NovelToon NovelToon

TAKDIR HIDUP SI BURUK RUPA

EPISODE 1. BULLYAN DI SEKOLAH BARU

Salam kenal dan salam rindu kepada seluruh pembaca setia karyaku, kali ini aku hadir dengan Novel baru yang berjudul : "TAKDIR HIDUP SI BURUK RUPA". Semoga kalian juga suka ya...dengan karyaku yang ini.

🌻 Mohon dukungannya selalu, favorit, follow, vote, like, coment dan rate bintang limanya. Terimakasih 🙏😉

🌻 Semoga kita semua tetap di beri kesehatan, kebahagiaan dan tentunya kesuksesan, Aamiin....🤲

HAPPY READING ♥️

"Hai cupu! ngapain kamu duduk disini? sangat memalukan. Pergi sana! cari bangku lain! Nafsu makanku jadi hilang gara-gara melihatmu!" bentak Dilla sembari menyiramkan satu cup air mineral ke wajah Ayu.

Ayu hanya menghela napas sambil mengelap wajahnya yang basah dengan sapu tangan. Dia sudah kebal dengan ejekan dan bullyan dari teman-teman di tempat tinggalnya yang lama dari sejak kecil hingga sekarang usianya memasuki 16 tahun.

Teman satu geng dengan Dilla pun tertawa melihat rambut dan wajah serta baju seragam Ayu yang basah akibat ulah Dilla. Namun Ayu tidak menghiraukan hal itu, dia tetap bertahan duduk di sana sebab hanya tinggal bangku itu saja yang kosong di dalam kantin sementara perutnya sudah sangat lapar.

Selain basah, poni Ayu pun tersingkap saat Dilla menyiramnya tadi, hingga membuat tanda lahir seperti sisik ikan yang ada di dahi Ayu terlihat oleh Dilla.

Dilla melihatnya dengan jijik dan segera berteriak dengan lantang, "Hai teman-teman coba kemari! lihatlah! ternyata dia bukan hanya si cupu tapi juga si buruk rupa."

Mendengar hal itu semua murid yang ada di sana mengalihkan pandangannya kepada Ayu, Ayu pun kaget dan buru-buru menutupinya kembali.

Selama ini dia selalu menutupi tanda lahirnya itu dengan bedak dan poni yang sedikit panjang serta memakai kacamata, agar tidak banyak orang yang tahu dan mengejek keburukan wajahnya.

Dengan penampilan yang seperti itu, di sekolahnya yang baru ini dia hanya di panggil si cupu. Hal ini masih lebih baik daripada dia di panggil sebagai anak siluman ikan seperti di tempat tinggalnya yang lama.

Tapi hari ini sungguh sial nasibnya, Dilla yang merupakan ketua geng murid perempuan di sekolah itu malah melihat tanda lahir tersebut.

Dilla langsung menarik tangan Ayu agar teman-temannya juga ikut melihat. "Ih...apa itu? kenapa ada sisik ikan di dahinya? Jangan-jangan dia anak siluman ikan," ucap Vina teman Dilla.

Yang lain juga ikut menimpali, "Atau dia tidak mandi, sehabis disuruh ibunya menyiangi ikan, hingga sisiknya terbawa sampai ke sini!"

Mereka yang mendengar celotehan Dilla dan teman lainnya pun tertawa.

Kini Ayu jadi pusat perhatian di sana, berbagai komentar mengejek yang pedas dia terima, tapi Ayu tidak peduli, lalu diapun berkata, "Maaf, jika aku mengganggu kenyamanan kalian disini," ucap Ayu sambil berlalu pergi meninggalkan kantin tersebut dan tidak jadi memesan makanan.

Dia tidak tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya, setelah hari ini. Padahal Bu Nita sengaja membawa Ayu pindah karena ingin putrinya yang mulai beranjak dewasa itu mendapatkan keamanan dan kenyamanan belajar di sekolah yang baru, tanpa ada orang yang kenal dan tahu tentang keburukan wajah Ayu.

