NovelToon NovelToon

Jerat Cinta Tuan Penguasa

Kita Bertemu

Suara tawa terdengar menggema di sebuah ruangan mewah. Keduanya saling bercerita mengenai kehidupan pribadi masing masing. Kedekatan dua lelaki itu masih terbilang baru. Namun mereka sudah sama sama akrab satu sama lain. Keterikatan bisnis membuat dua makhluk tampan itu merambah ke kehidupan pribadi sebagai teman.

"Bagaimana denganmu. Umurmu sudah 32 tahun kenapa belum menikah juga?" Tanya lelaki yang lebih tua sambil menyesap kopinya.

"Hm. Seperti yang kau tau kak. Aku masih belum bisa melupakan hal yang menyakitkan dulu. Aku membenci wanita. Dan kau tau...itu berawal dari orang yang melahirkanku." Jawabnya sedangkan si lawan bicara hanya mengangguk mencoba memahami. Bukanlah hal yang mudah berada di posisi pria itu.

"Aku doakan. Semoga kau bisa membuka hati. Akan ada kebahagiaan untukmu." Tuturnya sambil menepuk bahu Samuel.

"Terimakasih."

"Bagaimana kabar anakmu kak?" Tanyanya setelah berhenti sejenak.

"Maksudmu Sean dan Shon. Bukannya kamu sering bertemu dengan kedua putra kembar ku?" Ia sedikit keheranan. Pasalnya Samuel terbilang cukup sering bertemu dengan Sean dan Shon dalam urusan bisnis.

"Ah. Bukan mereka. Lebih tepatnya anak ketigamu. Apa belum menyelesaikan pendidikannya?" Tanya Sam hanya sekedar basa basi. Ia sudah mengumpulkan seluruh informasi tentang gadis yang menyita perasaannya akhir akhir ini. Semua berawal dari foto yang tak sengaja dilihatnya di ruangan yang saat ini menjadi tempat perbincangan keduanya. Manik mata Samuel masih menatap foto di atas meja. Seorang gadis cantik yang begitu mempesona dengan senyum lembutnya.

"Ah. Dia sudah menyelesaikan pendidikannya. Selen akan pulang besok."

"Beruntungnya. Dia pintar dan lulus dengan cepat."

"Iya. Kami beruntung bisa berkumpul lagi. Membiarkannya sendiri hanya bersama beberapa pengawal membuatku was was." Jawabnya sambil tertunduk. Ia adalah seorang Ayah yang harus selalu melindungi putri kecilnya. Putri yang begitu keluarga besar nantikan karena sangat sulit mendapat keturunan perempuan di silsilah mereka.

Sam berjalan dengan penuh keangkuhan diiringi dengan beberapa pengawal yang selalu siaga di belakangnya. Wajah tegas pria itu tampak mengintimidasi sekitar.

"Brug..." Tangan kokohnya menahan tubuh ringan itu dengan cepat.

"Sempurna." Batin pria itu.

"Maaf Tuan. Saya tidak sengaja." Katanya memutus kontak dengan menundukkan kepala. Gadis itu dengan cepat menjauhkan tubuhnya.

"Sudah kakak bilang untuk hati hati sayang." Seorang pemuda menghampiri kedua nya.

"Maaf Tuan Sam dan Terimakasih telah menolong adik saya." Katanya.

"Tidak masalah. Lain kali hati hati. Nanti jika terjatuh kau bisa terluka." Katanya begitu panjang lebar sampai Shon terkejut. Pria itu tersenyum begitu lebar dan tulus. Sejak pertama berjumpa dengannya ini adalah kalimat terpanjang yang pernah dikatakan. Selain dengan sang Ayah pria itu tak pernah berbicara banyak. Juga senyuman itu adalah senyuman yang baru pertama Shon lihat.

"Iya Tuan. Terimakasih." Jawab Selen sambil menunduk. Shon langsung berpamitan dan buru buru membawa sang adik untuk ke ruangan Ayahnya. Sepasang mata memandangi punggung keduanya sampai tak terlihat. Kedua sudut bibir pria itu tertarik menciptakan senyuman yang begitu manis. "Kita bertemu." Katanya membalikkan tubuh dan melanjutkan berjalan.

"Assalamualaikum Ayah." Selen masuk ke dalam diikuti kakaknya.

"Sayang. Katanya pulang besok." Ayah tiga anak itu langsung berdiri dari kursi dan memeluk anak gadisnya dengan erat.

