NovelToon NovelToon

Aku Yang Kamu Buang

Kau Seperti Patung Bagiku

Kyra Andini, wanita yang tengah berbadan dua itu mondar-mandir tak tenang di ruang tamu. Sudah pukul 23, hampir mendekati tengah malam, namun suaminya belum terlihat bayang kepulangannya. Perempuan yang sering dipanggil Kyra itu dilanda was-was.

"Nona, belum tidur?" Asisten rumah tangganya yang bernama Bi Mur muncul dari ruang keluarga.

"Bi, ngagetin aja!" Kyra berbalik dengan raut sedikit kesal. Terkejut dengan suara Bi Mur tiba-tiba bertanya. Tangannya bergantian mengelus dada dan perut yang membuncit. Kurang 2 bulan lagi Kyra melahirkan, namun tak ada dukungan batin yang di dapat.

"Maaf, Non." Bi Mur menunduk merasa bersalah.

Kyra menghela napas panjang. "Tidak apa, Bi," ujarnya dengan merubah nada datar. Dia tidak ingin membuat asisten rumah tangganya itu takut.

"Non, tidak baik wanita hamil begadang. Sebaiknya Non istirahat, kasian calon anaknya juga tidak tidur. Eh, maaf, ya, kalau Bibi lancang."

"Iya Bi, aku tahu. Tapi, aku gak tenang karena Kai belum pulang." Kyra meremas jari, bukti bahwa perempuan itu memang khawatir.

Bi Mur menatap dengan pandangan kagum, ia tahu betapa baiknya wanita yang ada di hadapannya saat ini. Meski tuannya bertindak bengis dan dingin, Kyra selalu sabar dan tetap bersikap lembut.

Rungu Kyra lapat-lapat mendengar deru mesin mobil yang memasuki garasi. Wanita itu bernapas lega dan kembali mengintip ke celah gorden. Memastikan bahwa itu Kaisang Adipta Wiratama, pria yang menjadikannya halal satu tahun lalu. Sosok yang dicintai namun tak mencintai.

Sebelum Kai membuka pintu, lebih dulu Kyra membukanya. Memberikan senyum terbaik yang dimiliki. Namun, tatapan mereka tak bertemu, Kai membuang muka dan menyelonong masuk.

"Kai, biar aku bawakan tas kerjanya!" Setelah menutup dan mengunci pintu, Kyra berjalan cepat mengimbangi langkah sang suami.

"Tidak usah! Aku bisa sendiri." Pria bernama Kai itu menjawab ketus. Tahu Kyra menyusul langkahnya, bukannya memperlambat, pria itu justru mempercepat. Tidak memikirkan Kyra yang kesusahan menaiki anak tangga dengan perut besarnya.

Di tengah anak tangga Kyra berhenti sejenak, kakinya terasa pegal. Dia tertinggal langkah Kaisang, pria itu tak peduli sama sekali.

Di dalam kamar, menunggu Kai yang sedang membersihkan diri, Kyra menyiapkan baju ganti untuk suaminya. Sesekali menutup mulut yang menguap, dia hampir tak bisa menahan kantuk.

Ceklek! Pintu kamar mandi terbuka. Sekian detik tatapan keduanya bertemu, tapi lagi-lagi Kai yang memutus lebih dulu. Sedangkan Kyra hanya menatapi keindahan tubuh suaminya tanpa bisa menyentuh. Selama pernikahan mereka terjalin, terhitung hanya satu kali hubungan suami istri itu terjadi. Itupun di ungkit sebagai kesalahan oleh Kai karena pria itu melakukannya dalam keadaan tidak sadar.

Dan, betapa kuasa Maha Pencipta, hanya satu kali berhubungan badan Kyra bisa langsung hamil. Hal itu membuat Kai bertambah tidak suka dengan Kyra. Dia tidak bisa menceraikan Kyra kapanpun, harus menunggu istrinya itu melahirkan.

"Kai, apa kamu ingin sesuatu?"

Kai melewati Kyra yang berdiri di sisi ranjang, tanpa menjawab pertanyaan istrinya itu.

"Mau ku pijitin? Kelihatannya kamu sangat lelah," tawar Kyra pantang menyerah, terus berusaha membuat suaminya mencair. Berusaha mencairkan gunung es yang selama satu tahun ini masih saja kokoh.

"Tidak usah susah payah sok peduli, sampai kapanpun kau tetap seperti patung bagiku."

