"Tolong..." Teriak seorang gadis dengan lari tunggang langgang menghindari segerombol berandalan yang mengejar nya.
"Jangan berlari sayang, ayo kita bersenang-senang."
Gadis itu terus berlari hingga tersandung dan kaki nya terkilir membuat nya limbung hingga terjatuh di sisi trotoar. Apes nya, tempat nya terjatuh adalah jalan yang sepi, jarang mobil atau motor melewati jalan ini jika sudah malam hari.
Para pria yang berjumlah 6 orang itu langsung mengepung sang gadis, ada yang memegangi tangan juga kaki nya, hingga membuat gadis itu tak berdaya.
"Tolong, tolong akuuu...." Teriak gadis itu, dia sudah putus asa tapi semoga saja ada keajaiban untuknya, pahlawan penolong di saat-saat terakhir.
Salah satu pria itu membuka paksa rok pendek yang gadis itu kenakan, baju nya juga terkoyak. Tangan kotor pria itu begitu liar menggerayangii tubuh nya, meraba-raba apa yang harus tak sembarangan pria yang menjamah nya.
Gadis itu terus meronta, dia sangat tidak rela tubuh nya di jamah oleh berandalan.
"Tolong..." Teriak gadis itu sekali lagi, hingga membuat salah satu pria itu marah dan menampar pipi nya hingga mengeluarkan darah di sudut bibir nya.
Bukk...
Tinjuan keras mendarat tepat di kepala belakang salah satu pria berandal itu hingga membuat nya terhuyung ke depan.
Sontak saja semua orang mengalihkan pandangan mereka ke arah seorang pria yang datang dengan pakaian rapi, terlihat gagah dan berdiri tegap. Apalagi bentuk tubuh nya yang atletis meski di kegelapan.
Mereka melepaskan gadis itu dan beralih mendekat ke arah pria yang berani mengganggu kesenangan mereka, padahal sedikit lagi mereka akan menikmati tubuh sexy gadis yang selalu bermain dalam fantasi liar mereka.
Adegan baku hantam pun tak dapat di hindari, tapi setelah beberapa menit kemudian pertarungan di menangkan oleh pria yang datang tepat waktu itu.
Dia adalah Azzendra Grew Nicholas, dia baru saja pulang dari meninjau proyek pembangunan di daerah terpencil, saat melewati jalanan sepi. Mata nya tak sengaja melihat seorang gadis tengah meronta dengan banyak pria yang terlihat memiliki tujuan jahat.
Dia turun dan memberikan mereka pelajaran, hingga baku hantam itu di menangkan oleh nya yang sendirian.
"Cihh, berani nya sama perempuan. Kalian laki-laki bukan, lembek." Kaki nya dengan sengaja menendang tubuh pria yang tergeletak tak sadarkan diri karena pukulan nya mengani organ vitall nya.
"Anda baik-baik saja Nona?" Tanya pria itu.
"Terimakasih sudah datang tepat waktu, saya baik-baik saja hanya kaki saya terkilir." Jawab gadis itu.
"Siapa nama mu?"
"Wenthrisca Liu, panggil saja Ica." Jawab nya.
"Dimana rumah mu, aku antar."
"Tak usah, saya baik-baik saya. Terimakasih pertolongan nya." Gadis itu menolak tawaran Zen dan berusaha bangkit sendiri, tapi rasa sakit di kaki nya begitu terasa hingga dia hampir terjatuh, kalau saja tangan kekar Zen tak menangkap nya.
"Aku bukan pria jahat, aku pria baik-baik. Nama ku Zen."
Tak ada pilihan lain, akhirnya Ica pasrah saat tubuh nya di bopong ke arah mobil yang terparkir tak jauh dari lokasi kejadian.
Ica duduk di kursi samping kemudi, keadaan cukup gelap hingga membuat jarak pandang begitu terbatas, pasti sebentar lagi hujan akan turun.
Sepanjang perjalanan, hanya ada keheningan. Tak ada yang membuka pembicaraan, Ica hanya akan bicara saat Zen menanyakan alamat rumah nya. Ica merasakan gugup yang luar biasa, apalagi penampilan nya yang berantakan karena ulah berandalan itu.
Zen mengulurkan jas nya, Ica menatap mata tajam pria itu.
