Di usianya yang masih 21 tahun, Nismala harus membanting tulang bekerja siang dan malam untuk menghidupi keluarganya.
Kedua orangtuanya meninggal dalam sebuah kebakaran saat Nismala berusia 6 tahun. Setelah kepergian orangtuanya, gadis yang kerap dipanggil Mala itu diasuh oleh paman dan bibinya, dia juga tinggal bersama dengan kedua sepupunya.
Karena masalah kesehatan, pamannya terpaksa berhenti bekerja dan karena itu pula Mala harus berhenti dari kuliahnya dan bekerja demi mencukupi semua kebutuhan keluarganya. Sementara kedua sepupunya memilih menganggur dirumah dan menggantungkan hidup mereka dari penghasilan Mala.
Setelah berhenti kuliah, kini Mala bekerja sebagai cleaning service disebuah perusahaan Arsitektur yang cukup terkenal dikotanya, Jakarta.
Mala adalah sosok gadis yang tangguh dan juga cerdas, dia tidak pernah mengeluh dengan kehidupannya, baginya hidupnya sudah terlalu berat dan dia tidak ingin menambahnya dengan keluh kesah.
Dia menikmati pekerjaannya, baginya menjadi petugas kebersihan bukanlah hal yang sulit, dia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga ketika dirumah, meskipun dia tinggal bersama paman dan bibinya, tapi tak serta merta dia dianggap keluarga oleh bibi dan kedua sepupunya. Bagi mereka, Mala hanyalah parasit yang menempel pada keluarga mereka, padahal Mala-lah yang menjadi tulung punggung bagi keluarga mereka.
Pagi hingga sore hari Mala akan bekerja sebagai Cleaning Service dan malamnya dia membantu tetangganya berjualan makanan yang bukanya memang pada malam hari.
Semua ini Mala lakukan agar dia bisa menabung dan melanjutkan kuliahnya, mimpinya menjadi Arsitektur Lansekap tidak pernah padam, dia belum menyerah dan akan terus berusaha untuk mewujudkan impiannya.
Hidup Mala begitu sederhana, penampilannya begitu apa adanya, wajah cantiknya natural tanpa polesan make up dan rambut panjangnya tidak pernah dia biarkan terurai, dia selalu mengikat ataupun menggulung rambut panjang berwarna cokelat miliknya. Mala juga tidak pernah membelanjakan gajinya untuk kepentingannya sendiri, gajinya sebagai Cleaning Service hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
***
"Ini gedung yang kita bangun setahun yang lalu." Ucap seorang pria setelah dia turun dari sebuah mobil mewah dengan membawa I-pad ditangannya.
"Apa masalahnya, bocor?" Tebak pria lain yang berjalan didepannya dan merupakan atasannya.
Dialah Rahendra Arthur Bagaskara, pria dingin dan bermulut tajam yang merupakan generasi ketiga dan pewaris tunggal Bagaskara Group. Sebuah perusahaan raksasa yang bergerak dalam berbagai bidang usaha, salah satu yang terbesar yakni dalam bidang Kontruksi dan Real Eastate.
Namun Arthur lebih memilih mendirikan perusahaannya sendiri, dia membangun sebuah perusahaan Arsitektur yang bernama Art Life Architecture. Sebuah perusahaan baru yang berkembang cukup pesat karena kepiawaiannya dalam mendesain sebuah bangunan, dia merupakan seorang Arsitek yang handal dan cukup populer dikota Jakarta.
"Ya, akibat hujan badai beberapa hari ini." Lanjut Rafli, pria pendiam yang menjadi Asisten Pribadi sekaligus orang kepercayaan Arthur.
Sama-sama memiliki sifat yang dingin, karyawan di Art Life menyebut mereka dengan julukan sikembar batu es.
"Hujan melebihi kapasitas pipa yang di pasang, pemilik gedung akan mengajukan tuntutan. Apa saya perlu menemui mereka untuk menghentikan tututan yang meraka ajukan?" Imbuh Rafli.
"Untuk siapa mereka mengajukan tuntutan?" Arthur menghentikan langkahnya, sehingga Raflipun turun berhenti dibelakangnya.
