Seorang wanita cantik memakai pakaian rapi sedang mengumpat kesal karena jalanan yang sangat padat hari ini,padahal pukul sembilan ia harus segera sampai di bandara untuk menyerahkan berkas yang tertinggal.
Sang atasan yang hari ini akan meninjau lokasi pembangunan real estate di kota Surabaya melupakan salah satu berkas penting yang seharusnya sudah ada dalam genggamannya.
"Sudah dimana Al?" sebuah pesan. masuk di aplikasi hijaunya dari sang bos.
"Halo, Pak!" tidak membalas, namun wanita itu memilih langsung menghubunginya.
"Iya Al?" jawabnya diseberang sana.
"Lima belas menit lagi saya tiba, Pak!" ucapnya
"Ya sudah,saya tunggu!" jawabnya
Lima belas menit kemudian wanita cantik ini sampai di bandara, tanpa melihat kanan kiri ia melajukan langkahnya agar tepat waktu sampai di tempat sang bos menunggu. Namun,,
Bruk
Tak sengaja tubuh kecilnya menabrak seorang lelaki yang sedang menyeret kopernya dari arah ruang tunggu bandara.
Pria berwajah tampan, rambut panjang bagai artis iklan shampo ini menatap wanita yang menabraknya lekat, lewat sorot mata di balik kaca mata hitam yang ia pakai.
"Maaf Mbak, Mas ! aduh ! "Si wanita bingung, karena penampilan pria di depannya ini mirip seorang perempuan, sedangkan si pria yang ada dihadapannya menarik sudut bibirnya, tersenyum.
"Maaf, saya gak sengaja!" lanjutnya sambil mengambil map yang terjatuh.
Pria di depannya ini hanya terdiam, tak menanggapi permintaan maaf si gadis, namun dengan teliti ia melihat seorang hawa di depanya menelisik, "cantik, manis," gumamnya dalam hati.
Alisha yang canggung memilih undur diri, "saya permisi!" ujarnya sambil merapikan blazer yang dipakainya, ia berjalan ke arah sebaliknya si pria berjalan.
Si pria cantik juga ikut berlalu, dan tanpa mereka berdua sadari, pertemuan ini akan membawa keduanya ke situasi yang tak pernah mereka duga.
"Pak Ryan!" Panggil Alisha, sang bos yang bernama Ryan Permana Wijaya itu menoleh.
"Maaf pak, saya tidak terlambatkan?" sang bos tersenyum dan menggeleng, sekertarisnya ini selalu bisa di andalkan dalam segi apapun.
"Saya masuk dulu, baru saja ada panggilan untuk penerbangan saya!" Alisha mengangguk.
"Hati-hati, Pak!" Ryan pun menjawab dengan anggukan dan senyum manisnya. Alisha yang lelah, memilih duduk sebentar untuk menetralkan deru nafasnya.
"Tadi yang aku tabrak, perempuan apa laki ya?" gumamnya mengingat kejadian tak sengaja beberapa saat lalu.
Tring
"Sudah di bandara, sayang?" sebuah pesan singkat dari sang kekasih yang sudah ia miliki kurang lebih selama dua tahun ini.
"Sudah, sekarang mau balik ke kantor." Balasnya disana.
"Ya sudah, kita ketemu di kantor saja!" ujarnya.
Alisha yang sudah lebih tenang, berdiri dan melangkahkan kakinya menuju pintu keluar karena sopir perusahaan menunggunya di tempat parkir.
"Kita langsung ke kantor, Mbak Alisha ?" tanya sang sopir.
"Iya, Pak! kalo bisa cepet ya, kerjaan saya banyak hari ini setelah jam makan siang saya harus mimpin rapat bersama Pak Reza, menggantikan Pak Ryan,"
"Baik, Mbak Al!" ujar sang sopir sambil mulai memutar setirnya. Dan benar saja, dengan keahlian sang sopir serta hafalnya jalan tiap sudut kota metropolitan, membuatnya membawa Alisha dengan cepat tiba di kantor.
"Bapak kok nggak lewat jalan yang tadi kita lewati?" tanya Alisha.
"Kalau berangkatnya gak bisa lewat situ mbak, itu jalan satu arah," ucap sang sopir.
"Oh!" jawab Alisha ber oh saja.