"Pakai untuk menutupi tubuh mu, aku memang pria baik-baik. Tapi aku normal.." mendengar itu, Ica segera menyambar jas yang di berikan Zen dan memakai nya.
Satu jam kemudian, mobil mewah milik Zen terparkir rapi di halaman sebuah rumah yang cukup mewah berlantai dua.
"Ini rumah nya?"
"Iya, terimakasih tuan." Ica berusaha keluar dari mobil dengan susah payah, karena rasa sakit di kaki nya yang terluka.
Zen keluar, dia mematung saat melihat dengan jelas wajah cantik gadis yang baru saja dia tolong.
Wajah nya bulat dengan pipi cabi, hidung nya mancung, rambut nya lurus dengan poni ala korea yang menghiasi kening nya.
Zen terpana beberapa saat, hingga suara teriakan melengking membuat nya tersadar. Dia menoleh ke asal suara, dia bahkan baru menyadari kalau gadis itu sudah pergi dari hadapan nya.
"Darimana saja kau hah? Anak tidak tau diri, tak tau di untung. Sudah tengah malam baru pulang, anak macam apa kau ini?" Pekik seorang ibu-ibu paruh baya yang baru keluar dari dalam rumah, Dia memukul kaki Ica yang terluka dengan gagang sapu dan membuat Ica berteriak kesakitan.
"Tolong Bu, kaki ku sakit. Bisa kah aku masuk dulu.."
"Anak sialan, enyah kau dari sini." Ibu itu menendang tubuh mungil Ica keluar rumah.
"Bu, Bu.. Tolong, Ica kedinginan.." Tak lama pintu kembali terbuka, ibu itu melemparkan sebuah selimut dan satu buah bantal.
"Tidur diluar.." Pintu nya di banting dengan kuat hingga menimbulkan bunyi yang kuat.
"Siapa ibu itu? Kenapa jahat sekali, apa dia ibu nya Ica? Kalau iya, bukan nya di tanya baik-baik anaknya dari mana, kok ini malah sebaliknya."
"Tapi, apa peduli ku? Lebih baik aku pulang.." Zen berbalik dan memasuki mobil nya, melajukan nya pulang ke kediaman nya.
....
🌷🌷🌷
Karya baru author, jangan lupa like, komen, vote dan kasih bunga atau kopi. Happy reading🥀❤️
Ica merebahkan tubuh nya di bangku bambu di depan rumah, ibu tiri nya sangat kejam memperlakukan nya. Padahal dulu, saat ayah nya masih hidup, wanita itu selalu bersikap lemah lembut dan sangat terlihat kalau dia menyayangi dirinya. Tapi setelah sang ayah meninggal karena kecelakaan, semua nya berbanding terbalik.
Ibu tiri nya berubah menjadi nenek lampir yang jahat. Ica sering kali di siksa, di pukul, di tampar hingga seluruh wajah nya lebam.
"Ma, andai mama bisa lihat bagaimana hidup Ica sekarang. Ica seperti orang asing di rumah Ica sendiri, kalau saja Papa masih ada, Mama juga. Pasti Ica gak bakal begini." Gumam Ica, gadis manis berusia 20 tahun.
"Ica capek Ma, Pah. Ica bahkan gak bisa kayak temen-temen sebaya Ica, Ica harus kerja, kalau Ica gak kerja mama pasti marah." Air mata nya menetes, begitu berat cobaan hidup yang sedang dia alami saat ini.
Ibu tiri nya juga membawa dua orang anak saat dulu menikah dengan ayah nya, satu laki-laki dan satu perempuan.
Yang laki-laki bernama Azwar Mahessa dan perempuan bernama Meisya. Azwar sedang berada di luar kota untuk menyelesaikan kuliah nya, dia tumbuh menjadi sosok kakak yang baik dan penyayang, termasuk pada Ica.
Sedangkan Meisya, dia tumbuh menjadi anak mami yang manja, boros, tukang dugem dan dia sangat membenci Wenthrisca, entah kenapa sebab nya. Tapi mama nya tak pernah mempermasalahkan hal itu, malah dia memodali sendiri kegiatan anak nya dari hasil Ica bekerja di sebuah bar. Mungkin karena Meisya adalah anak kandung nya.
Tadi, saat dia hampir di nodai, Ica baru saja pulang bekerja dari bar. Tapi naas, dia malah bertemu sekelompok berandal yang tengah mabuk.
