Tiin..tiin..tiin
Farada, si gadis manis yang hidup dengan keceriaannya menembus pasar rakyat, Ia beberapa kali membunyikan klakson motor matic nya membelah kerumunan orang - orang yang lalu lalang di area jalan pertokoan. Jalan yang seharusnya dipakai untuk pengguna kendaraan tapi sering dipakai oleh para pedagang untuk membuka lapak dagangannya, sudah berkali - kali di tertibkan oleh pihak yang berwenang, namun selalu kembali lagi ketika satuan pamong praja pergi dari area situ.
Farada, pemilik toko cake dan makanan. Tidak besar memang, tapi itu adalah miliknya sendiri, dengan modal yang dia dapat setelah perusahaan travel umroh & haji tempat dirinya bekerja dulu mem-PHK hampir seluruh karyawannya, karena sang pemilik terlibat kasus penipuan uang.
Nasibnya masih beruntung, uang pesangonnya setelah tiga tahun bekerja bisa di keluarkan, tetapi itu melalui proses penantian yang panjang, karena ketuk palu pengadilan.
Farada hidup dengan kesederhanaan, walau tingkat kasta ekonomi keluarganya termasuk di golongan menengah. Didikan dari kedua orang tua nya yang melekat erat sejak kecil. Anak kedua dari seorang ayah yang pensiunan militer, dengan pangkat Letnan Kolonel ini tak suka hura - hura atau keluyuran, Ia lebih senang menata masa depan, katanya.
Kakaknya seorang laki - laki. Telah berkeluarga dan mempunyai sepasang anak, laki dan perempuan, mengikuti jejak sang ayah menjadi anggota militer di Angkatan Darat berpangkat Kapten, dan sekarang menetap tinggal di luar kota, Yogyakarta.
Berparas manis dengan hidung mancung, berkulit putih, rambut lurus sebahu, terkesan sedikit tomboi. Maklum, didikan militer ayahnya sangat kental. Dari usia sejak SMA sampai menamatkan bangku kuliah Diploma III Perhotelan nya tiga tahun yang lalu, banyak cowok - cowok yang berusaha mengambil hatinya, merebut perhatian, namun tak pernah di gubris. Ada juga yang nekat datang ke rumah, tetapi perlahan mundur ketika bertemu dengan sang ayah yang merupakan mantan komandan pasukan khusus ini. Padahal, kedua orang tuanya ini tidak menganut paham konservatif dalam mendidik anak, tidak mengekang. Hanya ingin memastikan bahwa laki - laki itu memang disukai anaknya.
Usianya sudah memasuki 24 tahun, masih single, bukan karena ngga laku, tapi itu sebuah pilihan. Karena lebih memilih meniti karir entrepreneur nya. Menurutnya, cinta dan karir tak akan bisa berjalan beriringan, sekali lagi menurutnya sih.
"Hei Fara, udah dapat yang kamu cari tadi?", teriak seorang Ibu - ibu yang melintas memotong jalur laju motor Farada. Gadis ini kaget tetiba seorang Ibu menyebrang, dia refleks tarik rem, "aduh Ibu, ngagetin aja deh", tapi Farada ini tersenyum, "udah bu, tadi ada di los C", Farada pun kembali tarik gas motor, melaju. "Haha, maaf ya", kata Ibu -ibu itu angkat tangannya sambil berlalu.
"Nyari apa kak?", tanya seorang anak kecil kemudian, ketika Farada sampai di ujung mau menembus jalan raya, "Ehh..Tika, ini kakak nyari bahan makanan untuk pesanan besok, kamu dari mana?", Farada menghentikan motornya dan mengusap kepala gadis kecil itu, dan memberi uang 5 ribuan. "Makasih kak Fara", ucapnya girang. "Iya, kakak langsung ke toko yaa", pamitnya pada anak kecil tersebut tanpa menunggu jawaban.
Begitulah rutinitas Farada sehari - hari. Terkadang dua hari atau tiga hari sekali dia selalu masuk pasar rakyat ini untuk mencari bahan - bahan makanan pesanan yang akan di olahnya.
