NovelToon NovelToon

Night Destiny

Hamil

"H-hamil? Tidak mungkin, dok. Anak saya belum menikah. Dokter pasti salah, coba diperiksa lagi!!."

Dokter menghela nafas, "Tapi inilah kenyataannya, Bu. Anak ibu memang hamil!."

Wanita paruh baya itu membeku, menahan kecewa, emosi juga sesak dalam dada.

"Kalau begitu, kami permisi dulu, dok!."

Raut kekecewaan tercetak jelas di wajah Maria. Tentu saja, ibu mana yang tidak kecewa jika putrinya hamil diluar nikah.

Perempuan paruh baya itu memilih diam selama perjalanan pulang. Tidak mungkin dia mencecar banyak pertanyaan pada putrinya diwaktu yang tidak tepat. Apalagi ada pak Ari, supir panti yang kini sedang menyetir mobil sejuta umat yang mereka gunakan untuk pergi kerumah sakit.

Setibanya di pelataran rumah, bunda segera masuk dengan tergesa, bahkan sapaan anak-anak tak ia hiraukan. Melihat itu, Salsa segera mengikuti bunda menuju kamar.

"Bun ....!"

"Katakan siapa ayah dari bayi yang kamu kandung, Salsa!! Siapa??."

Qomariah tidak bisa membendung air matanya. Dia begitu kecewa dengan fakta yang baru didapatinya. Bayi perempuan yang ia beri nama Salsabila Safitri itu tumbuh menjadi gadis yang baik, ceria, penyayang juga penurut. Salsa juga tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Selama ini, Salsa tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun. Bagaimana bisa sekarang putrinya hamil bahkan tanpa suami.

"Jangan diam saja, Salsa. Kamu punya mulut. Kamu tinggal menyebut nama pria yang menjadi ayah dari bayimu!!."

Salsa menggeleng, "Aku tidak tahu, Bun!."

Jawaban Salsa membuat Maria semakin hancur. Bagaimana bisa Salsa tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Atau mungkin, Salsa tidur dengan banyak pria hingga ia tidak tahu benih siapa yang tumbuh dirahimnya.

"Jadi tujuan kamu ke Ibukota untuk menjajakan tubuhmu? Dan uang yang kamu bawa adalah yang haram hasil menjual diri?!."

Salsa tidak membantah ucapan bundanya. "Aku tidak menjajakan tubuhku, Bun!."

"Tapi kamu sekarang hamil!. Dan kamu tidak tahu siapa ayah dari bayimu!!."

Salsa ingat betul wajah pria yang menjadi ayah dari bayinya. Tapi kejadian malam itu serta uang yang ia terima adalah bukti jika hubungan mereka hanya sebatas saling membutuhkan dan berakhir malam itu juga. Tidak mungkin Salsa meminta pria itu bertanggung jawab atas kehamilannya.

"Kamu tahu, apa yang kamu lakukan itu adalah dosa besar!!. Zina, perbuatan maksiat. Bagaimana bisa kamu melanggar amanah bunda!! Bagaimana bisa terpikir olehmu untuk menjajakan diri sampai kamu hamil tanpa suami!!."

"Aku tidak menjajakan diri, Bunda!," sahut Salsa lirih. Dia memang bersalah, tapi tuduhan menjajakan diri membuat Salsa sakit hati.

"Kalau begitu sekarang katakan. Siapa orang yang sudah menghamili kamu?."

Bungkamnya Salsa membuat Maria semakin meradang. "Bunda dan adik-adikmu akan pergi dari sini. Bunda tidak mau tinggal dirumah haram ini!!"

Maria mengambil koper lalu memasukkan baju-bajunya. Salsa yang melihat itu, segera menahan tangan Maria. Dia bersimpuh sambil menangis si kaki wanita yang sudah merawatnya sejak bayi tersebut.

"Bunda, ampuni aku. Aku mohon jangan pergi dari sini. Aku tahu, apa yang sudah aku lakukan membuat bunda kecewa. Aku tahu sudah melakukan dosa besar. Tapi aku terpaksa menerima tawaran pria itu karena tidak punya pilihan lain!!."