Dulu saat Ayu masih kecil dia sering pulang sambil menangis, hingga Bu Nita yang tidak tega melihat putrinya selalu di ejek dan di bully, membawanya berpindah-pindah tempat tinggal dan yang pasti berpindah sekolah juga.

Baru seminggu ini Bu Nita dan Ayu pindah ke kota Medan, tadinya mereka tinggal di Pekanbaru. Bu Nita mendaftarkan Ayu di SMU Nusantara, salah satu sekolah ternama, karena beliau yakin dengan kemampuan dan kepintaran yang di miliki oleh Ayu, pasti dia bisa bersaing prestasi di sekolah tersebut.

Selain melindungi Ayu dari bullyan, alasan Bu Nita pindah jauh ke provinsi lain karena ada pekerjaan yang lebih baik dengan tawaran gaji yang lebih besar yaitu sebagai perawat salah satu pemuda kembar yang lumpuh akibat kecelakaan motor, anak dari orang terpandang di kota Medan.

Namun Bu Nita juga mempunyai alasan utama yang belum ingin dia ceritakan kepada siapapun termasuk Ayu, sampai beliau menunggu saat yang tepat dimana Ayu benar siap untuk mendengar pengakuan Bu Nita.

Berkat rekomendasi dari temannya, akhirnya Bu Nita di terima bekerja di sana dan sang majikan meminta agar Bu Nita pindah dari rumah kontrakan.

Bu Nita sejak awal jujur kepada majikan barunya, bahwa beliau memiliki seorang anak gadis yang tidak mungkin ditinggalkan sendirian di rumah kontrakan.

Sang majikan pun paham dan mengizinkan Bu Nita untuk membawa Ayu tinggal bersamanya, maka dari itu mereka tidak memberikan kamar pembantu melainkan meminta Bu Nita untuk tinggal di paviliun rumahnya.

Bu Nita sangat senang dan bersyukur mendengar keputusan majikannya, setidaknya mereka bisa hidup tenang tanpa memikirkan ejekan dan bullyan dari tetangga baru serta tidak memikirkan biaya kontrakan.

Sementara di sekolah, Ayu yang kembali ke dalam kelas dan tidak jadi membeli makanan, merasa perutnya mulai sakit karena menahan lapar. Dia memegangi perutnya sambil meringis kesakitan.

Sisil, teman sebangku Ayu yang menyusul masuk ke dalam kelas pun melihat hal itu. Dia mendekati Ayu sambil mengulurkan sebungkus roti dan satu cup air mineral. Sisil sengaja membelinya karena melihat Ayu tidak jadi memesan makanan saat tadi di kantin.

"Makanlah! Aku tahu kamu pasti lapar. Karena ulah Dilla yang songong itu, kamu pergi dan tidak jadi memesan makanan," pinta Sisil.

Ayu mendongak, melihat senyum Sisil diapun menerima pemberiannya dan mengucapkan terimakasih. Ternyata masih ada yang mau berteman dengannya setelah melihat kejadian tadi.

"Terimakasih ya Sil, kamu masih mau berteman denganku? Kamu tidak jijik melihat keburukan wajahku Sil?" tanya Ayu yang masih memegang roti di tangannya.

"Kenapa aku harus jijik, tidak ada manusia yang ingin dilahirkan dengan fisik yang buruk Yu, kita harusnya bersyukur dengan hidup yang telah Allah takdirkan untuk kita. Allah pasti sudah punya rencana untuk setiap kehidupan hamba-Nya."

"Alhamdulillah, terimakasih Sil. Aku bersyukur bisa mengenalmu dan menjadi teman sebangkumu. Jika aku mendapatkan teman sebangku seperti Dilla, sudah bisa di pastikan, di hari pertama masuk mungkin aku memilih keluar dari sekolah ini," ucap Ayu sambil tertawa.

