecak kesal, “Kau ini selalu saja merepotkan, yasudah kalau begitu ayo!”

***

“Kau tidak tahu sekarang sudah jam berapa Adara?!”

Baru saja masuk ke rumah Adara sudah di mendapatkan amukan dari Damian, bukan hanya Damian namun kali ini ibu nya, Clara tidak sedikitpun mencoba untuk membela Adara di depan Damian.

“Aku ketiduran di rumah teman tadi, maafkan aku.. Pa.. Ma..”

“Teman mu itu laki laki kan?!” Damian nampaknya masih belum puas dengan jawaban Adara, “Kau pikir Papa tidak melihat kau diantar oleh laki laki tadi?”

Adara mulai kesal, ia jenuh dengan segala omelan omelan Damian. “Iya dia laki laki tapi kami hanya teman Pa, Papa tidak perlu takut. Dia tidak akan pernah melakukan hal buruk pada ku.”

Damian masih ingin mengeluarkan kekesalannya namun Clara kembali menghentikannya, “Sudah kita bicarakan lagi besok, ini sudah larut malam. Besok Adara harus berangkat kuliah pagi dan kau juga harus berangkat ke kantor, kalian butuh istirahat.” Clara mengalihkan pandangannya kepada putri sulungnya itu, “Dara, pergilah ke kamar mu.”

Adara mengangguk, ia melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Adara memang sudah sangat ingin tidur, ia lelah dengan pertengkarannya dengan Damian.

***

“Wajah mu kusut sekali.” Hans Ezalian, teman sebangku Adara itu mengacak acak rambut Adara. “Kau bertengkar lagi dengan Papa tersayang mu itu?”

Adara menghela nafas berat sebelum akhirnya mengangguk.

Aaron yang duduk di barisan depan Adara berbalik menghadap Adara, “Papa mu begitu karna dia sayang padamu, jadi jangan terlalu di pusingkan.”

Adara hanya menganggukkan kepalanya, ia memperhatikan Geovan yang melangkah mendekat kearah mereka.

“Nanti malam jadi kan?” tanya Geovan kepada Hans, Aaron dan Rome. Yang di jawab dengan anggukan kompak.

Adara mengerutkan alisnya bingung, “Memangnya kalian mau kemana?”

Rome menoleh kearah Adara dan berdecak, “Ya tentu saja bersenang senang.”

Adara menganggukkan kepalanya mengerti, namun tiba tiba saja terbesit ide gila di kepalanya. “Kalian akan berkumpul dimana, aku ingin ikut juga.”

“Jangan gila kau Ra, kami semua masih mau hidup. Kami tidak ingin mati di tangan Ayah mu.”

Adara berdecak kesal, lagi lagi perihal Ayahnya.

Adara sudah berusia 21 tahun tapi ia masih saja di atur ini itu oleh Ayahnya, padahal banyak wanita seusia dirinya yang sudah memiliki kekasih, tunangan ataupun menikah.

“Kalian tidak perlu takut, masalah orangtua ku biar aku yang menangani nya sendiri.”

***

Damian kembali melirik jam, sudah larut malam namun putri sulungnya masih belum juga pulang.

“Apa Dara masih tidak mau mengangkat telepon nya?” tanya Damian pada Clara yang masih berusaha untuk menghubungi Adara.

Clara menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

“Kau sudah coba untuk menghubungi teman teman nya?” tanya Damian lagi.

“Sudah tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat.”

Damian semakin gelisah, sebelumnya Adara pulang jam 12 malam dan sekarang sampai jam 1 malam Adara masih belum juga pulang ke rumah.

“Seharusnya aku meminta salah satu anak buah ku untuk mengawasi Adara, dia semakin hari semakin menjadi saja. Kita tidak bisa terus membiarkannya begini.”

Clara mengangguk setuju, memang Clara tidak suka sikap posesif Damian terhadap Adara tapi jika Adara terus saja berulah seperti ini, itu sangat mengkhawatirkan.

***

“Ra, sekarang sudah jam 1 malam, kau tidak mau pulang?” Aaron berteriak ke arah Adara, suara musik yang berdentum kencang membuatnya harus berteriak agar bisa di dengar oleh Adara.

Adara menggelengkan kepalanya, ia masih tidak ingin pulang. “Sebentar lagi, nanti aku akan menelepon Lucas untuk menjemput ku.”

Aaron hanya mengangguk dan tersenyum girang saat melihat Rome datang membawa sebotol minuman yang sudah Aaron ketahui bukan minuman biasa.

