Happy reading
Bilbil
Temenin gue dong Nath. Gue butuh sandaran nih.
^^^Anda^^^
^^^Ganggu orang lagi enak-enak aja sih lu.^^^
Bilbil
Kesini gak atau gue mutilasi lu.
^^^Anda^^^
^^^Bentar gue kesana.^^^
Bilbil
Gue tunggu. Eh awas cewek lu ngamuk lu tinggal!
"Lu gak tahu aja Bil gue lagi bayangin wajah lu saat ini," gumamnya kembali melakukan ritualnya di kamar mandi.
Tak sampai 10 menit Nathan sudah keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar tak lupa rambut basahnya membuat ketampanan Nathan bertambah.
Untung unit apartemen Nathan dan Nabila tak jauh. Karena Bila ada dilantai 7 sedangkan Nathan di lantai 8.
Tok! Tok! Tok!
Ceklek
"Buset dah udah malem masih gelap aja ni apartemen kek gak ada penghuninya," gumam Nathan menghidupkan lampu ruangan itu.
Kosong! Tak ada siapun disana, biasanya Nabila setiap malam nangkring diatas karpet sambil makan snack, tapi ini tak ada.
"Wah ada yang gak bener nih," ucapnya berlari menuju kamar sepupunya.
"Bil lu di dalem kan?" tanya Nathan mengetok pintu kamar itu. Tak ada jawaban dari dalam, hingga membuat Nathan membuka paksa pintu itu.
"Bila lu disini kan?" tanya Nathan menghidupkan lampu kamar Bila.
"Huaaaaa Nathannn."
Tangis Nabila memeluk Nathan dengan kencang, mata Nabila bengkak karena terlalu banyak menangis tak lupa juga ingus yang membasahi baju Nathan.
"Untung sepupu gue lu," batinnya memeluk Nathan.
Nathan membawa Nabila untuk duduk dikasur itu dan masih memeluknya. Nabila masih saja menangis, rasa sakitnya belum juga hilang ditambah malu yang ia terima dari perlakuan Arthur tadi sore.
"Sekarang cerita sama gue, lu kenapa?" tanya Nathan menghapus air mata Nabila.
Sreeeettt
"Jorok Bila, astaga lu tuh ya," kesal Nathan saat bajunya dibuat usap ingus Nabila.
Nathan melepas bajunya karena rasa tak nyaman akibat ingus Nabila, tonjolan roti sobek itu terpampang jelas di mata Nabila.
"Dah sekarang lu cerita! Kenapa lu bisa nangis kek gini?" tanya Nathan merapikan rambut Nabila yang acak acakan.
"Tadi sore gue nembak Arthur," ucapnya dengan isakan kecil keluar dari sepupunya untuk tak menangis.
Deg
Nathan terkejut akan hal ini, karena Nabila tak memberitahukan jika gadis ini akan menembak sahabatnya.
"Terus?" tanyanya menyembunyikan rasanya.
"Dia tolak gue Nat huaaa dia dorong gue sa-saat gue cium dia hiks hiks huaaaa," jawabnya dengan tangis. Nathan yang mendengar itu langsung memeluk Nabila.
"Mungkin Arthur bukan jodoh lu, masih banyak laki-laki yang cinta lu dengan tulus. Udah ya jangan nangis oke, aku ada disini kok."
"Huaaaa sakit tahu Nat, lu mah gak pernah sakit hati. Cewek lu kan banyak gak kayak gue. Cinta sama Arthur sekalinya nembak langsung ditolak," ujarnya.
"Tenang napa? Nangis mulu perasaan!"
Nathan mengelus punggung Nabila yang masih bergetar itu, sesekali mengecup pucuk kepala gadis itu. Akhirnya Nabila tenang dalam pelukan Nathan.
"Udah makan?" tanya Nathan melonggarkan pelukannya. Ditatapnya wajah cantik Nabila yang masih menahan isakannya itu.
"Belum," jawabnya.
"Bandel deh ya, gara-gara nangis kamu lupa makan. Sekarang kamu mandi ganti baju dan makan. Biar aku yang masak buat kamu," ujarnya pada Nabila.
"Nanti kasinan lagi kamu masaknya hiikss," ledeknya.
"Hei Nona Nabila Axelio walau asin tapi kamu tetap memakannya nanti," ujarnya dan dianggukkan oleh Nabila.
