Azahra Nadia,gadis berparas cantik,tinggi dan juga sexy sangat lihai menggerakkan tubuhnya didepan kamera,ekspresi wajahnya sangat menarik membuat setiap netra yang memandang pasti langsung tertarik.
Senyumnya yang begitu manis seakan menggoda iman setiap lelaki yang haus akan kepuasan,yah...meskipun tidak menerima job dari majalah dewasa terkadang tak jarang para pria hidung belang yang melirik kecantikan Zahra dan melecehkannya secara tidak langsung.
Namun Zahra selalu memagari dirinya dengan keimanan yang kuat agar meskipun ia bergelut didunia yang penuh maksiat,ia tetap bisa menjaga dirinya dari perbuatan dosa.
Tuntutan ekonomi dan trauma masa kecil membuatnya tidak bisa melepaskan pekerjaan yang sedang ia geluti saat ini,meskipun sebenarnya raganya selalu ingin berlari jauh namun kakinya tertahan oleh gembok raksasa yang tak pernah bisa ia hancurkan.
Zahra mengambil handuk untuk menutupi tubuhnya yang terlihat sexy itu saat pemotretan selesai.
Seorang pria berjas putih yang sudah setengah baya dengan penghisap rokok dimulutnya mendekati Zahra yang sedang duduk untuk beristirahat.
"Azahra,kamu ada waktu malam ini? ikutlah denganku kesyurga dunia sayang," ucap Pria itu sembari mencolek dagu lancip Zahra.
Zahra memicingkan mata menatap kearah pria itu, "Apa anda memiliki istri atau anak? Merekalah syurga yang anda maksud,jadi pulanglah pada mereka dan berhenti menggangguku," ucap Zahra dengan tegas.
"Gadis sombong,kamu akan mendapat karma karena kesombonganmu itu," pekik pria yang terlihat sedang mabuk itu sembari melangkah sempoyongan meninggalkan Zahra.
Zahra menghela nafas,entah sampai kapan ia harus menahan godaan seperti ini yang setiap hari harus ia hadapi.
"Zahra," panggil sang manager,Aldiana,yah,sebenarnya namanya Aldi,tapi karena ia pria yang gemulai alias ngondek jadi orang-orang lebih senang memanggilnya Ana.
Ana memberikan secarik kertas cantik pada Zahra,Zahra membuka kertas itu dan langsung melemparkannya ketempat sampah.
"Sudah aku bilangkan,aku gak akan pernah datang keacaranya,pria biadab itu,aku tidak ingin bertemu dengannya lagi," ucap Zahra dengan nada bicara sedikit naik.
"Ibumu yang mengantarkan undangan itu,dia ingin kamu datang meski hanya menyapa setelah itu kamu boleh pergi,bagaimanapun pria biadab itu ayah tirimukan," ucap Ana yang sudah mengenal dengan baik silsilah keluarga Zahra.
"Aku merasa jijik mengakuinya," umpat Zahra.
Bukan apa-apa,semenjak ibunya menikah dengan pria yang Zahra sebut biadab itu,tidak sesekali pria itu mencoba melecehkannya,hingga Zahra memilih tinggal terpisah dari ibunya dan membeli apartemen untuk tempat tinggalnya.
"Datanglah,demi ibumu," ucap Ana.
Zahra hanya bisa menghela nafas,setiap membicarakan ibunya dadanya mulai terasa sesak seperti pasokan oksigen disekitarnya menipis,Yah,sejak kecil Zahra hanya dibesarkan oleh ibu dan neneknya karena ayahnya yang pergi dengan perempuan lain,ibunya bahkan menjadi wanita malam demi untuk membiayai kehidupan Zahra hingga akhirnya ibunya menikah dengan pria biadab itu yang merupakan pemilik club' malam yang sudah bercabang-cabang.
"Aku akan datang,sebelum itu,aku akan pergi sebentar keyayasan,ada acara amal disana dan aku sudah berjanji pada Tiara," Zahrapun beranjak untuk mengganti pakaiannya.
Ana hanya menganguk,meskipun sebagai manager, Zahra sering menceritakan banyak hal pada Ana,mereka bagaikan seorang teman,kepribadian Ana yang sangat peduli pada Zahra,membuat Zahra nyaman meski Ana berbeda gender dengannya.
Zahra melangkah terburu menuju kemobilnya,tapi saat dipintu keluar ia bertabrakan dengan OB yang sedang membawa nampan dengan gelas berisi alkohol,minuman itupun tumpah kebaju Zahra dan baunya sangat menyengat.
"Mbak Zahra,maaf mbak," ucap OB itu sambil menundukkan kepalanya.
"Lain kali hati-hati," Zahrapun melanjutkan langkahnya sambil mengibas-ngibas bajunya yang basah,ia pergi tanpa mengganti baju karena sudah kemakan waktu.