***
"Udah siap mbak Dian?", tanya Farada ketika baru sampai di toko pada salah satu karyawan katering nya. "Yang buat Manager kantor DomTrav itu ya Kak? udah tuh, tadi mau di anterin Retno aku bilang tunggu Kak Fara dulu, ya kan?".
"Ho oh, biar aku aja", Farada melirik jam tangannya, pukul 11.15 sebentar lagi jam makan siang karyawan kantoran.
Dian berjalan menuju rak boks makanan yang sudah siap kirim untuk beberapa pesanan dan memilih satu nama kemudian memberikannya pada Farada. "Aku langsung berangkat ya", ucapnya sambil meraih kantong boks dan berlalu dari situ. "Kak, jangan lupa kalo ketemu yang ganteng, kaya, baik hati dan tidak sombong, titip salam dari aku yaa...hihi", suara teriakan Dian mengiringi langkah bosnya yang buru - buru keluar, "Dihh..", Farada melengos berlalu, "Yang ada gue duluan kalii..!".
Memang, khusus pesanan Manager perusahaan DomTrav itu, Farada dengan senang hati turun tangan langsung mengantarkannya. Bukan karena dia kasihan pada anak buahnya atau irit biaya bayar kurir, bukan itu!. Berawal dari satu bulan yang lalu, ketika ada order dari perusahaan DomTrav yang mendadak, anak buahnya yang khusus bertugas mengantar makanan ada tiga orang tersebut tidak ada, dua orang sedang keluar kirim pesanan dan satu orang lagi izin tidak masuk. Alih - alih agar tidak mengecewakan pelanggan, justru Farada jadi senang bertemu dengan Manager yang ganteng, masih muda tapi irit bicara. Dingin sih..tapi gue sukaakk jeritnya dalam hati
Farada bukan gadis yang mudah suka atau jatuh cinta, sulit di 'taklukan' malah. Tapi sekalinya serr di hati pada seseorang, Ia merasa cowok - cowok yang lain itu jadi jelek semua dan tidak menarik di matanya, pikirannya akan tertuju terus. Padahal, Manager itu bersikap biasa aja loh!.
Tetap dengan keceriaannya, Farada sambil bersiul - siul kecil melajukan motor matic nya menuju kantor DomTrav yang hanya berselang 15 menit dari toko nya. Setelah memarkirkan kendaraan, Ia harus berjalan lagi naik lift ke lantai 9 ke tempat perusahaan yang bergerak di bidang properti tersebut. Mulai dari halaman parkir sampai dalam gedung, Farada harus banyak - banyak senyum, pasalnya, wajahnya yang imut cantik sangat mudah di kenali, terutama kaum hawa yang menyapa. Tapi, dia tak pernah terlihat angkuh, tetap ramah membalas sapaan, walau itu tukang parkir sekalipun.
Jika di bilang "kamu itu cantik looh..", Ia akan selalu menjawab, "masa sih..?", sambil mencari kaca, apa bener gue cantik? ahh biasa aja , dan melengos berlalu.
Farada tak lupa untuk meninggalkan tanda pengenal di lobi untuk di tukar dengan kartu pengunjung yang harus di sematkan di dada. Setelah sampai di lantai 9, dia sudah tak sabar untuk melihat sang pujaan hatinya itu. Ia ketuk pintu kaca kantor, "permisi mbak, mau antar makanan buat pak Restu Mapendra", ucapnya dengan suara pelan pada resepsionis, "Oh iya mbak Fara, silahkan langsung seperti biasa".
"Trima kasih".
Farada lalu memberikan makanan tersebut pada sang sekretaris. Artika, sekretaris Restu menerimanya dan langsung masuk menuju ruangan sebelah yang hanya di batasi oleh kaca. Farada tidak langsung pergi, seperti biasa Ia akan memperhatikan dari luar sang pujaan hatinya tersebut.