Setibanya di perusahaan, Alisha yang merasa sudah membuang waktu langsung berjalan menuju lift dan segera naik ke lantai dimana ia menghabiskan waktunya untuk bekerja.
"Hai sayang!" sapa laki laki blesteran Jerman- Indonesia, bermata coklat yang sangat Alisha cintai. Dia merupakan wakil CEO di perusahaan ini, Reza Fahri Pratama nama lengkapnya.
"Hai!" Alisha tersenyum menatap sang kekasih yang berada di depannya.
"Capek banget, ya?" sambil mengusap buliran keringat dari kening Alisha.
"Panas!" jawab Alisha sambil mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya.
"Maaf ya, untuk sementara aku gak bisa antar jemput kamu. Besok pagi harus ke jogja untuk meninjau pembangunan resort yang bermasalah itu !" ujarnya dengan nada yang sungguh menyesal.
"Nggak apa, Mas. Besok juga asisten pak Ryan sudah masuk, jadi kamu gak perlu kawatir," ucapnya meyakinkan sang kekasih agar tak perlu mengkhawatirkannya secara berlebihan.
"Aku nggak pernah kawatir tentang pekerjaan, kamu selalu bisa di andalkan!"
"Lalu, apa?" tanyanya.
"Aku khawatir kamu di bawa kabur sama laki laki lain!" pungkasnya.
Alisha tertawa kecil mendengar penuturan sang kekasih. "Astaga! justru aku yang seharusnya khawatir, di kantor ini saja sudah berapa wanita yang mencoba merayumu?" sambil mencubit hidung mancung Reza.
"Tapi selama ini aku tidak pernah menanggapinya, 'kan?" jawabnya.
"Iya-iya, si laki-laki paling setia!" ujar Alisha tertawa.
"Sekarang bisakah Anda tidak merayu saya, pekerjaan saya cukup banyak, Bapak wakil CEO!"
"Baiklah, nanti kita makan siang sama-sama, ya?" Alisha mengangguk.
Karena tidak ingin menganggu sang kekasih lebih lama lagi, Reza pun pamit undur diri kembali ke ruangannya.
****
Setelah makan siang bersama didalam ruangan sang kekasih, Alisha yang harus lebih dulu ada di ruangan meeting segera menyelesaikan makan siangnya. Dan meninggalkan Reza disana.
"Selamat siang!" sapa Alisha pada kepala staf disetiap divisi yang ikut dalam rapat kali ini.
"Selamat siang, Ibu Alisha!" jawab mereka.
"Bagaimana, apa masih ada yang belum hadir?" tanya Alisha sambil melihat ke arah peserta rapat.
"Pak Reza, belum datang Bu!" Alisha tersenyum, jelas belum datang sekarang ia sedang merapikan bajunya setelah ke usilan yang dia lakukan pada saat waktu makan siang tadi, tanpa sengaja jus alpukat yang ada di tangan Alisha tumpah mengenai baju sang kekasih hingga mengotori celananya.
"Kita tinggal saja, mungkin pak Reza sedang ada sesuatu yang dilakukannya," ujar Alisha
"Kalau begitu kita mulai dari Divisi Humas saja!" ucap Alisha sambil membuka macbook yang ia bawa serta beberapa berkas yang ada di hadapannya.
Pak Wira dari divisi humas membawa map yang ia pegang dan berjalan ke arah depan, dia mulai menjelaskan tentang proyek pembangunan apartemen yang sudah masuk ke jadwal periklanan, dia juga menjelaskan bahwa sampai detik ini, para pemesan sudah sangat banyak, padahal pembangunan apartemen itu baru berjalan 30 persen.
"Berarti penilaian masyarakat tentang Real Estate kita masih sangat bagus ya? ini akan menjadi laporan yang bagus jika pak Ryan kembali nanti," ucap Alisha menanggapi penjelsan dari pak Wira.
Brak
Pintu ruang rapat di buka dengan tergesa oleh seseorang.
"Maaf saya terlambat!" Alisha memandang sang kekasih sambil mengulum bibirnya menahan tawa.
"Tidak apa-apa, Pak Reza." Alisha menegaskan perkataanya.
"Sudah sampai dimana pembahasannya?" tanya Reza yang sudah duduk manis tepat di sebelah Alisha.
"Baru kita mulai dari divisi humas, Pak!" Alisha menyerahkan map yang di bagikan pak Wira tadi kepada Reza.