"Untuk pemanasan global yang menyebabkan cuaca jadi tidak menentu atau perusahaan kontruksi yang mengabaikan poin penting kita dan memaksa menggunakan pipa yang lebih kecil, meskipun kita sudah peringatkan tentang pipa itu berkali-kali atau Art Life?" Tanya Arthur yang membuat Rafli bingung harus menjawab apa.
"Suruh mereka menuntut pemanasan global, karena itulah yang menyebabkan hujan badai, bukan kita." Ujar Arthur tak masuk diakal, lalu dia masuk kedalam gedung Art Life.
" Tapi..." Rafli menghentikan kalimatnya, percumah saja, karena atasannya begitu keras kepala. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mengikuti Arthur masuk kedalam gedung Art Life.
Semua karyawan menundukan kepala mereka dengan sopan saat Arthur dan Rafli berjalan beriringan menuju ruangan mereka.
Arthur terlihat begitu berwibawa dengan setelan jas yang melekat ditubuh atletisnya, rambutnya yang berponi disisir kearah atas dengan rapi serta sebuah kacamata bertengger diatas hidung mancungnya.
Saat sedang berjalan tiba- tiba Arthur terpeleset dan jatuh akibat lantai yang basah. Semua karyawan yang melihat kejadian itu berusaha untuk menahan tawa mereka dan berpura- pura tidak melihat kejadian yang memalukan itu atau Arthur akan murka kepada mereka.
"Anda baik-baik saja?" Tanya Rafli, ia berusaha untuk membantu Arthur berdiri, namun tangannya ditepis oleh Arthur.
"Siapa yang membuang air disini?" Teriak Arthur murka. "Siapa pelakunya." Suara Arthur menggema dipenjuru kantor.
Tiba-tiba seorang gadis berkacamata keluar dari sebuah ruangan dengan alat pel ditangannya dan berlari menghampiri Arthur.
"Maaf tuan, maafkan saya." Ucap gadis itu seraya menundukan kepalanya.
"Apa matamu buta, kau tidak melihat lantai ini masih basah, dasar tidak berguna, mengepel saja tidak becus." Maki Arthur yang membuat gadis itu semakin menundukan kepalanya.
"Siapa namamu?" Tanya Arthur, aura dinginnya mengalahkan AC yang berada di dalam kantor itu.
"Mala tuan, Nismala." Jawab gadis itu gugup.
"Kamu dengar namanya Raf, segera hubungi HRD, dia dipecat." Ucap Arthur lalu dia berlalu meninggalkan Mala dan Rafli.
Rafli mendekati Mala yang masih menunduk, dia menggelengkan kepalanya mengingat kecerobohan Mala sehingga dia dipecat.
"Pergilang ke bagian HRD dan ambil gajimu, semoga kamu menemukan pekerjaan yang lebih baik."
Mala hanya mengangguk, di balik kacamata bulatnya dia menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca, bukan karena Arthur yang memakinya dan mengatainya tidak berguna, Mala hanya bingung bagaimana dia bisa menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya setelah dia dipecat.
Sebelum pergi Mala menyeka lantai basah yang membuatnya dipecat, dia menghela nafas dan membuangnya dengan kasar. Dasar ceroboh, gumamnya dalam hati.
Mala memang kerap mendengar para karyawan bergunjing mengenai atasan mereka yang bermulut tajam dan sombong, tapi Mala sungguh tidak menyangka jika dialah yang malah menjadi korban ketajaman mulut Arthur.
Setelah selesai, Mala pergi ke lokernya untuk berganti pakaian, bukannya pergi ke HRD, dia malah naik ke rooftop, tempat favorit karyawan Art Life saat sedang beristirahat. Mala menatap langit yang begitu cerah hari ini, matahari baru mulai meninggi dan dia sudah kehilangan pekerjaannya.
"Dari mana aku bisa menghasilkan uang, bibi pasti akan marah kalau dia tau aku dipecat." Ucap Mala bermonolog, wajah cantiknya di dera kesedihan.
"Cari pekerjaan baru." Ucap sebuah suara dari arah belakang.
Mala menoleh kearah suara, dia beringsut ketika melihat Arthur sudah berada dibelakangnya.
"Tuan Arthur." Ucap Mala, dia cepat-cepat berdiri dan menghadap Arthur sambil menunduk.
"Arthur memecatmu? Apa kesalahanmu?" Tanya pria itu dan membuat Mala bingung.
