NovelToon NovelToon

PATIH RANGGA DEWA & PANGERAN KESAYANGAN

PERHATIAN

...***...

Pagi itu, Pangeran Arya Fusena sedang berjalan santai mengelilingi istana, sambil menggerakkan tubuh agar tidak kaku. Bisa dibilang olahraga pagi untuk orang sekarang. Dan kebetulan, saat itu Prabu Maharaja Sura Fusena sedang bersama istri serta selirnya berada di pandopo. Tapi wajahnya terlihat sangat kusut, merasa tidak senang karena ia selalu diikuti oleh keempat dayang yang mengingatkan, apa saja yang harus dilakukannya setiap hari.

"Sampurasun ayahanda prabu, ibunda ratu."

"Rampes."

"Hormat kami gusti prabu, gusti ratu."

"Kenapa wajah nanda cemberut begitu? Apa yang membuat suasana hati nanda kacau begitu?."

"Ada apa nak? Apakah nanda mengalami sesuatu? Katakan pada ibunda."

"Sepertinya nanda memiliki banyak pengikut, memangnya nanda hendak kemana? Apakah nanda mau pergi keluar?."

Pangeran Arya Fusena mendekati ayahandanya, duduk bersila dihadapan ayahandanya. Matanya juga menatap ibundanya yang ikut duduk bersama istri ayahandanya yang lainnya.

"Mohon ampun ayahanda prabu, mereka saja yang mau mengikuti nanda." Ia memberi hormat Ketika nanda keluar dari bilik? Rasanya tidak enak saja diikuti oleh mereka, nanda sangat malu dengan kanda, yunda, juga adi, karena nanda selalu saja ditempeli mereka." Wajahnya semakin terlihat cemberut, dan menundukkan wajahnya, untuk menyembunyikan ekspresinya yang tidak enak untuk dilihat.

"Ahaha! Putraku arya fusena sepertinya sangat terkenal sekali, bahkan dari kecil saja telah memiliki banyak pengawal."

"Kenapa ayahanda malah tertawa? Nanda merasa tidak enak, karena diikuti oleh mereka semua."

"Itu karena mereka semua sangat menyayangi nanda, jadi wajar jika mereka mengikuti nanda, apalagi nanda adalah pangeran kesayangan mereka semua."

Prabu Maharaja Sura Fusena dan Ratu Saraswati tertawa mendengarkan ucapan Pangeran Arya Fusena yang terlihat sangat kesal karena selalu ditempeli para dayang.

"Tapi tidak harus ikut kemana saja ayahanda Prabu, ibunda Bagaimana jika nanda mau bergerak bebas jika mereka mengikuti nanda terus."

Lagi-lagi sang Prabu tertawa melihat raut wajah kesal anaknya. "Dayang? Apakah kalian tidak punya pekerjaan lain? Selain mengikuti putraku?."

"Mohon ampun gusti prabu, tentu saja kami memiliki pekerjaan, yaitunya mengikuti dan mengingatkan gusti pangeran."

"Kenapa seperti itu?."

"Hamba mengingatkan gusti pangeran untuk makan." Dengan sangat jelas ia berkata seperti itu. "Supaya selalu bertenaga saat melakukan apa saja." Kali ini ia melihat ke arah Pangeran Arya Fusena. "Terkadang gusti pangeran selalu lupa, jika tidak diingatkan makan, hamba takut nantinya gusti pangeran sakit." Raut wajahnya malah terlihat sedih. "Jika gusti pangeran sakit, nanti hamba yang kena hukum gusti prabu."

"Jadi seperti itu? Sangat memperhatikan sekali kesehatan putraku pangeran arya fusena." Sang Prabu merasa kagum. "Lalu bagaimana dengan yang lainnya? Apakah memiliki alasan yang sama?." Sang Prabu sangat penasaran.

"Hamba bertugas mengingatkan gusti pangeran latihan ilmu kanuragan, ilmu kenegaraan." Dayang kedua menjawabnya. "Supaya seimbang jika terlibat dalam urusan kerajaan nantinya gusti prabu."

"Hamba mengingatkan gusti pangeran kapan waktunya berlatih kuda gusti prabu." Dayang ketiga juga menjawabnya. "Akan malu rasanya jika seorang pangeran tidak bisa menunggangi kuda." Ia melihat ke arah Pangeran Arya Fusena. "Misalnya ketika gusti pangeran mau membawa seorang putri raja, tapi tidak bisa naik kuda? Itu sangat memalukan gusti prabu."

"Oh, benar juga itu." Sang Prabu tidak menduga dayang anaknya akan berpikiran sampai ke arah sana. "Putraku akan kehilangan wibawa jika melakukan kesalahan yang memalukan." Sang Prabu membenarkan ucapan itu. "Lalu bagaimana dengan yang lainnya?." Sang Prabu melihat masih ada beberapa dayang yang juga ikut bersama anaknya.

"Dan hamba bertugas menjaga, serta memperhatikan ketampanan gusti pangeran." Dengan penuh percaya diri ia berkata seperti itu. "Karena beliau seorang pangeran? Jadi pakaiannya harus selalu rapi, pakaian yang akan menunjukkan ketampanan seorang pangeran yang terhormat, itulah tugas kami semua gusti prabu."

Mereka semua memiliki tugas masing-masing demi Pangeran Arya Fusena, dan itu jarang sekali dialami oleh putra mahkota lainnya, bahkan anak gadis Prabu Maharaja Sura Fusena tidak mendapatkan perhatian khusus seperti itu.

"Ahahaha! Jadi putraku pangeran arya memiliki dayang yang selalu mengingatkan apa saja dilakukan putraku? Itu sangat luar biasa sekali."

"Benar gusti prabu."

"Wah? Aku ucapkan terima kasih pada kalian semua, karena kalian telah memperhatikan putraku pangeran arya."

"Dengan senang hati kami melakukannya Gusti Prabu."

"Bagus, terus seperti itu."

"Oh ayahanda prabu, kenapa ayahanda prabu malah terlihat senang?." Pangeran Arya Fusena bingung dengan sikap ayahandanya. "Nanda sangat malu sekali pada kanda, juga yunda yang lainnya." Ia bahkan terlihat merengek. "Jika nanda terus diikuti oleh mereka semua seperti ini ayahanda prabu."