"Kamu bisa saja Yu, jangan menyerah! Lawan setiap kedzoliman. Mereka juga manusia-kan? jadi nggak perlu takut, kita masih sama makan nasi seperti mereka," ucap Sisil sambil tertawa memberi semangat sahabatnya.

"Oke deh, semangat melawan kedzoliman!" seru Ayu yang lupa dengan sakit perutnya.

Sisil tertawa melihat Ayu semangat mengepalkan tangannya layaknya seorang binaraga. Kemudian dia mengambil roti yang masih utuh di tangan kiri Ayu, membuka pembungkusnya dan menyodorkan ke mulut sahabatnya itu.

"Sudah jangan bicara saja, makan dulu! Biar kita kuat menghadapi kenyataan hidup," ucap Sisil sambil tersenyum.

"Siap sobat! Aku jadi lupa dengan rasa laparku gara-gara membicarakan Dilla," ucap Ayu, lalu membaca bismillah agar apa yang dia makan mendapatkan keberkahan.

Roti dan air minum ditangan Ayu pun habis, kini perutnya sudah terisi dan mereka siap mengikuti jam pelajaran berikutnya.

SEE YOU ♥️♥️♥️

EPISODE 2. MENCARI BAKAT TERPENDAM

Para murid mulai masuk ke dalam kelasnya masing-masing, setelah bunyi bel terdengar tanda jam istirahat telah selesai.

Di dalam kelas Ayu, mereka pada kasak kusuk mengatakan bahwa dia kena kutuk makanya memiliki wajah seperti itu.

Dilla pun memanfaatkan hal itu dan malah meminta mereka untuk menjauhi Ayu, "Makanya kalian jangan dekati dia, bisa saja kan kutukan tersebut mengenai kita, hih...aku nggak mau memiliki wajah seperti itu."

"Iya, aku juga ogah ah, kecantikan ini modal untuk ku di masa depan," ucap Vina.

"Bila perlu kita lapor saja ke pihak sekolah agar mengeluarkan dia dari sini. Apa sekolah mau tanggung jawab jika imbas kutukannya itu mengenai kita semua," ucap Dilla lagi yang diikuti anggukan dari teman-temannya.

Sisil yang mendengar hal itu mengelus dada, sebenarnya dia ingin membantah ucapan Dilla tapi melihat Bu Lexi, guru bahasa Indonesia yang sudah di ambang pintu, Sisil pun mengurungkan niatnya.

"Selamat siang anak-anak," sapa Bu Lexi sambil berjalan ke arah tempat duduknya.

"Selamat siang Bu," jawab mereka serempak.

"Hari ini, seperti janji kita minggu lalu, ibu ingin kalian membuat sebuah karangan tentang cerita perjalanan hidup. Selama kalian hidup pasti ada peristiwa yang paling mengesankan, minimal tiga halaman buku. Karangannya bebas, mau itu cerita sedih, senang ataupun kecewa yang pernah kalian alami."

"Oke Bu," jawab murid-murid dengan serempak.

"Kalian tahu apa maksud ibu menyuruh kalian membuat karangan ini?"

"Untuk mengetahui kisah hidup kami Bu?" jawab Bimo asal.

"Agar kami pandai membuat karangan Bu?" jawab Dilla.

"Supaya kami bisa mengapresiasikan uneg-uneg di dalam hati Bu?" jawab Sisil.

"Ya, itu salah satu alasannya, tapi yang paling tepat, ibu ingin melihat bakat terpendam dari kalian."

"Maksudnya apa Bu," tanya Lisa.

"Sebentar lagi ada ajang pencarian bakat, ibu ingin mencari karya terbaik dari kalian yang bisa kita ikutkan di sana. Bagi karya yang terpilih, panitia akan membimbing pemenang untuk membuat sebuah karya novel remaja yang akan di terbitkan di novel online dan juga buku cetak."

"Oh gitu ya Bu," ucap Sisil.