Farada senyum - senyum simpul, pujaan hatinya itu akhir - akhir ini sering mengganggu pikirannya. Sambil berandai - andai, Ia bermain dengan pikirannya. Restu sang Manager bukannya tak tahu kalau Farada ini sering memperhatikannya dalam diam, tapi Ia mengabaikannya. Beberapa kali dia memergoki Farada sedang memandangi dirinya sambil senyum sendiri, dih..cantik - cantik gila kali yah? ucapnya dalam hati.
Farada, walau dipandangi dengan acuh, di abaikan seperti itu, tak peduli. Boleh dong, cinta dalam hati? ucapnya menghibur diri.
.
Lanjut...
"Pah, mama lama - lama jadi pusing sendiri deh", tutur Mama Farada di malam hari, selepas acara makan malam. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga sambil menonton televisi. "Pusing kenapa mah?", Papa Farada menghentikan kegiatan baca bukunya dan menatap istrinya tersebut. "Ini...si adek", sang Mama mengarahkan mukanya ke arah pandangannya ke Farada. "Loh, kok aku ma?", Farada spontan juga hentikan aktivitasnya yang sedari tadi senyam - senyum lihat ponsel, Ia sedang browsing instagram, entah akun siapa. "Iya, akhir - akhir ini, ada aja cowok yang datang ke rumah, nyari kamu".
"Kayak orang hilang aja pake di cari - cari", jawab Farada cuek. "Kamu ini, mama serius ngomongnya dek, becanda aja deh!", tegur Mamanya sambil melotot. "Iya mamaa, maap...siapa yang nyari anak mama yang cantik inii", Farada kemudian duduk dekat mama dan gelayut manja di bahu. "Ituu..siapa sih namanya tadi", sang mama berpikir sejenak, "Aa..Andrian, ya..Andrian namanya, dia udah berapa kali datang, udah tiga kali. Cuma mama lupa ngasih tau kamu".
"Ooh, kirain siapa, biarin aja kalo gitu mah", Farada tak ingin tahu lebih banyak lagi tentang cowok itu, Ia beringsut kembali ke tempat semula duduk. "Siapa dia itu dek?", kali ini sang papa angkat bicara. "Bukan siapa - siapa pah, dulu satu kampus, terkenal sebagai playboy kampus", jawab Farada datar sembari buka ponselnya kembali.
"Tapi, mama liat orangnya sopan kok dek, mungkin dulu sifatnya begitu, sekarang udah dewasa kali". Farada menengok ke arah mamanya, "dia emang sopan dari dulu mah, terlihat santun kan kalo ngomong?", Farada menjeda kalimatnya, meletakkan ponselnya di meja, "justru itu senjatanya untuk menarik para cewek - cewek, di bikin nyaman trus di tinggal deh".
"Dulu kamu suka sama dia?", papanya menimpal omongannya. "Nggaklaah, dia malah yang ngejar - ngejar adek dulu, tapi adek nggak nanggepin, malesin!".
Papanya manggut - manggut, "trus, siapa yang kamu suka? ada?".
"Nggak ada pah?", tapi matanya menerawang keatas, membayangkan seseorang. "Halah, lagakmu itu...muka kamu itu nggak bisa boong dek!", mamanya pun tak percaya, langsung menimpal omongannya. "Apaan sih mah, udah ah, ngapain bahas cowok deh", Farada malu ketahuan. "Yaa..muka kamu biasa aja dong, nggak usah memerah begituu", mamanya berusaha mencolek pinggangnya, Farada beringsut menjauh. "Ehh..siapa orangnya dek?", goda sang mama kembali. "Ihh mama, udah ah..nggak ada", jawab Farada pura - pura marah, tapi tetap mukanya makin berubah dari merah ke warna pink.
"Tapi, kamu nggak boleh pacaran loh dek, kalo bisa langsung nikah aja, umur kamu udah mau masuk 24 tahun loh!", tegas papa dengan wajah serius.