"Putraku pangeran arya fusena." Kali ini ibundanya yang bersuara. "Tidak apa-apa nak, itu tandanya mereka semua sangat menyayangi nanda." Dengan penuh kelembutan sang Ratu mencoba menenangkan anaknya.

"Itu benar sekali gusti ratu."

"Ibundaku tidak bertanya pada kalian, tapi bicara padaku." Pangeran Arya Fusena terlihat merengut kesal.

Sementara mereka malah tertawa melihat raut wajah menggemaskan dari Pangeran Arya Fusena. Membuat Prabu Maharaja Sura Fusena, Ratu Dewi Saraswati, dan keempat dayang tersebut tertawa geli.

Namun, dibalik kasih sayang yang ia dapatkan. Tentu saja ada keluarga istana yang tidak menyukainya. Yaitunya kedua selir ayahandanya, serta istri pertama, juga saudaranya yang lainnya. Mereka melihat itu, dengan tatapan benci. Menganggap apa yang dilakukan para dayang adalah berlebihan. Bahkan anak-anak mereka tidak diperlakukan seperti itu oleh para dayang lainnya. Tapi mengapa hanya Arya Fusena yang diperlakukan istimewa seperti itu?. Apa kelebihan yang ia miliki?. Temukan jawabannya.

...****...

Di kaki gunung yang hampir memasuki kawasan kerajaan Trisakti. Terdapat sebuah pondok, yang kini dihuni oleh seorang wanita. Dulunya ia terkenal dengan kecantikannya. Siapa saja ingin memilikinya. Dari kalangan bawah, sampai kalangan raja. Sayangnya ada seseorang yang berhasil mengungkap identitas aslinya. Bahwa ia adalah siluman ular yang menyamar menjadi manusia. Dan orang tersebut adalah Gusti Prabu Maharaja Sura Fusena.

Disebuah acara yang dihadiri oleh orang-orang penting. Di sana Prabu Maharaja Sura Fusena mengetahuinya. Dan sekarang, ia menatap wajahnya di sebuah cermin di depannya. Sesekali ia melihat wajahnya dihiasi oleh sisik hijau. Saat itu pula, emosinya memuncak. Sehingga ia membanting, melempar apa saja yang ada di dekatnya.

"Huwah! Awas saja kau prabu maharaja sura fusena." Teriaknya penuh dengan kemarahan. Dendamnya yang ingin segera ia balas kan. Rasa sakit hati yang membuncah di dalam dirinya.

"Aku telah bersumpah! Aku akan membalaskan rasa sakit ini padanya!." Hatinya yang mendendam, dan terbakar amarah yang luar biasa. "Dia telah berani mempermalukan aku! Padahal aku sedikit lagi mendapatkan pangeran incaranku! Tetapi raja kurang ajar itu mengetahui identitas asliku. Bedebah!." Ia tidak akan pernah melupakan apa yang terjadi pada hari itu. Karena rasa malu yang ia terima, membuatnya tidak bisa hidup tenang di alam manusia.

"Kita lihat saja! Aku akan segera menuntut balas, apa yang telah kau lakukan padaku sura fusena." Ia telah bertekad, bahwa ia akan membalas semua rasa sakit hati yang ia terima.

...***...

Kembali ke istana.

Pangeran Arya Fusena saat ini sedang berlatih ilmu kanuragan di halaman belakang istana. Dengan memainkan beberapa jurus yang pernah diajarkan oleh ayahandanya, pangeran Arya Fusena melatih kembali jurus tersebut, agar terlihat sempurna.

Dengan sebuah trisula sakti di tangannya. Ia memainkan benda tersebut dengan kekuatan penuh. Melompat ke sana kemari, terbang, dan sesekali mengerahkan tenaga dalamnya. Gerakan itu sangat kuat dan bertenaga, sehingga membuat gerakan itu semakin sempurna. Dayang yang mengawasi itu terlihat sangat sangat senang. Akan tetapi tiba-tiba saja, kakaknya Putri Rara Wulan datang, dan langsung menyerangnya.

Terjadilah perkelahian antara mereka, sehingga mereka panik melihat itu. Tapi untungnya saat itu datang Paman Rangga Dewa. Adik Dari Prabu Maharaja Sura Fusena.

"Paman Patih?."

"Maaf jika paman mengganggu latihan nanda berdua."

"Tidak apa-apa paman Patih, kami hanya latihan ringan saja."

"Baguslah kalau begitu." Senyumnya begitu ramah. "Hanya saja, paman sedikit lain melihatnya tadi." Matanya melihat ke arah Putri Rara Wulan. "Terutama pada nimas rara wulan yang terlihat sangat bernafsu sekali menyerang nanda arya fusena."

"Ah, paman Patih." Putri Rara Wulan sedikit berkelit. "Baru saja dicolek seperti itu sudah kesakitan?." Ia colek bahu adiknya sedikit kuat. "Jadi benar dong? Kabar yang beredar, bahwa pangeran arya fusena sebenarnya adalah pangeran yang sangat manja?."

Patih Rangga Dewa tertawa mendengarkan apa yang dikatakan oleh Putri Rara Wulan, sedangkan Pangeran Arya Fusena hanya pasrah saja dengan apa yang telah dikatakan saudarinya itu.

"Jadi karena itu nimas ingin mengujinya?."

"Hmph!."

"Jadi yunda sengaja melakukannya?."

"Tentu saja aku sengaja." Ada kekesalan yang hendak ia ungkapkan. "Karena aku tidak tahan lagi mendengarkan kabar itu." Putri Rara Wulan mendekati adiknya, dan dengan jengkelnya ia menunjal kepala adiknya.

"Gusti pangeran!." Para dayang langsung panik, mereka mendekati Pangeran Arya Fusena. Dan melindungi pangeran kesayangan mereka dari tangan jahat Rara Wulan.

"Lihatlah paman patih? Masa seorang laki-laki dilindungi oleh wanita? Itu namanya lemah paman!." Putri Rara Wulan semakin kesal.

