NovelToon NovelToon

Ketika Istriku Menyerah

Krisan Menuggu Hujan

...Apa cinta adalah sebuah pengorbanan? Aku tidak meyakininya. Tapi menjalani dalam senyuman......

...Atau lebih tepatnya pura-pura tersenyum......

Krisan...

Berasal dari panti asuhan yang sama, besar dan tumbuh perlahan tanpa orang tua, namun memiliki rupa tidak serasi begitulah mereka.

Krisan dan Rain, nama tidak secantik rupanya, bunga Krisan yang indah, berbeda dengan gadis bernama Krisan. Seorang gadis yang memiliki rupa kurang menarik, kulitnya kusam, rambut yang kurang terawat.

Pemuda yang dicintainya? Itulah Rain, pemuda rupawan, cerdas yang tengah bermain basket mendapatkan sorakan dari semua orang. Tidak ada satupun ulang tahun Rain yang dilupakannya. Termasuk hari ini, gadis itu membawa sebuah kue ulang tahun menggunakan seluruh tabungannya dari hasil bekerja paruh waktu. Di hari kelulusan mereka ketika SMU, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2012...

"Rain, aku menyukaimu..." ucapnya mendapatkan sorakan dari semua orang. Mulai mencibir seorang gadis yang tidak melihat cermin, tidak melihat tinggi rendah. Menyatakan perasaannya pada pemuda yang memiliki rupa dan kecerdasan yang sempurna.

"Krisan akan ditolak..."

"Wanita tidak tau diri..."

"Beruntung jika Rain tidak melempar kue ke wajahnya..."

Aku mempermalukan Rain lagi ... air mata gadis polos itu mengalir.

Namun tanpa diduga, Rain menariknya dari lapangan basket. Membawanya ke kelas kosong yang lebih sepi.

"Rain?" dirinya bagaikan bertanya menatap sorot mata tajam pemuda di hadapannya.

"Kue ini, aku terima, jangan melakukan hal itu lagi..." ucapnya masih menatap tajam.

"Ja... jadi kita pacaran?" tanyanya, dijawab hanya dengan anggukan oleh Rain pemuda yang tidak pernah membalas kata-katanya, untuk mengatakan mencintainya juga.

Dengan cepat Krisan memeluk tubuh tinggi Rain, menyambut perasaan bahagianya. Satu-satunya tempatnya bersandar di masa kecilnya yang hanya bagaikan berdua dengannya, hingga sekarang mereka beranjak dewasa. Orang tua, saudara, teman dan kekasih itulah Rain baginya.

"Lepas ..." Rain melepaskan pelukan Krisan. "Aku harus kembali bermain basket,"ucapnya berjalan cepat meninggalkan ruangan kelas yang kosong tanpa satu orangpun di sana.

"Dia mau jadi pacarku!!" Krisan berteriak melompat-lompat kegirangan.

Kebahagiaan yang indah baginya, tidak menyadari ucapan 'Aku mencintaimu juga' tidak berbalas oleh Rain.

Hingga dua tahun berlalu...

Kampus biasa yang tidak begitu elite, tempat mereka meneruskan pendidikan selama ini, Krisan tidak pernah berubah, mencintai Rain sebagai satu-satunya orang di hatinya. Satu-satunya keluarga yang dimilikinya.

Pemuda yang selalu dikagumi semua orang karena kecerdasan dan wajahnya yang rupawan. "Ini..." ucap Krisan menyodorkan handuk kecil.

"Mana airnya?" Rain menadahkan tangannya.

"Maaf aku lupa..." Krisan segera berlari ke kantin dengan cepat, wajahnya tetap tersenyum berusaha agar Rain yang menyatakan cintanya sekali saja.

Dengan napas terengah-engah, Krisan menyodorkan botol air mineral dingin padanya."Ini airnya..."

Rain meraihnya, meminumnya dengan cepat. Sedikit melirik ke arah Krisan entah apa yang menarik perhatiannya.

Hingga satu pertanyaan keluar dari gadis itu,"Rain saat akan lulus SMU, kamu sempat mendapatkan beasiswa ke luar negeri yang diajukan guru. Kenapa tidak mengambilnya?" tanyanya.

Rain menghela napas kasar,"Otakmu bodoh ya!? Aku yang tidak mengambil beasiswa!! Kenapa kamu yang mengurusi hidupku!!"