“Bukan kah minuman ini terbatas? Hanya anggota VIP yang bisa mendapatkannya kan?” Hans dengan semangat mengambil alih botol tersebut dari Rome, ia terlalu senang dan langsung menenggak minuman tersebut dari botolnya.

“Hei tuang ke dalam gelas! Kami juga mau mencicipi nya!” Aaron mengoper gelasnya.

“Itu minuman apa? Apa aku boleh mencoba nya?”

“Kau bisa mabuk jika meminum itu, lebih baik jangan.” Rome yang telah mengambil alih kembali botol itu dari Hans menuangkannya ke gelas milik Aaron.

Aaron menenggak minuman tersebut dengan ekspresi puas, “Jangan habiskan minuman nya, kita bisa meminumnya lagi nanti. Sekarang mari kita ke lantai dansa!!”

Aaron dan yang lainnya melangkah sempoyongan ke arah lantai dansa, Adara hanya memperhatikan tingkah konyol ke empat sahabatnya itu.

Namun perhatian Adara teralihkan kepada botol minuman yang ada di meja, isi botol tersebut masih cukup banyak.

Adara menelan ludah karna merasa sangat penasaran dengan rasa dari minuman tersebut, Adara melirik kembali teman teman nya masih bergoyang di lantai dansa, mungkin mencicipi sedikit tidak akan ada masalah.

Adara menuangkan minuman tersebut ke gelas yang sebelumnya di pakai oleh Aaron.

Alis Adara berkerut ketika ia mencicipi menimang tersebut dalam sekali tenggak. Rasa nya aneh, namun di saat yang bersamaan juga minuman tersebut membuat Adara ingin mencicipinya lagi lagi dan lagi.

Hingga Adara tidak sadar ia telah menghabiskan minuman tersebut, ia mulai sulit membuka matanya. Pandangan nya buram dan ia pun tidak bisa seimbang.

Adara mencoba untuk melihat teman teman nya di lantai dansa, bermaksud meminta tolong namun ke empat sahabatnya itu sudah tidak ada di lantai dansa. Mereka menghilang.

Sesaat Adara berusaha bangkit dari posisi duduknya ia terhuyung, namun beruntung sebelum kepalanya terbentur meja seorang lelaki berhasil menahan tubuh Adara.

Adara mengedip ngedipkan matanya, berusaha melihat wajah dari laki laki yang menolongnya itu.

“Mark?”

DUA

Adara terbangun dalam keadaan shock, bagaimana tidak? Ia terbangun dengan kondisi tubuh telanjang bulat, bukan hanya itu tapi ia tidak sendirian melainkan ada ke empat sahabatnya juga yang sama sama telanjang seperti Adara.

Adara menggelengkan kepalanya, ini semua pasti tidak nyata. Ini semua pasti mimpi atau efek halusinasi karna Adara telah banyak minum semalam.

Adara mencoba mengedip ngedipkan matanya namun semuanya tidak ada perubahan, keadaan nya tetap sama. Justru Adara semakin dibuat panik lantaran saat ia mencoba untuk bergerak ia merasakan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya.

Rasa sakit itu lah yang membuat Adara tersadar bahwa ini bukan lah mimpi ataupun halusinasi. Semuanya benar benar terjadi.

***

“Shit! Kenapa kita semua bisa telanjang seperti ini?!” Teriakan Aaron itu membuat tidur Hans, Geovan dan Rome terganggu. Namun tak lama kemudian reaksi mereka tak ada beda nya dengan reaksi Aaron, bahkan mereka menatap Adara dengan tatapan horor.

“Tolong katakan padaku bahwa kita tidak melakukan yang tidak tidak semalam, dan kita bisa bertelanjang seperti ini itu karna kalah bermain game. Ayo cepat katakan!”

Adara menatap Rome dengan mata merah nya, ia sudah lelah menangis. “Apa yang harus ku katakan pada orangtua ku nanti?”

“Kita tidak mungkin melakukannya semalam, tidak mungkin! Gila! Aku tidak bisa mempercayainya!” Aaron yang baru mengenakan boxer nya itu menggelengkan kepalanya mengelak, “Kita ini bersahabat, tidak mungkin kita segila itu!”

“Tapi kita mabuk berat semalam Ron, aku bahkan tidak ingat apa apa tentang semalam, hal terakhir yang ku ingat hanya lah menari di lantai dansa bersama kalian.” Hans bicara sembari memijit pelan keningnya, ia benar benar tidak bisa mengingat dengan jelas apa saja yang terjadi semalam.

Rome menganggukkan kepalanya setuju, “Aku pun tidak bisa mengingat apapun selain kita pergi bersama ke lantai dansa, aku seolah olah merasa ingatan ku sengaja di potong.”

