NovelToon NovelToon

Aku Madu Anakku

Bagai Jatuh Tertimpa Tangga

"Mas, aku mohon tolong jangan pisahkan aku dengan anakku," Intan menitikkan air mata dan mencoba meraih anaknya yang saat ini berada di gendongan Reno.

"Sudahlah, terima saja nasibmu. Lagi pula kamu bisa menikah lagi dengan pria lain. Biarkan anak ini kami yang merawatnya." Saras menyeringai puas mengejek nasib Intan.

"Tidak, biarkanlah aku hidup bersama anakku! Silahkan kamu miliki suamiku, tapi jangan pisahkan aku dengan anakku!" Intan melotot pada Saras

"Diam kamu! saat ini dan detik ini juga, aku talak kamu! kita bukan lagi suami istri!" Reno menalak Intan di hari dimana Intan melahirkan anaknya.

Setelah mengucapkan talak pada Intan Reno melangkah pergi bersama Saras dengan membawa serta bayi yang baru di lahirkan oleh Intan.

Hati Intan sangat hancur berkeping-keping, karena dia harus merasakan sakit yang bertubi-tubi. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Suaminya selingkuh dan dia juga harus berpisah dengan anak yang baru di lahirkannya.

"Ya Allah, kenapa aku harus mengalami kepahitan ini? aku ikhlas jika berpisah dengan suamiku, tapi apakah aku sanggup berpisah dengan anak yang selama ini aku tunggu kelahirannya?" Intan menangis pilu seorang diri.

"Nak, kamu kenapa menangis? mana anakmu, ibu ingin menggendongnya?" Ibu Mita mencari- cari bayi yang baru di lahirkan oleh Intan.

Intan bagai sebuah patung, hanya diam seribu bahasa. Pandangannya kosong, hanya air mata yang terus mengalir di pipinya. Sikap Intan ini membuat ibunya semakin penasaran dan ingin mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi pada Intan.

"Nak, ceritalah pada ibu. Janganlah permasalahanmu kamu pendam sendiri." Ibu Mita mengusap surai hitam anaknya dan sesekali menghapus air mata Intan yang tak jua surut.

Setelah sejenak Intan terdiam dan meratapi nasib, kini dirinya baru tersadar jika ada ibu di sampingnya.

"Bu, sepertinya Intan sudah tak sanggup lagi menjalani hidup ini," Intan memukul- mukul kepala sendiri.

"Nak, istighfar. Jangan kamu seperti ini, semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya." Ibu Mita menahan tangan Intan supaya tidak memukuli kepalanya terus-terusan dan langsung meraih dalam pelukan Ibu Mita.

"Bu, aku baru saja di talak oleh Mas Reno. Bukan hanya itu, anak yang baru aku lahirkan di bawanya juga. Dia kemari bersama istri sirinya si Saras," Intan membenamkan wajahnya di dalam pelukan ibunya semakin dalam.

"Astaghfirulloh al adzim, kamu yang sabar ya nak. Ibu yakin, kamu bisa melewati semua ini. Kamu anak ibu yang paling kuat dan tak mudah putus asa." Ibu Mita mengusap surai hitam anaknya.

Intan terus saja menangis dan menangis, membuat Ibu Mita semakin panik dan bingung.

Sementara saat ini Reno dan Saras telah sampai di kediaman Saras yang sangat megah dan mewah bak istana putri raja.

Saras adalah seorang janda kaya raya yang tak mempunyai keturunan. Sedang Reno dulunya adalah sopir pribadi dari Saras. Mereka lama-lama saling mencintai, dan Reno bersedia menikah siri dengan Saras.

"Mas, aku harap setelah ini kamu lekas mengurus surat cerai kalian. Agar kita bisa lekas menikah resmi. Karena aku nggak ingin selamanya jadi istri siri," Saras bergelayut manja di tangan Reno.

"Baiklah, sayang. Apapun yang kamu inginkan pasti akan aku lakukan, ini semua bukti cintaku padamu." Reno mengecup lembut bibir Saras.

"Baiklah, sayang. Aku pegang semua ucapanmu. Dan kita akan merawat anak ini bersama-sama. Ingat pesanku satu hal, sampai kapanpun jangan katakan pada anak ini kalau aku bukan ibu kandungnya. Aku akan memberi namanya Larasati," Saras menciumi bayi yang di gendong Reno.