Deg! Tatapan Kyra terjatuh, meski bukan pertama Kai berkata demikian, namun entah kenapa rasa sakitnya masih tetap sama.

Memang, dari awal pernikahan mereka terjadi karena perjodohan. Kai yang tidak setuju menentang tegas. Tetapi karena amanah dari almarhum mama, juga paksaan dari kedua orang tua Kai sendiri, akhirnya pernikahan itu terlaksana.

Kyra berjalan tanpa suara menuju sisi sebelah. Bila menimbulkan suara sedikitpun, Kai tak segan membentak karena pria itu paling tidak suka waktu istirahatnya terganggu.

Posisi saling membelakangi, Kyra dengan lelehan cairan bening, menangis dalam diam. Selama satu tahun, ranjang yang ditempati sebagai saksi ketidakharmonisan rumah tangganya. Terbukti, meski tidur bersama, Kai tidak mau menjamah tubuhnya. Hal yang seharusnya wajib bagi pasangan suami istri, tetapi sebaliknya bagi Kai.

Setiap hari tak ada tegur sapa antara keduanya. Kyra yang selalu bersuara, tetapi suaminya tidak meladeni. Hingga rumah megah yang ditinggali serasa sunyi.

Ketika pagi hari, Kyra membantu Bi Mur menyiapkan sarapan, ujung matanya berhasil menangkap bayangan Kai yang menuruni anak tangga. Kyra lantas berjalan menghampiri.

"Kai, kamu mau teh, atau kopi?"

"Bi!" Bukannya menjawab, Kai mengabaikan keberadaan Kyra dan justru memanggil Bi Mur.

"Iya, Tuan." Bi Mur tergopoh-gopoh mendekati.

"Buatkan jus mangga," titahnya. Lalu, dengan santainya duduk di meja makan.

Bi Mur melirik pada Kyra yang menatap sendu. Namun perempuan itu mengangguk lemah. Memberi kode agar dia saja yang membuatkan.

"Kai, tidak bagus pagi-pagi minum jus."

Srak! Kai melempar koran yang tadi sedang dibacanya dengan asal. Moodnya seketika buruk. "Dasar cerewet! Tidak usah ikut campur!"

"Wajar aku ikut campur. Aku istrimu, Kai. Sampai kapan kamu seperti ini?!"

"Sampai kau angkat kaki dari rumah ini!" Kai menatap tajam. Manik hitamnya seperti mata pisau yang bisa mengoyak hati Kyra.

"Tapi sayangnya sampai kapanpun aku tidak akan pergi meninggalkanmu."

Kai mendengus dan beranjak meninggalkan meja makan. Napsu makan telah hilang, dan jus yang dipinta juga di tinggalkan begitu saja. Pria itu menendang pajangan antik terbuat dari anyaman bambu. Membuat Kyra meremas baju.

"Dasar perempuan tidak tahu diri! Sampai kapan aku harus hidup dengan dia!" Kai menggenggam pegangan setir mobil dengan kuat. Bukti kekesalannya terhadap Kyra. Pria itu menghidupkan mesin mobil dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Sampai di kantor, pria berwajah datar itu disambut oleh sekretarisnya di depan ruangannya.

"Pagi-pagi sudah badmood. Kesal di rumah jangan dibawa-bawa kemari, dong. Ntar, gantengnya memudar," ucap Lidia dengan suara lirih. Takut terdengar staf lain.

Kai berdecak, masuk ke ruangan bersama Lidia. Lalu mendudukkan diri di sofa. Wanita dengan pakaian sexy itu ikut menyusul dan duduk berdempetan. Mengalungkan lengannya di tangan Kai.

"Perempuan itu membuatku muak setiap hari."

Lidia mengelus lengan Kai dengan memasang raut menggoda. "Bersabar, setelah dia melahirkan, kamu bisa menceraikannya."

"Dan jabatanku akan dicabut oleh papi," sahut Kai cepat.

"Cari alasan dong, buat seolah-olah Kyra yang bersalah. Dengan begitu, bukankah jabatanmu aman?"

Kai menoleh dan langsung memancarkan senyuman. Wajahnya terlihat sangat tampan. "Idemu sangat cemerlang, Sayang." Kai mencubit dagu Lidia dengan gemas. "Aku terlalu buntu, sampai tidak memikirkan hal itu."

Wajah Lidia terlihat sumringah. Wanita itu mendekatkan wajah dan keduanya terlibat ciuman.