Geovan menghela nafas berat, “Bukan itu yang jadi permasalahan nya sekarang ini.” Geovan bangkit dan memberikan pakaian kepada Adara yang masih terbalut selimut saja.

“Yang jadi permasalahan disini adalah Adara, kita ini laki laki.. kita tidak kehilangan apa apa dan tidak dirugikan tapi Adara, dia perempuan, dia baru saja kehilangan keperawanan nya dan itu karna kesalahan kita.”

Ucapan Geovan tersebut membuat mereka seketika menoleh kearah Adara, menatap wanita itu dengan tatapan cemas.

  “Kau baik baik saja Ra?” tanya Hans memperhatikan raut wajah Adara, Adara saat ini sungguh sangat berantakan. Mata nya memerah karena tangis.

“Maafkan kami..”

***

Adara pulang ke rumah nya diantar oleh Aaron, dan Aaron sempat menawarkan diri untuk ikut masuk ke dalam membantu Adara menjelaskan semua nya kepada Ayahnya namun Adara menolak.

Mereka semua sudah sepakat, sepakat untuk menganggap tidak terjadi apa apa diantara mereka semua, persahabatan mereka akan tetap sama. Tidak akan ada yang berubah.

Lagi pula tidak ada yang mengingat kejadian itu satupun, jadi lebih baik mereka menganggapnya tidak pernah terjadi.

Meski Adara disini yang dirugikan tapi Adara tidak tahu harus bagaimana lagi, memaksa mereka bertanggung jawab pun tidak mungkin. Adara tidak mungkin menikahi ke empat nya, jika membebankan nya kepada satu orang saja maka tidak adil kepada yang lain, Adara bingung.

Adara juga tidak ingin orangtua nya tahu jadi lebih baik lupakan kejadian itu dan anggap semuanya sebagai angin lalu.

Sesaat Adara masuk ke dalam rumah ia langsung mendapat tamparan di pipi oleh Ibu nya.

“Dari mana saja kamu hah?!”

Adara mengusap pipi nya yang terasa nyeri, ia melihat kemarahan di wajah Clara, betapa emosi nya Ibu nya itu.

Adara tahu bahwa Clara berhak marah terhadap dirinya. Adara harus menerima amukan dari kedua orangtuanya nya malam ini, dan juga mengarang kebohongan untuk menutupi apa yang sebenarnya telah terjadi.

***

1 bulan berlalu, semuanya berjalan dengan baik.

Persahabatan Adara tetap baik baik saja, hubungan Adara dengan orangtuanya pun sudah membaik.

Namun ketenangan Adara tidak bertahan lama, semua nya berubah menjadi masalah besar ketika Adara menyadari bahwa ia telat datang bulan.

Ia belum juga datang bulan, dan tubuhnya menunjukkan tanda tanda seperti orang hamil. Adara selalu merasa tubuhnya melemah, ia sensitif terhadap bau bauan dan Adara pun selalu muntah muntah setiap pagi.

Semua gejala itu membuat Adara takut, Adara takut jika ia benar benar hamil.

“Kau kenapa?” Rome menepuk bahu Adara, Rome tampak khawatir melihat wajah Adara yang pucat. “Kau baik baik saja?”

Adara menggelengkan kepalanya, “Rome..”

“Hmm?”

“Ku rasa aku hamil.” desis Adara pelan.

“A-apa?!”

***

“Bagaimana hasilnya?” Rome mengambil alih testpack dari tangan Adara.

Tubuh Rome mendadak lemas tak bertenaga saat melihat dua garis di testpack tersebut. “Positif.”

“Bagaimana ini Rome, apa yang harus aku lakukan. Orangtua ku pasti marah besar.” Adara mengacak acak rambutnya, ia benar benar tidak menyangka bahwa semuanya akan jadi seperti ini.

“Jadi anak siapa itu? Anak ku, Aaron, Geo atau Hans?” tanya Rome menunjuk kearah perut Adara.

Adara menggelengkan kepalanya, “Aku tidak tahu..”

“Aku akan menghubungi yang lain dulu. Kita harus membicarakan masalah ini bersama sama.”

***

“Itu sudah pasti bukan anak ku!” Hans menggelengkan kepalanya, ia tidak bisa menerima berita buruk ini.

“Kau tidak bisa bicara seperti itu Hans, kau juga terlibat malam itu. Kalau ternyata anak ini adalah anak mu kau tidak bisa lari dari tanggung jawab mu begitu saja.” Aaron tidak senang melihat sikap Hans yang denial seperti itu.