Beruntung saja ada pria baik hati yang menolong nya di saat terakhir, kalau tidak sudah bisa di pastikan dia kehilangan kesucian nya malam ini.
Tubuh Ica menggigil karena hawa dingin yang merasuki tubuh nya, udara semakin terasa dingin setelah hujan deras turun di sertai angin.
Ica mengeratkan selimut nya, dari kecil dia paling tak tahan dengan dingin. Dia pasti akan sakit keesokan hari nya.
Mata nya terasa berat, di iringi dengan kesadaran yang mulai hilang.
...
Zen tak fokus mengemudi, entah kenapa dia selalu teringat wajah manis Ica yang sedang kesakitan tadi.
"Ada apa dengan aku ini, kenapa gadis itu selalu muncul di otak ku? Tak mungkin aku jatuh cinta pada gadis yang baru aku temui sekali kan?" Gumam Zen, dia menghentikan laju mobil nya di tepi jalan raya.
Zen mengingat bagaimana seorang wanita memperlakukan Ica tadi, dia tak tahan dan akhirnya putar balik menuju rumah Ica.
Hujan deras tak membuat nya mengurungkan niat, dia malah mengemudikan kendaraan nya dengan kecepatan tinggi.
Setengah jam kemudian, dia sampai di rumah minimalis berlantai dua itu. Dia melihat Ica berbaring dengan selimut tipis dan bantal yang sudah terlihat kucel, entah sudah berapa abad bantal itu tidak di cuci.
Gigi gadis itu bergemeletuk menahan dingin, tubuh nya menggigil dengan wajah yang pucat, belum lagi kaki nya yang belum di obati, tadi malah kena pukul gagang sapu.
"Aku tak tau kenapa aku begitu peduli padamu gadis kecil, tapi melihat kejadian tadi membuat hati ku berdenyut nyeri, apalagi saat melihat air mata mu jatuh." Batin Zen, biasa nya dia tak peduli dengan wanita mana pun. Tapi sangat aneh, dia malah peduli pada gadis kecil yang baru dia temui.
Zen mengangkat tubuh mungil Ica, membawa nya ke dalam mobil. Menyelimuti nya dengan jas, dan dia kembali mengemudikan mobil nya.
Sesekali dia melirik ke bangku belakang, dia bisa melihat wajah sendu gadis itu.
Zen mengemudikan mobil nya dengan kencang, menerobos hujan deras disertai angin dan beberapa kali sambaran petir.
....
Mobil yang di kendarai Zen berhenti di sebuah rumah mewah bernuansa modern berlantai tiga.
"Bi.." teriak Zen memecah hening nya malam.
"Iya Den, kenapa?" Bibi Arin keluar dengan tergopoh dari kamar nya, dia baru saja akan beristirahat karena dia pikir tuan muda nya takkan pulang.
"Tolong kompres gadis ini, gantikan juga baju nya, dia demam bi."
"Baik Den.." Bi Arin mengikuti langkah sang tuan muda yang membawa gadis mungil dalam dekapan nya, dalam hati dia bertanya-tanya. Siapa gadis itu? Karena selama ini, tuan muda nya tak pernah membawa seorang gadis.
Tapi malam ini, sang tuan muda itu membawa seorang gadis mungil yang tak sadarkan diri. Apalagi gadis itu terlihat lemas, dengan kaki yang membiru bi Arin menebak kalau kaki gadis itu terkilir.
Raut wajah Zen terlihat khawatir, ini pertama kali nya dia merasa khawatir pada seseorang. Apalagi pada gadis yang baru pertama kali bertemu.
...
Pagi hari nya, Ica terbangun dengan tubuh yang di balut selimut tebal dan sapu tangan basah di kening nya.
"Dimana ini.." Gumam Ica, dia bangkit dari tiduran nya dan menggelengkan kepala nya, pusing.
"Sudah bangun Non, ini sarapan dulu." Ucap Bi Arin dengan nampan yang berisi sarapan untuk gadis manis yang di bawa tuan muda nya tadi malam.
"Maaf, ini dimana ya?"
"Ohh, ini rumah nya Tuan Azzendra." Jawab Bi Arin ramah.
"Azzendra?"
"Mungkin Nona mengenal nya dengan nama Zen.." Ica manggut-manggut tanda mengerti.
"Tunggu..."