Bukan hal baru Kai dan Lidia berciuman, hubungan mereka sebenarnya bukan hanya sebagai atasan dan bawahan, melainkan lebih dari itu. Namun, tentu saja hubungan itu dirahasiakan dari khalayak publik, demi menjaga nama baik Kai sebagai CEO di perusahan Wiratama.

Aku akan Memberi Pelajaran

Kyra suka sekali membuat kue, untuk mengusir kebosanan, wanita itu memilih menikmati waktu longgar untuk berkutat di dapur.

"Non, biar Bibi saja yang mengadoni tepungnya." Bi Mur cekatan meraih tepung yang dibawa Kyra.

"Ya sudah, Kyra siapin tempatnya dulu."

"Non, perlakuan Tuan Kai sangat buruk, kenapa tidak laporin saja sama Tuan Besar? Biar Tuan Besar bertindak dan memberi pelajaran. Biar ... em, biar Tuan Kai itu kapok, gitu lho. Bibi yang hanya menyaksikan saja geram juga kasian sama Non, gak tega gitu," ucap Bi Mur panjang lebar.

Kyra dari tempatnya berdiri justru tertawa mendengar ucapan Bi Mur. Lalu menjawab, "Bibi kepikiran seperti itu, Kyra malah gak ada bayangan sama sekali buat laporin Kai. Kai yang ku kenal dulu gak begitu, Bi. Dia baik dan punya selera humor. Dia berubah semenjak kami menikah, emang dasarnya dia gak suka sama aku, dan malah disuruh nikah. Wajar kalau dia marah dan melampiaskannya begitu."

"Sebenarnya Tuan Kaisang itu beruuunnntung banget bisa menikah sama Non. Sudah baik, cantik, tidak pernah macam-macam. Beuh, sempurna banget. Tapi sayang, Tuan Kai malah perlakuin Non kurang baik. Suatu saat, Tuan Kai pasti menyesal." Bi Mur berucap menggebu.

"Huuusss! Bibi jangan doain seperti itu. Doain saja Kai bisa berubah seperti dulu dan rumah tangga kami bisa membaik dan bahagia," ucap Kyra dengan sungguh-sungguh.

"Aamiin," timpal Bi Mur cepat, mengamini doa Kyra.

Ting tung! Suara bel berbunyi.

"Biar aku saja yang buka pintu, Bi," kata Kyra, dan sudah berjalan keluar dapur. Meski bel rumah berbunyi beberapa kali, tapi Kyra tidak bisa mempercepat langkahnya. Perlahan mencapai pintu dan membukanya.

"Mami?"

"Halo, Sayang. Bagaimana keadaanmu?"

"Baik, Mi. Mami sendiri gimana? Sehat?"

"Sehat-sehat. Duh, Mami kalau gak ambil cuti, gak bakal bisa nengokin menantu mami ini." Hana, wanita berumur 49 tahun adalah maminya Kaisang. Dia sangat menyayangi Kyra seperti putrinya sendiri. Baginya, Kyra sangat mirip dengan ibunya yang bernama Yasmin. Beliau sahabat sekaligus dokter yang menyelamatkan nyawanya. Namun, umur Yasmin harus lebih dulu di panggil Sang Pencipta karena insiden kecelakaan.

Kyra mempersilahkan Hana masuk dan mereka duduk di sofa.

"Gimana dengan calon cucu Mami? Dia udah gak rewel lagi kan, Sayang?" tanya Hana dengan gerakan menjulurkan tangan untuk mengelus perut Kyra.

"Enggak, Mi, dia baik, sekarang sudah mau makan apa saja. Tapi dia suka bangunin aku kalau lagi tidur, suka nendang keras-keras," adu Kyra.

"Aduh, tangan Mami juga ditendang sama dia. Um, gak sabar nunggu dia lahir. Pasti gemesin."

Bi Mur datang membawa minuman, meski Kyra belum memerintah, tetapi Bi Mur sudah cepat tanggap. "Silahkan diminum, Nyonya, Nona."

"Makasih, Bi," ucap Hana dan Kyra bersamaan.

"Bi, kuenya sudah dimasukin ke oven?"

"Sudah, Nona."

"Kamu bikin kue, Ra?" tanya Hana sesudah Bi Mur pergi.

"Kyra bosan gak ngelakuin apa-apa, Mi. Bikin kue juga dibantuin Bi Mur, bukan Kyra sendiri."