Patih Rangga Dewa kembali tertawa geli melihat bagaimana raut wajah Putri Rara Wulan yang merenggut kesal. "Tapi nimas terlihat galak, apakah nimas tidak kasihan pada adik nimas?." Patih Rangga Dewa hanya tidak tega. "Lihat saja wajahnya, itu bukan takut melawan wanita." Dengan hati-hati Patih Rangga Dewa menjelaskannya. "Namun sebagai seorang adik, nanda arya fusena sangat menghargai kakaknya, seperti menghargai ibundanya."

"Benar itu paman patih." Pangeran Arya Fusena terlihat lega. "Yunda saja yang salah faham dengan semuanya, terima kasih paman patih mau menjelaskannya pada yunda."

"Hmph! Katakan saja kau takut padaku dinda, tidak usah mencari pembelaan dari paman patih!."

"Ya sudah." Patih Rangga Dewa mengelus kepala mereka dengan sayang. "Jika mau meneruskan latihan silahkan, paman akan melihat dari sana." Patih Rangga Dewa tersenyum kecil. "Tapi ingat?! Jangan sampai menyakiti satu sama lain hingga terjadinya dendam, kalian itu bersaudara ya? Mengerti?."

"Mengerti paman."

Patih Rangga Dewa mempersilahkan mereka kembali bertarung, memuaskan apa yang terpendam di dalam diri mereka.

"Dan dayang? Berikan mereka ruang untuk latihan bersama."

"Tapi gusti patih?."

"Apakah kalian ingin membantah perintah dariku?."

"Sandika gusti patih."

"Gusti Patih sangat seram jika marah." Bisik mereka.

"Sudahlah, ikuti saja apa yang dikatakan Gusti Patih!."

"Baiklah, kita juga harus fokus dengan keselamatan Gusti pangeran juga Gusti Putri."

Mau tak mau keempat dayang tersebut menepi. Mereka juga tidak berani membantah apa yang dikatakan oleh patih Rangga Dewa. Apa yang akan terjadi?. Temukan jawabannya. Next.

...***...

KEDEKATAN

...***...

Putri Rara Wulan masih berlatih bersama Pangeran Arya Fusena, gerakan yang mereka lakukan semakin cepat. Patih Rangga Dewa dan keempat datang tersebut bahkan melihat dengan mata menyipit. Gerakan yang luar biasa, dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang profesional saja.

"Memang keturunan raja yang mengesankan, sangat luar biasa sekali."

"Oh rasanya aku ingin segera menikah dan memiliki anak seperti mereka."

"Andai saja aku memiliki anak seperti mereka."

"Aku pasti akan bahagia memiliki anak-anak yang sangat luar biasa."

"Kalian ini jangan mengharapkan yang aneh-aneh."

Tentunya ucapan itu membuat Patih Rangga Dewa melirik tidak enak, dan seperti ingin memakan dayang yang berkata seperti itu. "Kalian ini bicara apa? Dasar dayang aneh." Seakan-akan ucapan itu menyindir dirinya yang hingga saat ini belum menikah juga.

Sementara itu, Pangeran Arya Fusena dan Putri Rara Wulan saat ini sedang mengatur hawa murni mereka setelah melakukan beberapa jurus.

"Ternyata kau kuat juga dinda, tidak sia-sia ayahanda prabu melatih mu dengan giat."

"Aku hanya melakukan sebisaku yunda, tapi yunda sangat hebat." Pangeran Arya Fusena sangat kagum. "Gerakan totokan angin itu sangat hebat, dan aku tidak bisa menghindarinya."

"Kalau begitu dinda pangeran harus lebih banyak latihan lagi." Nasehatnya. "Jika kau serius berlatih, maka kau bisa melakukannya dinda. "

"Jika yunda bersedia melatihku, maka akan dengan senang hati aku akan mempelajarinya."

"Baiklah, kalau begitu persiapkan dirimu."

Kembali mereka beradu tanding. Melawan satu sama lain?. Tidak, kali ini Rara Wulan mengajari adiknya itu memainkan jurus andalannya. Mungkin latihan ini agak lama?.

"Gusti putri rara wulan, tumben sekali dia mau mengajari gusti pangeran ilmu kanuragan."

"Benar, tidak biasanya." Ia mengamatinya dengan tatapan penuh curiga. "Aku takut tuan putri memiliki niat yang tidak baik."

"Kalau begitu, kita harus waspada." Begitu juga dengannya. "Supaya tidak terjadi sesuatu pada gusti pangeran."

"Benar, kita harus tetap waspada, jangan sampai terjadi sesuatu pada Gusti pangeran."

"Ekhm!."

Mereka terkejut karena teguran Patih Rangga Dewa, mereka seperti terkena jantungan dadakan.

"Eh? Gusti patih, asih di sini toh?."

"Tidak baik mencurigai orang yang benar-benar berbuat baik pada saudaranya."

"Hehehe! Ampun gusti patih, kami hanya khawatir saja pada gusti pangeran."

"Kami tadi hanya bercanda gusti patih."

"Ya sudah, awasi terus nanda pangeran." Patih Rangga Dewa hanya menggoda mereka saja. "Jangan sampai lengah, atau kalian yang akan aku hukum."

"Sandika gusti patih."

Tentu saja mereka sangat patuh dengan apa yang telah dikatakan oleh Patih Rangga Dewa.

"Anak ya? Sabar, mungkin belum saatnya." Dalam hatinya memikirkan itu. Patih Rangga Dewa pergi meninggalkan tempat, karena ada urusan penting yang akan ia selesaikan. "Aku tidak mau terburu-buru." Dalam hatinya masih bersabar dengan apa yang telah terjadi padanya.

Sementara itu, Putri Rara Wulan masih memberikan arahan pada Pangeran Arya Fusena. Sepertinya pangeran itu sangat pintar, sehingga Putri Rara Wulan tidak terlalu sulit mengajari adiknya itu.

"Bagus dinda pangeran." Pujinya. "Lebih ringankan lagi gerakan kakimu, agar seimbang dengan gerakan tanganmu." Ia bahkan menjelaskan dengan sedikit gerakan. "Jika dinda pangeran lambat, maka arah anginnya akan melenceng."