Krisan tertunduk mengepalkan tangannya, tidak ada kata-kata manis selama menjalani hubungan dengan Rain. Bahkan dari dulu, namun hanya Rain miliknya, satu-satunya keluarganya.

Pemuda itu terdiam sejenak,"Aku menolak beasiswa, karena ingin menjadi pemain basket..." ucapnya menatap ke arah lapangan.

Sang gadis menoleh ke arah kekasihnya,"Jadi itu cita-citamu. Aku akan mempertaruhkan hidupku untuk mewujudkannya..."

Kata seorang gadis muda, gadis yang mungkin akan menyesali semua kata-katanya.

***

Beberapa bulan berlalu, Krisan mengemasi barang-barang di lokernya satu persatu dimasukkannya ke dalam kotak kardus.

"Kamu berhenti kuliah?" Rain yang baru datang berlari menatap kekasihnya.

Krisan mengepalkan tangannya, tersenyum pada Rain."Iya, kita tidak mendapatkan beasiswa, tidak memiliki orang tua. Jadi aku akan mengalah. Aku akan menambah perkerjaan paruh waktuku, supaya kamu bisa kuliah. Akan menggantungkan hidupku padamu ketika kamu wisuda nanti... jadi belajarlah dengan baik..." ucapnya berjalan sembari tertunduk, menelusuri lorong.

Mengubur semua harapan dan cita-citanya. Namun, tidaklah mengapa karena Rain adalah hidupnya. Satu-satunya hal yang anak yatim sepertinya miliki.

Hingga kata-kata itu terdengar juga,"Aku akan membahagiakanmu..." suara Rain terdengar dari belakang tubuhnya yang menelusuri lorong membawa buku-buku perkuliahannya.

***

Aku mencintaimu...Tapi bagaimana dirimu? Samakah dengan perasaanku? Namun, aku adalah bunga Krisan yang akan tersenyum menerima terpaan hujan (Rain) yang aku cintai...

Tahun demi tahun berlalu, pasangan kekasih yang perlahan menjalin ikatan yang disebut dengan pernikahan. Bukan rumah mewah, hanya rumah biasa, terkadang atapnya bocor. Tapi itu semua tidak masalah baginya. Karena Rain ada bersamanya.

Bahkan kala sepasang cincin pernikahan mereka harus dijual untuk tambahan uang pembelian rumah, juga tidaklah mengapa.

Sudah beberapa tahun pernikahan mereka, kini Rain menjabat sebagai supervisor sebuah perusahaan Asing. Gaji yang didapatkannya? Cukup besar, namun semua itu ditabung oleh Krisan tidak berdandan, hanya memakai pakaian seadanya. Tidak ingin membebani punggung suaminya yang kelelahan bekerja.

Menabung sedikit demi sedikit untuk buah hati mereka. Buah hati? Krisan tengah mengandung, sesuatu yang belum dikatakannya pada Rain.

Pemuda itu datang dari tempatnya bekerja,"Krisan!!" panggilnya melonggarkan dasinya, melempar tas kerjanya ke sembarang arah.

"Iya..." Krisan yang baru datang dari pekerjaannya sebagai kasir swalayan, segera keluar dari dapur.

"Lepaskan dasi dan sepatuku," ucap Rain sembari memainkan game di handphonenya.

Krisan menghela napas kasar, melepaskan dasi dan sepatu suaminya... Suatu saat nanti dia akan lebih dewasa dan mandiri... harapannya.

Sepatu, dasi dan tas dibawanya ke kamar, kemudian kembali memasak ke dapur. Beberapa puluh menit berlalu, dengan memakai seragam kasir Krisan menyajikan beberapa jenis makanan diatas meja. Sayur sup dengan sayap ayam, serta tahu dan tempe.

"Kenapa cuma ini!! Apa uang bulanan yang aku berikan terlalu sedikit!?" Rain membentak dirinya. Menatap tajam padanya.

"Bu... bukannya begitu mulai sekarang kita harus berhemat. Gajimu aku tabung sepenuhnya, gajiku sebagai kasir untuk keperluan sehari-hari..." Krisan tertunduk menjelaskan.

"Kamu tidak cukup dengan uang bulanan yang aku berikan. Jika begitu, setiap malam lebih baik aku..." kata-kata Rain terhenti.

Krisan menggeleng padanya,"Karena kita akan segera tinggal bertiga, banyak keperluan yang harus dibeli...aku hamil..."