"Ok, silahkan dilanjutkan!" Alisha mengangguk.
Rapat dilanjutkan, tiap divisi bergantian menjelaskan tentang perkembangan proyek yang sedang berjalan, Reza sebagai wakil CEO juga memberikan pendapat dan saran untuk para kepala divisi mengenai setiap laporan yang di hasilkan.
"Oke! kalau begitu rapat kita sudahi, kita akan lanjutkan setelah pak Ryan kembali dari Surabaya." ujar Alisha.
"Baik, Bu!" ucap mereka penuh hormat, karena bagaimana pun Alisha di berikan wewenang setara, jika Ryan atau sang asisten tidak berada di tempat, maka Alisha lah yang akan menjadi perwakilan mereka. Satu-persatu para staf keluar dari ruangan besar nan mewah itu sedangkan Reza dan Alisha masih berada disana.
"Pulang kerja mau kemana?" tanya Reza berjalan berdampingan dengan Lisha menuju pintu keluar ruangan meeting.
"Langsung pulang, Mas! besok aku akan bertemu klien pagi-pagi sekali."
"Yang dari Jepang itu?" Alisha mengangguk.
"Ya sudah!" pesawatku juga akan terbang pagi besok.
"Maaf ya, mungkin satu minggu aku gak akan ada disini!" ucapnya
"Ya ampun, Mas. Lebay deh! bukannya biasa kamu pergi keluar kota, seperti nggak pernah aja," ucap Lisha.
Reza mendekat ke arah Alisha dan memegang pundak Alisha lembut, sebuah kecupan di kening Alisha, Reza sematkan dengan penuh kasih sayang. Alisha pun memejamkan matanya meresapi setiap sentuhan Reza padanya.
"Tenang saja aku bakal nunggu kamu disini, oke!" Alisha mengusap pipi Reza tak kalah lembut.
"Aku nggak sabar pengen cepet nikahin kamu," Reza mulai merengek.
"Kan kemarin kita sudah sepakat, nunggu Mami kamu selesai berobat kan?" Lisha mencoba membuat Reza tenang, dan tak terus merengek padanya.
"Ya sudah!" ucapnya pasrah.
...🖤🖤🖤🖤🖤🖤...
Assallamualaikum wr.wb
hai readers ...😊😊😊
Terima kasih sudah bersedia mampir... jangan lupa like, vote serta komennya ya...
Beberapa bab selanjutnya akan aku mulai revisi, agar lebih nyaman dan tak terganggu dengan tanda baca yang masih amburadul..
Sebelumnya aku minta maaf, maklumi aku sebagai pemula ya...🙏🙏
Sudah hampir tiga hari sang kekasih berada di kota Pelajar untuk meninjau lokasi proyek, dan sudah tiga hari pula Alisha tak dapat tenang karena sang kekasih yang terus saja mengiriminya pesan hampir satu jam sekali, sungguh pacar yang posesif.
"Nggak makan siang lu?" ucap Luna sang sahabat yang datang ke lantainya.
"Bentar deh!" ucapnya masih fokus dengan komputer yang ada di hadapannya.
"Gue udah pesen gado-gado sama mas Dono, bentar lagi juga di anter!" ucapnya.
"Lo memang sahabat terbaik!" ucap Alisha mencubit pipi Luna gemas.
"Merah Alisha!" rengek Luna mengusap pipinya, sedangkan Alisha justru tertawa melihat wajah cemberut sahabatnya.
Luna adalah teman Alisha dari mereka di bangku kuliah, walau mereka berbeda jurusan namun tak membuat mereka menjauh justru semakin dekat, bahkan Alisha juga sangat dekat dengan kedua orang tua Luna. Alisha menganggap orang tua Luna bagai orang tua sendiri mengingat ia sudah tak memiliki keduanya, Alisha kini hanya memiliki satu kakak kandung yang tinggal bersama suaminya di Bandung.
"Sampai kapan pujaan hati lo di Jogja?" tanya Luna.
"Satu minggu katanya! tapi berasa dia gak di Jogja!" cetus Alisha sambil menggelengkan kepalanya.
"Maksud lo!" tanya Luna.
"Ya, seperti biasa Lun, satu jam sekali dia bakal kirim pesan atau telepon kalau waktunya ada!" Luna tertawa terbahak.