"Fokus, dan ikuti arah gerakan angin." Pangeran Arya Fusena mengingatnya. Ketika itu juga, ia mencobanya dan ia mendapatkan hasil yang mengejutkan. Yaitunya, pot bunga yang ada dihadapannya meledak.

Deg!.

Putri Rara Wulan sedikit terkejut melihat adiknya yang berhasil melakukan itu?. "Hanya dengan sedikit penjelasan dia langsung bisa?." Dalam hatinya sangat terkejut melihat itu.

"Aku bisa melakukannya yunda. Rasanya sangat hebat sekali jurus yang yunda ajarkan."

"Bagus dinda pangeran." Antara kagum dan tidak percaya. "Namun itu hanya dasarnya saja." Ia bersikap biasa-biasa saja untuk menekan perasaan terkejutnya. "Jika kau berlatih lebih keras lagi, maka kau akan mendapatkan hasil yang lebih pula."

"Kalau begitu mohon bimbingannya yunda." Pangeran Arya Fusena semakin bersemangat. "Aku ingin sekali mempelajari jurus yang yunda gunakan tadi."

"Siapa dulu dong? Rara wulan adalah pendekar wanita hebat." Putri Rara Wulan membanggakan dirinya dengan semangat. "Jadi? Kau tidak perlu ragu belajar ilmu kanuragan dengan yundamu ini, kau mengerti?."

"Tentu saja yunda."

Sementara itu keempat dayang yang selalu mengiringi pangeran Arya Fusena langsung menghampiri mereka.

"Mohon ampun gusti pangeran, saatnya beristirahat, dan setelah itu gusti pangeran akan berlatih naik kuda."

"Sepertinya mereka telah mengatur semua jadwal mu dinda pangeran." Putri Rara Wulan menghela nafasnya dengan pelan. "Sebaiknya turuti saja apa yang telah mereka lakukan untukmu dinda."

Pangeran Arya Fusena hanya tertawa kecil. "Membantah toh rasanya percuma saja, mereka akan terus memaksaku untuk melakukan semuanya." Dalam hatinya merasa sangat tidak enak pada kakaknya.

"Maafkan aku yunda, sepertinya aku telah memiliki jadwal lain setelah ini."

"Baiklah kalau begitu." Putri Rara Wulan menepuk pundak adiknya. "Latihan hari ini cukup sampai di sini saja, besok aku akan melatih mu lagi dinda pangeran."

"Terima kasih banyak yunda, latihan hari ini sangat berkesan sekali." Pangeran Arya Fusena sangat lega mendengarnya.

"Sama-sama dinda pangeran, kalau begitu aku pergi dulu, sampurasun."

"Rampes."

Putri Rara Wulan pergi meninggalkan tempat. Ia hanya memaklumi keempat dayang tersebut. Toh itu bukan sesuatu yang aneh baginya. Di istana ini sudah menjadi kebiasaan, keempat dayang tersebut membuat jadwal apa saja yang akan dilakukan oleh Pangeran Arya Fusena, pangeran kesayangan penghuni Istana Kerajaan Trisakti ini.

...***...

Di pasar kota Raja.

Saat ini suasana sangat ramai. Patih Rangga Dewa sedang berbaur dengan rakyat sekitar. Menyamar jadi orang biasa, agar mereka tidak curiga sama sekali. Namun saat itu, ada seorang wanita yang cukup cantik duduk mendekatinya. Ia berusaha untuk tidak bersikap mencurigakan bagi mereka yang mungkin saja mengenali dirinya.

"Maaf kisanak? Apakah saya boleh duduk di hadapan kisanak?." Dengan senyuman ramah ia meminta izin.

"Oh, tentu saja boleh, silahkan." Ia tidak keberatan sama sekali. "Ini tempat umum, siapa saja boleh duduk di sini."

"Terima kasih kisanak, ternyata kisanak orang yang sangat baik sekali." Pendekar wanita itu merasa sangat kagum dengan sikap ramah Patih Rangga Dewa. "Jarang ada orang yang baik padaku."

"Memangnya nisanak ini orang mana? Apakah nisanak orang luar? Atau orang asli sini?." Patih Rangga Dewa hanya ingin memastikan apa yang ingin ia ketahui dari Pendekar wanita itu.

"Aku memang orang luar kisanak, aku berasal dari bukit baris." Ia menunjuk arah dari mana ia datang.

"Wah, jauh sekali perjalanan nisanak menuju kota raja ini, apakah nisanak datang sendirian?." Patih Rangga Dewa tidak melihat rombongan yang datang bersama wanita itu. "Apakah nisanak aman selama perjalanan menuju ke kota Raja ini?."

"Aku datang sendirian." Senyumannya begitu terlihat manis. "Karena aku hanya ingin melihat keindahan kota raja."

"Oh jadi begitu?." Patih Rangga Dewa hanya manggut-manggut saja. "Kota Raja memang sangat indah untuk para pendatang, jadi wajar semua orang luar ingin melihatnya."

Percakapan mereka saat itu sangat santai sekali, seakan-akan dua orang yang ingin saling berkenalan satu sama lain secara tidak langsung.

"Lalu bagaimana dengan kisanak sendiri? Apakah kisanak orang sini?."

"Oh, aku? Sebenarnya aku orang dukuh rentang." Patih Rangga Dewa juga menunjuk dari mana arahnya datang. "Karena ingin mencari pekerjaan, aku datang ke sini, di tempat aku tinggal hanya bertani saja, Jadi aku merantau ingin mencari pekerjaan yang cocok saja."

"Kalau begitu aku akan memberikan pekerjaan pada kisanak." Senyumannya terlihat sangat mencurigakan. "Itupun jika kisanak mau bekerjasama denganku."

"Pekerjaan? Pekerjaan apa yang nisanak berikan padaku?." Patih Rangga Dewa merasa tertarik dengan ucapan itu. "Aku yakin dia memiliki niat yang tidak baik."

"Itu pekerjaan yang sangat mudah. Kisanak masuk ke dalam istana." Ia sedikit membungkukkan tubuhnya ke depan dan berbisik. "Lihat apa saja yang ada di dalam istana, jika kisanak melihat gerak-gerik apa saja yang dilakukan oleh gusti prabu." Ia lebih mendekat supaya apa yang ia katakan hanya didengar oleh lawan bicaranya. "Kisanak laporkan padaku, dan aku akan memberikan upah pada kisanak."