"Mami takut kamu kelelahan, Ra. Perutmu sudah sebesar ini, apa kamu tidak kesusahan?" Hana terfokus pada perut Kyra yang membuncit. Membayangkan dengan perut sebesar itu pasti aktivitas Kyra sangat terbatas.

"Enggak, Mi. Lagian, kata dokter, Kyra justru harus sering gerak, gak boleh malesan. Biar nanti pas mau lahiran tidak lemah."

"Oh ya, kapan jadwal periksa ke dokter? Mami juga pengen lihat perkembangan si dedek."

"Masih Sabtu depan, Mi," jawab Kyra.

"Coba nanti Mami atur jadwal biar bisa nemenin, ya."

Hana yang setiap hari sibuk menunggui restorannya, sangat jarang punya waktu berkunjung ke rumah anaknya. Dari dulu keluarga Wiratama memang selalu disibukan dengan pekerjaan masing-masing hingga sulit untuk menghabiskan waktu bersama.

Hari ini Hana sengaja tidak ke restoran karena sangat ingin menemui Kyra. Selain rindu, Hana ingin memastikan keadaan menantunya. Dia sudah berniat akan menghabiskan waktu seharian bersama Kyra.

Jam 4 sore, Kai dan Lidia sudah bersiap akan meninggalkan kantor, tetapi langkah Kai terhenti saat di ujung koridor, tepatnya di depan lift, dia melihat sosok papinya berdiri di sana.

"Damn, it!" umpatnya lirih. Kedatangan Bagus Wiratama sangat tidak tepat, padahal dia sudah berencana akan ke hotel bersama Lidia, tetapi justru harus batal karena kedatangan papinya.

"Kai, kamu sudah mau pulang? Kebetulan, Papi ke sini juga mau mengajak kamu pulang bareng."

"Pulang bareng? Tumben, Pi?" Meski dalam hati kesal, tetapi tidak mungkin Kai menunjukan secara terang-terangan di depan papinya.

"Iya, mami ada di rumahmu, tadi dia telepon Papi buat mampir ke sini dan nyuruh pulang bareng sama kamu. Nanti kita makan malam bersama," terang Bagus.

"Oh." Sesingkat itu Kai menjawab.

Bagus melirik Lidia. Lidia tersenyum ramah dan menundukkan kepala sebagai bentuk hormatnya. Namun, Bagus tidak merespon. Entah kenapa dari dulu memang tidak suka dengan sekretaris anaknya itu, karena Lidia sering berpakaian sexy. Dia takut, Lidia mempunyai niat tidak benar. Bahkan, Bagus sedikit curiga dengan kedekatan Kai dan Lidia, namun selama ini tak ada bukti untuk membenarkan dugaannya.

Bukan hanya Kai yang mengumpat kesal, Lidia pun mengumpat kasar dalam hatinya. Pria tua bangka di depannya itu tiba-tiba datang membatalkan kesenangannya. Tahu kondisi tidak dapat berubah, akhirnya dia meminta izin untuk pulang.

Kini Kai dan Bagus berada dimobil yang sama.

"Kai, jangan terlalu dekat dengan sekretarismu. Ingat! Kamu sudah punya istri," ucap Bagus memberi nasehat.

"Apa hubungannya, Pi. Kai dekat dengan Lidia, sama seperti Papi dekat sama Jay. Namanya atasan ya harus dekat dengan sekretarisnya, bukan begitu?" Kai pintar dalam menjawab.

"Papi tidak suka kamu terlalu dekat dengan Lidia. Papi takut kamu tergoda dengan dia. Apalagi perempuan itu berpakaian seperti itu, menurut Papi itu kurang sopan."

"Kenapa Papi bahas masalah pakaian juga. Menurut Kai, pakaian Lidia standar."

"Papi hanya mengingatkan, jangan sampai kamu tergoda dengan perempuan lain. Kyra rela mengubur impiannya hanya demi menjadi istri yang baik untuk kamu. Jadi, jangan sampai kamu lupakan pengorbanannya."

'Cih, pengorbanan?! Siapa suruh dia sok baik dengan membatalkan kuliah S-2 nya. Dia ada dan gak ada juga gak berpengaruh. Malah, bikin kesal tiap hari harus liat mukanya. Memuakkan!'

Mobil yang dikendarai telah sampai di depan rumah. Rasanya malas untuk mengikuti acara makan malam bersama. Kai terus mengumpat dalam hati karena kesenangannya bersama Lidia harus batal. Dalam hati Kai menahan marah dengan Kyra, menuduh istrinya yang merencanakan acara keluarga itu.