"Siap, sayang. Selamanya anak ini akan menjadi anak kita berdua." Reno mengusap surai hitam Saras.

************

Begitu cepat waktu berlalu, kini Intan dan Reno telah resmi menyandang status duda dan janda.

Tiga bulan berlalu, Reno menikah resmi dengan Saras. Intan yang mendengar kabar itu datang tanpa di undang ke pernikahan mereka, dengan tujuan ingin meminta bayinya.

Intan datang bersama ibunya ke pesta pernikahan Reno dan Saras yang di adakan begitu meriah di sebuah gedung berbintang lima.

Di tengah maraknya para tamu undangan, Intan memberanikan diri menghampiri sepasang mempelai yang tak asing lagi baginya.

"Mas, apa kamu mengundang Intan ke pernikahan kita?" bisik Intan pada Reno saat melihat Intan melangkah mendekatinya.

"Nggak kok, sayang. Biar sajalah, mungkin dia ingin mengucapkan selamat buat kita." Reno membalas bisikan Saras.

"Selamat menempuh hidup baru, semoga kalian bahagia selalu," Intan mengulurkan tangannya pada sepasang mempelai, namun baik Reno maupun Saras tak menghiraukan Intan yang ingin menjabat tangan mereka.

"Pulanglah, kami tak perlu ucapan selamat darimu, karena kami pasti akan hidup bahagia selamanya." Saras melirik sinis pada Intan.

"Aku kemari hanya ingin meminta kalian mengembalikan bayiku, bagaimanapun dia anak yang aku lahirkan, aku yang berhak merawatnya. Apa lagi dia masih bayi, masih butuh ASI," Intan menatap sendu wajah Reno dan Saras.

Tiba-tiba Saras menarik paksa tangan Intan dan membawanya jauh dari kerumunan.

"Dengar baik-baik, aku tidak akan menyerahkan anakmu! lagi pula anak itu akan lebih bahagia jika hidup bersamaku."

"Lihatlah dirimu, yang tak punya apa-apa. Pasti anakmu akan sengsara jika hidup bersamamu, tapi berbeda jika anakmu dalam asuhanku."

"Jadi pergilah, jangan buat pestaku berantakan karena kedatanganmu yang tak kami undang!"

Demikian kata-kata kasar yang di ucapkan oleh Saras pada Intan. Setelah itu Saras kembali ke pelaminannya.

Sedangkan Intan pergi begitu saja bersama ibunya. Namun kembali lagi Intan menitikkan air mata saat keluar dari pesta pernikahan Reno dan Saras.

"Bu, aku tak berhasil mengambil kembali anakku." Intan berjalan gontay lemas seakan sudah tak ingin hidup.

"Sudahlah, nak. Yang penting kita telah berusaha, yakin saja suatu hari nanti pasti kamu bisa bersama kembali dengan anakmu," Ibu Mita merangkul Intan seraya terus menguatkannya dengan kata-kata.

Tibalah Intan dan ibunya di rumah tua yang sangat jelek. Intan dan ibunya menjatuhkan pantatnya ke kursi.

"Kemiskinanku inilah, yang membuatku di tinggal pergi oleh suamiku. Dan aku juga harus terpisah pula dengan bayi yang aku lahirkan," batin Intan seraya kembali lagi air matanya tertumpah.

Intan bertekad untuk merubah kehidupannya yang sangat miskin. Dia akan bekerja lebih keras lagi, supaya kelak bisa mengambil anaknya kembali jika dia telah sukses.

*******

Setelah pernikahan, Saras mengajak Reno untuk pindah ke luar kota.

"Mas, kita pindah hari ini juga. Aku minta kamu juga mengganti nomor ponselmu. Pokoknya aku nggak mau kita bertemu dengan Intan kembali. Aku nggak mau suatu saat nanti, dia mengambil Laras dariku. Karena aku telah benar-benar menyayangi Larasi seperti anakku sendiri," kata Saras

*******

Mohon dukungan like, vote, favorit..

Tolong jangan bom like karena akan mengurangi perfoma karya.