"Kenapa aku bisa disini? Seingat ku, kemarin dia sudah pergi dari rumah ku."
"Bibi kurang tau Non, tapi tadi malam Tuan Muda membawa Nona kemari dengan kondisi tak sadarkan diri karena demam tinggi." Jelas Bi Arin.
"Baiklah, terimakasih ya Bi."
"Tuan muda berpesan, Nona harus makan banyak dan minum obat. Setelah itu terserah Nona, mau pergi atau tetap tinggal." Ucap Bi Arin menyampaikan pesan tuan muda nya.
"Memang nya dia kemana sekarang Bi?"
"Ke kantor Non, pulang nya sore.."
"Baik Bi, sekali lagi terimakasih ya.."
Bi Arin menganggukan kepala nya dan keluar dari kamar tamu yang di tempati Ica.
....
🥀🥀🥀🥀
Jangan lupa hadiah, like, komen dan jadikan favorit ya😍😍😍
Setelah selesai sarapan, Ica keluar dari kamar yang dia tempati. Dengan langkah kaki pelan karena masih sakit, dia celingukan mengamati rumah yang katanya milik Zen, pria yang menolong nya kemarin.
"Ada perlu apa Non?" Tanya Bi Arin.
"Eehh, gak ada Bi. Saya mau pamit, soalnya harus kerja nanti malam." Jawab Ica.
"Apa tidak menunggu dulu tuan Zen pulang kerja?" Tiba-tiba saja wajah Ica berubah murung.
"Lho kenapa murung gitu Non? Kalau gak mau pergi, gak usah pergi."
"Pengen nya sih gitu, tapi aku siapa nya Zen? Kenal juga baru, ketemu baru sekali, dia pahlawan ku. Tapi sayang nya, kalau aku tidak pulang bisa-bisa aku di panggang sama nenek sihir itu." batin Ica.
"Tak apa Bi, saya tak enak jika harus disini terus. Saya pulang saja, keburu mama nyariin." Cuihhh, nyariin katanya? Iya sih, nenek sihir itu pasti mencari nya, kalau dia pergi mau darimana dia dapat uang untuk membiayai anak perempuan nya poya-poya?
"Baiklah, jika itu sudah keputusan Non Ica, hati-hati ya. Kalau ada apa-apa kesini aja, tuan Zen orang nya baik kok, ya meski kadang wajah nya datar dan dingin." Ucap Bi Arin dengan senyum nya.
"Iya Bi, terimakasih sudah baik pada saya. Saya permisi.." Bi Arin hanya mengangguk dan mengantar Ica sampai ke luar pintu.
Ica berjalan tertatih karena rasa sakit di kaki nya, membuat nya repot karena tak bisa berjalan cepat.
Ica berjalan mengamati sekitar, dia berada di komplek perumahan elit yang selama ini hanya biasa dia lihat dari televisi, tapi tadi malam dia sudah memasuki salah satu rumah itu, bahkan tidur di dalam nya.
"Waduhh, ini gimana ya gak tau jalan balik lagi.." Gumam Ica sambil menggaruk kepala nya.
"Gimana dong? Mau pulang kagak tau jalan balek, mau masuk lagi kesana malu." Akhirnya Ica hanya berjalan-jalan mondar mandir di depan gerbang rumah Zen, dia tak berani pergi jauh karena tak tau jalan, gimana kalau nyasar coba?
"Duhh Ica, pake sosoan pengen pulang sendiri padahal gak tau ini dimana, sial nya nasib ku. Pas pulang pasti di hajar habis-habisan sama nenek sihir itu." Ica mondar mandir sambil menggigiti kuku nya.
Tapi tak lama, sebuah mobil sedan hitam mengkilap berhenti di depan nya.
Kaca mobil nya perlahan turun dan menampakan seorang pria berwajah tampan, rahang nya tegas, alis nya tebal dan hidung yang lancip sekali.
"Ngapain disini? Kenapa gak di dalam?"
"Tadinya mau pulang, tapi gak tau jalan balik." Jawab Ica sambil cengengesan, membuat Zen terkekeh pelan.
"Kau yakin ingin pulang? Lihat, bahkan lebam di pipi mu saja belum hilang." Ucap Zen menunjuk luka lebam di sudut bibir nya, karena pukulan ibu tiri nya.
"Kaki mu juga infeksi, karena bukan nya di obati malah kena pukul gagang sapu."