"Posesif banget sih, Pak Reza. Nggak nyangka, mantan Playboy bisa begitu!" serunya, Alisha hanya bisa menggelengkan kepalanya malas.
"Permisi, Mbak Luna!" seorang OB yang bernama Dono datang membawakan pesanan Luna, Alisha yang sudah lapar langsung menghentikan pekerjaannya dan langsung melahap si gado-gado.
Tanpa terasa Jam makan siang usai, Luna yang memiliki pekerjaan banyak segera pamit dan kembali ke ruangannya yang berada di lantai 5.
"Al, keruangan saya!" Asisten pak Ryan memanggilnya lewat sambungan telepon.
"Baik, Pak!" Alisha berdiri dan merapikan kemejanya.
"Permisi, Pak Bagas!" Alisha masuk dan berdiri di depan meja.
"Kamu tolong cek berkas yang barusan saya kirim via email, tolong di lihat detailnya dan rapikan setelah itu berikan ke saya dalam berkas jadi!"
"Baik, Pak!" Alisha mengangguk, maaf pak saya belum bisa menjenguk Ibu Ninda.," lanjut Alisha.
"Tidak apa-apa nanti saja jika pekerjaanmu longgar!" jawabnya sambil terkekeh.
"Kapan longgarnya, Pak!" jawabnya Alisha dengan wajah sedihnya.
"Terimakasih atas kiriman kadonya, bermanfaat sekali!" ujar Bagas.
"Sama-sama Pak, itu sesuai seperti apa yang di katakan kakak saya, apa saja kira-kira yang di butuhkan bayi baru lahir!" ucap Alisha seraya tersenyum.
"Saya doakan semoga jodohmu juga disegerakan, agar bisa segera menyusul!" ucap pak Bagas mendoakan Alisha.
"Terimakasih, Pak." Alisha mengangguk.
***
Suara ketikan menggema cukup keras di ruangan yang sepi itu, Alisha yang sedang fokus mengerjakan tugas dari asisten Ryan, mendesah kesal karena ulah sang kekasih yang menghubunginya terus menerus.
"Mas Reza nih apa-apaan sih!" geramnya
"Iya, halo Mas!"
"Kenapa lama sih sayang, 5 kali loh!" serunya.
"Pekerjaan aku banyak, Mas. Ini aku lagi rapikan berkas!" jawabnya menahan kesal.
"Oke kalau begitu! aku akan kirim pesan satu jam lagi, langsung balas oke?" ujarnya.
"Iya, Mas!" jawab Alisha lembut.
"Haah!" Alisha mengacak rambutnya geram.
"Selalu begini!" serunya kesal.
Disebuah Butik dan salon kecantikan ternama di ibu kota seorang pria sedang memandang matahari sore yang sedang memancarkan sinarnya di sebalik awan yang menggumpal dari balik tirai ruangannya.
Kedua netra matanya memandang jauh, entah apa yang sedang dipikirkannya, sesekali helaan nafas terdengar seperti sebuah kelelahan namun juga seperti sebuah rasa kecewa.
"Apa yang harus aku lakukan?" lirihnya bertanya pada dirinya sendiri.
Bahkan dering ponsel tak membuat lamunannya terhenti, sedangkan seorang diseberang sana mengumpat kesal karena tak ada satu jawaban pun dari si pria ini yang sudah ia hubungi lebih dari sepuluh kali.
"Aku tahu perasaan yang ada padaku memang aneh, tapi aku tidak tahu ini kesembuhan atau hanya gundah ku saja!" gumamnya.
Dimana hari ia bertemu Alisha, di hari itu ia baru tiba di indonesia setelah pulang dari singapura untuk berobat, bukan penyakit berbahaya, namun jika tak di obati akan berdampak buruk untuknya dan karirnya.
"Halo?" ucapnya menjawab telepon yang terus berdering.
"Astaga kemana saja kau, Vier?" seru seorang lelaki diseberang sana.
"Apa mau mu?" tanyanya.
"Kita harus bicarakan ini, kau tak bisa memutuskan sepihak hubungan kita!" pekiknya.
"Dari awal semua langkah yang kita ambil salah Andra!" jawabnya penuh kesedihan.
"Tapi aku mencintaimu! rasa ini tidak salah!" bujuknya.
"Maaf!" jawabnya pelan.