"Salamnya di jawab dulu dong Yah."

"Waalaikumsalam Sayang." Ia mencubit pipi itu dengan gemas.

"Dia tidak mau naik pesawat pribadi Yah. Makannya hari ini pulang tanpa mengabari." Jelas sang kakak.

"Kamu. Bikin Ayah khawatir."

"Maaf."

"Tidak masalah. Karena Putri Ayah sudah disini. Ayo kita pulang. Ayah lapar belum makan siang."

"Memangnya kerjaan Ayah sudah selesai?"

"Sudah dong."

"Yasudah. Ayo." Selen jalan terlebih dahulu lalu di kejar kakaknya. Shon begitu khawatir karena adiknya itu sedikit ceroboh. Ia takut nanti Selen akan jatuh atau menabrak lagi jika tidak hati hati.

Selen berlari dengan semangat memasuki mansion keluarganya.

"Hati hati sayang. Nanti kamu jatuh." Tutur kedua kakak kembarnya.

"Selen mau makan."

"Hap. Cium Bunda dulu kalau mau makan." Wanita cantik itu menangkap tubuh anak gadisnya dan memeluk dengan erat.

"Cup." Gadis itu mencium pipi bundanya.

"Kita juga."

"Tadi sudah." Katanya sambil cemberut.

"Tadi waktu di kantor dan di bandara. Di rumah belum."

"Kakak curang." Namun tetap menuruti keinginan kakaknya.

Semua yang berada di meja makan tampak tersenyum melihat tingkah gadis itu. Selen tampak makan dengan lahap. Sudah beberapa bulan ini Ia tak merasakan masakan Bundanya. Inilah rasa yang sekian lama Ia rindukan.

"Pelan pelan sayang."

"Masakan Bunda enak." Katanya sambil terus mengunyah. Tangan pemuda yang berada di sampingnya seketika bergerak. Ia begitu tak tahan dan akhirnya merealisasikan apa yang dipendamnya sedaritadi. Ibu jari dan telunjuknya bekerjasama mencubit gemas pipi sang adik.

"Kakak. Sakit." Keluhnya.

"Maaf Sayang. Kakak gemas."

"Jangan mengganggu adik kalian." Tutur Sang Ayah hanya dijawab anggukan dan senyum oleh keduanya.

Disisi lain seorang lelaki tengah menuangkan whisky ke dalam gelas yang sudah terdapat beberapa es batu di dalamnya. Ia duduk menyilangkan kaki sambil menggoyangkan gelas itu sebelum sampai di mulut dan meneguknya dengan rakus. Jemari tangan kirinya mengetuk meja sembari memandangi foto gadis yang baru di temuinya beberapa waktu lalu. Gadis yang membuatnya gelisah. Belum pernah Ia merasakan seperti ini. Jumpa pertama membuatnya memikirkan fantasi liar yang tak pernah Ia pikirkan sebelumnya. Rasa jijik pada wanita seketika hilang. Aroma pelukan tadi masih begitu Ia ingat dengan jelas. Wangi yang membuatnya terus membayangkan dan kecanduan untuk terus memikirkan.

Aku Normal

Tiga hari berlalu sejak pertemuan di kala itu. Sosok pria dengan tubuh atletis berbalut kaos dengan celana pendek tengah duduk tenang di sofa sambil menghisap sebatang rokok yang sudah tersisa setengah. Seorang lelaki berperawakan tinggi besar menghampiri dengan setelah jas lengkapnya yang serba hitam.

"Tuan." Katanya memberi hormat dengan menundukkan kepala dan menegakkan tubuhnya kembali setelah beberapa saat. Tanpa menunggu waktu lama. Ia mulai melaporkan hasil kerja pada Bosnya. Merinci dengan detail hasil tugas yang diberikan beberapa hari yang lalu. Tugas untuk membelikan rumah tepat di depan hunian sang gadis yang membuat majikannya menggila akhir akhir ini. Misi kali ini cukup menantang. Bukan hal yang mudah untuk mendepak keluarga pemilik rumah itu hingga bersedia pergi. Uang bukanlah hal yang mereka inginkan. Rumah yang ditinggali begitu berharga untuk mereka sehingga enggan untuk pindah. Namun tangan kanan Samuel mempunyai berbagai cara jitu untuk membuat sang Tuan bahagia. Pekerjaannya tak pernah mengecewakan. Dengan sedikit ancaman sadis akhirnya apa yang diinginkan tercapai.