'Awas saja kamu, Ra! Kau sudah menganggu kesenanganku. Aku akan memberimu pelajaran!'

Mengutuk Perasaan

"Kalian sudah pulang." Hana yang tengah sibuk menata makanan ke meja makan menyambut kedatangan Bagus dan Kai. Bagus mendekati sang istri dan memberi kecupan singkat pada pipi Hana.

Kai memutar bola mata ke atas, dari dulu papi dan maminya memang sering menunjukan keharmonisan di depannya. Meski malas, Kai bergantian mendekati Hana untuk mencium punggung tangan maminya. Hana menyambut dengan pelukan hangat.

"Dasar sok sibuk! Berapa tahun kamu tidak jenguk orang tuamu, hah?" Hana memasang raut marah, namun sedetik kemudian tersenyum. Menepuk-nepuk dada atas Kai beberapa kali.

Kaisang adalah putra semata wayang yang selalu mereka damba dan manjakan. Hanya semenjak Kai menikah, anaknya itu meminta izin untuk menempati rumah sendiri. Meski berat untuk menyetujui, tetapi itu syarat yang diberi Kai waktu itu.

"Mami tahu sendiri sesibuk apa Kai mengurus perusahaan," jawab Kai.

"Itu bukan alasan. Masih ada waktu di akhir pekan, tapi dasar kamu saja yang bucin sama Kyra, maunya dua-duaan terus, kan?! Iya, kan?" ledek Hana.

Kai mendengus. "Kyra hamil besar, jadi Kai memang harus sering temenin dia," jawab Kai berbohong.

"Pinter banget kamu jawabnya." Hana tertawa bahagia. Sangat senang bila Kai sudah mencintai Kyra, padahal semua itu hanya kebohongan.

"Kyra mana, Ma?" tanya Bagus, setelah dari tadi keberadaanya dicueki Hana dan Kai.

"Tadi ke kamar mandi. Taulah, Pi, kalau hamil besar emang bentar-bentar ke kamar mandi," jawab Hana beralih mendekati Bagus lagi. Pria itu manggut-manggut.

"Kai, susul dia dulu, ya Mi."

"Eh, nih anak. Sudah sini saja! Mami mau ngomong sama kamu." Hana mencegah Kai yang hampir berbalik.

"Istrimu sudah hampir melahirkan, kenapa belum ada perlengkapan bayi sama sekali?! Kamu calon ayah macam apa? Kehamilan Kyra sudah 7 bulan, harusnya semua perlengkapan buat calon anak kalian sudah ada. Ini, boro-boro ...!"

"Akhir ini Kai sibuk banget, Mi. Belum sempat nganterin Kyra pergi. Rencananya baru akhir pekan nanti," jawab Kai lagi-lagi berbohong. Padahal sama sekali tidak kepikiran tentang hal itu.

"Kamu ini, Kai! Kyra hamil anak pertama kalian, harusnya kamu tidak melewatkan hal penting itu!" omel Hana karena kesal Kai seolah tidak memikirkan kebutuhan calon cucunya. Bukan karena dia tidak mau ikut campur untuk membelikan, hanya saja dia memberi kesempatan kepada Kai dan Kyra untuk menjadi orang tua yang baik.

Fokus mereka teralihkan dengan kedatangan Kyra. Wanita itu menuju ayah mertuanya untuk mencium takzim punggung tangannya. Setelah itu beralih pada Kai, dan melakukan hal yang sama. Canggung dan terasa berbeda. Jika tak ada Hana dan Bagus, sudah pasti Kai akan menepis tangan Kyra.

"Kyra, kamu sehat?" tanya Bagus.

"Sehat, Pi." Kyra tersenyum.

Mereka semua melanjutkan dengan berbincang hangat dan menunggu waktu makan malam bersama. Kyra terus memasang senyum, namun tidak dengan Kai yang penuh umpatan dalam hatinya.

Kebersamaan keluarga itu tak berlangsung lama, karena seusai makan malam, kedua orang tua Kai berpamit untuk pulang.

Kai dan Kyra masih berdiri di teras rumah untuk menunggui mobil kedua orang tuanya pergi, saat itu ponsel Kai berdering. Tertera nama 'Lidia' di sana, buru-buru Kai menjawab.

"Halo ...."

"Sayang, dari tadi kau tidak menghubungiku." Suara Lidia mendayu-dayu. Kai sangat hapal dengan Lidia.

"Oh, ****!" umpat Kai. Kyra langsung menoleh pada Kai, tapi pria itu tetap fokus memandang lurus.