Zahra mengemudikan mobilnya diatas rata-rata,bahkan ia tidak sadar jika didepan lampu merah sedang menyala.
Zahra menginjak rem mobilnya tapi sudah terlambat.
"Brakkkk"
Zahra menutup matanya karena terkejut,ia menabrak mobil yang berhenti didepannya.
Seorang pria tampan dan tinggi dengan jaket hitam itu keluar dari mobil yang Zahra tabrak,ia menyeringai saat melihat bemper belakang mobilnya pecah karena ulah Zahra,iapun melangkah mendekati mobil Zahra dan mengetuk jendela mobilnya.
"Turun," pinta Rama dengan seringai wajahnya yang tegas.
Zahra mengambil nafas dan membuka pintu mobilnya, "Maaf ya mas,saya lagi buru-buru,kita damai aja ya," Zahra mengambil sejumlah uang dari tasnya dan menyerahkannya pada Rama.
Rama masih diam dengan tatapannya yang semakin tajam saat menerima uang dari Zahra.
"Masih kurang ya?" Tanya Zahra,Zahrapun meraih sebuah majalah di mobilnya dan memperlihatkannya pada Rama.
"Mas lihatkan ,ini foto saya,nanti mas datang saja kekantor saya,alamatnya ada disini,saya pasti akan bayar ganti ruginya berapapun yang mas minta," Zahra memberikan majalah itu pada Rama dan kembali masuk kedalam mobilnya,saat pintu mobilnya ia tarik,Rama menahannya.
"Kamu mabuk?" tanya Rama yang mencium bau alkohol dari baju Zahra.
Zahra terdiam,ia teringat saat bajunya terkena alkohol ditempatnya kerja.
"Menyetir dalam keadaan mabuk adalah pelanggaran lalu lintas," ucap Rama.
"Apa kalo kamu bau parfum berarti kamu meminum parfum itu,aku gak mabuk dan aku gak minum alkohol," Zahra memaksa menutup pintu mobilnya ia memundurkan mobilnya lalu melajukan mobilnya kembali setelah lampu merah sudah berlalu.
Rama menyeringai tajam dengan uang dan majalah yang masih ia pegang.
Zahra sampai didepan panti asuhan Pertiwi,ia mencium aroma bajunya yang benar-benar menyengat,iapun kejok belakang untuk mengganti baju,kebetulan ada banyak baju yang ia simpan dimobilnya,tapi karena tadi terburu-buru jadi tidak sempat mengganti bajunya.
Ia keluar dengan pakaian yang cukup sopan serta selendang panjang yang ia pakai untuk menutupi kepalanya,yah...acara panti biasanya bertema islami,ia tidak mau membuat sahabatnya,Tiara malu jika dandanannya tidak sesuai,iapun melangkah perlahan masuk kedalam panti dan tepat didepan pintu Tiara sudah menyambutnya.
"Kamu kok telat sih?" Tanya Tiara perempuan berhijab itu saat melihat Zahra yang baru datang.
"Sorry,ada sedikit tragedi," jawab Zahra lalu merekapun duduk untuk mengikuti acara berikutnya.
Zahra menatap gadis cantik berhijab yang sedang mengisi acara sembari mengajak anak-anak bermain disana,bibirnya tersenyum dan hatinya merasa tenang.
"Dia siapa?" Tanya Zahra pada Tiara.
"Oh,namanya Hana,dia salah satu pengajar relawan diyayasan ini,dia juga baru lulus S2 pendidikan,keren ya?" Jawab Tiara menjelaskan.
Zahra menganguk,rasa iri mulai bersarang didadanya,dia yang hanya lulusan SMA bahkan sekarang harus bergelut dengan pekerjaan yang dipenuhi banyak godaan syetan,membuat dadanya terasa sesak,apakah dia bisa seberuntung gadis bernama Hana itu atau selamanya ia harus hidup seperti yang dia jalani selama ini.
Rama sampai dikantornya,ia melemparkan majalah dan uang kemeja AKP Rian Efendi yakni polisi yang menjadi rekan kerjanya.
"Buat surat penangkapan untuk perempuan dimajalah itu," ucap Rama lalu duduk dikursi kerjanya.
Rian melihat gambar Zahra sembari mengerutkan keningnya, "Atas kasus apa?"
"Tabrak lari,penyuapan dan mengemudi saat mabuk," jawab Rama.
"Kamu gak tahukan dia siapa?Azahra,foto model terkenal,kalau kita menangkapnya pasti beritanya akan heboh," ucap Rian berusaha mempengaruhi Rama agar membatalkan penangkapan itu,pasalnya Rian sebenarnya juga mengangumi gadis sexy seperti Zahra.