"Kamu tidak punya pilihan lain untuk apa? Menyelamatkan panti ini dengan menjadi wanita murahan. Dan menghidupi kami dengan uang haram darimu?!!."

Salsa menatap bundanya dengan sendu. Selama 26 tahun, baru kali ini ucapan wanita itu begitu terdengar menyakitkan. Gadis itu menatap Maria dengan nanar.

"Aku memang berdosa. Aku memang bersalah dan aku memang murahan!!. Tapi coba bunda lihat, karena diriku yang murahan inilah adik-adikku bisa memiliki tempat tinggal. Bisa sekolah dan makan!!. Mereka bisa merasakan hidup layak seperti anak-anak lainnya, dan semua karena si murahan ini!!," Salsa menangis pilu, "Apa bunda pikir, aku tidak terluka melakukan semua ini? Aku sakit, Bun. Bahkan setiap harinya, aku selalu dihantui rasa bersalah. Jadi aku mohon, jangan menghakimi aku seperti ini. Jika bunda tidak mau tinggal bersamaku lagi. Tetaplah disini bersama adik-adik, karena aku yang akan pergi!!."

Maria mematung, tubuhnya luruh ke lantai dengan tangis yang terdengar pilu. Semua ini terjadi karena ketidakberdayaannya. Seharusnya dia tidak menyalahkan Salsa, karena yang putrinya lakukan semata-mata untuk menyelamatkan panti dan adik-adiknya. Bahkan ucapan Salsa benar, berkat dialah panti ini resmi menjadi miliknya. Anak-anak bisa makan, bersekolah dan bermain dengan layak seperti anak-anak lainnya. Jika ada yang harus disalahkan, itu adalah dirinya, bukan Salsa.

"Sekali lagi aku minta maaf, Bun. Tolong tetaplah tinggal disini karena adik-adik lebih membutuhkan tempat ini daripada aku!." Salsa berbalik dan hendak keluar dari kamar Maria, namun perempuan itu segera memeluk putrinya.

"Jangan pergi, Nak. Maafkan bunda yang egois ini. Semua ini salah bunda. Jika saja bunda tidak kesulitan uang, kamu tidak akan menjual kehormatanmu. Kamu sudah mengorbankan hidupmu demi bunda dan adik-adikmu. Tidak seharusnya bunda menyalahkan dan menghakimi kamu seperti ini. Bunda mohon, tetaplah tinggal bersama kami. Kamu adalah anak bunda, kamu tetap menjadi kakak bagi adik-adikmu."

Salsa memeluk Maria, "Bunda tidak salah. Seorang ibu pasti akan marah dan kecewa saat tahu anaknya melakukan kesalahan fatal sepertiku. Maaf karena aku memilih jalan yang salah, Bun. Aku janji tidak akan melakukan kesalahan yang sama lagi. Terima kasih atas maaf yang bunda berikan. Aku sungguh beruntung memiliki ibu seperti bunda!!."

"Kamu putri bunda. Kamu hidup bunda. Sebesar apapun kesalahan seorang anak, seorang ibu pasti akan memaafkannya. Apalagi semua yang kamu lakukan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kehidupan kita!."

"Terima kasih, Bun. Bunda ... mau kan menerima anakku?!," tanya Salsa ragu.

"Tentu saja. Anakmu adalah cucu bunda. Walau dia terlahir dari sebuah kesalahan. Dia tidaklah berdosa. Anakmu berhak hidup dan melihat dunia. Apapun yang terjadi nanti, kita akan merawat dan membesarkan anak ini bersama-sama!."

*****

Yuhu, jumpa lagi di karya baru aku ya, kakak.

Terima kasih bagi yang sudah berkenan mampir. Oh ya, kalau kalian mau tahu cerita awal novel ini. Silahkan baca

Berbagi Cinta : Cintai Aku Sekali Saja

Kalian juga bisa baca karya aku lainnya dengan menuliskan "AfkaRista" di kolom pencarian.

Terima kasih

Simpatik Syndrom

"Sudah baikan, bang?."

Saga memijat leher Azka. Hampir setiap hari Azka mual dan muntah. Dan itu hanya terjadi di pagi hari saja.