Mala mengamati pria yang berada di hadapannya, pria yang beberapa saat lalu telah memakinya dengan kasar lalu memecatnya tanpa ampun.
"Apa kesalahanmu?"Ulang pria itu.
"Kenapa Tuan Arthur bertanya kepada saya, bukannya tuan yang sudah memecat saya?" Mala balik bertanya, dia benar-benar bingung dengan sikap mantan atasannya itu.
"Ah aku bukan Arthur, kamu salah orang." Pria itu mengibaskan tangan di depan wajahnya.
"Apa maksud anda?" Tanya Mala yang semakin kebingungan.
"Aku kembarannya, namaku Rey."
Mala membulatkan matanya, dia kembali memperhatikan pria yang mengaku sebagai kembaran Arthur. Wajah mereka sangat identik, tidak ada bedanya, hanya saja pria yang mengaku bernama Rey ini lebih banyak tersenyum sehingga menampakkan lesung pipi di wajahnya, dari nada bicaranya memang mereka seperti dua orang yang berbeda, suara Rey terdengar begitu lembut jauh berbeda dengan suara Arthur yang begitu menggelegar dan bisa menyakiti gendang telinga siapa saja yang mendengar suaranya
"Tuan Arthur tidak sedang membodohiku kan?
"Kamu tidak percaya padaku?" Tanya Rey diiringi senyum diwajahnya.
"Maaf." Ucap Mala lirih.
"Jadi apa kesalahanmu?" Rey kembali mengulang pertanyaannya, dia masih penasaran kenapa Arthur memecat salah satu karyawannya.
Mala menceritakan kejadian yang menimpa Arthur pagi tadi, dia mengakui kesalahannya, karena ceroboh dia hampir saja melukai Arthur, dia masih beruntung karena Arthur hanya memecatnya, bukan memenjarakannya.
BERSAMBUNG...
Hye semua apa kabar hari ini, semoga kalian sehat sllu ya..
Ini adalah karya keduaku, semoga kalian menyukainnya hingga akhir ya..
jangan lupa support karyaku dengan meninggalkan like, komentar dan tambahkan cerita ini ke favorit kalian ya..
Salam sayang dariku❤❤
Rey mendengarkan cerita Mala dengan seksama, dia menatap wajah gadis itu dengan lekat dan membuat Mala merasa canggung.
"Maafkan Arthur ya, dia memang begitu, aku akan bicara padanya agar tidak memecatmu." Ucap Rey setelah Mala menyelesaikan ceritanya
"Tidak perlu tuan, lagipula saya memang bersalah, saya ceroboh." Tolak Mala dengan lembut, dia menyadari akan kesalahannya.
"Kalau begitu saya permisi, terimakasih sudah mendengar cerita saya tuan Rey." Mala menundukan kepalanya sopan lalu dia meninggalkan Rey yang masih berdiri seraya memandangi kepergian gadis cantik itu.
"Gadis baik." Gumam Rey pelan, dia tersenyum sehingga menampakan kedua lesung pipinya.
Rey kembali ke ruangan Arthur dan Rafli sudah berada disana, wajahnya terlihat begitu panik.
"Anda dari mana saja?" Tanya Rafli setelah Rey masuk, Rey segera duduk dikursi kebesaran Arthur, sebenarnya Arthur sangat tidak suka jika barang-barangnya di sentuh orang lain, tapi hal itu tidak berlaku untuk Rey, karena mereka adalah orang yang sama dengan jiwa yang berbeda.
"Kenapa anda bisa keluar disiang hari?" Tanya Rafli heran, tak biasanya Rey keluar saat siang, Rey lebih aktiv dimalam hari, sehingga Arthur dan Rey membuat perjanjian tentang kemunculan mereka. Arthur sipemilik tubuh asli akan bangun saat siang hari untuk bekerja, sedangkan Rey akan keluar saat malam dan melakukan aktivitas favoritnya, melukis.
"Aku juga nggak tau Raf, tiba-tiba saja aku keluar, mungkin Arthur sedang lelah." Jawab Rey sambil mengangkat kedua bahunya
"Sepertinya dia akan segera bangun. Tolong katakan padanya untuk mempekerjakan kembali gadis Clening Service yang dia pecat, atau aku akan terus muncul disiang hari." Ancam Rey sebelum dia merasakan kepalanya begitu sakit, lalu dia tertidur, kepalanya tergeletak di atas meja kerjanya.