“Tapi aku tidak bisa Ron! Aku punya kekasih dan aku mencintainya!”

“Itu sudah jadi resiko mu Hans, kau tidak bisa meninggalkan tanggung jawab ini sendiri pada Adara!”

“Kalau begitu kau saja yang menikahi Adara! Kau juga kan tidur dengan nya malam itu, aku tidak ingin terlibat. Aku masih ingin hidup dengan tenang!” Hans masih emosi, ia pergi meninggalkan ke empat sahabatnya itu begitu saja.

“Tenanglah Aaron, kita tidak bisa menghadapi ini semua dengan emosi. Kita harus memikirkan langkah terbaik untuk menyelesaikan masalah ini.” Geovan menepuk bahu Aaron berusaha menenangkan sahabatnya itu.

“Tapi Hans ada benarnya, kita ini masih kuliah. Kita bisa di keluarkan dari kampus jika mereka tahu tentang masalah ini. Hidup kita bisa hancur.” Rome yang sejak tadi diam mulai angkat suara, ia menggerakkan gerakkan tangannya gelisah. “Bagaimana kalau kau gugurkan saja bayi itu Adara?”

“A-apa?! Gugurkan?!”

Rome menganggukkan kepalanya, dan pada saat itu juga Aaron melayangkan pukulannya tepat ke pipi Rome.

“Kau gila hah?!”

Rome mengusap pipi nya yang terasa nyeri karna pukulan Aaron, mata Rome memerah menahan tangis. Bukan tangis sakit karna pukulan Aaron melainkan tangis karna Rome tidak bisa apa apa, ia frustasi.

“Lalu kita harus bagaimana?!”

“Kita harus bertanggung jawab, kita harus menunggu hingga kandungan Adara siap untuk melakukan tes DNA. Dan saat hari itu tiba kita akan mengetahui siapa diantara kita berempat yang merupakan Ayah biologis dari janin tersebut, dan jika salah satu dari kita terbukti adalah anak dari janin tersebut maka orang tersebut harus bertanggung jawab.”

TIGA

Semuanya jadi berantakan.

Adara kira permasalahan mereka tidak akan jadi serumit ini, Adara tidak menyangka ia justru hamil dan membuat persahabatan nya semakin retak.

Rome dan Hans bahkan menjauh dari Adara, kedua laki laki itu bersikap seperti orang asing setiap melihat Adara.

Adara benar benar merasa tersiksa, ini bukan kesalahan nya sendiri lalu kenapa harus ia yang menerima semua akibatnya sendirian?

Adara mengetuk pintu rumah Geovan, ini sudah seminggu sejak pertengkaran itu. Adara tidak bisa lagi menyembunyikan perihal kehamilannya, ia harus mengatakan nya kepada orangtua nya namun Adara tidak berani mengatakannya sendiri maka dari itu ia kemari, ia ingin meminta bantuan Geovan.

“Adara?” Geovan membuka lebar pintu rumahnya, “Ada apa kemari?”

“Tolong aku Geo, aku tidak berani mengatakan nya kepada orangtua ku. Bisa kah kau bantu aku? Bantu aku bicarakan masalah ini kepada orangtua ku.” Adara menggenggam tangan Geovan, berharap banyak kepada laki laki tersebut. Adara terlalu pengecut untuk menghadapi reaksi orang tuanya sendirian.

Namun reaksi Geovan justru membuat air mata Adara berlinang, Geovan menepis pelan tangan Adara. Laki laki itu menatap Adara dengan tatapan penuh penyesalan. “Maaf Ra, aku tidak bisa. Masa depan ku bisa hancur, aku tahu Ayah ku itu orang yang seperti apa. Aku mohon jangan persulit hidup ku.”

“Aku mempersulit hidup mu? Kau pikir aku ini sedang bahagia? Aku juga kesulitan, aku juga tidak ingin seperti ini!”

Geovan mengusap wajahnya kasar, “Kenapa kita tidak ikuti saran Rome saja, gugurkan janin itu sebelum terlambat. Tidak ada satupun diantara kita yang siap menerima resiko nya.”

“Apa? Jadi sekarang kau juga menyarankan aku untuk membunuh anak ini, ingat Geo, anak ini bisa saja anak mu! Kau tega melakukan hal itu kepada anak mu sendiri?!” Adara emosi, ia tidak menyangka bahwa Geovan akan bicara seperti itu, kenapa sahabat sahabatnya yang sebelumnya selalu ada untuk dirinya, selalu membuatnya bahagia justru berbalik menjadi penyebab hati Adara terluka.