Zen turun dari mobil nya, entahlah kenapa dia bisa sepeduli ini pada gadis asing yang malah tak sengaja dia tolong kemarin malam.
"Kau melihat nya?"
"Tentu saja kau bisa lihat sendiri bagaimana mata ku." Jawab Zen datar.
"Iya, mata mu tajam seperti elang."
"Lalu kau yakin ingin pulang?"
"Yakin gak yakin, aku gak mungkin terus numpang disini kan? Aku siapa memang nya, lagi pula aku harus kerja nanti malam."
"Kerja? Dimana?"
"Di bar xxx."
"Kau pekerja bar?" Tanya Zen lagi, seperti nya pria itu tak percaya kalau gadis yang terlihat polos itu adalah pegawai bar.
"Ya, kenapa? Bisa nganter pulang gak sih? Pegel nih berdiri lama disini,"
"Siapa suruh?"
"Ayolah, kau kan orang baik.."
"Aku lelah, anak buah ku yang akan mengantar mu. Kau punya ponsel?" Ica menggeleng.
"Aku tak di beri fasilitas seperti itu, hidup ku hanya bekerja dan tidur." Jawab Ica membuat dahi Zen berkerut.
"Lalu kenapa memilih bertahan di rumah itu? Tinggal saja bersama ku.."
"Karena itu rumah peninggalan ayah ku."
"Lalu, wanita yang kemarin itu siapa? Terlihat galak sekali."
"Nenek sihir alias ibu tiri." Jawab Ica, dia mendongak menatap pria jangkung di depan nya.
"Masuk saja dulu, kita ngobrol di dalam. Setelah itu baru aku akan mengantar mu."
"Beneran gak nih?"
"Beneran lah.." Jawab Zen santai.
"Masuk duluan, terus bukain gerbang."
"Berasa kayak pesuruh." Ketus Ica, tapi Zen tak marah. Dia hanya tersenyum pada gadis mungil itu.
....
"Lho Ica? Kok balik lagi.." Tanya Bi Arin, begitu melihat Ica yang duduk di sofa ruang tamu.
"A-anu Bi.."
"Dia gak tau jalan pulang Bi, sosoan mau balik sendiri." Celetuk Zen yang baru turun dari kamar nya dengan pakaian santai, celana selutut dan kaos berwarna hitam.
Sungguh pemandangan yang memanjakan mata, Zen nampak sangat tampan jika memakai pakaian seperti ini.
Ica bahkan menatap pria itu tanpa berkedip, membuat Zen gemas dan menjitak kening Ica.
"Auhh, sakittt. Apa-apaan sih, jahil banget." Gerutu Ica sambil memegangi kening nya.
"Kau terlihat seperti wanita cabul yang menatap pria tanpa berkedip."
Blushh..
Pipi Ica memerah, karena kelakuan nya terciduk oleh Zen. Dia memalingkan wajah nya ke samping, menyembunyikan semburat kemerahan yang muncul di kedua pipi nya.
"Sudahlah tak perlu di bahas, aku hanya ingin tau."
"Apanya?" Tanya Ica ketus, padahal sebenarnya dia malu, sangat malu.
"Apa ibu tiri mu memang memperlakukan mu seperti itu?"
"Kalau iya memang nya kenapa? Dan urusan nya dengan mu apa?"
"Judes sekali, kau lupa aku yang sudah menyelamatkan mu dari berandal itu dan dari demam mu."
"Baiklah, baiklah. Dulu dia tak seperti itu, dia baik dan lemah lembut, mungkin karena papa masih hidup. Tapi setelah papa meninggal karena kecelakaan, sikap nya berubah 180 derajat. Dia menjadi kasar, tak jarang dia memukul ku kalau aku membuat kesalahan sedikit atau sekecil apapun itu." Jelas Ica.
"Lalu, apa yang membuat mu bertahan?"
"Sudah aku bilang kan? Karena itu rumah mendiang ayah ku," Jawab Ica ketus.
"Kau mau merebut rumah itu?"
"Memang nya bisa?"
"Aku akan membuat mu lepas dari cengkraman ibu tirimu, dengan satu syarat."
"Syarat apa?"
....
🌷🌷🌷
Jangan lupa like, komen, vote, dan hadiah juga ya. Happy reading❤️🥀
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!