"Anda sudah bangun?" Ucap Rafli saat Arthur sedang memijat pangkal hidungnya.
"Siapa yang keluar kali ini Raf?"
"Rey tuan."
"Rey?" Gumam Arthur. "Berani sekali dia melanggar perjanjian yang sudah di sepakati." Geram Athur sembari menggebrak meja dihadapannya.
Rafli yang sudah terbiasa dengan temperamen buruk Arthur tidak terkejut sama sekali, dia hanya menghela nafas dengan kasar lalu memunguti barang-barang diatas meja yang berjatuhan.
"Dia bilang dia juga tidak tau akan keluar, atau mungkin ada sesuatu yang memancingnya keluar?" Ucapnya sambil membenahi meja kerja Arthur.
"Dia juga berpesan agar anda mempekerjakan kembali gadis Cleanig Service yang anda pecat pagi ini atau dia akan terus muncul disiang hari." Imbuh Rafli menyampaikan pesan dari Rey.
"Berani sekali parasit itu mengancamku." Arthur kembali memukul mejanya, sementara Rafli hanya menggelengkan kepalanya menyaksikan atasannya tengah mengatai dirinya sendiri.
*****
Mala segera pergi ke ruang HRD untuk mengambil gajinya, dengan gaji terakhir ini mungkin dia masih bisa mencukupi kebutuhan keluarganya seminggu kedepan, dia harus segera menemukan pekerjaan baru.
Setelah pulang Mala memutuskan untuk pergi ke rumah sahabatnya, bibinya akan curiga jika Mala pulang lebih awal dan Mala tidak ingin mendengar ocehan dari bibinya.
"Dipecat?" Teriak Lala, dia adalah sahabat baik Mala, mereka berteman semenjak Mala tinggal bersama paman dan bibinya karena kebetulan Lala tinggal di sebelah rumah pamannya. Karena bertetangga mereka akhirnya dekat dan bersahabat sampai sekarang.
"Hem." Jawab Mala singkat, dia merebahkan kepalanya di pangkuan Lala.
"Aku ceroboh, atasanku terpeleset dan jatuh, aku di maki habis-habisan." Jelas Mala sebelum Lala sempat bertanya.
"Terus kamu diem aja?"
"Aku nggak mau dipecat La!"
"Tapi kamu dipecat juga kan akhirnya."
Mala menggaruk pelipisnya dan tersenyum seperti orang bodoh "Iya juga si."
Lala menepuk keningnya sendiri melihat kelakuan sahabatnya itu.
Bagi Mala, Lala adalah pendengar terbaiknya, meskipun usia mereka sepantaran tapi Lala begitu dewasa, dia juga gadis yang begitu humoris sehingga Mala kerap kali menemui Lala saat suasana hatinya sedang tidak baik.
***
Mala pulang setelah hari beranjak sore, dia berharap bibinya tidak tau jika dia telah kehilangan pekerjaannya.
Mala sengaja membuka pintu dengan pelan, dia tidak ingin menarik perhatian kedua supupunya, Mala sangat enggan untuk bertemu mereka karena ujungnya mereka selalu saja berdebat dan Mala yang selalu disalahkan oleh bibinya.
Namun kali ini percuma saja, kedatangan Mala sudah ditunggu oleh sepupu laki-lakinya yang usianya lebih tua dari Mala.
"Bagi duit dong." Todong Sofyan, sepupu Mala yang merupakan anak tertua paman dan bibinya.
"Mala belum gajian."
"Lo mau bohongin gue." Bentak Sofyan lalu dia merebut paksa tas Mala.
Mala mencoba mempertahankan tas miliknya, tapi tenaganya kalah kuat, Sofyan mendorong Mala hingga terjatuh dan berhasil merebut tasnya.
"Ini apa namanya kalau bukan duit, dasar parasit nggak guna lo." Maki Sofyan, dia lalu menyeringai setelah menemukan uang pesangon Mala.
"Jangan kak itu uang untuk kebutuhan sehari-hati kita, paman juga kehabisan obat, Mala mohon kak kembalikan uang itu."Iba Mala, dia bersimpuh dilantai, berharap Sofyan akan mengembalikan uangnya, namun percumah,Sofyan malah masuk kedalam kamarnya.