"Memangnya apa yang nisanak inginkan dari gusti prabu? Apakah gusti prabu memiliki masalah dengan nisanak?." Patih Rangga Dewa juga berbicara dengan berbisik-bisik. "Seperti yang aku duga." Dalam hatinya mulai waspada.

"Itu urusan lama aku sangat dendam padanya, karena dia telah membongkar identitas asliku di acara sebuah perjamuan." Ada kemarahan yang tergambar dari raut wajah serta sorot matanya saat itu.

"Oooh jadi seperti itu? Lalu bagaimana selanjutnya? Apa yang akan nisanak lakukan?." Patih Rangga Dewa hanya mengikuti permainan dari wanita itu saja.

"Aku sangat dendam padanya, dan aku sangat ingin membunuhnya dengan racun berbisa yang aku miliki." Ia mengatakannya.

"Baiklah, jika itu yang nisanak inginkan." Meskipun hatinya sakit?. Tapi ia tetap meyakinkan wanita itu. "Aku akan bergabung dengan nisanak, akan aku lakukan apapun yang ingin nisanak inginkan."

"Terima kasih atas bantuan kisanak, temui aku di hutan gerbang kota raja, aku akan menunggu kabar baik dari kisanak."

"Itu masalah kecil, nisanak tidak perlu cemas, begitu aku mendapatkan informasinya, aku akan segera menemui nisanak."

"Kalau aku boleh tahu, siapa nama kisanak? Namaku embun putih." Begitu ia menyebut namanya.

"Namaku brata jaya."

"Baiklah brata jaya, aku tunggu kabar baik darimu."

Namun saat ia hendak meninggalkan tempat, tiba-tiba saja ia dicegat oleh beberapa preman pasar. Preman pasar tersebut tertawa geli mendengarkan ancaman dari wanita misterius itu. Sedangkan Patih Rangga Dewa yang sedang menyamar pura-pura tidak tahu saja.

"Mau apa kalian? Apakah kalian bosan hidup hah? Jangan coba bermain-main denganku!."

"Hehehe wanita ini garang juga ternyata." Ia tertawa keras. "Tapi aku suka dengan orang yang seperti itu! Hahahaha!."

"Hei neng gelis, kami cuma mau mengajak kau bersenang-senang saja, mari ikut dengan kami." Pemuda yang lainnya juga ikut menggoda. "Aku yakin kau akan terbang ke dalam nirwana mabuk asmara nantinya, hahaha!."

Apa yang terjadi ketika ketiga preman pasar itu hendak menarik tangan wanita itu?. Justru mereka terkena patokan kuat dari tangan wanita itu. Tentunya mereka bertiga terkejut, mereka tidak menduga jika wanita itu akan melawan.

"Mau ngajak berkelahi ini wanita!."

"Jadi kau ingin berkelahi dengan kami?!."

"Maju saja kalau kalian berani! Aku tidak takut dengan kalian!."

"Maju!."

Terjadi pertarungan, antara ketiga perampok pasar, dengan pendekar wanita itu. Mereka tidak mengadu kesakitan yang mereka miliki. Sementara itu dari kejauhan Patih Rangga Dewa mengamati pertarungan itu.

"Siapa wanita itu? Jamuan?." Ia belum bisa memahami itu. "Nanti aku akan bertanya pada kanda prabu, pasti kanda prabu memiliki jawaban untuk ini." Dalam hatinya bertanya-tanya, dan ia melihat gerakan pendekar wanita itu. "Gerakannya meliuk-liuk seperti ular, jangan-jangan dia siluman ular? Hi!." Patih Rangga Dewa malah bergidik ngeri membayangkannya. "Tapi aku harus menghentikan mereka, akan berbahaya jika prajurit melihat ini." Karena tidak ingin mengambil resiko. Patih Rangga Dewa melompat mendekati mereka. Melerai pertarungan itu, karena ia tidak ingin prajurit penjaga keamanan datang mendekati mereka.

"Pergi kalian dari sini! Kalian hanya pandai membuat keributan saja!."

"Hei! Siapa kau? Berani sekali kau ikut campur urusan kami!."

"Aku ini adalah patih rangga dewa! Jika kalian tidak ingin aku penjarakan? Pergi kalian dari sini secepatnya!." Dengan gerakan mulut yang bisa mereka baca.

Tentunya ketiga preman pasar itu terkejut. Siapa yang tidak mengenal Patih Rangga Dewa?. Adik kandung dari Prabu Maharaja Sura Fusena. Tidak segan-segan menghukum siapa saja yang terbukti melakukan kesalahan.

"Kabur! Dari pada kita mendapatkan masalah?! Lebih baik kita cabut!."

"Cabut!."

Ketiga preman pasar tersebut melarikan diri. Karena mereka tidak ingin berurusan dengan Patih Rangga Dewa.

"Apakah nisanak baik-baik saja?."

"Aku baik-baik saja." Ia melihat kepergian tiga orang itu. "Tapi mengapa kau mengusir mengusir mereka semua? Aku masih bisa berhadapan dengan mereka." Ia terlihat sangat tidak puas. "Berani sekali mereka menantang aku!."

"Itu akan sangat berbahaya nisanak, bagaimana jika pertarungan tadi membuat prajurit istana berdatangan dan nisanak tertangkap? Lalu bagaimana rencana nisanak untuk membunuh gusti prabu?."

"Benar juga, kau sangat cerdas sekali."

"Akan gawat, jika kita sampai berurusan dengan orang dalam istana."

"Huh, untung saja kau mengingatkan aku." Ia terlihat sangat kesal. "Rasanya aku sangat beruntung sekali dengan adanya kau."

"Kalau begitu aku langsung pada tujuanku, dan nisanak bisa menunggu ditempat yang telah dijanjikan." Hanya itu yang bisa ia katakan.

"Baiklah kalau begit, aku akan pergi sekarang juga."

Setelah itu mereka berdua berpisah, pada tujuan masing-masing. Tanpa mereka sadari, ada satu pasang mata yang dari tadi memperhatikan mereka dari jarak jauh.