"No, jangan ucapkan maaf! kita lanjutkan hubungan ini, ok! pungkasnya.
"Aku tidak bisa, aku mau sembuh!" lirihnya.
" Kita tidak sakit, sayang!" jawabnya mencoba merayu.
"Tolong! sementara jangan ganggu aku!"
"Tut tut." panggilan berakhir.
Pria bernama Vier itu menatap ponselnya dengan penuh kesedihan, dilema di dalam hati serta tubuhnya membuatnya melangkah dalam kubangan yang kini sulit ia hindari.
Tok tok
"Masuk!"
"Permisi, Bos!" ucap salah satu karyawannya.
"Ada apa?"
"Ada, Nyonya besar, Bos!"
"Mami?" Vier terkejut.
"Kenapa?" Seru wanita paruh baya yang di panggil Mami oleh Vier.
"Permisi Nyonya," pamit karyawan Vier. Wanita paruh baya itu mengangguk dan tersenyum.
"Ada apa, Mi?" tanya Vier sang anak lelaki satu-satunya.
"Apa iya harus ada masalah dulu baru mami datang ke tempat anak mami sediri?" serunya.
"Bukan gitu, Mi. Biasanya Mami yang nyuruh Vier ke rumah," elaknya.
"Kapan kamu akan menikah Vier? rumor itu semakin menyebar, apa kamu tidak takut karirmu hancur?"
"Biar saja! toh itu hanya rumor, Mih!" jawabnya sambil mendekat ke arah sang mami duduk.
"Ryan sudah punya anak satu, kamu kapan?"
"Ya ampun, cari istri dulu Mi! anak ntar nyusul!" jawabnya sambil tersenyum
"Rubah penampilan centil kamu ini, Vier!" geram sang mami.
"Mih, ini sudah jadi identitas Vier!" ucapnya sambil menyibakkan rambut indahnya itu.
"Ya sudah terserah kamu, Mami kesini cuma mau minta kamu datang ke rumah om Raja!"
" Om Raja bukannya lagi di jerman ngantar tante Nadine?" tanya Vier memastiakan,
"Bulan depan mereka pulang, si Reza mau lamar pacarnya!" ketus sang ibu.
"Sejak kapan Reza punya pacar?" pertanyaan bodoh yang membuat snag ibu semakin dibuat geram.
"Sejak Nabi Adam lahir!" ketus sang mami membuat Vier tertawa keras.
" Dulu kamu selalu nurut sama mami, kenapa sekarang gak, kamu merubah Vier!" sambil mengusap lelehan air mata yang tak sengaja menetes.
"Nah kan, pasti leleh es krimnya?" ujar Vier mencoba bercanda agar sang mami tak larut dalam kesedihan dan kekecewaannya.
"Kamu, ih!" memukul dada Vier pelan.
"Doakan saja Vier tetep sehat mih, insha Allah kalau Tuhan berkehendak jodoh pasti datang,"
" Jodoh yang sesungguhnya," batin Vier.
"Ya sudah, Mami akan terus berdoa agar kamu diberikan jodoh yang baik dan cantik," tuturnya.
"Vier sayang Mami," sang mami mengangguk dan mencium kening anak kesayangannya lembut.
"Ah ya, mami jadi lupa. Mami datang sekarang sengaja untuk ngingetin kamu, karena semua persiapan tante Nadine mau kamu yang kerjakan," tutur sang Mami.
"Iya Mih, Vier akan masukkan agenda,"
"Jangan lupa!" sang anak mengangguk memastikan.
Obrolan ibu dan anak itu berlanjut begitu saja, Vier yang selalu menjadi pendengar setia setiap curhatan sang mami hanya mendengarkan dan sesekali menimpali, semenjak sang ayah meninggal beberapa tahun silam hanya ia yang menjadi pendengar setia sang mami, karena kakak perempuannya memilih mengikuti sang suami ke Singapura untuk melebarkan bisnisnya disana.
...🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤...
Hai readers....🥰🥰🥰🥰
aku sarankan jangan membaca novel ini lompat lompat ya,agar dapat feel nya gitu,karena ada beberapa bab yang menceritakan satu waktu.jadi mohon jangan di skip ya...