"Sebenarnya nggak musti kisah nyata sih, boleh juga cerita fantasi, fiksi dan lain-lain. Tapi ibu rasa akan lebih mudah jika dengan kisah nyata kalian sendiri."

"Siap Bu," jawab Bimo.

"Dan jika tidak terpilih tetap ada penilaian khusus dari Ibu, sebagai nilai tambahan. Ayo... silahkan dimulai, bagi yang sudah selesai, boleh langsung di kumpul dan diperbolehkan pulang."

"Lho, jam pelajaran terakhir masih ada Bu, pelajarannya Pak Hendra yang bisa bikin botak kepala Bu!" ucap Bimo.

Semua bersorak ke Bimo, Bimo hanya nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia memang tidak pandai dalam pelajaran matematika, makanya seringkali Bimo mendapatkan hukuman dari Pak Hendra.

Bu Lexi yang melihat Bimo, hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala dan berkata, "Hari ini, dewan guru akan mengadakan rapat makanya kalian diminta pulang lebih awal."

"Asyik," jawab Bimo dengan suaranya yang besar dan keras.

Kembali para murid bersorak ke arah Bimo. Bu Lexi pun segera menenangkan, "Ayo, silahkan di kerjakan karena waktu kalian terbatas."

"Baik Bu," jawab para murid.

Ayu sudah mulai menulis, dia menulis tentang kisah hidup dirinya yang sejak kecil selalu di bully oleh teman-teman, hingga kontrakan mereka pernah di lempari batu oleh warga karena Ayu dianggap sebagai anak pembawa sial di kampung tersebut. Bu Nita demi melindungi Ayu rela meninggalkan pekerjaannya demi membawa Ayu pindah ke kampung lain agar hidup lebih aman.

Masih banyak lagi yang Ayu ceritakan di dalam karangannya itu hingga dia dan Bu Nita memutuskan meninggalkan Provinsi Pekanbaru dan pindah ke Medan.

Lalu Ayu menuliskan bahwa sudah pasti tidak ada seorangpun yang menginginkan memiliki nasib seperti dirinya, tapi Ayu harus sabar dan kuat demi Bu Nita, wanita yang paling Ayu cintai, yang selalu membela dirinya dari hujatan dan ejekan serta telah berjuang agar Ayu mendapatkan pendidikan yang layak.

Ayu berjanji akan membuat Bu Nita bangga dengan belajar bersungguh-sungguh hingga meraih prestasi di sekolah dan jika tamat nanti dia berencana ingin bekerja demi meringankan beban Ibunya.

Harapan terakhir Ayu di dalam isi karangannya adalah ingin hidup layak seperti temannya yang lain, di hargai dengan segala kekurangannya.

Sisil yang melihat Ayu meneteskan air mata, menyodorkan sebuah saputangan, dia paham pasti Ayu banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya, hingga dia menulis sembari menangis.

Ayu mengambil saputangan milik Sisil dan mengelap air matanya, "Terimakasih Sil!" ucap Ayu lirih.

Sisil hanya mengangguk sembari menggenggam tangan sahabatnya dan mengajak Ayu untuk mengumpulkan tugas mereka.

Keduanya pun beranjak ke depan untuk mengumpulkan tugas diikuti oleh murid lainnya. Kemudian Ayu dan Sisil mengambil tas, lalu pamit pulang kepada Bu Lexi.

"Sil, aku duluan ya! karena aku harus singgah ke pasar untuk membeli kebutuhan dapur, ibuku masih bekerja, sore baru pulang, jadi aku harus memasak untuk makan malam nanti," ucap Ayu.

"Memangnya ibu kamu bekerja di mana Yu?" tanya Sisil.

"Di jalan Perintis Kemerdekaan Sil, tidak jauh dari PT. Indosat. Ibuku merawat seorang pemuda lumpuh di sana."

"Lumayan jauh juga ya dari tempat tinggal kalian, kasihan juga, Ibu kamu pasti capek musti pulang pergi naik angkot."