"Buat suratnya sekarang!" Ucap Rama yang sama sekali tidak goyah dengan pengaruh apapun.
Rian hanya menghela nafas dan membawa bukti-bukti tadi untuk membuat surat penangkapan.
Dipanti,seusai acara Tiara mengajak Zahra menemui gadis yang sangat mereka kagumi tadi.
"Hai Hana,ini teman saya Azahra," ucap Tiara memperkenalkan Zahra pada Hana,merekapun bersalaman.
"Hana," ucap hanya dengan senyumnya yang begitu membuat hati langsung terasa sejuk.
"Sekali lagi terimakasih karena sudah mau menjadi relawan untuk mengajar anak-anak disini," ucap Tiara.
"Saya senang bisa melihat anak-anak bermain dan tertawa,satu lagi,Minggu depan hari pernikahan saya,saya ingin mengundang semua anak panti agar hadir dan mendoakan pernikahan saya," ucap Hana.
Tiara tersenyum, "Dengan senang hati kami pasti akan hadir," jawab Tiara.
"Kamu juga datang ya,Zahra,saya mengundang kamu," ucap Hana sembari memegang lengan Zahra.
Zahra menganguk, "Terima kasih,"
Hanapun berpamitan untuk pulang,diantar anak-anak sampai kemobilnya.
"Hah,beruntung banget ya perempuan seperti Hana,masih muda,cantik,pintar,alim dan juga akan segera menikah,apa aku bisa jadi seberuntung dia?" Ucap Zahra dengan raut wajahnya yang terlihat sedih.
"Semua orang mendapat porsi kebahagiaannya sendiri Ra,yang harus kamu ingat,Allah itu maha Adil,ehm" ucap Tiara sembari mengusap punggung Zahra.
Zahra tersenyum dan menganguk,berharap Allah juga akan memberikan keadilan selalu pada kehidupannya.
Seusai dari panti,Zahra segera menuju ketempat acara disebuah club' malam,hari ini pembukaan cabang baru club milik Bimo (Ayah tiri Zahra) yang akan dikelola langsung oleh Fatma (ibu Zahra).
Zahra menemui ibunya yang masih berada diruang ganti untuk bersiap.
"Sayang,kamu datang?" Ucap Fatma yang langsung mencium pipi Zahra.
"Ibu gak seharusnya ngundang aku kesini,aku malas Bu,banyak kerjaan," ucap Zahra dengan wajah kesal,ia sangat tidak ingin bertemu dengan Bimo.
"Zahra,inikan bisnis pertama ibu,kamu harus ikut merayakannya," ucap Fatma.
Zahra berdecik, "Bisnis?,Bu kan udah aku bilang,aku bisa mencukupi kebutuhan kita dengan pekerjaan aku sekarang,jadi ibu bisa meniggalkan pria biadab itu bukannya membangun bisnis dosa dengannya,"
"Zahra...jaga bicara kamu,dia itu ayah kamu sayang,kalau bukan karena dia,kamu juga gak akan bisa bekerja seperti sakarang,dia sudah banyak berjasa pada kita,kamu harus hormat sama dia," ucap Fatma dengan nada sedikit tinggi karena Zahra mulai membangkang ucapannya.
"Cih,menghormati pria biadab itu,aku lebih memilih mati," ucap Zahra.
"Plakkkk" satu tamparan mendarat kepipi Zahra.
"Apa kamu tidak bisa lagi menurut pada ibu sekarang,kenapa kamu begitu membangkang Zahra," Fatma mulai terpancing dan tidak bisa menahan lagi emosinya.
"Aku udah datangkan,jadi sekarang aku pergi," Zahra melangkah pergi dengan matanya yang berkaca.
Fatma memegang ujung kursi,menahan badannya yang oleng karena sedih melihat putrinya yang selalu melawan perintahnya.
Zahra masuk kedalam mobil,air matanya berderai,mengingat tamparan keras yang ia terima dari ibu kandungnya demi membela pria biadab yang sering berusaha melecehkannya,jantungnya terasa tertusuk duri berkali-kali,hingga rasanya begitu sakit.
Malam yang indah,dipinggir danau yang romantis.Rama berjalan pelan kearah perempuan cantik yang sudah menunggunya sedari tadi.
"Telat lagi?" Ucap Hana menoleh kearah pria yang sudah berdiri dibelakangnya.
"Ada kerjaan mendadak yang harus diurus,kamu udah lama nunggu?" Tanya Rama mendekati perempuan yang dalam satu minggu lagi akan menjadi pengantinnya.
"Kayanya punya suami Penyidik harus membuat aku ekstra sabar,karena banyak pekerjaan mendadak," sindir Hana.
Rama terkekeh, "Bukannya pengajar itu harus sabar,makanya kita dijodohkan sama Allah karena kita begitu cocok," ucap Rama sukses membuat Hana tersenyum malu.