Bangkit Dari Keterpurukan

Reno menuruti saja apa yang di inginkan oleh Saraswati. Dalam waktu itu juga, mereka pindah ke kota lain tanpa sepengetahuan Intan.

Esok harinya, Intan menyambangi rumah Saraswati. Dia bermaksud ingin melihat kondisi putri kecilnya.

"Semoga kali ini, Mas Reno dan Saras berbaik hati dengan mengijinkan aku bertemu dengan putriku," batin Intan selama dalam perjalanan ke rumah Saraswati.

Tak berapa lama, sampailah di rumah mewah dan megah milik Saraswati.

"Alhamdulillah sudah sampai, tapi kok sepi sekali." Intan mengintai dari balik pintu gerbang.

Melintaslah seorang wanita yang ternyata adalah tetangga Saraswati, menghampiri Intan.

"Mba Intan ya, mantan istri Mas Reno?" tanyanya tersenyum ramah.

"Iya, mba." Jawab Intan seraya membalas senyuman wanita tersebut.

"Maaf, mba mencari Mas Reno? mereka sudah pindah kemarin siang," kata wanita tersebut.

"Saya bukan mencari Mas Reno, tapi saya ingin menjenguk putri kecil saya. Apa mba tahu dimana mereka pindah?" tanya Intan menyelidik.

"Maaf, mba. Kalau itu saya nggak tahu, karena waktu Mba Saras di tanya cuma jawabnya pindah ke luar kota," jawab wanita tersebut.

"Oh begitu ya, mba. Terima kasih atas informasinya, kalau begitu saya permisi." Intan menyunggingkan senyum seraya berlalu pergi dari depan pintu gerbang rumah Saraswati.

"Ya Allah, kemana lagi aku harus mencari keberadaan anakku? kalau sudah kehilangan jejak seperti ini?" batinnya seraya terus melangkah pulang.

Berbeda situasi di rumah baru Saraswati, dia saat ini sedang merasakan kebahagiaan yang seutuhnya.

"Aku yakin, saat ini pasti Intan sedang kebingungan mencari keberadaan Laras. Aku pastikan, selamanya kamu nggak akan bisa bertemu dengan Laras," batin Saras menyeringai sinis.

"Hidupku telah sempurna, punya suami tampan dan putri kecil yang sangat sehat dan menggemaskan," Saras menciumi terus bayi Larasati.

********

Waktu bergulir dengan cepat, kini usia Larasati sudah satu tahun. Namun Intan belum juga bisa menemukan keberadaan anaknya.

"Bu, kemana lagi aku harus mencari anakku? sudah satu tahun aku berkelana kesana kemari hanya untuk mencari keberadaan anakku." Intan menitikkan air mata.

"Nak, bersabarlah terus. Ibu yakin penantianmu tidaklah sia-sia, mungkin saat ini kamu belum di takdirkan oleh Allah untuk bertemu anakmu. Tapi lain waktu, kamu pasti akan bisa bertemu bahkan bersamanya lagi." Ibu Mita mencoba memberi penghiburan dan kekuatan pada Intan.

Namun kali ini, iman Intan sedang lemah. Hingga dirinya drop dan tak bisa berpikir jernih. Dia sudah berputus asa dan tak ingin melanjutkan hidupnya.

Intan mengurung diri di kamar dan berhari-hari tak mau makan bahkan selalu saja melamun dan menangis memikirkan putri kecilnya.

"Nak, janganlah kamu seperti ini. Kamu nggak boleh lemah, jika kamu sakit bagaimana kelak bisa ketemu anakmu? dan apakah kamu tidak kasihan sama ibumu yang sudah tua ini, jika terjadi apa-apa padamu bagaimana dengan nasib ibu?" tiba-tiba Ibu Mita menitikkan air mata.

Intan yang melihat ibunya menangis tersedu-sedu merasa iba dan merespon perkataan ibunya.

"Ibu, Intan minta maaf. Tapi tolong ibu berhentilah menangis, Intan janji tidak akan seperti ini lagi dan tidak akan membuat ibu bersedih lagi." Intan menghapus air mata ibunya.

"Syukur alhamdulillah ya Allah, putriku akhirnya meresponku." Bu Mita memeluk Intan.

