Di sebuah Cafe, dentuman musik terdengar.
"Baby! Kau milikku malam ini." Bisik manja seorang wanita cantik bernama Cesilia ke telinga Nathan.
Pria itu bergidik, mendorong sang wanita.
"Enyahlah dari hadapanku, aku sungguh muak melihatmu!" Seru Nathan.
Beberapa teman prianya tertawa melihat kelakuan Nathan.
"Brengsek!" Umpat Nathan meraih kunci mobil miliknya.
"Sabar Nath! Anggap ini hiburan agar otakmu tidak selalu tegang. Bukankah Cesilia sangat menawan?" Ucap Ricard salah satu teman baiknya, sambil menciumi wajah Kayla kekasihnya.
"Tidak harus seperti ini. Aku pulang duluan!" Jawab Nathan segera berlalu meninggalkan teman temannya di cafe itu.
"Nathan!" Panggil Cesilia menyusul langkah Nathan.
"Jangan mengikuti!" Matanya sudah hampir keluar. Membuat langkah Cesilia mendadak berhenti. Nyalinya untuk mendekati pria itu menciut seketika saat melihat mata mengerikan milik Nathan.
Cesilia hanya bisa mengumpat sambil memandangi langkah kaki Nathan yang menjauh itu.
"Sabar Ces, Nathan memang pria dingin yang belum pernah merasakan wanita. Saat kau berhasil membuatnya menyentuhmu, maka dia akan bertekuk lutut padamu!" Kayla menepuk bahu Cesilia.
"Tapi sampai kapan?"
"Aku ada rencana bagus untukmu!" Ucap Richard mendekati Cesilia.
"Apa itu? Aku tidak mau jika harus melakukan hal konyol. Dia pria berpengaruh yang bisa menggantungku kapanpun jika aku berbuat nekat." Ucap Cesilia.
"Kau tenang saja. Tunggu hari ulang tahun kekasihku. Aku yang akan melakukannya untukmu. Aku hanya ingin tau, sampai dimana Nathan mampu mempertahankan keperjakaannya." Sahut Ricard.
Mereka tertawa terbahak mendengar ucapan Ricard.
"Kau benar! Sampai kapan dia dingin dan bertahan dari wanita!" Sambung seseorang lainnya.
"Aku tidak ikutan!" Ucap seorang pria berdiri dan melangkah.
"Hei kau!" Tegur Ricard.
Pria itu menoleh, "Hati hati! Nathan bukan orang sembarangan. Meskipun ia selalu keluar sendirian. Kalian tidak tau orang orang yang mengelilinginya seperti apa. Sebaiknya kalian berpikir ulang dulu jika ingin mengerjainya, atau kalian akan menyesal." Pesan pria itu kemudian melangkah kembali.
Ricard hanya menyeringai licik.
'Aku akan menghancurkannya!'
***
"Tuan.. Tuan! Anda kenapa?" Jerit wanita yang bernama Mira. Menepuk nepuk pipi seorang pria yang tiba tiba ambruk di hadapannya itu.
"Aduh! Kenapa orang ini? Kenapa tiba tiba pingsan begini?"
Mira celingukan, takut ada yang melihat kejadian itu. Di situ bukanlah tempat yang aman bagi Seorang pria seperti pria yang sedang pingsan di hadapannya itu, apalagi dengan dompet yang terlihat begitu tebal isinya terserak begitu saja ditanah.
Mira cepat mengambil dompet pria itu setelah meletakkan dagangan asongan dari pinggangnya. Kemudian menarik tubuh pria itu dengan sekuat tenaganya, membawanya ke sebuah bangku Taman.
Mira mengambil minyak angin dari tasnya. Mengusapkan pada pelipis dan hidung pria itu. Namun tidak ada reaksi. Mira semakin bingung, menggaruk kepalanya sendiri.
"Bagaimana ini? Mana sudah malam. Masa iya aku harus tinggalkan dia disini? Pasti para preman akan menjarah barang dan mobilnya." Mia melirik mobil mewah milik Pria itu yang terparkir di pinggir Taman.
Mira berpikir untuk meminta bantuan, tapi untuk meninggalkan pria itu Mira khawatir.