"Belum mau nikah papaaa, adek mau bangun karir dulu, nyari duit duluu", kecuali oleh...(dalam hatinya), "..ehh iya", Farada teringat sesuatu, "Pah, sewa ruko itu kok aku nggak di tagih - tagih sih?", ucapnya mengernyitkan dahi, maksud hati ingin mengalihkan topik pembicaraan.
Farada dalam menjalankan usahanya menyewa sebuah ruko tiga lantai di bilangan kota, ruko kepunyaan papa nya sendiri. Farada bersikeras ingin menyewanya walau orang tuanya bilang itu tidak perlu, karena memang nanti akan menjadi kepunyaan anak nya itu sendiri.
"Oh iya, lupa papa?", sang papa pura - pura lupa sambil menepuk keningnya, "yaudah mana? dua bulan kan yah?", si papa langsung menadahkan tangannya ke Farada.
"Hehe..belum cukup pah, kemarin ke pake terus", jawab Farada mesem-mesem.
"Huuu...lagakmu ini", tangan papanya bergerak seolah ingin menyentil telinganya. "Makanya, kan papa udah bilang, nggak usah pake sewa - sewaan segala, itu kan juga punya kamu papa beliin".
"Iya, tapi kan yang namanya warisan itu kalo orang tua udah nggak ada, baru adek punya hak milik, lagian aku nggak greget usahanya pah, kalo dikasih - kasih gitu".
"Loh, itu bukan warisan maksud papa, itu papa kasih buat kamu dek, beliin buat kamu".
"Udah - udah, ini bapak sama anak ngapain ribut ngomong warisan sih, omongan jadi melebar kemana - mana deh", sang mama memotong perdebatan bapak - anak tersebut.
"Pokoknya, kalo ada yang datang lagi nyari kamu, adek aja yang temuin deh ke rumah, mama males!", ujar si mama sambil berlalu ke dapur, "pa...mau di bikinin teh manis nggak?".
"Gulanya dikit aja ma, ntar papa lama - lama jadi diabetes apalagi mama yang bikinin".
"Loh, kok gitu?" Herlina, mama Farada protes berbalik badan. "Iya, soalnya manisnya jadi double", Handoko, sang papa nyengir.
"Ya ampuuunn...udah mau jadi kakek - kakek masih ngegombal aja", jawab si mama, dengan muka memerah.
"Wuahahahaha...." Farada tertawa geli, memegang perut. "Ehh..kamu ini ketawanya, udah malem dek!", hardik pak Handoko. Farada spontan menutup mulutnya, "Maaf, lagian papa aneh - aneh aja, ingat umur paaa..udah tua, masih gombalin mama aja hihi".
"Justru itu dekk, kalo nyari suami itu yang selalu bikin kamu awet muda, nyari nya jangan yang kaku - kaku begitu, hari - hari kamu jadi menoton nantinya", mama Farada membawa segelas teh manis dari dapur.
"Tuh, kamu liat kan?, kena gombal dikit aja, mama kamu cepat bikin tehnya", ujar pak Handoko dengan muka konyol. "Ih..si papa ini!", sang mama melotot.
Farada mesem - mesem, "adek mau tidur duluan ya pah..mah, ngantuk aku, besok pagi mau belanja lagi". ucap Farada tanpa menunggu persetujuan kedua orangnya Ia beranjak pergi ke kamar.
***
Restu Mapendra.
Pria muda nan mapan, berusia 28 tahun. Berwajah tampan, kalem dan terkesan dingin, telah bergabung dengan DomTrav, Sebuah perusahaan asing milik negeri tirai bambu, Cina ini sudah dua tahun, dengan jabatan sebagai General Manager.
Ia hanya hidup berdua dengan ibu nya, tanpa pernah mengenal wajah sang ayah. Menurut cerita ibunya, ayahnya sudah meninggal ketika dirinya masih berada di dalam perut, tepat dua bulan sebelum Ia terlahir.