Terimakasih sudah bersedia mampir...🙏🙏🙏
dukungan kalian adalah penyemangat ku...🥰🥰🙏🙏
Lope Lope sekebonnn....💕💕
Malam yang dingin karena hujan yang cukup lebat membuat semua orang nyenyak dalam tidurnya, Tapi tidak dengan gadis bernama Alisha.
Malam yang kian larut justru membuatnya tak nyaman dalam tidurnya, sesekali ia juga mengubah posisi tidurnya agar mendapat spot yang nyaman, namun tak berhasil.
"Aku ini kenapa sih?" gumamnya sambil menyilangkan kedua kakinya. Matanya tertuju pada ponsel yang berada di samping bantalnya.
"Tumben pesan 'ku gak di balas," Alisha melihat kapan terakhir sang kekasih membalas pesannya.
"Jam delapan," lirihnya.
Pukul tujuh malam tadi, Reza menghubungi Alisha dan meminta izin jika ia akan pergi ke klub dengan teman kuliah yang tak sengaja bertemu di lobby hotel tempatnya menginap.
Alisha sempat menolak keinginan kekasihnya itu, karena dia hafal betul jika Reza sudah berkumpul dengan kawan-kawannya di club sudah di pastikan pria itu pasti melakukan hal diluar batas. Reza yang terus merengek akhirnya membuat Alisah tak memiliki pilihan lain, dengan penuh persyaratan, akhirnya Alisha mengijinkan sang kekasih untuk bersenang-senang.
"Kok nggak di angkat ya?" Lisha mengernyitkan dahinya, mulai khawatir.
"Apa mungkin udah tidur," ujar Alisha mencoba berpikir positif.
Setelah mencoba sekali lagi namun masih tak mendapat jawaban, akhirnya alisha memutuskan untuk kembali ke dalam selimut dan mencoba memejamkan kedua matanya.
***
Pagi menjelang, suara ayam berkokok saling bersahutan menandakan bahwa matahari sudah menampakan sinarnya, Alisha yang tidur cukup larut masih tak bisa membuka matanya karena lelah.
Dret dret
Bunyi getar ponsel yang berada di samping bantalnya membuat tidur Alisha terganggu, dia mencoba membuka matanya perlahan dan melihat siapa yang menghubunginya sepagi ini.
"Mas reza!" Alisha berusaha membuka matanya walau sedikit sulit.
"Asallamualaikum, Mas!" jawab Alisha dengan suara paraunya.
"Walaikumsalam, sayang! belum bangun?" tanya Reza dari seberang sana.
"Mas Reza pulang jam berapa dari club? kok pesan ku nggak di balas sih! bikin khawatir!" Alisha memberondong beberapa pertanyaan, membuat seseorang disana terkekeh.
"Maaf sayang, Mas agak pusing. Setelah sampai hotel Mas langsung tidur, jadi lupa balas pesan kamu!"
Alisha menghembuskan nafas lega, ternyata keksihnya baik-baik saja. "Ya udah kalau begitu, yang penting Mas Reza baik-baik saja. Alisha solat subuh dulu ya, udah setengah 6," ujar Alisha.
"Iya sayang, nanti mas telpon lagi," ucap Reza
"Asallamualaikum!"
"Walaikumsalam!" jawab Alisha seraya tersenyum.
Alisha langsung bangkit dari tempat tidur dan menunaikan kewajibannya, setelah solat subuh ia langsung masuk kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan lanjut bersiap membuat sarapan untuk mengganjal perut sebelum berangkat ke kantor.
***
Pagi, Bu Alisha!" sapa satpam setelah Alisha turun dari taksi online.
"Tumben biasanya pakai motor Bu? jika tidak dengan pak reza," tanya pria berusia matang tersebut.
"Motor saya jual, Pak. Mau ganti baru tapi masih bingung mau beli model apa gitu yang pas." ucap Alisha.
"Beli yang nyaman saja, Bu."
"Iya, Pak! saya duluan ya!" pak satpam mempersilahkan.
"Pagi Nita!" sapa Alisha pada resepsionis yang sedang merapikan rambutnya.
"Pagi, Bu Alisha!" jawabnya.
Setelah sampai di ruangannya sendiri, Alisha yang tak suka bersantai-santai jika sudah masuk jam kerja, langsung merapikan sedikit mejanya dan mulai menyalakan komputer yang ada di meja dan mulai melakukan tugasnya sebagai sekretaris. Hingga tanpa sadar pekerjaan yang menguras seluruh otak serta tenaganya itu membuat perus rampingnya berbunyi.