"Dasar pengangguran tidak tau malu, kalian makan dari hasil kerja kerasku tapi kalian masih saja menyebutku parasit, kalianlah parasit yang sesungguhnya." Teriak Mala, habis sudah kesabarannya menghadapi sepupunya.
Sofyan yang mendengar teriakan Mala urung masuk kekamarnya, dia kembali menghampiri Mala dengan amarah diwajahnya.
"Apa lo bilang, lo udah bosen hidup ya." Bentak Sofyan sembari menjambak rambut Mala dan menariknya hingga Mala tersungkur dilantai.
"Lepasin." Pekik Mala menahan sakit, dia berusaha melepaskan tangan Sofyan dari rambutnya.
"Ada apa ini kenapa berisik sekali." Gerutu bi Ningsih yang baru saja keluar dari kamarnya karena suara gaduh di ruang tamu. Sofyan segera melepaskan rambut Mala saat melihat ibunya keluar.
"Mala menyebut kita parasit bu." Sofyan mengadu kepada ibunya sehingga membuat wanita itu naik pitam.
"Dasar anak tidak tau diri." Maki bi Ningsih, wanita paruh baya itu menatap Mala penuh kebencian.
"Kak Sofyan yang memulai bi, dia mengambil uang Mala, padahal uang itu untuk kebutuhan kita." Ucap Mala mencoba membela diri.
"Kamu kan bisa cari lagi uangnya, kenapa harus membuat keributan cuma karena Sofyan mengambil uangmu."
"Kamu tuh seharusnya sadar diri, kamu disini numpang, anggap saja kamu membayar biaya selama tinggal disini."
Mala menatap tajam Sofyan dan bibinya, dia lalu berdiri dan meraih sebuah roti yang tergeletak diatas meja dan membawanya keluar dari rumah itu.
Sementara Sofyan dan ibunya menatap heran kepergian Mala, tak biasanya Mala melawan mereka, dari mana Mala mendapat keberanian itu.
Mala mencoba mengatur nafasnya, tangannya tak henti-hentinya mengipasi matanya yang mulai berair, jika bukan karena pamannya, Mala lebih memilih untuk keluar dari rumah itu. Tapi melihat kondisi pamannya yang lumpuh membuat Mala mengurungkan niatnya, dia tidak tega meninggalkan pamannya seorang diri di rumah itu.
"Ibu, ayah, kenapa kalian pergi tanpa membawaku." Ucap Mala dengan mulut penuh terisi roti dan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu hobi sekali merenung ya, kali ini apa yang membuatmu bersedih?"Ucap seorang pria yang tenggah berdiri di belakang Mala.
BERSAMBUNG....
Hayo tebak kira kira siapa yang dateng mengahampiri Mala?
Arthur sangat geram karena hingga sore hari Rey terus saja muncul dan membuatnya sakit kepala. Mau tidak mau Arthur harus menemui Mala dan memintanya untuk kembali bekerja, karena Rey tidak main-main dengan ancamannya. Arthur bingung kenapa Rey terus saja muncul, mungkinkah benar jika ada yang memancingnya untuk keluar.
" Raf, cari tau dimana gadis itu tinggal!"
Titah Arthur lalu dia keluar dari ruangannya.
Rafli segera mengikuti Arthur dengan Ipad yang tak pernah lepas dari tangannya. Bukan hal sulit bagi Rafli untuk menemukan rumah Mala, hanya dengan hitungan detik segala informasi mengenai Mala sudah dia dapatkan.
Rafli mengendarai mobilnya menuju alamat Mala, di kursi belakang Arthur masih memijat pangkal hidungnya, kepalanya terasa begitu berat akibat ulah Rey.
Rafli menghentikan mobilnya didepan sebuah rumah berlantai dua yang cukup besar, dia mencocokan lagi alamat rumah itu dengan alamat Mala.
" Ada apa?" Tanya Arthur yang melihat Rafli sibuk dengan ipadnya lalu menatap rumah disebelahnya.
Rafli memutar kepalannya. "Alamatnya sudah benar, tapi bukankah rumah ini terlalu besar untuk seorang Cleaning Service?"