"Patih rangga dewa, apa yang akan kau rencanakan sebenarnya? Aku pasti akan melaporkan perbuatan burukmu pada gusti prabu Maharaja sura fusena, dan kau akan dihukum oleh kakakmu sendiri." Senyuman iblis terpasang dengan sangat jelas di wajahnya saat itu. Sepertinya ada dendam tersendiri pada orang itu, sehingga apa yang dikerjakan oleh Patih Rangga Dewa selalu salah dimatanya. "Setiap tindakan yang kau lakukan? Itu adalah senjata bagiku."

...***...

RENCANA

...***...

Saat ini Patih Rangga Dewa sedang menghadap Prabu Maharaja Sura Fusena. Ia melaporkan masalah wanita itu pada kakaknya sebagai raja. Ia hanya tidak ingin Prabu Maharaja Sura Fusena mengalami masalah nantinya. Karena itulah ia mengatakan semuanya.

"Katakan padaku rangga dewa, kali ini apalagi yang hendak kau laporkan padaku?."

"Mohon ampun kanda prabu, aku ingin mengatakan jika ada seorang wanita yang hendak menginginkan kematian kanda prabu."

"Menginginkan kematianku? Seram sekali keinginannya itu."

"Ahahaha! Aku juga tidak mengetahuinya, Karena itulah aku ingin membahasnya denganmu kanda prabu." Patih Rangga Dewa merasa tidak enak sama sekali. "Aku harap kanda Prabu bisa menjelaskannya secara baik padaku."

"Tapi, bagaimana bisa kau mendapatkan infomasi itu?." Prabu Maharaja Sura Fusena sangat heran. "Apakah kau mendapatkan langsung infomasinya? Kau ini sangat luar biasa sekali dalam hal mengumpulkan informasi."

"Tentu saja aku mendapatkan langsung infomasi itu kanda prabu." Patih Rangga Dewa terlihat sangat percaya diri. "Bahkan aku berbicara langsung dengan wanita itu, kanda prabu tidak perlu ragu dari mana aku mendapatkan infomasi itu."

"Jangan katakan padaku, kau menyamar lagi rangga dewa?." Sang Prabu terlihat terkejut. "Sehingga musuh sama sekali tidak mengenali bahwa kau adalah adikku? Kau itu suka sekali menyamar jika melakukan tugas, heran sekali aku dengan perangai mu itu." Sang Prabu merasa kagum dan kebingungan. "Biasanya seorang patih akan bangga jika bertugas tanpa harus menyamar."

"Lupakan saja masalah itu penyamaran kanda." Patih Rangga Dewa juga merasa lelah. "Jika kanda prabu telah mengetahuinya, aku tidak perlu susah-susah lagi menjelaskannya."

"Tapi mengapa mesti harus menyamar? Apakah hanya itu saja cara yang ampuh mendapatkan sebuah informasi?." Itulah yang membuat sang Prabu merasa heran.

"Kanda prabu sendiri kan telah mengetahuinya." Patih Rangga Dewa terlihat menghela nafasnya dengan sangat lelahnya. "Jika kakiku baru saja menginjak keluar dari gerbang istana ini, banyak sekali wanita yang jatuh cinta, dan tergila-gila padaku." Lanjutnya. "Jika aku tidak menyamar? maka tugas ku akan berantakan, karena mereka selalu mendekatiku."

"Hufh! Kutukan apa yang diberikan mendiang ayahanda prabu pada kita? Sehingga banyak orang yang ingin menempel pada kita? Dan sekarang pada putraku arya fusena yang ditempeli oleh dayang." Rasa lelah yang diungkapkan oleh sang Prabu memang menggambarkan suasana hatinya saat itu.

"Jangan tanyakan padaku masalah itu kanda prabu, aku juga lelah." Patih Rangga Dewa juga terlihat lelah. "Dan sebaiknya kanda prabu tidak meremehkan orang yang sedang mengincar keselamatan kanda prabu." Itu adalah sebuah peringatan dari adik untuk kakaknya.

"Lalu apa yang ia inginkan dariku dinda patih? Apakah dia masih dendam padaku?." Sang Prabu ingin mengetahuinya.

"Tentu saja ia menginginkan nyawa kanda prabu, apalagi yang dia inginkan selain kematianmu kanda prabu." Patih Rangga Dewa memberikan gestur membunuh yang mengerikan.

"Lantas? Mengapa kau tidak segera meringkusnya?!." Sang Prabu merasa sangat kesal. "Kau ini sangat aneh sekali, kau ini seorang patih! Kenapa kau malah membiarkan dia berkeliaran di kawasan ini?! Bagaimana jika dia memang membunuhku? Peragaimu itu juga terlihat sangat menyeramkan!."

"Oh? Jika masalah itu? Ia meminta bantuan padaku, karena aku mengatakan jika aku sedang membutuhkan sebuah pekerjaan? Jadi dia memberikan pekerjaan padaku." Balasnya dengan sangat santainya.

"Hah? Rasanya aku semakin lelah mendengarnya rangga dewa, kau ini kenapa malah mengatakan seperti itu." Sang Prabu ingin mengetuk kepala adiknya itu tapi sayangnya berhasil dihindari dengan sangat baik.

"Kanda Prabu tenang dulu, aku hanya penasaran saja dia mau berbuat apa pada kanda, jadi aku membiarkannya hidup."

"Jika saja kau bukan adikku? Kau duluan yang aku kirim ke alam sana rangga dewa."

"Hahaha! Jangan berkata seperti itu aku hanya penasaran saja, ia ingin aku melaporkan apa saja yang kanda prabu lakukan di istana ini." Patih Rangga Dewa malah tertawa. "Aku tidak mengerti mengapa ia ingin aku mengamati apa yang kanda prabu lakukan."

"Baiklah kalau begitu dinda patih." Sang Prabu menyerah. "Tetap ikuti apa yang ia inginkan, tapi dinda patih tetaplah waspada." Sang Prabu memberikan peringatan pada adiknya. "Karena ada seseorang yang juga sedang mengincar keselamatan serta kepercayaan dinda patih." Sang Prabu merasakan adiknya juga dalam keadaan bahaya. "Mereka sepertinya ingin mencari celah untuk menyalahkan dinda patih." Sejenak sang Prabu tampak menghela nafasnya. "Saat ini mereka sedang mencari bukti, ingin membuat dinda patih telah melakukan kesalahan."