"Ya ampun, sudah waktu makan siang!" gumam Alisha setelah melihat jam di pergelangan tangannya.
"Ya ampun, Luna pasti nunggu nih!" lirihnya.
Gadis yang sudah siap menikah ini merapikan mejanya yang berserakan, setelahnya ia mengambil ponsel dan turun kelantai dasar untuk makan siang dengan Luna sahabatnya yang telah menunggu disana.
"Lama amat, sih!" ujar Luna kepada Alisha yang baru saja tiba di meja mereka.
"Banyak banget kerjaan aku! sorry deh!" ujar Alisha tersenyum manis agar temannya tak kesal.
"Mau pesen apa?" tanya luna.
"Gue mau ayam bakar sama sambel mentahnya Bu Wanti, kalau lo?"
"Samain saja deh!"
"Oke aku pesen dulu!" Luna bangkit dari duduknya dan memesan makanan yang mereka inginkan.
"Wih, sambel Bu Wanti nih emang paling mantap!" Alisha melahap makanannya seakan lupa sedang berada dimana.
"Lo kebiasaan kalau udah makan beginian, lupa diri, inget jabatan, Bu!" sarkas Luna.
"Makan tuh di nikmati Lun, mau jabatan apapun juga butuh makan!" Luna menggeleng, kawannya ini selalu bersikap apa adanya jika memang bukan urusan perusahaan.
"Pulang kantor jalan bentar, yuk!" ajak luna sambil masuk ke dalam lift, setelah selesai makan siang dua sahabat itu langsung bergegas kembali ke ruangan mereka.
"Bentarnya lu, pulang nya malam!" luna tertawa.
"Yakin deh bentar, mau cari kado buat Ibu," Alisha yang mendengar nama ibu langsung menolah menatap serius sahabatnya itu.
"Tanggal berapa ini?"
"11 maret," jawab Luna singkat.
"Lupa, maaf deh!" Alisha tertawa.
Sesampainya di lantai tempat nya bekerja Luna keluar dari lift dan berpisah dengan Alisha yang meneruskan langkahnya le lantai 15 dimana ruangannya berada.
"Permisi, Pak ryan?"
"Masuk saja, Lisha! " ujar sang bos.
"Ini jadwal untuk besok pagi," ujar Alisha sambil menyerahkan Tab yang ia pegang.
"Apakah jadwalnya padat, sehingga kamu menyerahkannya sekarang?" tanya Ryan.
"Iya Pak. Besok pagi pukul delapan tepat bapak ada meeting untuk proyek kita yang di kota Bandung, setelah itu pukul 10 Bapak dan pak Bagas ada peninjauan pembangunan apartemen," jawab Alisha terus menjelaskan sampai pada jadwal yang ternyata hingga malam hari.
"Ya ampun, banyak sekali!" sambil melonggarkan dasinya Ryan menghela nafas.
"Karena hampir semua bersamaan, Pak. Jadi ya begitu," ucap Alisha merasa tidak enak.
"Kamu kenapa?"
"Hah, tidak pak," jawab Alisha.
"Tidak perlu merasa sungkan, memang sudah menjadi tugas saya 'kan?!" Alisha mengangguk dan tersenyum.
"Ya sudah, kalau begitu saya kembali ke meja saya, Pak!" pamit Alisha, Ryan pun mengangguk mempersilahkan Alisha kembali.
Sore, senja yang menyimpan sejuta rahasia para manusia datang menampakan sinar kemerahannya, para pegawai yang tidak ada pekerjaan lebih sudah pulang dari belum datangnya sinar itu. Sedangkan Alisha yang harus menyiapkan bahan meeting untuk sang CEO masih berkutat di didepan komputernya sambil sesekali melihat jam di pergelangan tangannya.
"Permisi, Pak Ryan!" Alisha masuk keruangan sang bos sambil membawa beberapa berkas ditangannya.
"Mau pulang, Al?" tanya Ryan sambil mengambil berkas-berkas itu dari tangan Alisha.
" Iya, Pak. Pekerjaan saya sudah selesai pembahasan untuk rapat besok pagi juga sudah saya email ke pak bagas!" lanjutnya.