Geovan berdecak kesal, laki laki itu juga emosi. “Anak ku? Aku saja ragu kalau kalau malam itu kami selakukan sesuatu pada mu, jangan jangan semua ini hanya jebakan mu. Kau sebenarnya hamil dengan laki laki lain tapi laki laki lain itu tidak mau bertanggung jawab sehingga kau melimpahkan semuanya kepada kami!”

Adara terkejut, perkataan Geovan itu benar benar menyakiti perasaannya. “Serendah itu kah aku di mata mu Geo? Bukan kah kita sudah lama bersahabat, kau tahu dengan jelas aku ini orang seperti apa, aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu!”

“Tidak ada yang tahu bukan, manusia bisa saja berubah.” jawab Geovan.

Adara menganggukkan kepalanya, “Ya.. kau benar, manusia bisa saja berubah. Dan kau lah yang berubah disini, kau, Rome, dan Hans. Kalian lah yang berubah, aku benci kalian!”

Adara meninggalkan rumah Geovan, ia bahkan pergi tanpa sempat masuk ke dalam rumah tersebut. Adara benar benar sakit hati.

Ia merasa seperti di khianati.

***

“Adara boleh aku pinjam catatan mu?”

Adara menoleh melihat salah satu teman satu mata kelas nya itu, Adara mengangguk lemah dan membuka tas nya.

Sialnya saat Adara mengeluarkan buku catatan tersebut testpack yang semalam ia gunakan ikut tertarik keluar hingga jatuh ke lantai.

Adara benar benar terkejut, ia tidak sempat mengambil testpack tersebut dan menyembunyikannya. Testpack tersebut sudah lebih dulu di ambil oleh teman nya yang hendak meminjam buku catatannya itu.

“TESTPACK?! INI MILIK MU?!”

Dan saat itu pula semua orang yang berada di kelas itu menoleh ke arah Adara.

Adara menyesali kebodohannya yang menaruh testpack tersebut di dalam tas.

Semalam sepulang dari rumah Geovan, Adara benar benar kacau. Ia masih sulit mempercayai bahwa ia hamil sehingga ia kembali mengetesnya dengan testpack. Tapi malam itu tiba tiba saja Ayah nya mengetuk pintu kamarnya membuat Adara panik dan menaruh testpack itu secara sembarang ke dalam tas nya.

Hancur sudah.

Rahasia nya sudah terbongkar.

***

Semua nya benar benar jadi berantakan.

Karna testpack tersebut, orangtua Adara di panggil. Adara ingin mengelak bahwa testpack itu bukan miliknya pun tidak bisa, ia tidak bisa terus berbohong.

Karna bagaimana pun ia memang benar benar hamil, lambat laun perutnya akan membesar, dan mereka semua pasti akan tahu kebenarannya juga nanti.

Orangtua Adara marah besar, dan berita tentang dirinya begitu sangat cepat tersebar sehingga seluruh mahasiswa dan mahasiswi di kampus menggunjingkan dirinya.

“Dia itu Adara kan? Wanita yang hamil di luar nikah itu? Benar benar memalukan.”

Hanya dalam hitungan jam berita tersebut tersebar luas dan semua orang menghina nya, mendadak semua mahasiswa dan mahasiswi disini merasa suci dan merendahkan Adara.

Mereka semua menghina Adara seolah olah mereka tidak pernah melakukan kesalahan, jangan kan mereka.

Ke empat sahabat Adara pun tidak ada yang berusaha untuk menolong Adara, mereka semua bungkam. Tidak ingin terseret dalam permasalahan ini.

Adara ingat jawaban yang Hans katakan saat seorang dosen bertanya kepada Hans tentang masalah ini karna dosen tersebut menganggap bahwa Hans adalah sahabat Adara jadi sudah seharusnya Hans tahu tentang masalah ini.

Tapi Hans justru menjawab, “Kami memang berteman dengan nya tapi bukan berarti kami tahu semua hal, jika dia menjajakan tubuhnya di luar sana itu bukan urusan kami.”

Jawaban yang benar benar menyakitkan, namun Adara menyadari satu hal bahwa ia telah benar benar kehilangan sahabatnya.

Dan sahabatnya itu sudah menunjukkan sifat asli mereka yang sebenarnya.

Seharusnya Adara tidak pernah percaya kepada mereka.

***

Markus tersenyum sembari bicara dengan seseorang dari telepon.

“Baiklah, kerja bagus.” ucap Markus sembari menutup panggilan tersebut.

Markus mengintip ke luar melalui jendela kamar nya, ia bisa melihat tetangga sebelahnya yang pulang ke rumah dengan wajah tidak bersahabat.

Senyum Markus melebar melihat itu semua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!