"Kamu hamil?" Rain tersenyum, memeluk tubuhnya,"Kita tidak akan tinggal berdua lagi, anggota keluarga kita bertambah..." air mata Rain mengalir dalam tawa kebahagiaannya.

***

Ada satu titik, dimana aku merasa tidak pantas bersanding denganmu... Begitu juga dirimu yang mungkin merasakan hal yang sama...

Satu titik dimana aku masih mencintaimu, namun hatimu mungkin... jenuh....

Perut Krisan semakin membuncit kini kandungannya menginjak bulan ke tujuh. Anak adalah rezeki? Mungkin istilah itu benar kala Rain diangkat menjadi manager marketing.

Perayaan kecil-kecilan diadakan, hanya mengundang beberapa staf makan bersama. Krisan menyiapkan hidangannya seorang diri, menghidangkannya satu-persatu.

Daster lusuh dipergunakannya, sibuk di dapur sedari tadi. Rambut diikatnya sembarang, namun wajah berminyaknya tetap berusaha tersenyum.

Hingga ada kata-kata yang tidak sengaja didengarnya...

"Rain, kenapa mempekerjakan pembantu hamil?" salah seorang teman kantornya berucap.

"Dia istriku..." Rain menjawab, wajah Krisan perlahan tersenyum hanya dengan kata-kata diakui sebagai istri.

"Istri? Aku kira pembantu, badanmu bagus, wajah mengalahkan artis, jabatan manager. Aku kira istrimu cantik bodynya bagus. Tapi malah seperti pembantu, kain kucel..." cibirnya.

"Mungkin aku kena pelet..." Rain tertawa, bagaikan bergurau dengan rekan kerjanya.

Sedangkan Krisan kembali ke dapur, air matanya mengalir tidak terkendali. Hal yang ada di fikirannya? Dirinya memang tidak pantas untuk Rain. Dirinyalah yang pertama menyatakan cinta, dirinya juga menjalani perasaan ini. Namun, Rain tetaplah satu-satunya dalam hidupnya, menjadi tujuan hidupnya.

***

Ada kala dimana aku ingin mengorbankan segalanya untukmu. Tidak tega menatap punggungmu yang kelelahan. Namun, sebuah pengorbanan yang hanya berakhir dengan kesia-siaan.

Malam mulai menjelang, semua tamu telah pergi. Rain berjalan menghampirinya yang berada di kamar, menggeledah lemari, melempar satu-persatu pakaian yang berada di sana. Tidak banyak pakaian hanya delapan potong daster dan beberapa pakaian santai yang sudah tidak muat di tubuh Krisan.

"Kamu mau mempermalukanku!?" bentaknya dengan intonasi tinggi."Seorang manager tidak bisa membeli pakaian untuk istrinya!!"

"Ma... maaf...tapi aku hanya ingin mempersiapkan lebih banyak untuk anak kita nanti!!" ucap Krisan hampir menitikan air matanya.

Rain memijit pelipisnya sendiri, berjalan ke tempat tidur, untuk pertama kalinya memunggungi istrinya.

Krisan perlahan bergerak, memeluk tubuh suaminya dari belakang,"Maaf...Aku mencintaimu," ucapnya lirih. Namun, Rain tidak bicara apapun berjalan meninggalkannya menepis jemari tangan yang memeluknya. Meraih bantal, memutuskan untuk tidur di ruang tengah.

Sakit? Tentu saja, untuk pertama kalinya Rain tidur terpisah dengannya. Beberapa jam berlalu, hari semakin larut.

Krisan mulai berjalan menuju ruang tengah, membawa sebuah selimut. Layar phonecell suaminya nampak bersinar berbunyi beberapa kali tanda ada pesan yang masuk. Entah dari siapa.

Wanita hamil itu, menyelimuti tubuh suaminya yang nampak kelelahan. Mengecup keningnya,"Aku mencintaimu..." ucapnya untuk kesekian kalinya. Meninggalkan Rain satu-satunya miliknya kembali ke dalam kamar.

Bersambung

Waktu Yang Terulang Kembali

...Menunggumu mengatakan mencintaiku? Apa itu akan terjadi? Karena ada waktu dimana aku akan menyerah......

Krisan...

Dasi mulai dikenakannya menatap penampilannya di depan cermin. Wajah rupawan dengan menggunakan setelan kemeja. Menghubungi seseorang menggunakan mode load speaker, ditengah kegiatannya mempersiapkan diri untuk berangkat bekerja.