"Ya udah,kita makan yuk,aku udah lapar," ajak Rama yang sedari tadi merasa perutnya sudah bernyanyi,Hana menganguk,merekapun segera duduk dan memesan makanan.
Sambil makan mereka membicarakan rangkaian acara yang sudah hampir 99% siap.
"Kamu udah sebar undangannya?" Tanya Hana.
Rama terdiam,bagaimana bisa ia melupakan hal sepenting itu.
Hana mengerucutkan bibirnya, "Lagi banyak kasus ya pak,sampai lupa sebar undangan pernikahan,kan tinggal seminggu," sindir Hana.
Rama menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Iya,besok aku urus semuanya," ucap Rama.
Hana terkekeh melihat Rama yang kebingungan seperti itu,jalinan asmara yang sudah terjalin hampir 5 tahun membuat mereka sudah sangat mengenal karakter satu sama lain.
Keesokan harinya,matahari mulai menyapa dengan panasnya yang membakar kepala.
Zahra masih berpose didepan kamera dengan kostum yang bertemakan alam,membuat gadis cantik itu semakin mempesona.
Sang fotografer,Farel mengacungkan jempolnya pada Zahra,mengukir senyum dibibir Zahra.
Farel menghampiri Zahra, "Kita istirahat dulu,setelah itu lanjut kekostum berikutnya," ucap Farel.
"Okey," jawab Zahra sambil tersenyum.
Merekapun sedikit mendiskusikan gaya yang akan dipakai untuk fotoshoot kali ini dengan begitu akrab dan sedikit bersenda gurau.
Dari kejauhan,mata tajam sedang memperhatikan mereka,Rena mulai melangkah kearah Zahra dan juga Farel.
"Ini tempat kerja,bukan tempat ngobrol," ucap Rena dengan nada kesalnya.
"Sayang,kamu disini?" Farel segera mendekati istri tercintanya itu sembari merangkul pinggangnya.
"Zahra,kamu disini saya bayar buat bekerja bukannya menggoda suami saya," tuduh Rena tanpa basa basi.
Zahra menyunggingkan bibirnya.
"Sayang,Zahra gak godain aku kok," ucap Farel.
"Kamu diam," ucap Rena dan kembali menatap tajam kearah Zahra.
"Saya bisa saja suruh papa buat mencabut semua sponsor kamu,dan kamu akan ditendang dari sini," Ancam Rena.
Zahra sama sekali tidak gentar dengan ancaman Rena, "Silakan lakukan apapun yang kamu mau Bu Rena,tapi satu hal,kalo kamu bisa menjadi istri yang baik,maka suami kamu tidak akan pernah mencari perempuan lain," ucap Zahra lalu beranjak pergi meninggalkan Rena dan Farel.
"Bener kata Zahra sayang," ucap Farel membuat Rena langsung menatapnya tajam.
"Maksud kamu,aku bukan istri yang baik?"
"Kan aku gak pernah cari perempuan lain,berarti kamu istri yang baik," Farel memeluk istrinya yang masih cemberut itu.
Dikantor polisi tempat Rama bekerja,Rian berjalan menghampirinya dan mengembalikan majalah serta uang yang kemarin Rama berikan padanya sebagai barang bukti.
Rama menatap Rian dengan aneh.
"Pak Tio gak setuju,katanya gak cukup bukti," ucap Rian.
Rama berdecik, "Aku punya semua bukti tapi dia bilang belum cukup?aku akan menemuinya," Rama ingin beranjak tapi Rian menahannya.
"Ram,...jangan membantahnya lagi,kamu sudah mendapatkan surat peringatan karena kasus kemarin,kamu bisa diberhentikan jika terus melawannya," ucap Rian.
Rama kembali duduk dan menghela nafas, "Harusnya dia yang diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala disini,banyak kasus penting yang sengaja ia abaikan," keluh Rama.
"Cari bukti untuk menendangnya segera dari sini,aku akan bantu," ucap Rian sembari mengepalkan tangannya pada Rama.
Rama menyunggingkan bibirnya,ia mengambil undangan dilacinya dan memberikannya pada Rian.
"Bantu dulu buat nyebarin undangan pernikahan aku," ucap Rama.
"Siap bos!" Rian memberikan hormat pada Rama dan segera melakukan tugasnya.
Rama melirik kearah pintu kepala polisi itu dengan tajam lalu kembali menaruh uang dan majalah dari Zahra kelacinya.
"Semuanya beres pak,anda tidak perlu cemas," ucap Tio pada seseorang ditelepon.
"Bagus,nanti akan segera saya tranfer,asalkan semua kasus yang menjerat saya maupun anggota keluarga saya harus diabaikan," ucap Seseorang diseberang telepon.
