Pamela merasa kesepian dan hidupnya hampa. Mommy yang merupakan orang tua tunggal selalu sibuk di dunia hiburan dengan dalih untuk menghidupi dan membahagiakan dirinya. Memang dirinya selalu diberikan materi yang cukup bahkan berlebih, tapi Pamela tak pernah merasakan kehadiran orangtuanya. Yang ada dirumah hanyalah Nenek Zubaidah dan Kakek Hussein, kakek dan neneknya dengan pemikiran yang kolot dan terlalu mengekangnya juga para asisten rumah tangga yang dibayar Mommy dan beberapa baby sitter yang sering berganti-ganti waktu dirinya masih kecil dulu. Tapi kini Pamela hampir berusia tujuh belas tahun. Sebentar lagi dirinya akan menginjak usia dewasa yang selalu ditunggu gadis-gadis sebayanya. Selama ini Pamela sudah terlalu terbiasa dengan cibiran orang-orang, baik yang terang-terangan ataupun yang bicara di balik punggungnya. Katanya dirinya adalah anak haram yang dibuang. Dan Pamela sudah cukup pintar untuk tahu bahwa cibiran-cibiran itu benar adanya. Terbukti sampai sekarang dirinya tumbuh besar tanpa kehadiran seorang Ayah. Katanya Ayahnya membuangnya dan tak mau mengakuinya. Tapi apakah benar demikian? Sayangnya dia tak pernah punya kesempatan untuk bertanya pada Mommy karena Mommy-nya terlalu sibuk. Dan kalaupun bertanya, Mommy hanya akan menjawab.
"Kan ada Mommy yang selalu ada untukmu, jangan cari-cari Ayahmu karena itu hanya membuat mommy sakit hati dan teringat luka lama!"
Ah, selalu ada apanya? Yang ada Mommy malah selalu sibuk bekerja dan asyik bersosialisasi dengan teman-temannya. Dan setidaknya jawaban dari Mommy-nya itu sudah mengindikasikan satu hal. Ayahnya pastilah masih hidup, di suatu tempat entah dimana. Sesekali rasa penasaran mengusiknya.
Bagaimana kalau aku mulai mencari Ayah? Mungkin hidupku akan lebih seru jadinya. Tapi bagaimana kalau Mommy marah dan membenciku? Lalu bagaimana kalau Ayah tidak mau mengakuiku dan seperti kata orang, Ayah memang membuangku?
Pikiran-pikiran itu sering terlintas di benak Pamela. Tapi segera di tepisnya jauh-jauh. Sebab Pamela terlalu takut jika Mommy meninggalkannya. Sejak kecil dia sudah tak punya Ayah. Lalu apa jadinya hidupnya kalau tak punya Mommy juga. Itu terlalu menakutkan, bahkan sekedar untuk dibayangkan.
"Gimana kalau kita cari Sugar Daddy aja?"
Kara Vanessa, sahabatnya saat mereka sedang mencari ide hal apa yang seru untuk dilakukan remaja tujuh belas tahun.
"Gila lo, buat apa? Gue nggak kurang uang buat hidup!"
"Katanya lo kesepian? Daripada pacaran sama cowok sebaya, banyak sakit hatinya! Udah brengs*k, nggak modal lagi! Mendingan cari Sugar Daddy, lebih dewasa dan berpengalaman..."
Benar juga, pacaran dengan pria sebaya memang banyak sakit hatinya. Karena laki-laki a be ge selalu banyak tingkah dan kepedean. Yudha pacar terakhirnya, malah sering minta traktir kalau jalan berdua. Sudah begitu, ternyata dia malah selingkuh di belakangnya. Dasar cowok nggak tahu diri! Tentu saja Pamela langsung memutuskannya. Dan sampai sekarang Pamela masih merasa trauma untuk berpacaran lagi.
"Huh, tapi boleh juga kali ya dicoba!"
"Dasar cewek gila, katanya tadi nggak butuh!"
"Bentar gue coba pikir-pikir dulu, worth it nggak punya Sugar Daddy buat hidup gue!"
Yah, dan Pamela benar-benar memikirkannya. Bukankah selama ini orang-orang sudah biasa mencibir dan merendahkannya? Katanya dia adalah anak haram. Bahkan ada yang mengatainya melacur. Benar atau tidak itu tetap menyakitkan hatinya. Jadi, apa salahnya kalau kini dia benar-benar jadi pelacur. Meski tentu, dia ingin menjadi pelacur dengan kelas eksklusiv. Dirinya masih perawan. Dan parasnya cantik jelita menuruni Mommy yang seorang biduan. Dan sebenarnya dia juga cukup terkenal karena pengaruh nama Mommy. Jadi pastilah 'harga dirinya' akan mahal. Dan dia akan mulai bersenang-senang. Siapa yang peduli apa kata orang?
Zein Wiradinata, adalah seorang pengusaha yang sedang berada di puncak karirnya. Zein memegang salah satu anak usaha keluarganya di bidang digital marketing. Sebuah marketplace lokal yang dirintisnya berkembang cukup pesat.