Samar-samar suara seorang wanita terdengar dari seberang sana. Benar, Rain tengah menghubungi seorang wanita, entah siapa.

"Dia Istrimu? Penampilannya seperti pembantu, bajunya saja seperti kain lap pel..." ucap seseorang dari seberang sana, tertawa kecil.

Rain menghela napas kasar mengenakan jam tangannya,"Iya, seperti lap pel, tapi dia tetap istriku..."

"Wajah tampan sepertimu, mapan, tidak ada yang kurang. Aku saja mau jadi istri kedua..." suara wanita melalui sambungan telepon itu kembali terdengar.

"Gombal... nanti sore aku akan ketokomu..." kata-kata Rain tiba-tiba terhenti, wajahnya pucat pasi. Mematikan panggilannya terlihat gelagapan menatap Krisan yang berdiri di depan pintu.

"Kita sarapan, makanannya sudah siap," wajah Krisan nampak memaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Kalau mau masuk lain kali ketuk pintu dulu!?" ucap Rain terlihat sinis, berjalan melewatinya memegang handphonenya seolah tidak membiarkan Krisan menyentuhnya sedikitpun.

Wanita itu mengepalkan tangannya berusaha untuk tidak menangis. Hanya Rain, hanya Rain satu-satunya yang dimilikinya.

***

Hingga tiba hari itu... 3 Juli 2022...

Hujan gerimis mengguyur, harum aroma krim kue tercium. Kue dihias wanita hamil itu perlahan, mengelus perutnya yang membuncit. Hari ini merupakan hari ulang tahun Rain. Tepat pada hari minggu.

Namun pemuda itu tiba-tiba mengenakan sepatunya berjalan cepat. "Aku harus pergi bekerja ..." ucapnya kala itu.

Tapi ini hari minggu, Krisan masih hanya diam menatap kepergian suaminya. Mengendarai mobil second yang tidak begitu mahal di tengah hujan gerimis yang menerpa, seakan tidak diindahkannya.

Beberapa jam berlalu, hujan sudah mulai reda, kue cantik yang indah telah selesai. Perlahan Krisan menghubungi suaminya, berharap Rain segera pulang.

Hingga beberapa lama panggilnya diangkat. Terdengar suara wanita di seberang sana.

"Halo, Rain hari ini..." kata-kata Krisan terhenti wajahnya tiba-tiba pucat pasi.

"Kamu Krisan, istrinya Rain? Aku Dara, calon istri Rain," ucap wanita itu dari seberang sana.

Jemari tangan Krisan mengepal, dari dulu hanya dirinya yang mengatakan mencintai Rain. Apa Rain tidak pernah mencintainya? Itu sempat terlintas. Namun, tangannya mengepal hanya Rain yang dimilikinya, tumbuh bersama di panti asuhan. Orang tua, saudara, sahabat, suami itulah Rain dimatanya. Tidak memiliki apapun selain dirinya...

"Aku percaya pada Rain!! Jangan bicara omong kosong..." ucapnya mengepalkan tangan dengan suara bergetar.

"Bicara omong kosong? Kamu hanya ibu rumah tangga lulusan SMU, wajah pas-pasan, seperti pembantu dari desa. Sedangkan aku lulusan luar negeri, anak pemilik perusahaan tempat suamimu bekerja. Perbandingan seperti bangsawan dengan rakyat jelata bukan..." suara wanita itu tertawa kecil terdengar,"Maaf, salah gelandangan lebih tepatnya..."

Air mata Krisan mengalir tidak terkendali,"Dimana Rain? Aku ingin bicara padanya?" tanyanya.

"Dia sedang mandi, membersihkan diri. Kamu tau kan setelah aktifitas kami saling memuaskan di ranjang... tapi jika kamu tidak percaya..." wanita itu terdiam sejenak, memanggil nama Rain,"Rain!! Ada yang menelfon..." ucapnya.

Suara suaminya terdengar, benar-benar terdengar jelas,"Tolong angkat, aku sedang mandi..."

Jemari tangan Krisan mengepal semakin erat, sakit, dadanya terasa sakit. Satu-satunya pria yang dicintainya dalam hidupnya, bersama wanita lain.

"Kamu dengar sendiri kan? Aku juga sedang mengandung anaknya. Sebentar lagi dia akan menceraikanmu, lebih baik lepaskan dia biarkan dia bahagia..." kata-kata dari wanita itu.