Sejak Saga mengetahui jika abangnya menodai seorang gadis. Saga memutuskan untuk ikut tinggal di apartemen Azka. Selain mengawasi abangnya. Jarak kampus Saga lebih dekat dari sini.

"Bang, apa tidak sebaiknya kamu periksa ke dokter?," Azka menggeleng.

"Ini terjadi beberapa jam saja. Setelah itu, abang akan sehat kembali!."

Memang benar yang dikatakan Azka. Tapi, berbeda dengan pemikiran adiknya, Saga justru memikirkan sesuatu.

"Bang. Kamu pernah dengar istilah Simpatik Syindrom?."

"Apa itu? Penyakit berbahaya?," tanya Azka langsung. Azka memang cerdas, tapi dia tidak sepeka Saga.

"Simpatik Syindrom adalah gejala kehamilan yang biasanya dialami oleh suami saat istrinya sedang hamil. Dan yang abang alami setiap pagi, sangat mirip dengan morning sickness!."

Deg

Jantung Azka berdetak hebat, dia memang tidak mengerti tentang simpatik syndrom, namun mual muntah yang disebut morning sickness tentu dia tahu walau belum mengalaminya. Azka kembali gadis yang dia nodai di malam pertunangannya dengan Salwa.

Flash Back On

"Aku tidak bisa menunggu lagi. Aku janji ini hanya sebentar. Setelah semua selesai, seperti janjiku. Aku akan memberimu uang 1M!."

Azka tidak mampu menahan ha*sratnya lagi. Tubuhnya butuh pelampiasan. Dia menatap wanita cantik yang sekarang berada di kunkungannya. Wajah wanita itu menyiratkan ketakutan juga keraguan.

"Kau ragu padaku?," diamnya wanita itu membuat Azka turun dari ranjang. Ia membuka laci lalu mengambil cek dan menulis nominal disana.

"Ini. Sesuai janjiku. Aku sudah menuliskan 1M disana. Sekarang cek ini menjadi milikmu!!."

Azka yang sudah tidak bisa mengendalikan diri langsung menyerang wanita tersebut.

"A-aku tidak bisa", ucapnya terbata. Berbeda dengan apa yang wanita itu ucapkan. Tubuhnya justru berkata sebaliknya.

"Kau sudah terbuai, baby. Ayo kita lakukan."

Tanpa menunggu jawaban, Azka kembali memberikan sentuhan yang mampu membuat wanitanya terbuai. Tangannya juga lihat memberikan sentuhan yang tanpa wanita itu sadari, Azka telah berhasil meloloskan apa yang mereka kenakan. Dengan nafas terengah juga keringat yang mengalir dari tubuh keduanya, Azka berusaha menyatukan diri mereka. Sayangnya, usahanya tidak langsung berhasil. Rasanya begitu sulit dan seperti ada penghalang yang menghalangi jalannya menuju titik utama permainan.

"****!! Kenapa sulit sekali!", tak sabar, Azka menghentak dengan kuat. Tak ayal dia langsung merasakan cakaran di punggungnya. Rasa perih akibat keringat yang membasahi tubuhnya membuat Azka sedikit meringis. Namun semua langsung sirna saat dia menyadari sesuatu. Wanita yang dia bayar untuk menghilangkan efek obat tersebut rupanya masih perawan. Seketika Azka menatap wanita itu. Terlihat jelas, wajah cantik itu tengah menahan sakit. Sadar sudah menyakiti wanitanya, Azka berdiam sejenak.

"Aku harus memanggilmu siapa?." Mata teduh itu menatapnya. Dan membuat jantung Azka berdebar keras.

"Panggil aku, Bila!."

Suara lembut gadis bernama Bila itu mampu membuat Azka hati menghangat. Dia tersenyum samar. Entah kenapa Azka langsung menyukai gadis tersebut.

Setelah beberapa saat memberikan waktu bagi tubuh mereka untuk saling menyesuaikan. Azka perlahan mulai menggerakkan tubuhnya.