"Memangnya tidak boleh Cleaning Service punya rumah besar." Jawab Arthur yang kemudian ikut mengamati rumah yang tengah mereka gunjingkan.
Tak lama berselang seseorang keluar dari rumah itu dengan penampilan acak-acakan, Rafli mengamati sejenak gadis itu lalu dia yakin bahwa gadis itu adalah Mala.
Rafli mengikuti Mala dari belakang, tentunya atas perintah atasannya. Rafli mengehentikan mobilnya saat Mala duduk dibangku taman. Rafli mengamati Mala dengan seksama, Mala terlihat sedang menangis namun mulutnya penuh dengan makanan, gaya baru apa lagi ini, makan sambil menangis, gumam Rafli yang terheran melihat kelakuan Mala.
" Itu orangnya?"Tunjuk Arthur keluar jendela.
" Ya." Jawan Rafli.
" Jangan sekarang, aku mohon." Tiba-tiba Arthur mengaduh sembari memegangi kepalanya. Rafli membuang nafasnya dengan kasar, dia harus bersiap menghadapi kepribadian lain Arthur yang akan keluar.
" Kita ada dimana Raf?" Tanyanya dengan suara lembut.
" Rey?" Tebak Rafli ragu.
" Ya, ini aku. Kita dimana sekarang?" Tanyanya lagi sembari melepas kacamatanya.
" Bukankah itu si gadis Cleaning Service? Arthur benar-benar menuruti keinginanku rupanya." Rey tersenyum senang saat melihat dari balik jendela, dia lalu keluar dari mobil dan berniat menghampiri gadis itu. " Tunggu saja disini." Ucap Rey saat melihat Rafli akan mengikutinya keluar dari mobil.
Rafli hanya mengangguk pasrah, dia tidak terlalu khawatir jika yang sedang menguasai tubuh atasannya adalah Rey, Rey adalah kepribadian Arthur yang baik dan juga sangat sopan, dia adalah kebalikan dari Arthur.
Rafli menatap punggung sahabatnya yang mulai menjauh, dia begitu prihatin dengan kondisi sahabatnya itu, Rafli adalah orang pertama yang menyadari tentang penyakit yang diderita Arthur saat mereka masih duduk di bangku SMA, sejak saat itu Rafli memutuskan untuk membantu Arthur, mereka bekerja keras untuk mencari tau penyebab kepribadian ganda yang diderita Arthur, Rafli membantu Arthur mengingat memori masa kecilnya yang hilang, karena dengan memori itu mungkin mereka akan menemui titik terang mengenai penyakitnya.
Sejauh ini hanya Rafli yang mengetahui tentang kondisi Arthur, mereka menyimpan dengan rapat rahasia itu, Arthur tidak ingin kelemahannya diketahui oleh orang lain, apalagi dia adalah seorang pengusaha, dia tidak mau kabar tentang penyakitnya akan mempengarusi urusan bisnisnya.
Melihat Rey yang begitu bersemangat menemui gadis itu, sepertinya Rafli menemukan alasan kenapa Rey tiba-tiba muncul dan melanggar penjanjiannya bersama Arthur, ya gadis itu mungkin saja adalah alasannya.
**
" Kenapa nasibku begitu buruk, ditinggal kedua orangtua seorang diri dan harus hidup bersama mereka yang begitu membenciku, dan hari ini aku harus kehilangan pekerjaanku. Ayah, ibu, kenapa kalian pergi tanpa membawaku." Keluh Mala dengan mulut menggembung karena terisi penuh oleh roti, tangan kirinya sibuk menyeka air mata yang terus berderai, sementara tangan kanannya memegang roti yang belum habis. Tanpa Mala sadari Rey sudah duduk dibelakangnya dan mendengarkan semua keluh kesahnya.
" Kamu hobi sekali merenung sendirian, kali ini apa yang membuatmu bersedih?" Tanya Rey yang telah berdiri disebelah Mala.
Mala tersedak saat melihat Rey yang berada disebelahnya, dia terbatuk-batuk, air matanya yang sudah mengering kini keluar lagi akibat sakitnya tersedak.
" Maaf ya aku tak bermaksud membuatmu kaget." Ucap Rey semabari menepuk-nepuk punggung Mala, dia merasa bersalah karena sudah mengagetkan Mala.