"Kalau masalah itu aku akan selalu waspada kanda prabu." Balasnya dengan senyuman kecil. "Terima kasih karena kanda prabu selalu menimbang informasi yang kanda prabu terima."

"Sebagai seorang raja, serta sebagai seorang kakak? Aku tidak ingin melakukan kesalahan dinda patih." Sang Prabu menyentil kening adiknya.

"Aduh!." Patih Rangga Dewa meringis.

"Kau adalah satu-satunya adik yang aku miliki, karena itu jangan khianati kepercayaan ku padamu dinda patih." Dari sorot mata sang Prabu terlihat sangat jelas bagaimana ketulusan itu disampaikan dengan baik.

"Tentu saja kanda prabu." Patih Rangga Dewa mengusap keningnya. "Aku pun berpikiran seperti itu, sebagai seorang adik yang telah dibesarkan seorang kanda yang mengemban tugas dari mendiang ayahanda prabu." Entah kenapa hatinya sangat tersentuh. "Aku akan selalu membantu kanda prabu dari orang-orang yang berbuat jahat pada kanda prabu."

"Terima kasih untuk semuanya dinda patih, kau adalah adik yang baik." Prabu Maharaja Sura Fusena juga merasa terharu dengan apa yang dilakukan adiknya Patih Rangga Dewa.

"Terima kasih kembali kanda prabu."

Itu adalah janji keduanya, sebagai kakak dan adik yang selalu melindungi satu sama lain. Keduanya harus tetap waspada dengan laporan yang masuk. Karena banyak yang mengincar kerajaan ini, dan juga mengincar secara pribadi.

...***...

Sementara itu, putra pertama dari Prabu Maharaja Sura Fusena. Pangeran Birawa Fusena, saat ini sedang latihan. Sedangkan Putri Rara Wulan menyaksikannya dengan seksama bagaimana gerakan jurus kakaknya itu. Gerakan yang sangat cepat, dan tepat sasaran, sangat mematikan jika terkena musuh.

"Luar biasa sekali kanda." Putri Rara wulan sangat terkesan. "Apakah aku boleh mempelajari jurus itu? Aku sangat memohon pada kanda." Rasa kagum itu membuat ia ingin belajar

"Tentu saja dinda boleh mempelajarinya." Ia merasa sangat senang mendengarnya. "Karena jurus ini sangat ampuh ketika keadaan terdesak."

"Baiklah kanda, aku ingin mempelajarinya dengan baik, mohon ajari aku menggunakan jurus itu kanda." Dari raut wajahnya terlihat sangat jelas bersemangat luar biasa.

"Aku hanya mengajarkan jurus itu padamu dinda, karena jurus ini aku pelajari dengan susah payah." Ada sebuah peringatan yang hendak ia sampaikan.

"Lalu bagaimana dengan saudara kita yang lainnya? Apakah mereka tidak boleh mempelajari jurus itu?." Putri Rara Wulan sedikit bingung.

"Aku hanya punya satu saudara, yaitunya kau, dinda rara wulan." Ada ketegasan di sana. "Bagiku mereka semua hanyalah kebetulan satu ayah denganku." Suasana hatinya mendadak berubah.

"Kenapa kanda menatapku seperti itu?."

"Itu karena dinda dekat dengan pangeran manja itu." Ia tahu itu. "Jadi jangan jangan harap aku akan mengajarkan jurus tingkat dua, jika dinda mengajarkan jurus itu padanya." Itu seperti sebuah ancaman yang sangat jahat.

"Baiklah kanda." Putri Rara Wulan hanya menurut saja. "Aku janji tidak akan mengajarkan jurus itu pada siapapun termasuk pada dinda arya." Ia juga tidak ingin membuat kakak satu ibunya itu nantinya malah membencinya.

"Aku pegang janjimu dinda rara wulan, janji seorang pendekar tidak boleh diingkari." Sorot matanya terlihat sangat tajam.

"Tentu saja aku telah mengetahuinya kanda." Balasnya dengan senyuman kecil. "Jadi kanda tidak perlu cemas mengenai janji itu."

"Baiklah, kalau begitu ikuti gerakan ku." Pangeran Birawa Fusena memainkan kembali jurus miliknya dengan pelan, agar bisa diikuti adiknya. Tapi entah mengapa, ia tidak mau membagikan kepandaian yang ia miliki selain pada adiknya Putri Rara Wulan. Dari pada banyak bertanya, Putri Rara Wulan terpaksa mengikuti apa yang dikatakan oleh kakaknya.

...***...

Di sisi lain, Pangeran Arya Fusena saat ini sedang belajar tentang kenegaraan. Begitu banyak yang ia pelajari tentang cara memimpin sebuah kerajaan dengan baik. Tentu saja dikawal keempat emban yang selalu mengingatkan apa saja yang harus ia lakukan. Dan kebetulan saat itu, Patih Rangga Dewa berada di sana.

"Nanda pangeran sangat rajin sekali, apakah nanda pangeran tidak bosan seperti ini?." Patih Rangga Dewa mendekati keponakan tercintanya.

"Paman patih?." Pangeran Arya Fusena terlihat sedikit terkejut. "Apakah paman Patih tidak bertugas hari ini?." Ia merapikan beberapa buku yang berada di depannya. "Tidak biasanya paman patih berada di sini, apakah ada sesuatu yang terjadi di istana?." Rasa penasaran sedang menyelimuti hatinya.

"Tentunya paman patih memiliki tugas." Jawabnya dengan senyuman ramah. "Tugas yang hanya bisa dilakukan oleh paman saja."

"Benarkah? Tugas apa?." Pangeran Arya Fusena tercengang mendengarnya.

"Tugas memastikan nanda pangeran baik-baik saja." Patih Rangga Dewa mengelus kepala Pangeran Arya Fusena dengan lembut. "Serta memastikan jika pangeran kesayangan paman belajar dengan baik."