Krisan melempar handphonenya, tidak sanggup mendengar lagi, menjerit menagis lirih. Kue ulang tahun yang ada di atas meja diliriknya, perlahan berjalan memasukkannya kembali ke dalam lemari es.

Sakit, ini benar-benar menyakitkan, Rain hanya Rain yang ada dalam hidupnya, satu-satunya harta berharga baginya. Pakaian lusuhnya yang tidak banyak dimasukkannya ke dalam tas jinjing. Air matanya mengalir tidak terkendali, terlalu menyakitkan jika akan mendengar semuanya dari mulut suaminya sendiri.

Hingga Krisan duduk, menuliskan sepucuk surat, menyelipkan pada buku tabungan dengan jumlah besar didalamnya. Semua adalah gaji Rain yang dikumpulkannya selama ini.

Berharap ini cukup untuk membangun keluarga baru pemuda itu. Berharap calon istrinya yang lebih kaya, tidak akan merendahkannya. Sekeping hati yang masih ada untuk mengasihinya, mencintai, perasaan tidak berbalas.

Wanita hamil yang berjalan meninggalkan rumah kecilnya yang penuh kenangan. Kala Rain memaku tembok memasang foto pernikahan mereka, kala mereka menghabiskan malam di rumah yang penuh kenangan.

"Aku mencintaimu..." katanya lagi dan lagi yang kini, telah menyerah untuk kebahagiaan pria sempurna yang dicintainya.

Pintu perlahan ditutupnya, melewati jalan berlumpur menuju tempat ojek pangkalan.

Helm dikenakannya, motor melaju dalam kecepatan sedang di hujan gerimis yang semakin deras saja. Melaju tanpa mantel hujan, angin menerpa rambutnya yang basah, tubuhnya menggigil, mengelus perutnya yang buncit.

"Sabar ya? Ibu akan mencarikan kita rumah yang baru. Kita pergi untuk kebahagiaan papamu ..." ucapnya lirih, mengingat suaminya yang juga akan memiliki anak dari wanita lain.

Hingga tiba waktunya, ketika Tuhan memanggil, semua makhluk hanya dapat tertunduk dalam kuasa-Nya.

Brak...

Motor ojek, menyalip kendaraan di depannya, dari arah berlawanan sebuah mobil minibus muncul.

Tubuhnya terpelanting, darah mengalir dari pangkal pahanya, helmnya terlepas, tubuhnya sempat terhempas. Darah bercampur air hujan mengalir dari hidung dan telinganya. Kepala yang mengeluarkan banyak darah segar, ditengah hujan deras yang terus menerus membasahi tubuhnya.

Sisa kesadaran terakhirnya masih ada, menyadari satu hal, anak dalam kandungannya tidak akan selamat. Diambil oleh Tuhan, karena dirinya tidak mampu menjaganya.

"Maaf... maaf... maaf..." ucapnya lirih mengelus perutnya. Bersamaan dengan darah mengalir dari mulutnya.

Hingga akhirnya wanita itu terdiam dengan mata yang masih terbuka...

Jika kehidupan kedua itu ada, aku tidak ingin bertemu denganmu. Tidak akan mencintaimu...

Napas terakhirnya menghilang, matanya masih terbuka dengan tubuh yang mendingin di atas aspal. Suara ambulance terdengar, beberapa saat, bersamaan dengan langkah sepasang sepatu kulit seorang pemuda, menjatuhkan bunga Krisan putih, didekatnya dengan air mata yang mengalir, tiada henti...

***

Deru napas seorang gadis memburu, terbangun di sebuah kamar kost sempit yang ditempatinya ketika SMU. Tempat yang disewanya hasil bekerja paruh waktu. Rambut dan kulit tidak terawat tapi itu memang ciri-cirinya, yang harus bekerja sambilan sepulang sekolah.

"Kenapa aku disini? Bukannya aku sudah mati?" Krisan meraba perutnya yang rata, sejenak perhatiannya teralih menatap ke arah kalender, 3 Juli 2012, hari kelulusannya, saat dirinya menyatakan cinta pada Rain di lapangan basket, sepuluh tahun yang lalu.

Dirinya kembali ke masa SMU, "A...apa aku bermimpi?" gumamnya, mencubit pipinya sendiri dan sialnya terasa sakit."Jadi ini bukan mimpi?"