"Itu masalah yang mudah buat saya,anda tinggal terima beres," jawab Tio.
Bimo meletakkan teleponnya dengan senyum ringai dibibirnya.
"Zahra,aku akan selalu melindungi kamu sayang," ucap Bimo sembari menatap foto gadis cantik ditangannya.
Pria yang sudah berumur 50 an itu adalah ayah tiri Zahra,pria yang paling Zahra benci didunia ini,Ia sudah sejak lama mengincar anak tirinya itu,tapi sampai sekarang hasratnya belum tersalurkan,Fatma adalah wanita yang ia manfaatkan agar bisa mendapatkan Zahra.
Zahra selesai berganti baju setelah fotoshoot hari ini selesai,ponselnya berbunyi,telfon dari rumah ibunya.
"Halo,"
"Non Zahra,ibu sedang sakit parah,dia gak mau makan dan gak bisa bangun dari tempat tidur," ucap Inem pembantu rumah Bimo.
Zahra mengerutkan keningnya, "Sakit gimana?kemarin dia baik-baik aja kok," ucap Zahra.
"Bibi juga gak tau Non,pokoknya ibu nyariin Non terus,Non datang kesini ya?" Ucap Bibi lagi.
Zahra tertegun dan berpikir,ia tidak akan tega mengabaikan ibunya yang sedang sakit meskipun pertemuan terakhir mereka cukup meresahkan.
"Aku kesana Bi," ucap Zahra lalu menutup telfonnya dan bergegas menuju keRumah Fatma.
Bi Inem mengacungkan jempol pada Bimo yang sedang duduk sambil melihatnya.
"Bagus,gaji kamu bulan ini akan saya naikkan," ucap Bimo.
"Terimakasih tuan," jawab Inem dengan wajah sumringah.
"Satu lagi,jangan sampai Fatma tahu kalau Zahra akan kemari,"
"Baik tuan," Bibi menganguk dan segera melangkah kembali kedapur.
Bimo tersenyum sembari mengambil jarum suntik yang sudah berisi sebuah obat dari lacinya, "Zahra,kamu gak akan bisa lari lagi sayang," Bimo tertawa bagaikan iblis.
Hana dan Deril pergi ketoko perhiasan untuk mengambil cincin pernikahan yang sebelumnya sudah mereka pesan.
Cincin cantik berwarna gold dengan ukiran inisial nama mereka berdua.
"Cantik ya?" Ucap Hana sembari memandangi cincin itu.
Rama bukannya memandang cincin itu justru ia memperhatikan wajah Hana, "Lebih cantikkan kamu," ucap Rama sukses membuat Hana tersipu malu.
Rama mengambil salah satu cincin itu lalu meraih tangan Hana, "Kita coba latihan dulu," Saat akan memasukkan cincin Kejari Hana tiba-tiba cincin itu terjatuh dari tangan Rama.
Cincin itu menggelinding dan berhenti saat disudut dinding,Rama terlihat ada hal aneh yang ia rasakan,jantungnya tiba-tiba terasa sesak seperti ada firasat buruk yang mengintainya.
Hana mengambil cincin itu, "Gak usah latihan,nanti cincinnya malah hilang lagi," Hana mengembalikan cincin itu ketempatnya.
"Kita pulang yuk," ucap Hana tapi Rama masih terdiam dan bergelut dengan perasaannya yang tidak nyaman.
"Ram..." Panggil Hana sembari menyentuh lengan pria yang akan menjadi suaminya itu,Ramapun tersadar dan mengerjapkan matanya.
"Kamu kenapa?" Tanya Hana yang melihat kecemasan diwajah Rama.
"Gak papa kok," jawab Rama berusaha tersenyum karena tidak ingin membuat Hana khawatir.
Mereka segera menuju mobil untuk pulang.
Zahra sampai dirumah neraka milik Bimo,sebenarnya ia sangat malas jika harus menginjakkan kaki dirumah itu,apalagi jika harus bertemu dengan Bimo,tapi ia harus menemui ibunya yang katanya sedang sakit itu.Zahra segera masuk sudah disambut Inem didepan pintu.
"Malam Non," sapa Inem.
"Dimana ibu?" Tanya Zahra tanpa basa basi karena ingin segera menemui ibunya dan pergi dari tempat itu.
"Dikamar atas Non,ibu sudah menunggu Non Zahra," jawab Inem.
Zahra segera menuju kekamar dilantai atas tanpa rasa curiga sama sekali,padahal Inem adalah penipu besar bayaran Bimo.
Zahra mengetuk pintu,tapi tidak ada jawaban,iapun membuka pintu yang tidak terkunci itu dan perlahan masuk.
"Bu..." Panggil Zahra.