"Jadi aku bisa pindah pagi ini?" Tanyanya dengan santai sambil menghembuskan asap bebas ke udara.

"Iya Tuan."

"Hm." Pria itu beranjak dari duduknya kemudian pergi.

"Lakukan tugasmu setelahnya. Aku paham kau mengerti maksudku."

"Baik Tuan."

Tak butuh di perintah. Ia sudah tau langkah selanjutnya. Menyuruh beberapa orang untuk mengemasi barang dan segera berpindah ke sana. Meyiapkan segala kebutuhan dengan baik dan melaksanakan beberapa tugas tambahan yang sudah di list di otaknya. Tugas yang di bahas semalam. Pikiran Tuannya itu sangat bisa terbaca atau entah sang bawahan yang terlalu peka.

Beberapa rombongan mobil berhenti di depan rumah mewah. Seorang pria turun dari salah satu Supercar yang berada di barisan tengah dengan pakaian casual. Ia berdiri sebentar menatap mansion yang tepat berada di depannya. Suasana disana lengang tidak ada pergerakan. Hanya ada beberapa tukang kebun yang sibuk merapikan tanaman. Ia menajamkan penglihatan di balik kacamata hitamnya ketika sosok gadis yang menggetarkan hati terlihat berjalan. Tidak begitu jelas karena terhalang oleh gerbang yang menjulang. Beberapa saat kemudian gerbang terbuka diiringi mobil mewah berwarna silver yang masuk. Dua lelaki turun dan memeluk gadis itu. Mengajaknya untuk masuk meninggalkan Sam yang masih berdiri mengamati dari tempatnya.

Sean dan Shon tak berhenti membuat Selen tertawa. Gadis itu sampai menangis menahan rasa geli yang diciptakan oleh kedua kakak kembarnya.

"Kakak ampun." Kata Selen memohon.

"Sudah. Jangan buat adik kalian menangis kegelian." Bunda dan Ayah menghampiri anak anaknya yang tengah bercengkrama dari ruang keluarga.

"Capek Sayang?" Tanya Sean mengecup pipi adiknya. Sudah tak berdaya membuat gadis itu hanya mengangguk.

"Oh. Kakak lupa. Kakak punya hadiah untukmu."

"Mana?" Selen menengadahkan kedua tangannya berharap sesuatu akan berada di sana beberapa saat kemudian.

"Sebentar Sayang. Kakak ambilkan. Ada di mobil." Katanya sambil berdiri dan berjalan cepat ke luar.

"Yah. Rumah yang di depan itu kok rame mobil?"

"Iya. Pak Murad sudah menjualnya. Mungkin sudah ada pembeli baru dan pindah sekarang."

"Oh."

Shon berjalan sambil membawa box. Ia duduk di samping adiknya dan memberikan box itu pada Selen.

"Ini apa kak?" Tanyanya sambil mengguncangkan.

"Jangan di kocok. Di buka saja."

"Oh." Selen membuka dengan hati hati. Seekor hewan berbulu keluar. Gadis itu langsung menggendong dan memeluknya dengan erat.

"Terimakasih Kak."

"Peluk."

"Iya." Selen langsung berhambur memeluk kedua pemuda tampan itu.

"Makanannya mana kak?"

"Lupa. Astaga." Shon menepuk jidatnya sendiri.

"Ayo beli kak."

"Biar dibelikan Bibi sayang. Kamu di rumah saja." Tutur wanita itu dengan lembut.

"Sebentar saja Bun. Biasanya di minimarket ada."

"Ya Bun..." Pintanya memohon menjadikan mereka tak tega.

"Baiklah."

"Bunda jagain kucing Selen dulu ya." Pesan gadis itu sambil meletakkan kucingnya di sofa.

"Iya."

"Ayo sama kakak."

"Kita berangkat dulu ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati hati."

Gadis itu berbalik sebentar dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Selen mencekal tangan kakaknya saat ingin membuka pintu mobil.

"Kenapa Sayang? katanya ya mau beli makanan kucing."

"Minimarketnya dimana?"

"Di depan kompleks."

"Pakai sepeda."

"Panas."

"Sebentar saja. Tidak terlalu jauh juga."