"Itulah Sil, mau cari kontrakan dekat dengan tempat kerja Ibuku, biayanya mahal banget, lagipula musti bayar pertahun, mana sanggup Ibuku, belum lagi untuk biaya sekolahku. Kamu kan tahu biaya sekolah kita mahal karena sekolah pavorit. Sementara sewa rumah kami yang sekarang, alhamdulillaah lumayan murah dan boleh bayar perbulan," jawab Ayu sambil menghela napas.

"Mudah-mudahan, Allah memberi kalian rezeki lebih ya Sil, agar bisa mengontrak rumah yang tidak jauh dari tempat kerja Ibu kamu dan kamu juga lebih mudah berangkat ke sekolah dari sana."

"Aamiin, terimakasih ya Sil. Kamu sendiri nggak di jemput Sil?"

"Hari ini ibuku ada keperluan mendesak jadi aku diminta Ibu untuk pulang naik angkot."

"Oh...ya sudah, ayo kita berangkat, itu angkot tujuan ke pasar sudah datang. Kamu nanti di persimpangan turun dan naik angkot tujuan rumah kamu."

"Iya Yu."

Kedua sahabat itupun naik angkot yang sama, baru di persimpangan dekat pasar mereka berpisah, Sisil turun dan naik angkot lain tujuan rumahnya.

Sementara Ayu turun di terminal dekat pasar, di sana dia langsung mencari pedagang yang menjual sayur dan juga ikan. Walaupun dia baru di kota ini, Ayu berusaha hidup mandiri, dia tidak takut untuk bertanya jika memang dirinya tidak tahu.

Kehidupan yang keras telah menempah Ayu menjadi gadis yang kuat, pemberani dan juga mandiri. Salah satu sumber kekuatan baginya adalah kasih sayang Bu Nita.

Selesai berbelanja, Ayu kembali mencari angkot tujuan rumah kontrakannya, dengan langkah seribu diapun bergegas, karena sampai rumah dia masih harus memasak untuk makan siangnya sendiri.

Saat dia berlari mengejar angkot yang hampir berangkat sambil menenteng dua kantong plastik besar belanjaan, tiba-tiba saja datang dari arah depannya sebuah mobil mewah yang melaju cukup kencang, Ayu kaget, tidak bisa mengelak lagi dan dia sudah pasrah dengan apa yang bakal terjadi.

Saat mata Ayu terpejam tiba-tiba terdengar suara decitan ban dan suara kenderaan menabrak trotoar. Ayu menjerit tanpa membuka mata, dalam benaknya terlintas bahwa dirinya sudah pergi dari kehidupan dunia ini.

Eh...Ayu, kenapa tidak sabar menunggu angkot lain saja, jadi deh kecelakaan gara-gara kecerobohannya.

Jangan lupa dukungannya ya guys....

See you ♥️

EPISODE 3. MINTA GANTI RUGI

Ayu masih gemetar berdiri di tempatnya dengan mata terpejam hingga kedua kantong plastik di tangannya jatuh. Isi kantongan itupun berhamburan keluar, dia shock, yang terbayang diingatan Ayu kini hanyalah wajah sang Ibu.

Sebuah tangan memegang pundak Ayu, membuat dia tersadar bahwa dirinya masih hidup.

Apalagi saat dirinya mendengar seseorang berkata, "Jika ingin mati jangan merugikan orang lain!"

Bentakan suara itu membuat Ayu membuka mata, dia terpaku melihat seorang pria tampan berperawakan tinggi semampai, mengenakan pakaian yang rapi sedang berdiri di hadapannya.

Ayu mendongak, matanya tidak sengaja menatap manik mata pria tampan tersebut. Wajah yang teduh membuat hati Ayu bergetar, tapi mengingat perkataan pedas tadi membuatnya sadar dan melihat ke sekeliling.

Di sana terlihat sebuah mobil Merci rusak, sudut body depannya penyok menghantam trotoar. Ayu membulatkan mata, dia bingung bagaimana harus bertanggung jawab.