Mala hanya diam dan berusaha meredam rasa sakit di tenggorokan dan hidungnya.
" Tuan Arthur sedang apa berada disini?" Tanya Mala ketika dia sudah merasa lebih baik.
Rey duduk disebelah Mala dan tersenyum kepadanya " Kamu masih tidak bisa membedakan kami ya?"
Mala memperhatikan lawan bicaranya sejenak. "Tuan Rey?"Tebaknya setelah melihat lesung pipi menyuat diwajah tampan itu.
" Ya aku Rey, belajarlah untuk membedakan kami mulai sekarang, karena mulai besok kita akan sering bertemu, aku tidak ingin kamu bingung dan tidak bisa mengenaliku."
" Kenapa kita harus sering bertemu?" Tanya Mala yang tak mengerti maksud perkataan Rey.
" Aku sudah bicara pada Arthur, dia mempekerjakanmu kembali, besok kamu bisa bekerja lagi."
Saking senangnya Mala hampir melompat dari tempat duduknya " Benarkah, Tuan Rey tidak sedang bercanda kan?" Seru Mala kegirangan, dia seperti menemukan air ditengah padang pasir.
" Aku serius. Oh ya siapa namamu, aku bahkan belum tau namamu."
" Terimakasih banyak Tuan Rey, tuan sudah membantu saya." Ucap Mala dengan senyum lebar sehingga menampilkan giginya yang putih dan rapi, Mala sangat bersyukur karena dia tidak perlu mencari pekerjaan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
" Em nama saya Mala tuan, Nismala." Mala menggosok tangganya di baju lalu menjulurkan tangannya kepada Rey, dengan senang hati Rey menyambut tangan itu.
" Panggil aku Rey, aku tidak pantas dipanggil tuan, lagi pula aku bukan atasanmu!"
" Tapi tuan.." Jawab Mala Ragu.
" Kalau begitu aku batalkan saja untuk mempekerjakanmu lagi." Ancam Rey, dia menahan senyumnya begitu melihat ekspresi Mala.
" Rey." Ucap Mala dengan gugup.
Rey tersenyum penuh kemenangan "Nah begitu kan enak didengar."
" Kenapa rambutmu berantakan begini." Tanya Rey sembari merapikan rambut Mala, namun Mala segera menepis tangannya.
" Ah ini, saya habis bertengkar dengan adik saya," Ucap Mala yang tak sepenuhnya bohong, dia memang habis bertengkar dengan sepupunya tadi.
Mereka kembali bercengkerama layaknya dua orang teman yang lama tidak saling bertemu. Mata Rey tak pernah lepas dari wajah polos nan ayu milik Mala, Rey terpana begitu melihat senyum Mala yang begitu cantik, jantungnya mulai berdegup kencang, namun Rey berusaha untuk menyembunyikan debarannya.
Bagi Rey bertemu Mala adalah keajaiban, sekarang setidaknya Rey punya alasan untuk sering muncul meskipun Arthur akan marah kepadanya. Dia kadang merasa miris dengan hidupnya, bagaimana bisa dia hidup didalam tubuh seseorang, bahkan dia tidak tau siapa dirinya yang sebenarnya dan dimana orangtuanya, yang dia tau namanya adalah Reyhan, sebuh jiwa yang tak beraga.
Mala menyadari jika Rey tengah memandanganya dan dia berusaha untuk tidak salah tingkah. Mala tidak menyangka jika Rey begitu baik dan lembut jauh berbeda dengan kembarannya yang begitu sombong dan angkuh.
" Apakah tuan Arthur juga memiliki lesung pipi?"Tanya Mala sembari memandang cekungan diwajah tampan Rey.
" Ya dia punya, kami identik." Jelas Rey.
" Karena kita adalah orang yang sama." Imbuh Rey didalam hatinya, tiba-tiba dia merasa sedih karena harus berbohong kepada Mala tentang identitasnya, semoga saja Mala tidak mengetahui kebenarannya suatu hari nanti.
" Lalu bagaimana saya bisa membedakan kalian?"
" Mudah saja, aku tidak berkacamata." Ucap Rey, dia mengedipkan sebelah matanya dan membuat Mala semakin salah tingkah.
Visual..
MALA
ARTHUR
REY
RAFLI
LALA
BERSAMBUNG...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!