"Oke, kalau begitu! saya masih meneruskan beberapa berkas yang harus saya tandatangani ini," ujar Ryan.
"Apa Anda memerlukan bantuan saya, Pak?"
"Ah, tidak perlu. Istri saya akan datang setelah ini." Paparnya.
"Baik, kalau begitu saya pamit!"
"Silahkan!" jawab Ryan.
Alisha yang sudah terlambat segera bergegas keluar dari biliknya.
"Lama amat, Bu sekeretaris!" sungut Luna.
"Sorry, tadi nyiapin untuk rapat besok pagi!"
"Ya udah, yuk! langsung aja!" ajak Luna menggandeng lengan Alisha menuju tempat parkir mobil khusus karyawan.
"Kita langsung nyari kado aja deh Lun, baru nyari makan!' ujar Alisha memberi saran.
"Boleh!" Luna langsung memutar setirnya keluar perusahaan menuju salah satu Mall yang cukup terkenal.
Karena waktu hampir menuju mahgrib. Jalan yang mereka lalui cukup ramai namun kepadatan ini tidak membuat dua sahabat itu merasa bosan. Mereka selalu mengisi dengan menyetel lagu kesukaan mereka dan menyanyikannya bersama-sama.
"Tumben laki lo nggak telpon?" tanya Luna sambil menutup pintu mobilnya, sesampainya di basement mall.
"Tadi pagi sih bilangnya hari ini terakhir disana, jadi dia mau cepet-cepet selesain biar malam ini bisa pulang," jawab Alisha sedangkan Luna hanya menanggapi perkataan sahabatnya dengana anggukan singkat.
Dua sahabat itu akhirnya sampai disebuah toko khusus baju muslim yang ada di lantai tiga mall tersebut. Mereka berpencar saling mencari hadiah untuk ibu Luna yang sedang berulang tahun.
"Mau yang mana nih ?" tanya Alisha menghampiri sahabatnya yang sedang sibuk memilih.
"Nyokap kan suka warna kalem, ini aja nih!" tunjuk Luna pada baju gamis berwarna dusty pink.
"Tapi bentuknya gini Lun, mana mau ibu pake begini?" Luna tertawa, melihat baju dengan penuh renda itu.
"Ya udah, muter lagi yuk!" mereka keluar dari dalam toko, menuju toko lain yang ada di mall itu. Kebiasaan perempuan kalau belanja membingungkan diri sendiri.
"Sebenarnya gue pengen masuk kesana." tunjuk Alisha pada sebuah butik dengan nama sang disainer, Xavi's Boutique.
"Itu punya desainer kondang, harganya pasti mahla Lisha! kantong gue kering!" luna tertawa.
"Lo beli aja sesuai keinginan lo, gue mau kesana!" Alisha berjalan begitu saja bagai ada sebuah magnet yang membuatnya seakan tak bisa berpaling.
"Selamat malam, Nona. Silahkan!" ucap sang pramuniaga membukakan pintu butik.
"Ada yang bisa kami bantu!" tawarnya.
"Saya mau nyari gamis, untuk ibu saya usianya 50 tahun, kira-kira ada nggak ya, Mbak!" pinta Alisha.
" Oh ada, mari sebelah sini, Nona!" sang karyawan mengajak Alisha masuk kedalam butik tepat di mana baju-baju syar'i di gantung dengan mewahnya.
"Wau!" decak kagum Alisa membuat pramuniaga itu tersenyum. Alisha yang masih takjub sampai tidak sadar jika mulutnya masih terbuka lebar.
"Nifta!" panggil seseorang.
"Iya bos!" karyawan dengan name tag bernama Nifta menoleh ke sumber suara.
"Bantu Diva di kasir sebentar!"
"Tapi nona ini, Bos?" ujarnya melihat ke arah Alisha.
"Biar saya!" karywan itu menurut, menyetujui permintaan Vier.
"Bagaimana sudah ketemu?" tanya sang pemilik butik kepada Alisha.
Alisha termangu, bagai raga yang hilang entah kemana, melihat sosok di depannya ini. Pria namun penampilannya lebih wangi dan cantik melebihi dirinya, rambut panjang bak iklan shampo, di padu padankan dengan kemeja bermotif bunga mawar serta celana berbentuk pensil lengkap dengan sepatu sneakers berwarna putih membuat penampilannya sungguh sempurna.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!