Rasa yang baru pertama kali mereka berdua rasakan. Rasa yang membuat keduanya lupa dan terbang melayang. Dan rasa yang membawa dua insan itu hanyut dalam indahnya surga dunia. Azka bahkan lupa akan janjinya, dia mengulangi lagi, lagi dan lagi entah sampai jam berapa. Dan saat dia sudah bangun. Dia sudah mendapati Bila tidak ada di apartemennya. Rasa bersalah sempat muncul karena dia telah menodai Bila. Namun melihat cek yang juga hilang. Azka berpikir apa yang dia lakukan dengan Bila hanya sebatas saling membutuhkan. Lagipula, siapa yang tidak mau dengan uang sebanyak itu.

"Dia sama seperti wanita kebanyakan. Pergi setelah mendapatkan bayaran. Bahkan rela kehilangan kehormatannya hanya demi uang!!."

Flash Back Off

"Bang!!."

Teriakan Saga membuat lamunan Azka buyar. "Ada apa?."

"Abang harus menikahinya jika dia memang hamil anak abang!!."

Azka berdecak, Saga selalu mengatakan hal yang membuatnya kepikiran. Bagaimana mungkin dia menikahi wanita lain sedangkan pernikahannya dengan Salwa tinggal sebulan lagi.

"Kalaupun dia hamil. Bisa saja dia hamil anak orang lain. Kita tidak tahu apa yang terjadi dengannya setelah kejadian malam itu. Tidak menutup kemungkinan dia bermalam dengan pria lain juga. Lagipula, aku sudah membayarnya dengan sangat banyak!."

Saga menatap abangnya dengan tajam. "Abang benar. Kita tidak tahu apa yang dia lakukan setelah menghabiskan malam dengan abang. Bisa saja dia trauma. Menutup diri dari lingkungannya. Dan setelah dia hamil. Dia mencoba membunuh bayinya atau bunuh diri bersama anak abang juga!!."

Ayahmu Akan Menikah

"Abang benar. Kita memang tidak tahu apa yang dia lakukan setelah menghabiskan malam dengan abang. Bisa saja dia trauma. Menutup diri dari lingkungannya. Dan setelah dia hamil. Dia mencoba membunuh bayinya atau bunuh diri bersama anak abang juga!."

Skat

Wajah Azka seketika tegang. Bagaimana jika yang dikatakan Saga benar? "Lalu abang harus bagaimana, Ga? Abang harus mencarinya dimana? Abang bahkan tidak tahu dia tinggal dimana. Tolong jangan berbicara hal yang belum tentu terjadi. Abang jadi pusing sekarang."

Saga menghela nafas, "Terserah abang sajalah. Tapi ingat, jangan sampai abang menyesal suatu hari nanti jika ternyata yang aku ucapkan memang benar!." Saga berjalan keluar dari kamar Azka. Baru beberapa langkah, pria muda itu berhenti lalu menoleh ke belakang. "Karma itu nyata, bang. Walau tidak memiliki petunjuk apapun selain nama pendeknya. Setidaknya, cari dia walau sekali saja. Abang tetap harus meminta maaf atas apa yang abang lakukan!."

"Aargghh!!", Azka berteriak frustasi. "Kenapa aku tidak menanyakan apapun padanya malam itu. Sekarang aku harus mencarinya kemana?."

"Siapa yang harus kamu cari, yank!."

Deg

Azka menoleh ke arah Salwa yang entah sejak kapan berada didalam kamarnya. "S-sayang kapan kamu datang?."

Salwa berjalan ke arah Azka lalu menyentuh dahi tunangannya. "Baru saja. Kata Bunda kamu sakit, makanya aku kemari. Tapi badanmu tidak panas. Apa sudah minum obat?."

Azka mengangguk cepat, "Sudah. Aku hanya masuk angin biasa kok. Kamu kemari dengan siapa?."

"Tadi di antar supir!."

"Oh, ya sudah. Ayo kita ke dapur, kamu datang sepagi ini, pasti belum makan kan? Saga sudah memasak!."

Salwa tersenyum, dia memang belum makan karena terlalu khawatir pada kondisi Azka. Mereka berjalan beriringan keluar dari kamar Azka. Setelah mereka tiba didapur, terlihat Saga sudah sarapan lebih dulu.