"Sudah, bu. Jangan menangis lagi, karena aku sudah tidak apa-apa," Intan mencoba tersenyum walaupun hatinya masih belum juga bisa mengikhlaskan perpisahannya dengan putri kecilnya.

Namun dia juga nggak ingin melihat ibunya ikut merasakan kesedihannya.

"Bu, mulai besok Intan akan usaha sendiri. Kebetulan Intan masih punya sedikit tabungan, bisa di gunakan untuk modal," kata Intan antusias.

"Nah, begitu. Ini baru anaknya ibu." Bu Mita sumringah mendengar penuturan dari Intan.

Intan berencana akan membuka sebuah usaha warung makan di depan rumahnya yang kebetulan jalan raya besar.

Dia ingin merubah hidupnya agar kaya raya dan bisa mengambil kembali anaknya.

5 Tahun berlalu..

Usaha warung makan Intan telah berubah menjadi usaha restoran. Bahkan kini dia memiliki beberapa cabang restoran di kota besar lainnya.

"Bu, bagaimana kalau kita hari ini ke puncak Bogor. Sudah lama kita nggak berlibur," Intan mengajak ibunya liburan.

"Tapi bagaimana usaha restoranmu di kota ini, nak?" Bu Mita mengernyitkan alis.

Ibu nggak usah khawatir, karena aku punya banyak orang kepercayaan. Jadi semua restoran akan tetap buka," Intan mengedipkan matanya seraya tersenyum pada Bu Mita.

Akhirnya hari itu juga Intan dan Bu Mita berangkat ke puncak Bogor dari kota Pemalang, Jawa Tengah dengan mengemudikan mobil pribadi.

Setelah beberapa jam perjalanan, sampaah mereka di puncak Bogor. Intan langsung memesan hotel yang tak jauh dari puncak Bogor.

Pagi menjelang, Intan dan ibunya berjalan berkeliling di puncak bogor, menghirup udara sejuk dingin.

"Mami, papi, hiks hiks hiks..mba Ita.." seorang anak kecil berumur 6 tahun sedang menangis sendiri di tepi jalan.

"Ibu, itu ada anak menangis." Intan lekas berlari kecil menghampiri anak kecil tersebut.

"Nak, mana orang tuamu? kok kamu sendirian?" Intan mengusap air mata anak kecil tersebut.

"Ya Allah, kenapa gadis kecil ini mengingatkanku pada anakku. Mungkin saat ini dia telah tumbuh sebesar ini," batin Intan.

"Nak, namamu siapa? dan dimana orang tuamu?" tanya Intan dengan lirih.

"Namaku Larasati, tante. Mamiku bernama .

Belum juga si kecil Laras selesai berucap, datanglah baby sitternya menghampiri.

"Alhamdulliah, Laras. Akhirnya mba bisa menemukanmu, lain kali jangan seperti ini lagi." Mba Ita menuntun Larasati.

"Mba, makasih ya." kata Ita tersenyum ramah pada Intan.

"Iya, sama-sama. Tadi dia sedang menangis sendiri, jadi aku dekati dan tanya nama orang tuanya, eh belum juga di jawab mba sudah datang. Lain kali jangan di biarkan sendiri, mba." kata Intan menasehati.

"Iya, mba. Tadi saya sudah nggak bisa nahan kepingin kencing, padahal saya sudah bilang suruh nunggu di depan pintu toilet, jangan pergi. Eh begitu saya buka, laras sudah nggak ada." Kata Ita tertunduk malu.

"Ya sudah, mba. Saya permisi dulu." Ita menuntun Laras berlalu pergi dari hadapan Intan.

Tak berapa lama, Laras bertemu orang tuanya.

"Kalian berdua kemana saja, kami mencari kalian?" tanya Saras panik.

"Maaf, nyonya. Tadi saya ke toilet sebentar." Jawab Ita tertunduk.

"Mi, pi. Tadi Laras bertemu tante cantik dan baik. Saat Laras terpisah dari Mba Ita." Dengan polosnya Larasati bercerita.

"Aduh, ini anak malah ngomong. Habis dech aku bakal di omelin nyonya," batin Ita.

"Dimana tantenya, mami ingin ucapin terima kasih sudah jagain Laras?" Saras mencolek hidung Laras.

"Tadi di sana, mi. Tapi kok sudah hilang," Laras celingukan mencari Intan.