"Baiklah. Kakak bonceng." Kata Shon hanya di jawab anggukan oleh sang adik. Keduanya menikmati cuaca panas sambil sesekali bercanda di sepanjang perjalanan. Sepasang mata tak berhenti mengamati keduanya dari mereka berangkat sampai tiba kembali.

Sam menyesap Wine dengan penuh kharisma. Pria itu sedang menatap layar laptop yang terhubung dengan kamera untuk memantau halaman rumah mansion di depannya. Ia bisa melihat Selen sedang berlari kecil diikuti kakaknya yang membawa belanjaan. Sudut bibirnya terangkat secara alami tanpa adanya pemaksaan. Pria itu mulai lagi. Tiba tiba saja jantungnya berdetak kencang saat melihat gadis itu. Ada getaran hebat di dadanya. Bukan cuman itu. Hanya dengan melihat Selen sesuatu yang ada di dalam tubuhnya bangkit. Padahal wanita itu menggunakan pakaian yang sopan dan menutupi seluruh auratnya. Sebelumnya Sam pernah berpikir bahwa Ia tak normal. Lebih bisa di bilang Impoten. Banyak wanita yang menggodanya di club' malam namun sama sekali tak membuatnya bergairah malah jijik. Padahal para ****** itu bisa di bilang hanya menggunakan pakaian dalam saja atau bahkan hanya menutupi asetnya yang ada di bawah. Ia juga heran terhadap dirinya sendiri. Tanpa di sentuhan pun para lelaki di luar sana pasti akan bangkit jiwanya. Namun berbeda dengan Sam yang tak merasakan apapun. Jika sudah seperti ini. Maka tekadnya untuk memiliki gadis itu harus segera di realisasi. "Aku normal." Katanya sambil beranjak ingin menuntaskan sesuatu yang amat menyakitkan di kamar mandi untuk yang kesekian kalinya.

Makan Malam

Derap langkah seseorang menyusuri lorong dengan keadaan yang minim penerangan. Beberapa pria di belakangnya berjalan dengan tempo yang sedikit pelan dari orang yang berada di posisi paling depan. Tepat di ujung sana terdapat pintu berwarna hitam dengan aksen kaca buram berbentuk persegi panjang dengan posisi horizontal. Dua orang yang berjaga di sisi kanan dan kiri menunduk kemudian membuka penutup itu sehingga terbelah menjadi dua. Tangan pria itu terangkat keatas hanya di jawab anggukan oleh semua yang berada di sana. Langkahnya menuntut masuk berhadapan langsung dengan seseorang yang sedang duduk terikat. Darah mengering di beberapa bagian wajah menunjukkan telah ada penyiksaan sebelumnya.

"Samuel." Gumamnya dengan mulut tertutup membiarkan gigi atas dan bawah saling beradu di rongga mulut.

"Itu aku." Jawabnya sambil mendudukkan diri di kursi yang terletak satu meter di depan pria itu. Sam duduk dengan santai sambil memakai sarung tangan hitam yang selalu di bawa saat sedang melakukan pekerjaannya.

"Lepaskan aku." Teriaknya dengan penuh amarah membuat otot lehernya menonjol. Si lawan bicara hanya tersenyum miring ketika mendengar umpatan yang terus ditujukan padanya. Tikus kecil ini begitu membuatnya kerepotan. Penghianat yang telah membuat transaksinya berantakan dan mengalami kerugian. Mulut sampah pria itu telah memberitahukan pada pihak musuh tentang jalur mana yang akan di lalui.

"Mau mati dengan cara apa?" Tanyanya sambil mengeluarkan belati dan pistol.

"Aku..Hahaha....Kau yang akan mati." Jawabnya tanpa rasa takut sedikitpun membuat Sam mengangguk. Pria itu dengan secepat kilat melepaskan dua tembakan tepat di jantung membuatnya seketika tak bernyawa.

Sam sudah sampai di rumah setelah selesai dengan urusannya. Ia langsung menuju kamar untuk membersihkan diri. Guyuran shower membasahi tubuh atletisnya. Pria itu sampai melupakan asmaranya hari ini hanya untuk menangani satu bajingan yang merupakan anggotanya sendiri. Ia adalah orang yang kejam. Tak segan untuk menyiksa dan membunuh seorang yang berani mengusiknya. Sam mengusap rambut basahnya ke belakang. Pria itu sama sekali belum mendengar kabar Selena. Pikirannya sedaritadi tertuju pada gadis itu. Ia harus bergegas untuk menanyakan segala aktifitas Selen pada tangan kanannya.