Dengan langkah pelan Nabila berjalan menuju kamar mandi sedangkan Nathan kearah dapur untuk membuatkan makanan untuk Nabila dan juga dirinya karena tadi belum sempat makan.
30 menit kemudian, Nabila keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Aroma nasi goreng itu menyeruak keindra penciumnya.
"Bil ayo ma... kan," ucap Nathan berbalik memanggil Nabila tapi yang dipanggil sudah ada dibelakangnya.
"Gak asin kan Nat?"
"Coba dulu baru komen," ujarnya memberikan sepiring nasi goreng seafood itu ke Nabila.
Nabila dan Nathan menikmati makan malam mereka dengan tenang, tanpa ada yang menyela karena mereka sibuk dengan pikiran masing masing.
"Nat.. Tidur disini yuk temenin gue, gue butuh lu saat ini. Lu tahu sendiri gue gak punya temen selain lu sama Arthur dan berhubung dalam hal ini menyangkut Arthur, gue cuma bisa minta tolong sama lu," ujarnya setelah mereka menghabiskan makan malam mereka.
"Hahh, gue temenin lu disini? Emm boleh sih tapi gue tidur ama lu yak, kamar disini cuma satu masa gue harus tidur disini."
"Iya deh lagian saat kecil kita juga sering tidur bareng," jawab Nabila yang membuat Nathan senang bukan main.
"Gak mau nonton tv dulu?" tanya Nathan dan dijawab gelengan oleh Nabila.
"Lagi gak mood," jawabnya dengan malas.
Nathan menatap sepupunya yang sudah masuk kamar itu.
"Andai lu tahu, rasa sayang gue ke lu bukan hanya sebatas sahabat dan sepupu Bil."
"Kenapa juga lu yang jadi sepupu gue?" tanyanya dalam hati. Ia sedih andai jika Nabila bukan sepupunya mungkin dari dulu sudah ia pacari bahkan nikahi.
Nathan berjalan menuju kamar Nabila yang dominan berwarna putih itu. Nathan menutup pintu kamar itu dan naik ke ranjang Nabila.
Nabila yang melihat Nathan naik kekasur itu langsung membaringkan kepalanya di paha Nathan.
"Kak.."
Deg
Rasanya sudah lama Nabila tak memanggilnya kak, walau jarak usia mereka hanya 2 bulan lebih tua Nathan. Ia menjadi flashback saat mereka kecil dulu. Mereka tidur bersama dan Nabila yang tidur dengan pahanya yang menjadi bantal.
"Kenapa?"
"Nabila gak cantik ya kak? Sampai Arthur menolak Bila?" tanya Nabila persis saat dulu sebelum tidur. Selalu ada yang ditanyakan.
"Kamu cantik Bil, hati kamu juga tulus. Tapi yang namanya cinta itu gak bisa dipaksa, cinta tak harus memiliki kan? Melihat orang yang kita cintai bahagia itu adalah kehabagiaan tersendiri untuk kita," jawabnya dengan mengelus rambut halus Nabila.
"Tapi apa Nabila tak pantas dicintai kak? Nabila udah berusaha tapi gak ada hasilnya?"
"Semua orang pantas mencintai dan dicintai, tapi balik lagi keawal cinta itu gak bisa dipaksa," ujarnya mencubit hidung Nabila.
Nabila terdiam dan menutup matanya, memang benar cinta tak bisa dipaksa tapi apa mungkin nanti ia akan mendapatkan orang yang mencintainya dengan tulus.
Nabila kembali membuka matanya dan menatap Nathan yang sedang mengelus rambutnya itu.
"Andai Kak Nathan bukan sepupu aku mungkin sudah aku tembak dia dari dulu. Gak apa-apa dapat bekas yang penting kissnya ori," batinnya dengan tawa.
Nathan yang melihat Nabila tersenyum sendiri itu heran, apa yang dipikirkan sepupunya ini.
"Apa mungkin Nabila membayangkan cowok lain yang mengungkapkan rasa cinta padanya? Aku gak mau, Nabila cuma milikku walau di sepupuku sendiri," batinnya seraya memejamkan matanya.
Bersambung
Happy reading
"Kak."
"Apa lagi Bila? Ngantuk ih dah malam dari tadi kamu banyak tanya ya?"