"Duduklah. Kita sarapan bersama!." ucap Azka lembut yang dibalas senyum manis dari Salwa.

"Terima kasih," ucap Salwa setelah menerima piring berisi nasi goreng dan telur ceplok dari Azka.

Mereka mulai memakan sarapannya masing-masing. Azka melirik adiknya yang hanya diam sejak dirinya dan Salwa datang.

"Oh ya sayang, tadi aku dengar kamu berkata harus mencari seseorang. Siapa?," pertanyaan Salwa membuat Azka menatap adiknya. Namun pria itu tidak memberikan respon apapun.

"T-teman!." jawab Azka asal. Salwa hanya ber oh ria mendengar jawaban tunangannya. Berbeda dengan Saga yang langsung melirik abangnya dengan tajam.

"Teman yang abang titipi bibit!," Azka langsung tersedak mendengar ucapan Saga.

"Hati-hati, sayang. Minum dulu!," Salwa menyodorkan segelas air kepada Azka. "Bibit apa yang kamu maksud, Ga? Kalian mau menanam apa?," tanya Salwa pada calon adik iparnya. Saga tersenyum smirk sambil menatap Azka yang mulai terlihat tegang.

"Menanam ... ," Saga menjeda ucapan, dia melihat Azka menggeleng, pria itu seolah berkata tolong jangan dilanjutkan. "Abang berencana menanam anggrek hitam dan monstera dihotel barunya. Jadi dia menitipkan bibit tanaman itu pada temannya!." Azka langsung bernafas lega dengan jawaban yang Saga berikan.

"Oh, aku kira apa!." ucap Salwa lalu melanjutkan sarapannya.

"Kenapa wajahmu tegang begitu, bang?," tanya Saga santainya. Hal itu membuat Salwa segera menatap tunangannya.

"Benar. Wajah kamu terlihat tegang yank. Kalian tidak sedang membohongi aku kan?," selidik Salwa.

Saga berdiri sambil membawa piring kotornya ke wastafel. "Terkadang, apa yang sudah kita rencanakan, tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Tapi yang jelas, Allah sudah punya rencana terbaik bagi setiap umat-Nya. Sekalipun itu membawa luka!." Saga pergi meninggalkan dapur yang menyisakan dua insan tersebut.

Perkataan Saga tak hanya membuat Azka terdiam. Begitupun dengan Salwa. Gadis itu merasa ada sesuatu yang kakak beradik itu tutupi. Perasaannya mulai tidak tenang. Bahkan Salwa merasa jika Azka sedikit berubah sejak mereka bertunangan.

"Mas, apa yang sedang kamu tutupi?."

Azka menatap tunangannya, "Tidak ada!."

Bukan tenang, Salwa justru bertambah cemas. Apa yang sebenarnya terjadi?. Ini pertama kalinya Azka tidak jujur padanya. Namun Salwa mencoba menenangkan perasaannya sendiri. Ia berfikir untuk positif thinking. Apalagi pernikahan mereka yang sudah didepan mata.

"Kalau sudah, ayo, aku akan mengantarmu pulang!." Salwa hanya mengangguk lalu mengikuti Azka yang berjalan lebih dulu didepannya.

Tenang Salwa, semua pasti baik-baik saja.

Berbeda dengan Salwa yang diliputi rasa cemas menjelang pernikahannya dengan Azka. Dipanti Asuhan Kasih Bunda, anak-anak sedang berkumpul menikmati sarapan mereka.

"Sal, bahan dapur sudah habis. Bunda bisa minta tolong kamu untuk berbelanja?", tanya Maria kepada Salsa

Perempuan cantik itu tersenyum dan mengangguk, "Tentu bunda. Hari ini bunda ada tamu dari Jakarta kan? Bunda bersiap saja untuk menyambutnya. Biar belanja menjadi urusanku!."

Maria menatap Salsa dengan sendu, entah kapan putrinya itu akan bahagia. Sejak bayi dia tidak memiliki siapapun bahkan ketika besar, Salsa harus hamil tanpa suami.

"Bun!!",

"Ah iya, ada apa?", tanya Maria kaget.

"Bunda mikirin apa sih? Aku panggil dari tadi tidak menyahut!."