"Sudah, yuk kita pulang. Pasti lain waktu kita bisa ketemu tante itu lagi," Saras menuntun Laras.

*********

Tak Saling Kenal

Saat ini Intan telah bersuami, namun mereka hanya menikah siri.

"Sayang, kenapa kamu tidak mau kita menikah resmi? mau sampai kapan seperti ini?" Intan bergelayut manja di lengan Tara suami sirinya.

"Bukannya aku nggak mau, tapi ada banyak sekali alasan yang membuatku belum bisa menikahimu secara resmi " Tara mencoba mencari alasan.

"Tapi kamu tak pernah sekalipun menjelaskan padaku, alasannya apa sehingga kamu tak mau menikah resmi denganku? padahal apapun yang kamu minta dan kamu butuhkan selalu aku penuhi," Intan terus saja membujuk Tara untuk menjelaskan alasan yang sebenarnya kenapa dia tak mau menikah resmi dengan Intan.

"Sayang, suatu saat nanti pasti aku akan menjelaskannya padamu. Sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk menjelaskannya, jadi tolong jangan terus memojokkanku. Nikah siripun sama saja sah, walaupun baru sah di mata agama." Tara terus saja mencari alasan untuk tidak menikah resmi dengan Intan.

"Ya sudahlah, bagaimana kalau hari ini kita liburan. Karena sudah lama kita nggak liburan," rayu Intan.

"Maaf, sayang. Hari ini aku ada tugas ke luar kota, dan pulangnya mungkin beberapa hari " Tara menolak secara halus.

"Kenapa kamu selalu saja ke luar kota, bahkan hampir tiap seminggu sekali. Pasti kamu di rumah cuma tiga hari atau empat hari saja dalam seminggu," Intan mendengus kesal.

"Sayang, kalau kantor di biarkan lalu siapa yang mau mengurusnya? aku nggak ingin mengecewakanmu yang telah memberi dana banyak untuk membangun kantorku," Tara berkilah kembali.

"Hem, ya sudahlah. Kamu yang hati-hati, dan jangan lupa selalu berkabar." Intan mencium tangan Tara.

Segera Tara melangkah ke mobilnya dan melajukannya.

"Intan, aku minta maaf. Sebenarnya selama ini aku telah berbohong padamu, aku bukan lajang tapi aku telah beristri," gerutu Tara seraya menghela napas panjang.

Saat ini Tara bukan pergi untuk urusan kantor, tapi pulang ke rumah istri sahnya.

"Mas, kamu baru pulang?" seorang wanita muda mencium tangan Tara.

"Baru sampai, bagaimana dengan kandunganmu?" Tara mengusap perut istrinya yang masih rata.

"Baik-baik saja kok mas, nggak ada keluhan sedikitpun." Laras membawakan tas kerja Tara.

"Syukurlah, kalau bisa kamu jangan kerja yang berat-berat dan jangan terlalu banyak pikiran. Intinya, kamu harus benar-benar menjaga anak kita " Tara terus saja mengusap perut istrinya.

"Alhamdullilah ya Allah, aku punya suami yang sangat perhatian, setia, dan tanggung jawab," batin wanita ini.

Ternyata istri sah Tara adalah Larasati. Dia selisih 10 tahun dengan suaminya. Lebih tua Tara.

"Rizky di mana, apa sudah tidur?" tanya Tara mencari anak sulungnya yang berusia 5 tahun.

"Sudah, mas. Baru saja tidur." Jawab Laras seraya memberikan minum buat Tara.

"Maafkan aku, Laras. Jika aku tak menikahi Intan, aku tidak akan bisa memberikan kehidupan yang layak buatmu dan anak kita. Apa lagi saat ini, kita akan punya anak lagi." Batin Tara merasa berdosa baik pada Laras maupun Intan.

Namun dia tidak punya pilihan, karena di jaman modern ini sangat susah untuk mencari pekerjaan.

Hingga Tara memilih jalan yang salah yakni menikahi seorang janda yang kaya raya. Janda yang usia terpaut 10 tahun lebih tua darinya.

Saat ini Laras berusia 25 tahun, sedang Tara berumur 35 tahun. Dan Intan saat ini berusia 45 tahun. Namun paras wajah Intan tergolong awet muda dan tetap cantik.