Yah pasalnya ini sudah jam 11 malam tapi Nabila belum juga tidur bahkan sekarang Nabila tidur diatas tubuh Nathan entah gimana tadi ceritanya. Nabila seakan menjadi gadis cilik yang haus akan bermanja dengannya.Tahukah kau Nabila jika sepupumu ini sedang menahan hasratnya agar tak memakanmu!
"Belum ngantuk ih, nanti deh kak masih asik bermanja sama kakak. Karena berberapa tahun ini kita gak kayak dulu. Kakak sering pergi sama cewek kakak, dan melupakan aku!"
"Andai kamu tahu aku mulai menghindarimu karena aku baru sadar akan rasa sayang yang kumiliki untukmu Bil. Rasa ini salah tapi aku tak bisa menghapusnya," batinnya mengelus rambut Nabila.
Nathan hanya bisa berperang dengan hatinya, begitupun dengan Nabila yang asik mengendus dada Nathan tanpa tahu bahaya yang akan mengancamnya.
"Shiit, dia menggodaku," batin Nathan.
"Kak.."
"Apa lagi Bila? Tidur!" titahnya yang membuat Nabila yang berada diatas Nathan itu berangsut turun dari atas dada Nathan.
"Peluk ya kak," pintanya merapatkan badannya kearah Nathan.
"Hmm. Jangan panggil gue kakak lagi, gue sepupu lu."
"Tapi lu lebih tua dari gue," jawabnya santai.
Nathan memeluk tubuh Nabila dengar erat hingga dada Nabila itu menempel di dada bidang yang polosnya.
"Bil."
"Hmm."
"Lu sadar gak sih kalau lu bangunin sesuatu. Gue juga cowok normal Bila."
"Terus?"
"Gue pengen nih Bil, bantuin ya."
Nabila yang tak paham maksud bantuin ya itu mendongakkan kepalanya dan menatap Nathan.
"Bantuin apa?" tanya Nabila.
Tanpa aba-aba Nathan menarik tengkuk leher Nabila dan mencium bibir seksi itu. Nabila yang kaget itu langsung mendorong Nathan hingga ciuman itu terlepas.
"Kenapa cium gue?" tanyanya dengan wajah memerah.
"Kenapa? Karena kamu yang terlebih dahulu memancingku Bila. Anggap saja ini sebagai penebus kesalahan kamu. Lagian harusnya kamu senang karena ini adalah first kiss aku," ucapnya dengan senyum. Ternyata berciuman itu rasanya beda.
"Tapi ini salah Nat. Aku adalah sepupumu kalaupun kita berhubungan pasti orang tua kita gak akan setuju," ujarnya dengan mata berkaca. Bisa bisanya sepupunya menciumnya seperti tadi.
"Gue tahu, tapi tak bisa menahan perasaan gue Bil. Gue sayang sama lu sebagai pria bukan sebagai sepupu gue. Gue tahu ini salah," terang Nathan yang sudah tak bisa menyembunyikan perasaannya selama bertahun-tahun dari Nabila. Mungkin ini waktunya.
"Gue cinta sama lu terlepas dari siapa kita, gue gak bisa memungkiri jika gue cinta sama lu Nabila Axelio," ujar Nathan dengan nada serius.
Nabila membeku mendengar pengakuan dari Nathan yang notabenya adalah sepupunya sendiri itu.
"Tapi kita beda Nat, kita gak akan pernah bisa bersatu," ujarnya langsung duduk dikasur itu.
"Gue gak perduli Bil. Walau keluarga kita saling bertentangan. Rasa cinta gue sama lu udah terlanjur besar," jelasnya.
"Selama bertahun-tahun gue berusaha hapus rasa itu tapi apa hasilnya. Gue selalu ingat dengan lu, lu selalu ada dimanapun gue ada."
"Gue berharap dengan gue berganti cewek gue bisa lupain lu, dan menemukan pengganti lu dihati gue tapi hasilnya nihil. Cuma lu yang ada dihati gue," ujarnya.
Nabila hanya bisa menangis mendengar itu, andai saja mereka bukan sepupu mungkin ia juga akan menerima Nathan, tapi dalam keluarga mereka tak ada istilah menikah dengan sepupu sendiri walau itu boleh.
"Izinkan aku untuk mencintaimu Nabila, aku tak bisa lagi menahannya," ujarnya dengan air mata yang menetes.