Krisan segera bangkit, membersihkan diri, menggati pakaiannya dengan pakaian sekolah. Penuh semangat, akan menjalani kehidupan untuk dirinya sendiri, tidak akan mencintai Rain lagi, memberi kesempatan pada anak yang belum sempat terlahir melihat dunia. Memiliki ayah yang akan mencintainya.

Hingga pandangannya beralih pada kue ulang tahun yang diberikannya kala menyatakan cinta pada Rain 10 tahun yang lalu.

Kue yang segera dimasukkannya ke dalam tempat sampah,"Aku akan hidup untuk diriku sendiri kali ini, memiliki suami yang benar-benar mencintaiku. Dan anakku nanti..." air mata Krisan mengalir, menyesali segalanya, segera diseka olehnya.

Tidak ingin bertemu Rain lagi, menjalani takdir yang buruk sebagai wanita yang tidak dicintai. Hingga dirinya mulai melangkah, mengenakan seragam lusuh mengambil ijazah di sekolah SMU-nya lebih awal.

Gadis itu mengendap-endap tidak ingin Rain melihatnya. Sedikit melirik ke arah lapangan basket, namun hasilnya nihil, Rain tidak ada disana.

Aneh, karena seingatnya sebelum waktu terulang, saat dirinya menyatakan perasaannya pemuda itu berada disana.

Tidak peduli lagi, Krisan segera melangkah ke ruangan guru matematika rangkap wali kelasnya. Perlahan langkahnya terhenti, mendengar hal yang lebih aneh lagi.

"Bagus, kamu menerima beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Kamu anak yang pintar dan berbakat, sayang tidak memiliki orang tua. Bapak akan membantumu, kamu bisa tinggal di rumah anak bapak di Frankfurt (Jerman) nanti..." sang guru matematika tersenyum, bangga pada satu-satunya siswa yang berhasil lolos, saat dirinya hanya iseng mengikut sertakan beberapa siswanya ujian online beasiswa masuk ke salah satu universitas ternama di Jerman.

Rain mengangguk, sembari terdiam. Krisan yang mendengar semuanya tidak mengerti, mengenyitkan keningnya, seingatnya Rain menolak beasiswa ke luar negeri, karena cita-citanya menjadi pemain basket.

Tapi ini apa? Krisan menghela napas kasar, mengetuk pintu. Mata pemuda itu beralih, menatap Krisan tanpa berkedip. Masih terdiam dengan wajah dinginnya.

"Maaf pak saya ada keperluan, ingin mengambil ijazah saya lebih awal," ucap Krisan, melangkah masuk berusaha tersenyum.

"Sebentar bapak ambilkan dulu..." sang pria paruh baya bangkit dari kursinya, membuka lemari kayu besar.

Pria menyebalkan, aku tidak akan jatuh cinta padamu lagi.... gumam Krisan dalam hatinya.

"Apa lihat-lihat!?" bentak Krisan sengit.

"Ini adalah mataku, bukan matamu... terserah aku mau melihat kemana..." senyuman tiba-tiba menyungging di bibir Rain. Wajah dingin yang masih terlihat sinis.

Bersambung

Melihatmu Lagi

Tatapan Rain tidak lepas dari gadis yang berdiri disampingnya. Gadis yang acuh padanya. Hingga, sang guru datang membawa ijasah Krisan.

"Terimakasih..." ucapnya meraih ijasah meninggalkan ruangan, penuh senyuman."Permisi pak..."

Berjalan menelusuri lorong, bagaikan seekor burung yang bebas tidak terikat oleh Rain lagi. Kuliah mencari gelar diploma, bekerja, memiliki kekasih yang mencintainya, dan menikah dengan pria yang tulus padanya. Hanya tinggal itu. Langkah kakinya ringan, tidak menyadari derap langkah cepat dibelakangnya, bahaya yang mengintai.

Lengannya tiba-tiba ditarik paksa seorang pemuda kedalam toilet pria. Memojokkannya dalam salah satu bilik.

"Rain!?" Krisan mencoba mendorongnya. Namun bibirnya dibekap dengan ciuman, lidahnya menyapa lebih dalam. Seakan serakah tidak pernah puas. Mata Krisan perlahan terpejam, jantungnya tetap berdebar cepat serupa seperti dahulu. Namun ini harus dihentikannya.