Tapi siapa sangka jika pria yang cukup tampan dan berkharisma itu sangatlah payah dalam mendekati wanita. Lebih tepatnya bukan payah, tapi pasif. Bahkan para gadis yang susah payah mengejarnya hanya dibiarkannya berlalu begitu saja tanpa tanggapan sedikitpun. Zein terlalu malas berurusan soal asmara, karena bisa jadi panjang urusannya. Seperti yang terjadi pada masa lalunya dulu. Bisa di bilang pengalamannya terdahulu yang berakhir pahit meninggalkan trauma berkepanjangan pada kehidupan percintaannya.
Tapi sebentar lagi usianya akan menginjak empat puluh tahun. Usia yang terhitung sangat matang bagi seorang laki-laki. Atau justru sudah kadaluarsa? Tapi untunglah paras Zein masih terlihat cukup mempesona. Seperti pria matang usia tiga puluhan yang sangat cocok di sebut sebagai calon mantu idaman para mertua. Matang, mapan, dan tampan. Calon mertua mana yang tidak tergiur untuk cepat-cepat menikahkan anak gadisnya. Jika diibaratkan sebuah produk, yang seperti Zein ini pasti limited edition. Jadi rebutan dan telat sedikit saja tidak akan ada lagi stock yang seperti ini lagi.
Kembali ke pokok persoalan. Meski banyak yang coba mendekatinya tapi entah mengapa hatinya seolah tertutup rapat. Ibarat pintu yang telah terkunci, perlu anak kunci yang tepat untuk membukanya kembali. Tapi dimanakah Zein bisa menemukan anak kunci hatinya lagi?
"Action donk bro, kalau nggak dicoba mana bisa!"
Ini sudah sekian kali Zein berkonsultasi pada Hartono, asisten pribadi sekaligus sahabatnya paling dekat.
"Gue bingung mau mulai dari mana!"
"Ya mulai aja dulu, jangan bingung dulu, urusan kerjaan aja otak lo tokcer, masa masalah beginian harus gue tuntun kayak anak bayi belajar jalan..."
Ya, dalam hal pekerjan praktis Hartono adalah bawahan Zein. Tapi untuk urusan asmara sepertinya Zein benar-benar harus berguru pada Hartono yang meski usianya jauh lebih muda, tapi sudah punya anak tiga dan kehidupan rumah tangganya tergolong harmonis.
"Ya nggak gitu juga kali, tapi rasanya belum ada yang pas aja di hati gue..."
"Kriteria lo ketinggian kali, atau masih terjebak kenangan mantan?"
Pertanyaan terakhir Hartono benar-benar membuat Zein tertohok. Benarkah dia belum bisa lepas dari bayang-bayang Mantan?
Sejenak pikiran Zein kembali berkelana pada masa lalu nya.
"Di buat simple aja bro, mulai dari yang ada di sekitar lo...kalau dari muka udah sreg, lanjut pe de ka te, cari tahu dia tulus atau nggak. Cewek baik-baik nggak akan minta macam-macam, cukup komitmen, tanggung jawab, cinta, perhatian, kesetiaan, dan beberapa barang-barang branded menyesuaikan isi kantong pasangan.."
"Itu sih ribet bro.."
"He, canda, pokoknya mulai aja dulu, lo bakal ngerasa kalau udah nemuin seseorang yang pas, kayak she is the one gitu deh.."
"Iya, tapi dimana gue nyarinya. Rasanya semua cewek yang ngejar-ngejar gue nggak ada satupun yang bikin greget. Gue butuh sesuatu yang menantang adrenalin mungkin?"
"Gimana kalau lo cari sugar baby aja?"
"Gila, gue bulan pedofil bro!"
"Siapa yang bilang lo pedofil. Memang kebanyakan yang jadi baby masih anak sekolahan, tapi yang jelas bukan anak di bawah umur, yah setidaknya mereka pasti udah baligh ya...punya organ seksual yang matang!"
"Hush, kok jadi kesitu sih ngomongnya! Gue cari cewek baik-baik ya, bukan cabe-cabean!"
"Ya lo cari aja yang masih perawan, terus lo tuntun deh ke jalan yang benar! Kalau cocok lo nikahin! Itung-itung menyelamatkan satu manusia dari jalan yang nista..."
"Buset, ada-ada aja deh ide gila lo! Tapi kayaknya gua jadi tertarik nih!"
"Siap Bos! Nanti biar gue yang atur, lo tinggal jalanin aja prosesnya. Gampang kan?"
Hartono harus bertindak cepat, sebelum bosnya berubah pikiran lagi. Sebagai anak buah yang baik, tentu Hartono juga ingin Bos nya hidup bahagia. Meski alasan sebenarnya adalah agar Bosnya tidak sering-sering menganggunya karena kesepian.
"Eh buset ni anak, kenapa jadi lo yang semangat? Awas kalau macam-macam, gue laporin lo ke si Marinka!"