"Kakak."
Nabila memeluk Nathan yang ada didepannya itu. Ia bisa merasakan betapa besar cinta Nathan selama ini. Rasa sayang, perhatian yang selama ini di berikan Nathan semata-mata untuk orang yang dicintainya yaitu dirinya.
"Tapi..."
Cups
Nathan tak mau mendengar jawaban Nabila yang ia pikir akan menambah kegalauannya. Nathan kembali mencium bibir Nabila dengan tangannya yang membelit perut langsing gadis itu.
"Emmmmhhh."
Persetan dengan hubungan darah tapi mereka menikmati kegiatan terlarang mereka ini. Nabila yang sangat minus dalam berciuman itu hanya bisa menerima dan mengalungkan tangannya dileher Nathan. Walau ia pernah mencium Arthur saat itu.
"Eughh," leguhannya saat Nathan mengekspor rongga mulutnya.
"Aku tak bisa menolak kenikmatan ini ya Tuhan, ku mohon maafkan aku," batin Nabila yang mulai bergair*h.
Nabila memegang dada Nathan dengan bibir yang masih dikuasai Nathan. Nathan tersenyum saat Nabila menerima apa yang ia lakukan itu.
Tangan nakalnya mulai tulur kedada sintal dan Nabila yang membuat gadis 19 tahun itu mende sah tak karuan mendapat sentuhan itu.
Pusaka yang sedari tadi sudah tegang itu menusuk milik Nabila dibawah sana. Seketika kesadaran Nabila kembali. Ia sadar apa yang mereka lakukan ini salah.
"Berhenti Nath," cegah Nabila memundurkan badannya. Nathan yang mendapat penolakan itu hanya bisa pasrah.
"Kita gak boleh lakuin ini," ujarnya dengan lirih.
"Arrrgghhh kenapa harus kamu yang menjadi sepupu aku Bil? Kenapa?" tanyanya frustasi.
"Maaf, kita gak boleh seperti ini. Kamu tetap sepupu aku dan itu akan berlaku sampai kapanpun," ujarnya berbaring dan memunggungi Nathan.
Nathan yang melihat itu hanya diam dan memikirkan bagaimana nasib pusakanya sekarang?
"Huffttt ya sudahlah, kamu akan tetap menjadi sepupu dan juga wanita yang aku cintai," ujarnya bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
Nabila menatap pintu kamar mandi itu dengan cemas, kenapa Nathan masuk kamar mandi? Apakah Nathan mau bunuh diri karena ia tak membalas perasaannya.
"Nathan gak akan bunuh diri kan? Dia gak akan tinggalin aku kan? Astaga bagaimana ini?" tanyanya bingung.
Sedangkan dikamar mandi Nathan masih dengan kegiatannya untuk menidurkan si adik kembali.
"Mungkin kali ini kamu belum mendapatkanya Nath tapi tunggu berberapa hari, akan ku buat dia mencintaiku sama sepertiku saat ini akhhh," gumamnya bersamaan dengan keluarnya lava putih itu dari adiknya
Nathan membersihkan dirinya untuk kedua kalinya di malam ini dan hanya memakai boxernya saja. Ia terlalu malas untuk memakai celana panjangnya.
Nathan keluar dari kamar mandi dan melihat sepupunya masuh tertidur dengan membelakanginya. Nathan naik dan menarik selimut itu kemudia memeluk Nabila dari belakang.
"Aku harap kamu tak menghindar setelah mengetahui perasaanku ini Bil. Maafkan aku yang tak bisa menahan rasa cintaku untukmu," lirihnya tepat di telinga Nabila.
Nabila yang sebenarnya belum tidur itu hatinya menghangat saat mendapat pelukan dari Nathan. Apalagi ucapan Nathan tadi.
Nathan membalikkan badan Nabila hingga pria itu dapat melihat jelas wajah sepupunya dari dekat.
"Aku mencintaimu, maaf ini memang salah," ujarnya seraya mengecup kening Nabila.
Ia memeluk erat tubuh Nabila hingga ia ikut tertidur dalam kenyamanan itu.
"Aku tak tahu rasa ini, tapi aku bahagia mendengar kamu mencintaiku Nat," batinnya.
Nabila seraya mencari kenyamanan dalam pelukan itu. Detak jantung Nathan bagai irama yang membuatnya terlelap.