Krisan sedikit mendorong tubuh pemuda itu, namun Rain memegang kedua tangannya. Memojokkannya di dinding, sedikit berbisik,"Dengar, aku akan pergi selama beberapa tahun. Jangan pernah dekat dengan pria manapun, jangan pernah memiliki kekasih, jangan pernah menikah. Tunggulah aku kembali..."

"Memangnya kamu siapa!? Ayahku bukan!! Pacar juga bukan..." kata-kata Krisan terhenti, bibir itu kembali dibungkamnya.

Perlahan membuka beberapa kancing kemeja Krisan. Hingga dua benda yang masih tertutup itu terlihat, dipijat, dimainkannya. Ciumannya turun menuju leher sembari membuat beberapa tanda, berbisik,"Jika berteriak minta tolong, kita akan dinikahkan. Kamu tidak mempunyai pilihan, berjanji tidak akan memiliki kekasih dan menikah, atau kita akan membuat anak disini?" tanyanya, kembali mengecup leher Krisan.

Gadis itu mengigit bagian bawah bibirnya sendiri, sensasi aneh yang terasa masih sama. Berteriak minta tolong berarti menikah dan menjalani takdir yang sama, pasrah berarti dirinya akan melakukannya dengan Rain disini.

Hanya ada satu pilihan,"Hentikan, a...aku janji tidak akan punya pacar atau menikah..." ucapnya gelagapan, dirinya bagaikan wanita murahan.

Tidak, dia hanya kecoa, a...aku tidak ingin punya hubungan lagi dengannya. Anakku...dia tidak akan menjadi ayah dari anakku nanti... gumamnya dalam hati.

Tangan Rain yang mencengkramnya erat mulai melepaskannya. Tersenyum, menggigit bagian bawah bibirnya sendiri.

"Aku membencimu!!" bentak Krisan merapikan pakaiannya, berjalan memunguti ijasahnya, kemudian keluar membanting pintu di tengah kekesalannya.

"Tapi aku mencintaimu, haruskah aku menaruh tulisan di jidatmu jika kamu hanya milik seorang Rain? Atau sekalian saja aku mengikatmu..." gumamnya tersenyum, namun sejenak senyuman itu menghilang entah kenapa, setetes air matanya mengalir, diseka olehnya.

***

Hari itu akhirnya tiba, hari keberangkatan Rain. Matanya menelisik, mencari keberadaan Krisan, namun hingga nomor penerbangannya dipanggil pun Krisan tidak muncul.

"Dia tidak datang untuk mengantarku..." gumamnya tertunduk, di dalam pesawat yang akan segera take off. Namun samar-samar sesuatu di lihatnya di balik tralis landasan pacu. Seseorang berdiri mengenakan baju dengan warna kampungan mencolok.

"Dia datang..." Rain tersenyum, menyadari keberadaan Krisan.

Jemari tangan remaja itu menggengam erat sepasang cincin pernikahan sebagai bandul kalungnya. Menyambut kepergiannya ke negara lain."Jangan berselingkuh, tunggulah aku pulang..." gumamnya.

***

9 tahun kemudian...

Seorang wanita cantik berpakaian waitrees tersenyum. Mengenakan name tag dengan jabatan supervisor F&B service.

"Chef!!" panggilnya, meninggikan intonasi suaranya.

"Ada apa...?" seorang pria berkebangsaan Prancis, meletakkan pisaunya asal terlihat jengkel.

Prang...

Sepiring makanan yang hanya tersisa sedikit dilemparkannya, ke lantai,"Ada rambut..." geramnya.

"Lalu? Lihat para koki, apa ada yang tidak berambut panjang!? Apa ada yang tidak mengikat rambutnya!?" bentaknya menatap wanita di hadapannya.

"Ada!! Rambut pirangmu, masih saja panjang!! Mau aku memotongnya!?" wanita itu menarik rambut sang chef muda.

"Tidak!! Dasar wanita judes!! Pantas saja kamu tidak punya pacar!! Calon perawan tua!!" kesalnya, mencoba menghentikan tangan Krisan.

"Tidak ada hubungannya! Kali ini aku harus memotong rambutmu!!" ucapnya dengan intonasi tinggi.

"Lihat rambutku pirang!! Itu warnanya hitam, dodol!!" jengkel sang chef.

"Tetap saja, aku harus membuktikan berkali-kali, karena tuduhan palsu agar mendapatkan makanan gratis!! Bahkan memasang CCTV khusus di atas meja depan kitchen sebelum makanan disajikan, hanya karena chef gondrong sepertimu!!" kekesalan yang benar-benar diubun-ubun.