Ibunya berjuang seorang diri untuk menghidupinya, dengan membuka sebuah salon kecantikan. Dengan susah payah pula, sang Ibu berhasil menyekolahkannya sampai ke jenjang yang tinggi. Latar belakang kehidupan yang pahit tersebut, sedari remaja Restu sudah bertekad akan menjawab jerih payah sang Ibu dengan belajar tekun, hingga berhasil mendapat beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan kuliahnya di Inggris.
Ya, itulah...mengapa sampai saat ini, Ia belum menikah atau pun punya kekasih. Bukan karena tak ada yang melirik, wajahnya yang rupawan, terlalu mudah sebenarnya untuk mendapatkan itu, tapi memang keinginannya yang belum. Sampai - sampai Iin Herini, sang Ibu pusing sendiri dengan prinsip anaknya ini. "Restu, Ibu ini sudah tua nak, pengen banget menimang cucu, kapan kamu mau kenali calon mu pada Ibu?", di suatu malam minggu, Ibu Iin bertanya. Saat anak - anak muda sedang asyik bermalam minggu, di lihat anaknya malah di depan laptop, entah apa yang di kerjakannya.
Restu menghentikan kegiatannya, Ia memijit pelipisnya lelah. Perdebatan dengan Ibunya akhir - akhirnya hanya seputar itu - itu saja. Tentang kapan menikah. Seolah - olah, Ibunya adalah orang tua yang paling malang di dunia ini karena putranya tak laku-laku. "Yaa..gimana bu?, kalo nyari jodoh itu semudah menemukan kucing oren sih, aku udah menikah dari dulu, tapi memang belum ketemu yang cocok, Ibu sabar aja, nanti kalo waktunya, pasti aku menikah kok!".
Ibu Iin mendengus kesal mendengar jawaban anaknya ini, "kurang sabar gimana sih bang?, kamu itu jangan terlalu pemilih, ngga ada manusia yang sempurna kalo itu yang kamu cari. Nanti kamu keburu tua, ngga kasian apa dengan anak kamu nanti?, di saat anak baru sekolah dasar, ehh papanya sudah tua".
Restu garuk - garuk kepalanya yang tak gatal, perasaannya berkecamuk, di satu sisi Ia membenarkan perkataan Ibu nya, tapi di sisi lain sampai saat ini dia belum ketemu yang klik.
"Atau, Ibu kenali dengan anaknya langganan salon mama?, anaknya cantik loh, lulusan Australia pula, gimana?", sambung Ibu Iin kembali tanpa beri kesempatan anaknya untuk menjawab. "Duuh, Ibu nggak usah kenal-kenalin aku, aku bisa nyari sendiri!".
"Yaa kapan?, nanti Ibu kenalin aja deh!".
"Nggak usah buu...", Restu bangkit dari duduknya dan berlalu ke kamarnya untuk tidur.
"Iya..pokoknya Ibu kenalin!", nada Ibunya naik satu oktaf.
"Nggak!".
"Iya!".
-
Lanjut...
"Pak Restu, ini file yang bapak minta tadi, semua udah saya susun, tinggal bapak pelajari", ucap Artika sang sekretaris menyerahkan sebuah map berisi dokumen pada Restu. "Ini file yang buat nanti siang kan?", Restu membuka lembaran file tersebut dan melihatnya sebentar. "Iya pak, ini nanti siang yang akan kita bawa meeting dengan client".
Restu manggut - manggut mempelajarinya, "ya sudah, nanti kamu saya panggil lagi kalo ada perbaikan".
Artika ingin berlalu dari situ, tapi Ia ingat sesuatu, "maaf pak Restu, nanti jam makan siang, si Bimo mau traktir makan siang, tapi pesan makanan dari katering, dia minta izin gunakan aula kecil yang di ujung sana, boleh nggak pak?".
Restu mendongak, "asal jangan lewat dari jam satu siang loh, kamu juga ikut?". "Iya pak, soalnya semua yang di ruangan ini di traktir, termasuk bapak, gimana?".
"Saya...?", Restu menunjuk dadanya.
"Iya pak, hari ini dia ulang tahun".