Bersambung
Happy reading
Tak terasa hari sudah berganti, malam yang pekat kini berganti dengan cahaya yang terang. Suara alarm yang sedari tadi berbunyi tak juga membangunkan dua manusia yang bergulung dengan selimutnya itu.
Sinar matahari yang menembus tirai jendela kamar itu tak mampu membangunkan Nathan dan Nabila yang saling berpelukan itu. Keduanya malah mengeratkan pelukan mereka, Nabila meringkuk bagai anak ayam yang takut kehilangan induknya.
Perlahan Nabila membuka mata dan menggerakkan tubuhnya. Ia merasa berat saat ingin berbalik.
Deg
"Nathan," batinnya.
Nabila tak langsung memutuskan pandangannya pada Nathan yang tampak tampan dengan jakun yang naik turun membuatnya betah memandangi wajah tampan Nathan.
Tangannya terulur untuk memegang rahang tegas Nathan.
Nathan yang sebenarnya sudah bangun itu hanya saja enggan untuk membuka matanya.
"Andai kamu bukan sepupu aku Nath, andai saja," ucapnya mengelus rahang itu hingga tatapan tertuju pada bibir yang semalam menciumnya itu.
"Nakal banget sih bibirnya, eh ya udah gak perjaka lagi kan bibirnya. Dan aku yang mendapatkannya," ucapnya lagi mengelus bibir tebal Nathan.
"Dulu aku juga memiliki rasa yang sama tapi mengingat kamu sepupu aku. Kenapa takdir menyatukan kita sebagai sepupu Nath kenapa bukan sesama orang asing?" tanyanya masih dengan mengusap bibir itu.
Ia tak tahu saja jika Nathan sudah membuka matanya dan membiarkan apapun yang dilakukan Nabila.
"Kalau begitu kita jalani saja hubungan ini," ujar Nathan sengan suara beratnya. Maklumlah baru bangun tidur, suara ngebas gimana gitu.
"Eh udah bangun? Dari kapan?" tanya Nabila pada Nathan.
Nabila menarik tangannya tapi terlebih dahulu dicekal oleh Nathan. Pria itu meletakkan tangan Nabila di dadanya dan kembali merengkuh tubuh ramping itu.
"Sejak kamu bangun, aku udah bangun," jawabnya.
"Kok gak buka mata?" tanya Nabila pada Nathan.
"Sengaja mau rasain belaian tangan sepupuku tercinta ini," ucapnya menggoda Nabila yang notabenya adalah sepupunya sediri.
"Haiss jangan panggil aku sepupu," ujarnya kesal. Ia paling tak suka dipanggil sepupu oleh Nathan, ia lebih suka dipanggil nama.
"Kau juga memanggilku kakak," balasnya dengan senyum.
"Aku lebih muda darimu, jadi sah sah saja aku memanggilmu kakak," jawabnya.
"Jadi aku juga sah sah saja memanggilmu sepupu," ujarnya memeluk Nabila.
"Terserah apa katamu," ujarnya.
"Kamu adalah kekasihku, tak apa aku memanggilmu pacar."
Nabila diam, ia tak bisa mau menjawab apa. Nathan pun demikian, ia masih sibuk dengan aktivitasnya mengelus rambut sepupunya.
"Aku tak memaksa tapi aku harap kau masih memiliki rasa itu padaku," ujarnya dengan lembut.
Nathan tak bisa memaksa Nabila untuk kembali mencintainya tapi semoga Nabila mau mencobanya.
"Aku akan coba, tapi kamu juga harud janji tidak boleh bermain dengan perempuan lain," ujar Nabila yang membuat Nathan senang bukan main.
"Kalau main sama kamu?" tanyanya menatap mata Nabila.
"Entah lihat saja nanti," jawabnya.
Nathan mengangguk setidaknya ia bisa membuat bibinya ini mencintainya.
Setelah berberapa menit Nabila dan Nathan berlaku menuju kamar mandi. Nabila dikamar mandi kamar sedangkan Nathan di kamar mandi dapur.
30 menit kemudian Nabila keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Nathan terlebih dahulu selesai itu hanya terus bermain ponsel.
"Hari ini gak kuliah?" tanya Nabila seraya mengeringkan rambutnya.
"Gak! Mau di apartemen aja sama kamu!"
"Bukannya ada kelas?" tanya Nabila lagi.