"Jadi kamu tau aku tidak bersalah!! Tapi tetap menyalahkanku!! Dasar ikan salmon!!" bentak sang chef.

"Dasar gagak!! Jika tidak bisa memotong rambutmu, jangan panggil aku Krisan..." ucapnya kembali mencoba menjambak rambut sang chef.

Chef Steward (orang yang bertugas memastikan sterilisasi dapur, peralatan yang baru diperlukan atau telah rusak) mengenyitkan keningnya menatap pertengkaran mereka,"Mereka seperti pasangan suami-istri yang bertengkar..." gumamnya.

Seorang koki, menepuk bahunya,"Mereka bertengkar setiap hari. Ini sudah biasa, bisa di bilang tanpa dua orang aneh itu restauran hotel ini tidak akan seterkenal sekarang..."

"Iya juga ya... omong-ngomong kenapa Chef Damien belum menikah?" tanyanya sembari mengecilkan api menambah beberapa bumbu.

"Tidak tau, katanya dia menjadi chef hanya sebagai hobi. Informasi tentangnya cukup misterius..." sang chef Steward mulai mendata peralatan yang baru masuk.

"Owh... kalau Krisan? Cantik, karier cemerlang, kenapa belum mempunyai kekasih? Aku sedikit gemas ingin menjodohkan mereka..." gumam sang koki, mengaduk-aduk makanan dengan memainkan teflonnya di atas suhu tinggi.

"Dia? Wanita judes itu, hanya kasar ketika bekerja. Dalam kehidupan sebenarnya, lemah lembut, tersipu di hadapan semua pria yang mendekat. Tapi seperti sebuah kutukan, tidak akan ada hubungannya yang berhasil..." jawabnya.

"Kenapa...?" tanya sang koki penasaran. Hanya mendapatkan jawaban berupa helaan napas.

***

Hingga waktu pulang tiba, penampilan Krisan mulai berubah, rambut digerai dengan pakaian simpel ala wanita karier. Berjalan mengenakan hak tinggi, wajah cantik putih terawat.

Damien yang berkembangsaan Prancis mengenyitkan keningnya,"Kencan buta lagi?" tanyanya.

"Iya, kali ini aku akan mempunyai pacar, menikah, memiliki suami yang mencintaiku dan anak-anak yang lucu..." gumam Krisan.

"Benarkah?" Damien mengenyitkan keningnya.

***

Sebuah restauran cepat saji menjadi tempat pertemuannya. Seorang guru honorer tersenyum menatapnya, terlihat penyayang, walaupun sepatu dan pakaian murah yang dipakainya tidaklah mengapa. Satu hal yang terpenting, dapat menjadi suami yang hanya mencintainya sekaligus ayah yang baik.

Hingga pria itu tersenyum, dengan gigi menguning, bahkan kuku jari yang menguning juga terlihat.

Pecandu rokok... tidak apa-apa, masih bisa diperbaiki... gumam Krisan dalam hatinya, masih berusaha menerima kekurangannya.

"Maaf," sang pria tidak sengaja kentut, mengeluarkan gas beracun yang menyebar ke setiap sudut ruangan. Membuat seisi tempat itu menatap padanya.

Kentut adalah hal yang manusiawi, tenanglah... Krisan berusaha kembali bersikap elegan, menahan bau busuk ala semur jengkol yang mungkin sebenarnya dimakan sang pemuda.

"Krisan, apa kamu mempunyai rumah sendiri?" tanyanya tersenyum, usai mengeluarkan bau menyengat tanpa malu sedikitpun.

"Tidak, aku tidak memiliki rumah..." ucap Krisan penuh senyuman.

Tapi apartemen yang disewa tahunan, untuk membeli rumah uangnya baru terkumpul setengah. Apa kamu penipu seperti teman kencanku sebelumnya... kesalnya dalam hati berusaha bersabar.

"Aku ingin menjalani hubungan lebih serius denganmu..." sang pemuda menggenggam jemari tangan Krisan.

Gadis itu tersenyum, mungkin inilah pria yang dapat menjadi suami yang benar-benar mencintainya dan anak-anak mereka nanti. Tidak memiliki perasaan apapun, tidak masalah, lebih baik dicintai dari pada mencintai, begitulah prinsipnya kini.

Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!