"Ckk..kayak anak kecil aja pake di rayain. Ya, lihat aja nanti gimana", lanjut Restu acuh setelah itu dan kembali pelajari dokumen di depannya. "Baik pak, saya permisi". Artika pun berlalu dari situ.
***
Ruangan aula tidak terlalu ramai, hanya beberapa karyawan inti dalam satu divisi terlihat disitu. Bimo sang punya hajat traktir terlihat celingak-celinguk karena ada hal yang belum terlihat, Farada sang punya katering belum tampak.
Ya, dia memang sangat tertarik dengan gadis berparas manis tersebut. Itulah mengapa dia dengan sengaja minta tolong Artika untuk memesan makanan memakai Farada. "Tika, pak Restu jadi ikut nggak?", Bimo bertanya pada Artika yang sedang ngobrol dengan Henny bagian keuangan. "Oh tadi beliau katanya kalo sempat, hadir sih, makanannya juga udah aku pisahin tuh", Artika memberi kode dengan mulutnya.
Tiba - tiba Farada masuk sambil menenteng makanan tambahan lainnya, Ia di temani satu orang karyawan yang membawa berikut minuman dan, "maaf mbak Tika agak sedikit terlambat", katanya pada sekretaris pak Restu itu sambil membungkuk hormat dan langsung kemudian mengatur letak makanan itu berikut buah segar yang disusun sedemikian rupa dimeja. "Belum terlambat juga mbak Fara, santai aja, sebentar lagi acara makan siangnya kok!", tutur Artika ketika melihat Farada agak sedikit terburu - buru mengatur makanannya.
Farada larak lirik curi pandang ke sekeliling, tidak ada pak Restu di situ. "Hufft...", Ia menghela nafasnya, ada sedikit kecewa ketika Ia tak melihat lelaki idamannya disana. "Pak Restu sebentar lagi kok datangnya", goda Artika berbisik pada Farada. Artika tahu bahwa Farada menyukai bos mereka ini, terlihat dari seringnya pujian yang terlontar dari mulut Farada. "Hah..?", Farada membuka dan menutup mulutnya, mukanya bersemu merah ketahuan jalan pikirannya.
"Nah..itu!", bisik Artika mengarahkan mukanya ke pintu aula. Pak Restu, sang General Manager dingin ternyata bisa hadir, tadinya sempat kepikir nggak ingin bergabung, cuma jam dua nanti ada meeting dengan klien, jadi apa salahnya sambil menunggu, ikut berbaur dengan anak buahnya.
Farada terpana untuk kesekian kalinya. si tampan pujaannya hadir. Ia bermain berandai - andai dalam pikirannya, ah andaikannya...pak Restu ayah dari anak - anak gue... aihhh, sempurna rasanya, lengkap sudah hidup gue .
"Hei..senyum - senyum sendiri", teguran pelan Bimo otomatis membuyarkan semuanya. Artika pun ketawa, sedangkan Farada kembali dengan muka seperti kepiting rebus. "Ihh..apaan sih pak, ngagetin aja!", Farada merungut.
"Kok belum mulai?, jam satu sudah harus bubar dari sini loh, jangan sampai lewat", suara berat nan dingin pak Restu.
"Yaudah yuk, kita mulai aja Bim", Artika yang bertindak sebagai pembawa acara pun memulai acara kecil - kecilan ini.
Sementara, Farada sendiri perlahan berjalan ke pojok ruangan, Ia sebenarnya tidak begitu suka dengan acara - acara seperti begini, tapi karena kateringnya yang di pesan oleh Bimo melalui Artika, mau tak mau dia harus hadir. Tidak harus sih sebenarnya, Ia bisa saja menyuruh karyawannya sendiri yang mengantarkan, tapi karena perusahaan tempat pria idamannya yang order, Ia hanya ingin melihat itu.