"Siap Bos! Gue nggak bakal berani macam-macam...yang penting bos senang cuan lancar, hehe..."
"Serah lo deh, gue udah di ambang batas putus asa, pasrah!"
"Serius Mel lo mau jadi sugar baby juga?"
"Kan lo sendiri yang ngajakin, gimana sih?"
"Waktu itu gue asal ngomong kali, kalo gue mah karena memang butuh pemasukan darurat Mel, Ibu gue udah sakit-sakitan, gue nggak tega kalau beliau masih harus kerja banting tulang, sementara gue masih pengen sekolah dan kuliah yang tinggi biar bisa mengubah nasib. Kalau lo kan beda Mel, tanpa jadi sugar baby juga hidup lo sudah terjamin! "
"Lo juga nggak harus jadi sugar baby kalau cuma buat sekolah tinggi, gue nggak keberatan kok bantu lo!"
"Nggak mungkin Mel gue terus-terusan bergantung sama lo, sementara lo sendiri kan juga masih bergantung sama nyokap lo! Lagian kan lo tau sendiri gue udah nggak perawan, jadi nothing to lose lah, beda sama lo yang masih segel"
Vanessa memang hanya hidup bersama Ibunya di sebuah kontrakan kecil di daerah pemukiman kumuh. Ayahnya sudah lama meninggal akibat kecelakaan kerja. Secara ekonomi memang sangat berbanding terbalik dengan Pamela yang hidupnya cukup bergelimang harta. Tapi itu tak menghalangi mereka untuk bersahabat. Pamela bahkan sudah cukup sering membantu Vanessa yang kesulitan biaya. Dan naasnya Vanessa sudah kehilangan keperawannnya sedari kecil. Usai ayahnya meninggal Vanessa dan Ibunya terpaksa hidup menumpang dirumah om-nya, adik dari ayahnya. Disanalah musibah yang menimpa Vanessa terjadi. Vanessa kecil yang takut ancaman akan diusir dan tidak diberi makan terpaksa menuruti permintaan om-nya yang saat itu dia belum terlalu mengerti. Untuk apa omnya sering minta peluk, minta cium dan menggesekkan alat kelaminnya kepada miliknya. Yang dia tahu kemudian bagian inti tubuhnya terasa sakit. Lalu Vanessa bercerita pada Ibunya. Ibunya marah besar dan melaporkan tindakan itu ke polisi. Mereka terpaksa mengungsi ke Ibu kota dan mencari kontrakan kecil seadanya. Uang Ibunya sudah menipis, sedang keluarga om-nya malah memusuhi dan terus mengancam mereka. Setelah itu mereka hidup berpindah-pindah dari satu kontrakan kumuh ke kontrakan kumuh lainnya. Dan Ibunya terus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan mereka berdua. Hingga terakhir Ibunya Vanessa berjualan warung makan kecil di belakang proyek. Untungnya lumayan, warung itu selalu ramai setiap hari. Hanya saja Ibu Vanessa sudah semakin tua dan merasa lelah jika harus bekerja terlalu berat.
"Ya tapi Nes, gue udah mikir mateng-mateng kemarin. Lo jangan malah bikin gue goyah dong! Ini hidup gue. Akan gue jalanan sesuai apa yang gue mau dengan segala konsekuensinya. Lagian ini bukan cuma masalah uang. Sepertinya gue butuh sosok pria dewasa dalam hidup gue!"
"Gue juga tahu rasanya, lo pasti merindukan sosok Ayah kan? Tapi ini sugar daddy Mel, kebanyakan dapatnya laki-laki kaya tapi udah beristri, yang ada malah nambah-nambahin masalah!"
"Udahlah Nes, lo kenapa jadi ceramahin gue begini sih. Kita kan sama! Lagian gue nggak akan minta lo tanggung jawab apapun kok!"
"Bukannya apa-apa sih Mel, gue sebenernya kemaren cuma keceplosan, karena gue pikir gua lebih tenang kalo ada temen berbuat dosa. Tapi setelah gue pikir-pikir lagi, gue jadi merasa bersalah sama lo kalo menjerumuskan elo ke lubang dosa!"
"Udahlah Nes, dosanya kita tanggung sendiri-sendiri kok. Dan lo nggak usah merasa bersalah karena ini murni kemauan gue. Yuk cuz kita cari sugar daddy!!"
"Yaudah deh kalo lo maksa. Bener ya kalau ada apa-apa jangan salahin gue?"
"Iya-iya, suer deh!"
Dan begitulah, Vanessa kemudian menghubungi Bu Meisya. Mucikari spesialis anak SMA yang pekerjaannya hunting a be ge cantik yang butuh uang atau suka foya-foya. Jaringannya sudah luas dan pelanggannya sudah banyak. Tentunya semua dari kalangan elite yang nggak kaleng-kaleng. Sebab om-om berduit itu inginnya satu bocah eksklusive hanya untuk dirinya. Bukan pelacur sekali pakai yang ongkos sewanya murahan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!