"Kau jangan memancingku," ucap Kai.

"Aku sengaja memancingmu, karena aku kesepian. Harusnya sekarang kita berduaan, tapi .... Kau tidak ingin menyusulku, Kai? Aku sudah memesan minuman kesukaanmu."

"Entah nanti. Aku belum istirahat sama sekali. Lagian, ada sesuatu yang harus ku kerjakan dulu. Nanti ku hubungi lagi." 'Klik' sambungan diakhiri.

"Siapa yang menghubungimu, Kai?" Kyra tidak bisa mencegah rasa penasarannya. Percakapan yang didengar tidak seperti bicara dengan rekan kerja, apalagi Kai sempat mengumpat kasar, membuat Kyra menerka-nerka.

"Bukan urusanmu!" sentak Kai. Pria itu menolehi Kyra dan menatap tajam. "Gara-gara kamu, acaraku batal!"

Mata Kyra menyipit. "Aku?"

"Kamu kan yang ngundang orang tuaku untuk datang? Kau sengaja supaya aku bisa berbaik-baik denganmu."

Kyra menggeleng. "Mami datang sendiri. Aku tidak mengundang. Tapi, apa salahnya mami dan papi datang? Mereka orang tuamu sendiri, harusnya kamu senang, Kai," balas Kyra.

"Gara-gara kedatangan mami dan papi kesenanganku jadi batal!" Kai masih berbicara dengan nada tinggi.

Kyra menghirup udara dalam-dalam untuk meredam emosi. Perutnya sedikit sakit, tetapi berusaha ditahan. "Bicarakan di dalam, Kai. Tidak enak di dengar orang lain," ujarnya.

Kai berbalik dan meninggalkan Kyra begitu saja. Kyra mengikuti di belakang.

Rumah tangga yang terjalin benar-benar jauh dari kata harmonis, setiap saat selalu hanya diwarnai dengan pertengkaran. Lelah, sesungguhnya Kyra sangat lelah, namun, demi amanah dan rasa cintanya terhadap Kaisang Adipta Wiratama, dia berusaha bertahan. Masih memiliki harapan bila suatu saat Kai bisa berubah, dan bisa mencintainya.

Kai melempar jas dengan asal, emosi pria itu seolah meletup-letup hanya dengan melihat wajah Kyra. Entah, kebenciannya terhadap Kyra bukannya memudar, tapi lebih menjadi.

"Memang kamu akan melakukan apa, Kai? Tidak cukup setiap hari pulang larut dan bersenang-senang di luar sana!?" ucap Kyra setelah menyusul suaminya masuk ke kamar.

Setelah jas yang terlepas, kini kemeja yang menutupi tubuhnya ikut dilepas. Saat ini hanya bertelanjang dada. Pria itu berbalik dan melangkah pelan mendekati Kyra dengan kilatan kemarahan. Meski begitu, Kyra tidak gentar, dia tahu, Kai tidak mungkin melakukan kekerasan. Kai pasti berpikir ulang untuk melakukan itu karena di dalam perutnya ada calon anaknya.

"Kesenanganku memang ada diluaran, kalau di rumah, aku muak denganmu. Jijik melihatmu!" desis Kai dengan suara penuh penekanan.

"Hanya karena pernikahan ini kamu berubah membenciku, Kai? Apa kamu berpikir, kalau aku juga tidak pernah suka dengan pernikahan ini? Aku mengubur cita-citaku demi menjadi istri seorang Kaisang Adipta Wiratama yang dipuja-puji orang karena kebaikan dan kewibawaannya. Padahal sesungguhnya kamu lebih buruk dari seorang preman. Hampir satu tahun aku terkurung tanpa bisa melakukan apapun. Kamu tidak memikirkan itu! Kamu suami yang memperk**a istrinya sendiri dan menjeratku dalam penjara rumahmu! Kau masih bersikap buruk padaku, seolah aku yang bersalah. Apa kau itu seorang manusia, hah? Di mana Kai yang aku kenal dulu? Dia baik dan lembut. Tidak seperti sekarang yang lebih menakutkan dari monster! Aku tidak senang dengan ini, Kai. Tidak! Aku mengutuk perasaanku yang masih saja mencintaimu walau kamu membenciku!" teriak Kyra dengan air mata berderaian. Dia meluapkan emosi dan kemarahan yang dipendam. Tak peduli lagi dengan Kai yang akan lebih membencinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!