*****

Pagi menjelang, Intan melakukan aktifitasnya jogging. Namun dirinya sempat syok saat melihat seorang anak berusia 5 tahun hampir saja tertabrak sebuah motor.

Untung dirinya lekas menarik anak kecil tersebut ke trotoar.

"Awas, nak." Intan menarik seorang anak kecil yang akan menyeberang.

"Tiiinnnnn..." seorang pengendara motor membunyikan klaksonnya.

"Heh, bocah! kalau mau menyeberang jalan lihat-lihat, jangan asal nyelonong!" teriak si pengendara motor tersebut pada anak kecil.

"Pak, jangan bersikap kasar pada anak kecil!" Intan mendengus kesal marah pada pengendara motor tersebut.

Sang pengendara motor langsung melajukan motornya kembali seraya terus bersungut-sungut.

"Nak, kok kamu sendiri? mana orang tuamu?" tanya Intan seraya mensejajarkan tubuhnya setara dengan si anak kecil tersebut.

"Ibuku, nggak tahu."

"Ya ampun, Rizky. Ibu cari kemana-mana ternyata ada di sini, sudah ibu bilang jangan pergi sebelum ibu pulang." Laras mengomel pada anaknya.

"Jadi kamu ibu dari anak ini? lain kali jangan dibiarkan jalan sendirian, tadi hampir saja tertabrak motor." Intan menatap Laras.

"Iya, mba. Trima kasih atas pertolongannya." Laras menyunggingkan senyum.

Setelah itu Intan melanjutkan kembali joggingnya. Dan Laras pulang bersama Rizky.

"Nak, lain kali dengarkan apa yang ibu bilang. Jangan pergi begitu saja, kalau da culik bagaimana?" Laras mendengus kesal.

"Ada apa sih, bu?" tanya Tara pada Laras.

"Ini, yah. Tadi ibu lagi beli beras di warung, eh tahu-tahu Rizky mau pulang sendiri. Tadi hampir tertabrak motor, untung ada wanita baik menolong." Laras geleng-geleng kepala seraya menghela napas panjang.

"Ya,sudah. Jangan di omelin anaknya, ntar malah jadi tambah takut." Tara mencoba menenangkan Laras.

Sementara Intan masih terus kepikiran anak kecil yang hampir saja tertabrak.

"Saat aku ketemu ibu si anak kecil itu, aku kok jadi ingat anakku. Kemungkinan besar saat ini anakku seusianya dan mungkin juga telah memiliki anak," batin Intan.

Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa sejak Intan menyelamatkan Rizky. Laras sering bertemu dengan Intan.

Hingga kini merekapun sering saling curhat dan saling bersama.

"Kamu jangan memanggilku mbak, karena aku sudah tua. Bahkan jika saat ini anakku bersamaku, dia seumuranmu." Intan mengusap lengan Laras.

"Masa sih, mbak. Tapi wajah mbak terlihat masih sangat muda, malah seperti seumuranku," Laras mengerutkan alis seraya terus menatap Intan dengan wajah tak percaya.

Intan mengambil kartu identitasnya yakni KTP, dan memperlihatkannya pada Laras.

"Lihatlah, jika kamu nggak percaya. Umurku sudah 45 tahun, dan jika aku tidak berpisah dengan anakku, dia saat ini berumur 25 tahun." Intan menyunggingkan senyum.

Sementara Laras melihat KTP milik Intan supaya tidak penasaran lagi.

"Mba umur 45 tahun tapi kok awet muda ya? aku saja kalah sama mbak, aku baru 25 tahun tapi sudah terlihat kucel dan sangat tua," Laras menunduk malu.

"Kamu jangan merendah, kamu itu masih terlihat muda dan sangat cantik. Jangan panggil aku mbak, terlalu muda buatku. Panggil aku, ibu saja." Intan tersenyum ramah.

"Baiklah, mba. Eh, ibu. Maaf hhee," Laras terkekeh.

Sejenak mereka terus bercanda ria saling bercerita tentang hal yang bisa membuat mereka tertawa terkekeh.

Mereka sering bertemu hanya untuk makan bersama atau sekedar jalan-jalan ke taman.

*****

Mohon dukungan like, vote, favorit

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!