Zahra terdiam melihat tempat tidur yang kosong,perasaannya mulai resah,ia berbalik dan benar saja,Bimo sudah berada dibelakangnya dan mengunci pintunya.
"Selamat datang dirumah sayang," ucap Bimo sembari mendekati Zahra dan ingin menyentuh wajah Zahra,tapi dengan cepat Zahra menangkis tangan pria biadab itu.
"Mana ibu?" Tanya Zahra.
"Ibu,Ibu sedang keluar kota,ada pekerjaan yang harus diurus," jawab Bimo dengan senyuman ringai dibibirnya.
Zahra menyadari kebodohannya yang percaya dengan pembantu sialan itu,Iapun melangkah tapi Bimo menahannya dan langsung mendorong tubuh Zahra hingga terjatuh ketempat tidur.
"Jangan kurang ajar!" Pekik Zahra,ia ingin bangun tapi Bimo dengan cepat mengukungnya serta memegang tangan Zahra yang ingin berontak.
"Lepasin,!" Teriak Zahra berusaha melawan kekuatan Bimo tapi tenaganya tidak cukup kuat.
Bimo melepaskan satu tangannya yang memegang tangan Zahra lalu mengambil suntikan yang sudah ia siapkan sebelumnya.
"Kamu akan menikmatinya sayang," ucap Bimo dengan seringai kejamnya yang mengarahkan jarum suntik itu kelengan Zahra.
Zahra menggelengkan kepalanya, "Jangan," Zahra menutup rapat matanya,saat merasakan jarum itu menusuk kulitnya.
Bimo tersenyum dan mulai lengah setelah berhasil menyuntikkan obat itu.
Zahra membuka matanya,ia menendang sekuat tenaga kebagian vital Bimo.
"Akh..." Bimo meringis sembari memegangi bagian vitalnya hingga tersungkur dilantai.
Zahra segera berlari dan membuka pintu lalu kabur dari pandangan Bimo.
Dibawah Inem yang melihat Zahra berlari mencegatnya.
"Lho Non Zahra mau kemana?" Tanya Inem membuat Zahra naik pitam dan langsung melayangkan tamparan keras pada perempuan yang seusia dengan ibunya itu.
"PLAK...." Inempun sampai tersungkur kelantai.
Tanpa berkata apapun Zahra langsung keluar dari rumah jahanam itu,tapi saat akan membuka pintu mobil,Zahra gemetar,tubuhnya merasakan sensasi aneh dan kepalanya terasa melayang-layang.
Zahra berusaha menahan rasa yang menyiksanya itu,ia masuk kemobil dan mengambil ponselnya.
"Jemput aku dirumah ibu," ucap Zahra yang langsung menutup telfon lalu menyandarkan kepalanya yang masih terasa pusing,ia terus berusaha agar tidak kehilangan kesadaran.
Rama dan Hana dalam perjalanan pulang.
Ponsel Rama berbunyi, dan Rama segera mengangkatnya karena takut ada yang penting.
"Iya pak?"
"Kamu datang sekarang juga kehotel Barseo,ada kasus pembunuhan disini,lakukan penyidikan segera," ucap Tio.
"Saya akan datang secepatnya," Rama menutup telfon dan melirik kearah Hana.
"Ada tugas?" Tanya Hana yang sudah mengerti arti lirikan Rama.
"Aku anterin dulu kamu pulang,setelah itu aku baru kesana," ucap Rama.
"Masih sempet? rumah aku masih jauh lho," ucap Hana yang sangat mengerti betapa pentingnya posisi Rama dalam menangani kasus yang tidak bisa diulur waktu.
Rama hanya diam dan merasa bingung harus bagaimana.
"Turunin aja aku didepan,biar aku naik taxi aja," ucap Hana yang begitu pengertian.
"Gak..gak..ini udah malam,gimana kalau terjadi sesuatu sama kamu?" Ucap Rama yang terlihat cemas.
"Ram,aku akan baik-baik aja,Allah yang akan menjaga aku,lagipula calon suami akukan polisi,siapa yang berani macam-macam sama aku,nanti bisa kena tembak," gurau Hana tapi sama sekali tidak menghilangkan kecemasan diwajah Rama.
"Udah,turunin aku,kamu harus bertanggung jawabkan sama pekerjaan kamu,itu yang selalu kamu bilang ke aku," ucap Hana meyakinkan,Ramapun menghentikan mobilnya didepan sebuah halte.
"Kamu hati-hati ya,kalo ada apa-apa langsung hubungi aku," ucap Rama.
Hana tersenyum, "Iya, Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam," jawab Rama.
Tapi saat Hana akan membuka pintu mobil,Rama menahan tangannya,entah kenapa ia tidak ingin berpisah dengan Hana.
"Ram,kalo kamu pegang terus,aku gak bisa keluar," keluh Hana.