"Ah, paman patih ini bisa saja." Ia tersipu malu mendengarkan ucapan itu. "Aku sudah memiliki empat pengawal, apakah paman patih juga mau jadi pengawalku juga?." Ia terkekeh kecil.

"Ahaha! Tentu saja, karena paman tidak mau terjadi sesuatu pada nanda nantinya." Patih Rangga Dewa malah tertawa.

"Terima kasih paman." Pangeran Arya Fusena tersenyum kecil. "Kalau begitu aku akan melakukannya dengan sungguh-sungguh paman patih."

"Bagus." Patih Rangga Dewa mengancungkan jempolnya. "Jika nanda telah mahir, nanda bisa diangkat menjadi patih, atau demang untuk memimpin sebuah wilayah."

"Nanda akan berusaha dengan baik, agar biasa menjadi Patih yang hebat seperti paman Patih."

"Itu lebih baik lagi, kalau begitu belajarlah dengan baik." Ada rasa bangga terselip di hatinya. "Paman yakin nanda pangeran bisa melakukannya." Patih Rangga Dewa mengusap sayang puncak kepala Pangeran Arya Fusena, dan tidak lupa kecupan kecil di puncak kepalanya. "Paman akan pergi keluar sebentar, ada hal yang ingin paman lakukan."

"Berhati-hatilah paman."

"Ya."

Patih Rangga Dewa akan pergi ke tempat yang telah dijanjikan oleh mereka. Tentu sebelum ia pergi, ia meninggalkan pesan pada emban yang sekali mengawasi pangeran kesayangannya itu.

"Kalian tetaplah berada di dekat nanda pangeran arya. Jangan sampai terjadi sesuatu padanya."

"Sandika gusti patih, perintah gusti patih akan kami ingat."

"Bagus, itu yang aku harapkan dari kalian."

Setelah itu ia pergi meninggalkan tempat, namun matanya sempat melirik ke suatu tempat yang ia curigai.

"Masih saja mengikuti aku." Dalam hati Patih Rangga Dewa sangat kesal. "Rupanya benar apa yang dikatakan kanda prabu, bahwa mereka sedang mencari-cari kesalahanku, yang ingin mereka laporkan pada kanda prabu." Ia mencoba untuk bersikap biasa-biasa saja. "Baiklah, jika itu yang ingin kalian lakukan padaku." Namun saat itu ada perasaan ingin mengerjai mereka yang telah membuntutinya ke mana saja ia pergi.

Patih Rangga Dewa hanya bersikap pura-pura tidak mengetahuinya, bahkan ketika ia menyamar menjadi rakyat biasa untuk menemui wanita siluman ular itu di hutan kota raja. Ia yakin, mereka pasti akan mengikutinya kemanapun ia pergi.

Begitu ia sampai di tempat tujuan?. Ia bertemu dengan wanita itu, dan ia melihat wanita itu dengan tatapan  aneh.

"Bagaimana? Apakah kau berhasil memasuki istana?." Itulah pertanyaan pertama yang ia lontarkan. "Dan mencaritahu apa yang telah dilakukan oleh Raja itu?."

"Aku mendapatkan beberapa informasi yang ingin aku sampaikan pada nini."

"Katakan padaku dengan cepat."

"Gusti prabu biasanya duduk di pendopo istana bersama istri serta selirnya di pagi hari." Jawabnya. "Jika nini ingin menemui gusti prabu, nini bisa datang sebelum matahari sampai di atas puncak kepala."

"Jadi begitu? Sangat menarik sekali." Ia merasa tertarik, dan mendapatkan sebuah ide yang bagus. "Selain itu apalagi? Apakah ada hal penting lainnya yang kau ketahui tentangnya?." Ia merasa belum puas dengan informasi itu saja.

"Biasanya mereka akan makan buah, atau minum wedang jahe bersama sebelum makan siang." Patih Rangga Dewa tampak berpikir. "Tradisi keluarga istana katanya, karena itu waktu yang tepat untuk berkumpul bersama."

"Baiklah." Ia benar-benar memikirkan ide bagus untuk rencana terbaiknya. "Kalau begitu ini upahmu."

"Terima kasih nini."

"Kalau begitu teruslah memantau apa saja yang dilakukan oleh Raja itu." Ia tepuk pundak Patih Rangga Dewa dengan sangat pelan. "Aku akan melakukan sesuai dengan rencana, aku telah memiliki rencana yang bagus untuk itu."

"Baiklah jika memang seperti itu." Balasnya dengan sangat santai. Setelah mendapatkan upah, Patih Rangga Dewa meninggalkan tempat.

Sedangkan wanita itu memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. "Informasi itu sangat berguna sekali untukku, aku sangat terkejut jika dia memiliki kemampuan yang sangat hebat menyusup ke dalam istana." Dalam hatinya merasa kagum dengan orang yang membantunya itu. "Kalau begitu balas dendamku akan berjalan dengan sangat lancar, akan aku bunuh Raja bedebah itu dengan menggunakan racun berbahaya milikku, hahaha!." Di dalam pikirannya saat itu muncul ide cemerlang menurutnya, sehingga ia tertawa terbahak-bahak karena bayangan yang ia ciptakan itu. "Tunggu saja sebentar lagi! Akan aku habisi kau Raja busuk! Kau harus membayar rasa sakit hatiku!." Teriaknya dengan sangat kuat.

"Aku rasa wanita itu sudah sinting." Ternyata Patih Rangga Dewa belum pergi dari sana sepenuhnya, ia sedang memperhatikan wanita itu dari kejauhan. "Bisa-bisanya kanda prabu terlibat dengan wanita sinting itu." Entah kenapa ia sangat kesal dengan itu. "Hufh!." Tampak ia menghela nafasnya dengan sangat lelahnya. "Sebaiknya aku awasi saja dia dari jauh, aku rasa bukan hanya sikapnya saja yang sinting, aku yakin apa yang akan dia lakukan nantinya pada kanda prabu bahkan jauh lebih sinting lagi." Keluhnya dengan sangat kesal. "Sepertinya pekerjaanku kali ini akan bertambah, bertambah sinting karena selalu diikuti oleh orang-orang sinting yang sangat ingin mencari celah untu menyalahkan aku." Keluhnya lagi dengan lelahnya.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!