"Ada sih tapi aku malas untuk kekampus lagian kamu juga gak ada kelas," ujarnya meletakkan posnelnya dan berlalu menuju tempat Nabila.
"Gak ada sih," jawabnya.
Drrtttt drtttt drttt
Nathan yang melihat ponsel Nabila bergetar itu langsung mengambilnya dan tertera nama Mom disana.
"Tante telepon nih," ucapnya memberikan ponselnya.
Nabila yang sudah selesai mengeringkan rambutnya itu mengambil ponselnya dan mengangkat panggil dari sang ibu.
"Halo mah. Ada apa?"
"Halo Bil, kamu kapan pulang nak. Ini sudah 3 bulan kamu gak pulang."
"Bila usahain pulang lusa ya mah, Bila lagi banyak tugas kampus soalnya," ujar Nabila berbohong.
Nathan yang mendengar itu hanya menggeleng kenapa bibinya itu tak mau pulang. Padahal dirumah ada Nenek dan kakeknya juga mereka itu orang yang humble, dan masih muda diusianya yang ke 55 tahun.
"Kamu bohong hmm," bisik Nathan memeluk Nabila dari belakang.
"Oh ya sudah, mama tunggu kamu pulang. Ajak juga Nathan, mama kangen sama dia."
"Nanti Bila ngomong sama Nathan emmh," jawabnya dengan menahan geli dilehernya yang terus diisap oleh Nathan.
"Pokoknya harus pulang ya sayang, awas kalau kamu ingkar. Mama potong burung kesayangan kamu," ancamnya.
"Iya mah, Bila akan pulang kokk ahh," jawabnya tak kuasa untuk melepaskan suaranya.
"Dahh dulu ya Ma, Bila harus ke kampus nih."
"Tungg....
Tuttt
Nabil menarah kepala Nathan agar tak berbuat lebih dengan menatap tajam mata Nathan, Nathan yang mendapat tatapan hanya tersenyum tipis dan memeluk Nabila lagi.
"Sana ih, jangan kelewat batas," ujarnya tapi diabaikan oleh Nathan.
"Kamu mandinya lama sih, aku kan kangen," ujarnya.
"Lebay banget, lagian ini apartemen gue terserah gue mau ngapain aja," ujarnya berbalik dan menatap Nathan yang sangat tampan menurutnya.
"Sekarang apartemen aku apartemen kamu, dan apartemen kamu apartemen aku juga," ujar Nathan dengan santai.
"Mana bisa gitu!!"
"Bisa lah karena aku cinta kamu," jawabnya santai.
Nabila yang mendengar itu hanya menggeleng ada ada saja keponakannya ini. Nathan yang masih memeluk Nabila kini malah menyembunyikan wajahnya dibelahan dada Nabila yang empuk itu.
"Aku mau masak kamu balik ke apartemen kamu aja ya," ujarnya melepaskan pelukan itu dan berlalu menuju dapur.
"Gak mau, aku mau disini aja. Makan sama sepupuku ini. Sekali kali kek, kamu masak buat aku," ujarnya mengikuti Nabila.
"Terserah kamu aja ya, gue mau masak. Jangan kacauin gue," perintahnya dengan tegas.
Nathan mengangguk patuh dan duduk disana, agar bisa melihat Nabila memasak itu.
"Andai Bila itu istri gue, mungkin gue akan seneng banget!" batinnya dengan senyum.
Tak lama masakan sederhana Nabila jadi, Nathan yang sedari tadi membayangkan jika Nabila menjadi istrinya itu tersentak kaget saat Bila sudah ada didepannya.
"Ngelamunin apa sih lu?"
"Bayangin saat lu jadi istri gue, lu masakin gue, lu selalu tidur sama gue, bahkan lu yang suapin gue. Seneng bat deh gue," jawabnya yang membuat wajah Nabila bersemu.
"Jangan bayangin yang tidak bakal terjadi, nanti kalau jatuh sakit," ujarnya mengambilkan nasi untuk Nathan.
"Gue akan berusaha wujudin mimpi itu walau harus menentang keluarga," balasnya dengan yakin.
Entahlah Nabila saat ini senang atau sedih, tapi yang pasti ia takut keluarganya tahu akan ini.
Bersambung
Alurnya aku ganti yes!
Bingung uthor tuh, buat novel gak mikir dulu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!