Rama melepaskan tangan Hana dan berusaha menghilangkan segala kecemasan yang ia rasakan.
Hana tersenyum dan keluar dari mobil,iapun melambaikan tangan pada Rama,Rama melajukan mobilnya perlahan dengan tatapan mata yang melihat senyum manis Hana,rasa cemas itu kembali muncul,lambaian tangan Hana seperti kata perpisahan dimatanya.
Rama berusaha mengabaikan perasaan-perasaan aneh yang mengganggunya,iapun langsung tancap gas keTKP.
Zahra semakin terlihat pucat,tapi Ana belum juga datang menjemputnya,sampai ada dua orang ajudan Bimo yang mengetuk jendela mobil Zahra dan membuatnya panik.
"Zahra..." Teriak Bimo yang keluar dari istana kebesarannya dengan wajahnya yang marah.
"Jangan biarkan dia pergi," ucap Bimo pada ajudannya.
Tanpa pikir panjang,Zahra langsung menyalakan mesin mobil dan tancap gas dalam kondisinya yang sedang tidak baik.
"Kurang ajar,cepat ambil mobil," teriak Bimo,ajudan langsung mengambil mobil dan bersama Bimo mengejar mobil Zahra.
Zahra terus mengemudi tapi beberapa detik terkadang kesadarannya hilang,ia berusaha terus sadar apalagi saat tahu mobil Bimo mengikutinya,iapun melajukan mobilnya lebih cepat.
Rama sampai diTKP,tapi pikirannya benar-benar gelisah,ia mengambil ponsel dan kembali menghubungi Hana.
"Udah pulang?" Tanya Rama.
Hana masih berdiri ditepi jalan, "Masih nunggu taxi,jalanan sepi banget gak ada taxi yang lewat," ucap Hana.
"Sayang,pikiran aku gak tenang,aku jemput kamu lagi aja ya," ucap Rama.
"Ram,emang kasusnya udah selesai?" Tanya Hana.
"Aku bahkan baru turun dari mobil," jawab Rama.
"Ya udah,kamu selesaikan dulu,nanti kalo belum ada taxi,baru kamu jemput aku,ya..."
Hana melihat cahaya yang mendekat kearahnya dan tiba-tiba tubuhnya melayang begitu saja.
"Brak...." Suara tabrakan itu begitu keras,membuat tubuh Hana terpental cukup jauh namun ia masih dengan erat memegang ponsel ditangannya.
Mobil itu berhenti,nampak Zahra dengan nafas yang memburu.
Tubuh Rama gemetar mendengar suara yang sangat nyaring ditelinganya,matanya membelalak.
"Hana..." Panggil Rama,tapi tidak ada respon,Rama melihat ponselnya yang masih tersambung, "Hana...kamu kenapa sayang,Hana jawab aku,"
Hana masih tersadar,air mata menetes dari pelupuk matanya melihat ponsel ditangannya, "LailahailAllah," lalu matanya terpejam.
Zahra keluar dengan tubuh sempoyongan,ia mendekati Hana yang tergeletak dengan darah yang menggenang dibawah kepalanya,Zahra berlutut dan menangis , "Mbak...bangun mbak,mbak..." Sekian detik Zahrapun jatuh pinsan disamping Hana.
Rama mendengar suara perempuan yang terekam dari ponsel Hana,iapun langsung mematikan ponselnya dan menuju kembali kemobilnya.
"Rama," panggil Tio, "kamu sudah saya tunggu daritadi,ternyata masih disini,cepat masuk,"
"Pak,maaf saya ada urusan penting," Rama segera masuk kedalam mobilnya dan pergi tanpa mempedulikan Tio yang marah.
"Dasar tidak berguna," umpat Tio.
Ana dan sopirnya keluar dari mobil.
"Akh...Zahra!" Pekik Ana dan terlihat panik saat melihat perempuan disamping Zahra yang bersimbah darah.
"Kita bawa Zahra kemobil," ucap Ana lalu mengangkat tubuh Zahra menuju kemobilnya.
"Ingat,kamu yang urus mobil Zahra dan bilang kalo kamu yang mengendarai mobilnya Zahra,ngerti!" Ucap Ana pada sopirnya yang masih muda itu.
"Tapi pak," sopir itu merasa sedikit keberatan.
"Kamu butuh banyak uangkan?" Ancam Ana dengan tatapan tajam.
Sopir itu menganguk dan menuruti segala perintah Ana,lalu Anapun pergi membawa Zahra bersamanya.
Sementara dari jauh,Bimo menjadi saksi mata yang melihat langsung kejadian kecelakaan itu.
"Zahra...Zahra...ini akibatnya karena kamu berani melawanku," gumam Bimo.