Billy si Asisten yang merangkap sebagai sekertaris tengah berdiri di samping tuannya yang sedang menikmati hidangan makan siangnya. Pria itu tampak menyuapkan satu sendok ke mulut kemudian meminta seorang pelayan untuk membuang makanan itu. Bukan pemandangan yang asing. Sam memang seperti itu. Selera makannya sangat mudah berubah tergantung mood.

"Jadi. Gadisku tidak pergi kemanapun?" Tanya Sam setelah mendengar penjelasan.

"Tidak Tuan."

"Hm. Baiklah." Katanya mengusap bibir dengan saputangan setelah meneguk wine dan pergi begitu saja.

Sam memutuskan untuk berjalan di sekitaran rumahnya berharap akan bertemu dengan gadis pujaan.

"Sam." Tegur seorang pria menghampirinya.

"Kakak."

"Sedang apa kau disini?"

"Aku tinggal disini. Baru pindah kemarin. Kalau kakak?

"Aku tinggal disini. Tepat di depan rumahmu. Kau yang menepati rumah ini sekarang? Sangat kebetulan bukan?" Sam hanya mengangguk, pria itu menyembunyikan semua fakta bahwa tidak ada yang kebetulan. Semua adalah rencananya.

"Datanglah makan malam di rumahku." Ajaknya ramah sambil menepuk bahu kokoh itu beberapa kali.

"Harusnya aku. Aku pendatang disini." Sam merasa tidak enak padahal ini adalah tujuan sebenarnya.

"Istri dan anakku pandai memasak. Kau harus mencobanya."

"Baiklah." Jawab Sam tersenyum. Mereka mengobrol sebentar sebelum kembali ke rumah masing masing.

Malam hari Sam masih menggunakan handuknya yang terlilit di pinggang. Pria itu sudah selesai mandi sejam yang lalu namun belum bersiap juga. Ia bingung harus mengenakan pakaian yang mana. Setelah cukup lama Ia tak mau terlambat memutuskan mengenakan pakaian santai saja. Dengan kaos dan celana bahan panjang. Tak lupa pria itu menyemprotkan parfum mewahnya dengan aroma maskulin yang memikat.

Sam memasuki mansion mewah di sambut langsung oleh si pemilik rumah. Mata pria itu menelisik mencari sosok gadis namun tidak Ia temukan.

"Kak. Ini aku bawa sesuatu." Katanya sambil menyerahkan paper bag yang cukup besar.

"Ini coklat kesukaan anakku Selena. Bagaimana kau tau?"

"Semua orang suka coklat." Kilahnya.

"Benar juga. Terimakasih. Seharusnya tidak usah repot repot."

"Tidak repot kok."

"Ayo kita ke ruang makan. Semuanya sudah menunggu."

"Iya." Jawabnya sambil mengikuti langkah pria itu.

Keduanya sampai di ruang makan. Semua sudah berkumpul disana. Mata Sam langsung menemukan gadis cantik itu tengah duduk di tengah saudaranya.

"Sayang. Ini kamu dibawakan coklat sama teman Ayah." Pria itu menghampiri Selen dan mengecup keningnya dengan lembut.

"Terimakasih Om."

"Sama sama."

"Oh kenalin ini anak perempuanku." Katanya hanya memperkenalkan Selen karena Sam sudah mengenal istri dan kedua anaknya.

"Selena Om." Katanya sambil tersenyum dan menangkupkan kedua tangan di depan dada. Untung saja Sam sudah menggali informasi tentang gadis di depannya. Jika tidak pasti Ia akan mengulurkan tangan. Sam tau jika Selena tak mau bersentuhan dengan lawan jenis.

"Samuel." Jawabnya sambil meniru gerakan Selen.

Makan malam berlangsung diiringi obrolan obrolan ringan. Mata pria itu tak berhenti menatap Selen yang sedaritadi makan sambil sesekali di suapi oleh dua saudara kembarnya.

"Kak. Aku izin ke toilet."

"Ah iya. Perlu di antar?"

"Tidak. Sendiri saja. Dimana ya?"

"Keluar dari sini belok kanan. Ada di ujung."

Sam mengangguk kemudian pergi dari sana. Pria itu melangkah tidak sesuai jalur yang telah di katakan. Ia malah pergi ke lantai dua dengan mengendap endap menghindari sorot kamera pengintai.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!