Untuk menghubungi polisi Mira tidak memiliki Hp.
"Huh! Mana tidak ada manusia satupun!" Keluh Mira, entah kenapa malam itu Taman sangat sepi tidak seperti biasanya.
Mira terdiam menatap wajah pria itu sambil memikirkan sesuatu.
Tiba tiba ia menemukan ide untuk menyadarkan pria itu.
"Tidak ada cara lain." Mira membuka mulut pria itu dengan kedua tangannya lalu mendekatkan wajahnya.
"Tapi!" Mira menjauhkan wajahnya kembali.
"Apa aku harus memberinya nafas buatan? Secara tidak sengaja aku sudah mencium seorang pria."
"Ah!!" Mira menimbang.
Mira menarik nafas dalam dalam kemudian mengambil keputusan.
Ia benar benar memberikan nafas buatan untuk pria asing yang belum pernah ia kenal itu.
Sekali. Tidak ada reaksi. Mira mengulanginya. Tiba tiba pria itu membuka matanya dan reflek mendorong tubuh Mira hingga Mira jatuh ketanah.
"Apa yang kau lakukan ******??" Tatapan mematikan milik Nathan sang pria tadi.
"Tuan! Anda sudah sadar? Syukurlah."
"Brengsek! Kau menciumku? Beraninya kau!" Mencengkram dagu Mira.
Mira ketakutan.
"Tuan. Maafkan saya. Saya hanya ingin memberi nafas buatan untuk anda. Anda pingsan dari tadi. Saya sudah melakukan apapun tapi Tuan tidak sadar juga. Saya.. saya bingung harus melakukan apa. Jika saya tinggal anda disini sendirian dengan keadaan pingsan, itu akan berbahaya. Disini banyak orang jahat!" Jelas Mira melirik Nathan yang terus mengusap bibirnya.
Nathan tidak peduli dengan penjelasan wanita itu. Ia langsung berdiri dan melangkah. Namun baru beberapa langkah tubuhnya oleng. Beruntung Mira segera menopangnya.
"Jangan menyentuhku ******!" Nathan mendorong tubuh Mira dengan kasar dan kembali melangkah sempoyongan.
"Tuan, anda belum pulih. Sebaiknya duduk dulu sebentar."
Merasa tubuhnya memang lemas, kali ini Nathan menurut. Ia akhirnya duduk di bangku Taman itu sambil memijat kepalanya yang masih terasa berat.
"Minum dulu Tuan!" Mira mengulurkan air mineral. Nathan mendongak menatap wajah Mira dan menerima air itu lalu meneguknya.
"Siapa namamu?"
"Mira Tuan."
"Kenapa berdagang hingga malam begini. Kau tidak takut dirampok? Katanya disini berbahaya."
Mira tersenyum.
"Saya sudah terbiasa Tuan. Lagian siapa yang akan merampok saya. Saya kan hanya pedagang asongan. Mana punya barang yang diinginkan perampok. Hari ini juga sepi pembeli. Tadinya mau cari tambahan. Tapi Tuan tiba tiba pingsan saat hendak membeli air mineral saya tadi." Jawab Mira.
Ucapan Mira membuat hati Nathan terharu. Wanita muda seperti Mira harus membanting tulang sampai malam hanya untuk mendapatkan uang.
"Ah, iya. Terimakasih kamu sudah menolongku." Ucap Nathan. Ia mengingat bagaimana tadi sepulang ia dari cafe , mendadak merasa sangat pusing. Nathan memutuskan untuk menepikan mobilnya di pinggir Taman dan berniat untuk beristirahat sebentar.
Nathan memanggil seorang wanita pedagang asongan untuk membeli air mineral. Baru saja ia mengeluarkan dompetnya dan mengulurkan selembar uang, Nathan jatuh tak sadarkan diri.
"Ini dompet Anda. Dan ini uang Tuan tadi yang belum sempat saya terima sudah jatuh duluan ke tanah." Mira mengulurkan selembar uang kertas ratusan ribu dan dompet milik Nathan.
Nathan menerimanya, kemudian mengulurkan kembali uang itu kepada Mira.
"Untuk air mineral mu."