"Kalian,kumpulkan semua bukti yang memberatkan Zahra sebelum polisi menyelidiki semuanya dan bawa bukti itu kesaya,lalu singkirkan bukti itu dari penyidikan polisi," ucap Bimo pada ajudannya.
"Baik tuan," jawab Ajudan itu dan segera turun dari mobil untuk melaksanakan perintah Bimo.
Setelah beberapa menit,sirine polisi sudah terdengar,polisi mulai melakukan pengamanan dan menunggu ambulans untuk mengevakuasi korban.
Rama sampai ditempat saat ia menurunkan Hana,tempat yang tadinya sangat sepi,kini berubah riuh dengan suara sirine polisi dan ambulans yang bersahutan.
Rama turun dari mobil dengan perasaan cemas juga takut,ia melangkahkan kakinya yang gemetar perlahan.
Rian melihat Rama dan langsung menghampirinya dengan wajah sedih.
"Ram...Hana," ucap Rian membuat pikiran Rama semakin kacau,ia melangkah mendekati korban yang sedang dievakuasi itu.
Kakinya lemas dan iapun berlutut didepan perempuan yang tadi baru saja bersamanya dalam keadaan baik-baik saja,tapi dalam waktu tidak kurang dari satu jam perempuan itu sudah tergeletak lemah tak berdaya.
Ramapun menangis dengan sesal dipundaknya.
"Harusnya aku gak ninggalin kamu disini," Rama semakin histeris.
"Hana,ya Allah..Hana..."
Rian memegang pundak Rama dan memberikan kode pada petugas untuk segera mengevakuasi korban.
Rama semakin histeris melihat tubuh Hana dimasukkan kekantong jenazah dan dibawa menuju keambulans.
"Hana akan dibawa kerumah sakit untuk diotopsi,aku akan mengantarmu kesana," ucap Rian.
Rama masih menunduk,berharap ini hanya mimpi buruk bukan sebuah kenyataan.
"Ya Allah,tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini," Rama memejamkan matanya erat-erat.
Rama menyandarkan tubuhnya yang terasa lemas didepan ruang otopsi jenazah dengan dua lutut yang terangkat,ia meneggelamkan wajahnya disana,ia masih tidak percaya dengan apa yang menimpa calon istrinya.
Rian menghampiri Rama setelah berdiskusi dengan petugas lain.
"Aku udah hubungi ibunya Hana,kamu yang sabar ya,aku tinggal dulu untuk mengurus hal lainnya," Rian menepuk pundak Rama dan beranjak pergi untuk mengurus pelaku kecelakaan itu.
"Rama..." Suara teriakan bercampur tangisan yang membuat Rama langsung mengangkat wajahnya.
"Ibu..." Rama berdiri dan langsung menghampiri ibu Hana yang histeris saat masuk kekamr jenazah dan melihat putri semata wayangnya sudah terbaring tidak bernyawa didalam kamar jenazah.
"Hana...Hana...bangun sayang...ini ibu...." Aminah menangis sembari memeluk jenazah putrinya,Rama pun hanya bisa mengusap punggung Aminah agar bisa merasa lebih tenang,padahal dirinya sendiri merasa hancur atas kepergian Hana.
"Bu,maafin Rama ya,Rama gak bisa jagain Hana," ucap Rama dengan suaranya yang gemetar.
Aminah tetap menangis dan belum ikhlas melepas kepergian Hana yang tiba-tiba.
Ditempat lain,Zahra masih terbaring lemah seusai diperiksa dokter.
"Dia mendapat suntikan obat bius dengan dosis lumayan tinggi,itu akan membuatnya kehilangan kesadaran dan berhalusinasi sampai beberapa waktu dan mungkin ingatannya akan sedikit terganggu saat dia bangun nanti," ucap Dokter kepada Ana dan juga Tiara.
"Mari saya antar kedepan dok," ucap Ana.
Tiara mendekati Zahra dan mengusap lembut kepala sahabatnya itu.
"Zahra,apalagi sekarang ujian yang harus kamu hadapi?" Gumam Tiara yang merasa sesak melihat sahabatnya selalu mengalami ujian yang tiada henti.
Rama dan Aminah masih menunggu jenazah Hana yang sedang disucikan dan dipersiapkan untuk bisa segera dibawa pulang.
"Bu,ibu tunggu disini ya,aku ada urusan sebentar," ucap Rama pada sang calon mertua yang masih terlihat sedih.
"Kamu mau kemana?" Tanya Aminah.
"Aku harus tahu siapa pelakunya Bu,ibu gak papakan?" Rama masih terlihat cemas melihat kondisi Aminah.
"Ibu gak papa," jawab Aminah,Rama berpamitan dan mencium tangan Aminah.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,"
Rama bergegas pergi menuju kekantor polisi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!