"Nih, saya bawakan buat kamu..", suara Bimo memecah konsentrasinya yang sedang perhatikan pak Restu, menyodorkan sekotak ransum makanan. "Loh, itu kan makanan dari saya pak, nggak usah pak, saya sebelum berangkat tadi udah makan", Farada menolak secara halus, perhatiannya terpecah. "Ya, masa yang lain pada makan, kamu hanya cengok aja, ambil aja nggak apa - apa, saya kan pesannya lebih, sengaja...".
Liat pak Restu aja saya sudah kenyang pak
Farada masih menolak, tapi karena Bimo sedikit memaksa, Ia tak enak hati, akhirnya dia pun terima kotak makanan itu.
Sambil makan, Bimo berusaha terus mengajak ngobrol Farada, walau di tanggapi satu tanya satu jawaban.
"Katering kamu ini enak loh, kamu lulusan sekolah memasak?".
"Nggak pak, saya hanya hobi memasak aja", Farada menjawab agak kikuk, tapi sang mata larak lirik melihat pergerakan pak Restu yang juga sendiri menikmati makanannya. Ah...andai gue bisa masakin pak Restu tiap hari
"Tapi, kok masakannya rasanya ala - ala hotel bintang lima?", pujian sedikit bombastis dari Bimo keluar.
Cihh bisa aja tatakan somay mujinya...dalam hati Farada.
"Masa sih pak?, saya belum pernah ngerasain masakan hotel soalnya".
"Beneran loh, ntar deh kapan - kapan saya ajak deh rasain makanan hotel, pasti rasanya sama", ujar Bimo makin agresif. Dia pikir jarang - jarang dapat kesempatan untuk dekat dan bisa ngobrol dengan Farada. Gadis itu selalu menghindarinya jika dia berusaha mendekati. "Mau nggak?", lanjut ajakan Bimo.
"Ehh..oh, saya lidahnya selera warteg pak, nggak bisa masakan hotel, mules saya", jawab Farada sekenanya. Antara kesal dan terganggu karena tak bisa konsentrasi melihat pak Restu.
"Kalo gitu, kita makan di warteg aja gimana, warteg juga nggak kalah enaknya sih".
Farada garuk - garuk tengkuknya yang nggak gatal, bingung mau ngomong gimana, Ia terjebak omongan sendiri. "Mmhh..hhh, ntar deh kapan ada waktu ya pak, soalnya saya susah waktu kosong", kembali menjawab sekenanya.
"Saya tunggu waktu kamu kosong, kalo gitu, boleh minta nomor ponsel kamu nggak?".
Tiba - tiba, Artika menepuk bahu Bimo pelan, "Ini yang punya hajat malah mojok disini, gimana deh, sana kasih kata - kata apa gitu, bentar lagi selesai nih!".
Bimo kaget, "Eh iya", Bimo menepuk jidatnya, lalu terburu bergabung dengan yang lain.
"Si Bimo ngomong apa sama kamu, Fara?", tanya Artika berbisik. "Nggak ngomong macam - macam sih, cuma nanya dan muji - muji", jawab Farada polos.
"Hati - hati sama dia mah, player cap kampak!", tutur Artika kemudian. "Iya sih, keliatan dari cara ngomongnya", Farada mengangguk, meng-iyakan.
"Kalo pak Restu, udah punya istri?", tanya Farada hati - hati.
"Gimana mau punya istri, pacar aja nggak punya!", Artika menjeda kalimatnya, Ia menyeruput juice di tangan, "orangnya kayak balok es gitu, siapa yang betah?", lanjutnya kemudian.
Gue betah mbak...
"Masa belum punya pasangan sih mbak?", selisik Farada tak percaya. "Kamu mau?, orangnya dingin banget loh, kayak nggak tertarik ama perempuan, jangan - jangan belok! hihi..", Artika lalu tersadar, "Astagfirullah...maaf ya pak di gosipin!". ucapnya perlahan, "udah ah gosipnya, dosa. Kamu lanjutin makannya, sebentar lagi jam satu, acaranya bubar".
Farada tertawa sendiri dengan salah tingkahnya sang sekretaris itu, habis ngatain bosnya.
-
-
Lanjut
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!