"Tidak ada kembaliannya Tuan. Tidak apa apa , tidak usah dibayar kalau begitu."
Nathan tergelak.
"Ambil saja kembaliannya."
"Benar Tuan?" Mira sumringah.
Nathan mengangguk.
"Ah, terimakasih Tuan. Terimakasih. Dari pagi tadi saya belum mendapatkan uang. Saya akan membeli nasi goreng." Ucap Mira sangat senang.
"Kau belum makan?"
"Eh, iya. Belum Tuan."
"Sejak pagi?"
Mira tidak menjawab, hanya menunduk saja.
Seperti sudah mengerti jawaban wanita itu, Nathan membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Ini untukmu. Belilah makanan yang banyak."
"Tidak perlu Tuan. Tidak perlu. Ini sudah cukup." Jawab Mira cepat.
"Untuk besok besok lagi. Terimalah! Ini tidak sebanding dengan waktumu yang sudah terbuang untuk menolongku tadi."
"Saya membantu Tuan ikhlas kok. Tidak Tuan, saya tidak bisa menerimanya, maaf. Ini sudah sangat cukup." Jawab Mira , sekali lagi menolak pemberian Nathan.
Nathan hanya mendengus. Menyimpan kembali uangnya.
"Apa Tuan sudah mendingan?" Tanya Mira.
"Ya. Sepertinya begitu."
"Kalau begitu saya harus pulang sekarang. Ini sudah malam. Sebaiknya Tuan juga cepat pulang."
Nathan mengangguk. "Aku bisa mengantarmu dulu, sekalian aku pulang."
"Jangan Tuan!" Mira sontak mencegah.
"Kenapa?"
"Tidak apa apa. Tapi.. tidak perlu. Saya bisa sendiri."
"Ini sudah malam. Tidak baik seorang gadis malam malam berjalan sendirian."
"Saya bisa naik angkot. Masih ada angkot jam segini. Saya permisi Tuan." Mira buru buru melangkah pergi meninggalkan Nathan.
Nathan hanya bisa menatap punggung Mira yang terus menjauh itu.
Nathan menghela nafas. Setelah memastikan jika kepalanya tidak pusing lagi, Nathan kembali ke mobilnya dan melaju.
Nathan yang masih melaju dengan mobilnya, tiba tiba memelankan laju mobilnya ketika melihat seorang gadis menuruni sebuah angkot.
"Bukankah itu Mira, gadis tadi?"
Nathan melihat Mira dan memutuskan untuk mengikuti Mira jauh dari belakang.
Nathan tercengang ketika melihat Mira masuk ke sebuah rumah besar yang mewah.
"Dia tinggal disini? Apa itu Rumah orang tuanya?"
_______________
"Tuan Nath. Apa saya perlu meminta rekaman Cctv dari Cafe X semalam?" Tanya Ken.
"Apa menurutmu harus seperti itu?" Nathan menoleh pada Ken.
"Tentu saja. Kita harus tau siapa orang yang ingin mencelakaimu."
Nathan tersenyum miring.
"Biarkan saja. Suatu saat kita akan mengetahui dengan sendirinya."
"Tapi Tuan!"
"Pergilah. Aku masih ingin di kamar. Sebaiknya kau pergi ke kantor dan hari ini semua pekerjaan aku serahkan padamu."
"Baiklah. Tapi menurutku, sebaiknya anda berhati hati dengan teman teman baik anda. Mereka bisa kapan saja menusukmu dari belakang."
Nathan tergelak." Aku tau itu. Kau tidak perlu terlalu khawatir Ken."
"Baiklah. Saya permisi. Selamat beristirahat Tuan!"
Ken keluar dari kamar Nathan.
Nathan kembali pada lamunannya. Nampak memegangi bibirnya, dan terlihat tersenyum.
"Aku sudah gila! Bisa bisanya memikirkan gadis Asongan yang sudah memperawani bibirku itu." Nathan menghela nafas. Masih terlihat tersenyum sendiri.
Nathan melangkah , alu keluar rumahnya dan memasuki mobilnya.
Kembali melaju. Entah mengapa hati Nathan tergelitik untuk melihat Mira. Kini melajukan mobilnya ke arah Taman.