Kejadian ini adalah salahnya, andai dia tidak mengejar angkot tadi dan sabar menunggu angkot yang datang berikutnya, mungkin mobil mewah itu tidak akan rusak.

"Kamu harus ganti rugi! Kamu tahu berapa biaya perbaikan mobilku itu hah!" ucap pemuda itu lagi.

"Maaf Tuan, aku tidak sengaja. Aku tadi buru-buru ingin cepat sampai di rumah."

"Lagipula kamu anak sekolah ngapain juga keluyuran di pasar mana masih berpakaian seragam."

Ayu cuma diam dan tertunduk, dia tidak mungkin menceritakan masalah keluarganya kepada sembarang orang, apalagi kepada orang yang tidak dia kenal sama sekali.

"Kamu jangan pura-pura sedih, agar aku kasihan, pokoknya aku tidak mau tahu, kamu harus tetap ganti rugi."

"Maaf Tuan, aku tidak punya uang, aku masih sekolah sementara ibuku cuma kerja di rumah orang," jawab Ayu yang hampir menangis.

"Kalau begitu ayo kita ke kantor polisi! Kita selesaikan di sana!" ucap pemuda itu sambil menarik tangan Ayu.

"Kumohon Tuan jangan bawa aku ke kantor polisi! aku tidak ingin masuk penjara, hiks...hiks...hiks, aku masih ingin sekolah," mohon Ayu sambil menangis.

Ayu tidak tahu lagi harus bagaimana, karena bingung diapun hanya bisa menangis.

"Kamu jangan menangis, aku tidak akan kasihan karena tangismu! Jangan kamu pikir dengan menangis semuanya bisa selesai!"

Pemuda itupun menarik tangan Ayu, tapi Ayu menghempaskan tangan pemuda itu sambil berkata, "Maaf Tuan bukan aku menolak bertanggungjawab, tapi tunggu sebentar..." ucap Ayu sambil berbalik, berjalan ke arah barang belanjaannya yang tadi jatuh berserakan.

Ayu mengumpulkan cabe, bawang, tomat, ikan dan sayur mayur yang berserakan di jalan, dia harus mengantarkan belanjaan itu dulu ke rumah agar ibunya nanti bisa memasak.

Setelah selesai dia kembali menemui pemuda tadi lalu berkata, "Baiklah Tuan, aku akan bertanggung jawab atas kesalahanku, tapi kumohon izinkan aku mengantar belanjaan ini ke rumahku agar setelah Ibu pulang bekerja nanti, ada yang bisa beliau masak."

Pemuda itupun setuju, kemudian dia menarik lengan Ayu dan memintanya untuk naik ke dalam mobil.

Ayu pun menurut, dia pasrah jika memang ke kantor polisi bisa menyelesaikan masalahnya ketimbang dia harus menceritakan kejadian ini kepada Sang Ibu, yang pasti akan menambah bebannya.

Di dalam mobil hanya keheningan yang ada hingga merekapun sampai di daerah tempat tinggal Ayu. Ayu meminta pemuda itu untuk menghentikan mobilnya di depan gang, karena rumah kontrakan Ayu masuk ke dalam gang sempit yang kenderaan roda empat tidak bisa masuk kesana.

Setelah itu merekapun turun, pemuda itu memarkirkan mobilnya di pinggir jalan depan gang, lalu dia terus mengikuti Ayu hingga sampai ke sebuah rumah kecil yang berdinding papan.

Ayu mengambil kunci di bawah pot bunga, tempat biasa ibu meletakkan kunci apabila berangkat bekerja, karena Ayu pergi ke sekolah lebih awal ketimbang Ibu.

Setelah itu dia mempersilakan pemuda itu masuk, lalu Ayu meletakkan barang belanjaannya ke dalam kulkas dan menulis pesan di selembar kertas bahwa dirinya akan pergi menginap di rumah Sisil karena banyak tugas sekolah yang harus didiskusikan.