Maria menghela nafas, dia mengusap wajah Salsa dengan lembut. "Kamu akan bahagia, Sa. Walau tidak sekarang, tapi Bunda yakin. Suatu saat kamu akan bahagia!."

Salsa memeluk wanita itu dengan erat. "Pasti Bun. Bunda tidak perlu mencemaskan aku. Aku sudah bahagia bisa hidup bersama Bunda dan adik-adikku disini!."

Maria menghapus sudut matanya, kembali merasa bersalah atas apa yang menimpa Salsa. "Maafkan Bunda, ya Nak. Maaf!."

"Sttt. Bunda jangan terus meminta maaf. Kita sudah membicarakan hal ini, bukan. Jadi aku mohon, jangan mengungkit masalah ini lagi. Aku tidak apa-apa, Bun. Aku kuat, dan aku yakin aku bisa melewati semuanya dengan baik!."

Maria mengangguk, "Bunda percaya padamu. Kamu memang wanita yang hebat dan Bunda akan selalu ada disamping kamu apapun yang terjadi!."

"Terima kasih banyak, Bun. Apalah artinya aku tanpa Bunda!."

Maria terkekeh, "Kamu anak Bunda. Jadi Bunda akan selalu ada untuk mendukungmu. Oh ya, kamu pergi dengan Pak Ari, ya. Biar ada yang membantumu membawa belanjaannya!." Salsa mengangguk. Setelah membereskan bekas makan adik-adiknya, Dia bersiap berangkat ke pasar. Sementara Maria bersiap menyambut tamunya dari Jakarta.

"Bunda, aku pergi dulu!."

"Hati-hati dijalan, Nak. Minta bantuan Pak Ari. Jangan membawa barang banyak-banyak apalagi yang berat!."

"Siap Nyonya!!." Salsa tertawa kecil lalu berjalan ke depan rumah dimana Pak Ari sudah siap dengan mobil sejuta umatnya.

"Jalan sekarang, Sa?."

"Iya Pak. Ayo kita pergi!."

Setelah duduk disamping kemudi, Pak Ari melajukan mobilnya menuju pasar. Tidak sampai setengah jam, mereka sudah tiba ditempat tujuan. Salsa turun dari mobil kemudian masuk kedalam pasar dan berbaur dengan warga lain yang juga akan berbelanja. Salsa langsung membeli kebutuhan dapur yang memang sudah menipis.

"Sini, biar bapak taruh dulu belanjaannya di mobil. Kamu tunggu disini saja. Kalau masih ada yang mau dibeli, nanti ketemu disini lagi biar bapak yang bawa belanjaannya!."

"Terima kasih, Pak. Kalau begitu, nanti tunggu saya disini lagi. Masih ada yang mau saya beli!."

"Baiklah!."

Salsa kembali masuk kedalam pasar. Dia ingin membeli kue lemper yang biasanya dibeli bunda. Entah memang keinginannya atau keinginan bayinya. Salsa hanya ingin memakan kue itu sekarang.

Kakinya melangkah menuju kedai kue yang dia inginkan hingga dia telinga Salsa tak sengaja mendengar pemberitaan yang ada di Tv salah satu pedagang.

Pengusaha muda bertalenta Atharrazka Ibrahim dikabarkan segera melepas masa lajang dengan kekasihnya, Salwa Rosita Adiaksa yang juga merupakan anak pengusaha Ritel sukses Indonesia, Danar Adiaksa.

Pernikahan keduanya digadang-gadang akan menjadi pernikahan mewah yang akan digelar tahun ini.

Salsa menatap nanar tayangan televisi tersebut. Dia memang tidak mengenal pria yang menghabiskan malam dengannya. Namun entah kenapa hatinya merasa sakit mendengar kabar rencana pernikahan Azka.

Ayahmu akan menikah, sayang. Tidak apa, dia bahkan tidak mengenal bunda dan dia juga tidak tahu tentang kehadiranmu. Jangan sedih, ya. Walau hanya hidup berdua dengan bunda tapi kita juga akan bahagia. Jadi, biarkan ayahmu juga bahagia dengan wanita yang dicintainya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!