Ayu terpaksa berbohong, dia tidak ingin membuat Ibu cemas, jika benar dia ditahan di kantor polisi, besok dia baru akan menghubungi Ibu.

Pemuda itu melihat apa yang Ayu lakukan, sebenarnya dia merasa iba, melihat kondisi rumah, melihat Ayu yang tadi mengutip satu persatu belanjaan yang tidak melewatkan sebutir bawangpun tertinggal dan kini menulis surat yang isinya membohongi sang ibu bahwa dirinya akan menginap di rumah teman karena mengerjakan tugas sekolah.

Sebelum Ayu melipat suratnya, pemuda itu, memang tadi sempat membaca isi surat Ayu, makanya dia menduga bahwa Ayu tidak ingin menyusahkan Ibunya.

Sekarang dia malah penasaran dengan kehidupan gadis ini, lalu dia bertanya, "Ayah kamu kemana?"

Ayu terkejut mendengar pertanyaan pemuda itu, kemudian dengan sedih dia menjawab, "Ayahku sudah meninggal sebelum aku lahir, aku tidak pernah merasakan bagaimana rasanya kasih sayang ayah. Hanya Ibu yang aku punya, dan aku tidak ingin menambah beban pikiran beliau jika aku meninggalkan pesan bahwa aku akan dipenjara."

"Kamu kan tidak mungkin selamanya berbohong bahwa dirimu menginap di rumah teman, ibumu pasti akan mencarimu ke sana jika kamu tidak juga pulang."

"Biarlah, besok pagi aku akan jujur kepada Ibu bahwa aku sedang ditahan di kantor polisi, yang penting nanti saat beliau pulang dengan rasa lelah aku tidak ingin membebani beliau dengan masalah ini."

Sejenak pemuda itu terdiam, dia mulai tertarik ingin mengenal kehidupan gadis ini. Gadis yang menurutnya cupu tapi baik dan sangat menyayangi ibunya.

"Ayo Tuan, kok bengong? jangan sampai kita masih di sini saat ibuku pulang," ajak Ayu yang siap mempertanggungjawabkan kesalahannya."

Pemuda itupun keluar dari rumah dengan diikuti oleh Ayu di belakangnya. Mereka lalu menuju mobil dan ayu di minta agar cepat naik.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang, di dalam mobil pemuda itupun bertanya, "Itu di sana kalian ngontrak atau rumah milik sendiri?"

"Ngontrak Tuan, Allah belum memberi rezeki untuk kami bisa membeli rumah."

"Oh," hanya itu yang bisa pemuda itu ucapkan.

Pemuda itu terus melajukan mobil menuju kantor polisi, jantung Ayu berdegup kencang tak beraturan, perasaan takut pun mulai datang.

"Kenapa kamu pucat! takut! mau berubah pikiran?"

Ayu pun menggelengkan kepala, walau bagaimanapun dia harus berani menghadap para polisi.

Sampai di depan kantor polisi, pemuda itu memutar balik mobilnya, dia tidak jadi masuk. Ayu yang penasaran lalu bertanya, "Kenapa Tuan putar balik mobilnya? Apa Tuan berubah pikiran? Apa Tuan memaafkam aku dan tidak jadi memenjarakan diriku," tanya Ayu sambil memandang wajah pria tampan itu.

"Enak saja! Aku berubah pikiran jawabannya iya, tapi tidak memaafkan kamu. Beruntung kamu karena menyayangi seorang Ibu, aku jadi teringat Mama ku."

"Lantas kita mau kemana Tuan, apa yang akan Tuan lakukan?"

"Kamu ikut saja, nanti kamu juga akan tahu bagaimana caramu untuk membayar ganti rugi tersebut."

Penasaran dengan kelanjutan ceritanya, ikuti terus ya guys....jangan lupa dukungannya, terimakasih 🙏😉

See you♥️♥️♥️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!