Nathan berhenti dan menepikan mobilnya.
Pria itu celingukan mencari cari. Tapi tidak melihat adanya Mira disitu.
"Apa hari ini dia tidak kemari?"
Nathan menarik nafas berat, lalu kembali ke mobilnya.
Nathan kembali melaju. Pikirannya kini beralih pada rumah Mira semalam.
Namun baru di tengah perjalanan mata Nathan menangkap bayangan Mira yang sedang menjajakan dagangannya di pinggir trotoar.
Nathan tersenyum. Menepikan mobilnya dan turun.
Nathan menghampiri Mira yang baru selesai melayani pembeli.
"Boleh aku memborong semua dagangan mu?" Mengulurkan beberapa lembar uang.
Mira mendongak, menatap si pemilik uang.
"Anda?"
Nathan tersenyum.
"Ini serius Tuan?" Mira seperti tak percaya.
"Tentu saja!"
Mendengar itu Mira sangat senang, segera meraih uang dari tangan Nathan. Tapi Nathan segera menghindarkan tangannya.
"Tapi ada syaratnya!"
"Hah!"
"Makan siang bersamaku, baru aku akan membeli semua dagangan mu ini."
Mira membelalakkan matanya. "Tuan tidak ikhlas?"
Nathan tergelak. "Justru karena aku sangat ikhlas aku ingin mentraktirmu makan siang sebagai ganti ucapan terima kasih ku untuk semalam. Bagaimana?"
"Restoran Padang?"
"Haha.. Dimana pun itu. Kau mau?"
Mira mengangguk saja.
"Ayo!" Entah kenapa Nathan begitu senang melihat anggukan Mira, segera membukakan pintu mobil untuk Mira.
"Tapi Tuan saya." Mira sepertinya ragu dengan penampilannya.
"Lepaskan dagangan mu." Nathan melepaskan dagangan Mira dari tubuhnya dan memasukkannya di jok belakang mobilnya.
Kemudian mendorong tubuh Mira agar segera masuk ke mobilnya, kemudian Nathan menyusul.
"Tuan. Saya tidak bisa makan denganmu .Maafkan saya. Sebaiknya saya turun." Tiba tiba Mira menolak setelah duduk di dalam mobil.
"Kenapa?"
"Saya.. saya takut..!"
"Kau takut padaku? Haha.. baiklah. Namaku Nathan. Aku pria paling tampan dan baik di kota ini. Aku anak yatim piatu. Kau tidak perlu takut padaku."
"Bukan begitu. Aku.."
"Kamu malu karena bajumu?" Nathan menatap Mira yang memang hanya memakai baju sederhana itu.
"Kita akan makan di restoran biasa saja. Bukan tempat yang mewah. Bagaimana?"
"Tuan saya tetap tidak bisa."
"Kau ini. Tadi katanya ingin makan di restoran Padang. Kita akan makan disana."
Mira tetap menggeleng.
"Kau kenapa? Kau masih takut padaku? Mira. Aku tidak akan menculikmu. Aku tidak akan mencelakaimu. Kau bisa berteriak kalau aku menyakitimu." Nathan berusaha meyakinkan Mira.
"Iya Tuan , saya tidak takut dengan anda."
"Lalu.. ah. Begini. Aku ingin berteman denganmu. Kau mau berteman denganku?"
"Baiklah baiklah, tidak sampai tiga puluh menit. Aku akan mengantarmu pulang dan memberitahu orang tuamu jika aku mengajakmu makan siang. Bagaimana?"
Mendengar itu Mira langsung gemetaran. Menarik kunci pintu mobil dan membukanya kemudian meloncat turun.
"Tuan. Anda bisa pergi sendiri. Sungguh saya tidak bisa."
"Mira!" Nathan terkejut melihat Mira sudah keluar dari mobilnya dan segera menyusul.
"Baiklah, jika kau tidak ingin makan bersamaku." Nathan mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
"Ini untuk dagangan mu tadi. Masuklah. Aku akan mengantarmu pulang kalau begitu."
"Terimakasih Tuan." Mira menerima uang itu.
"Saya pulang sendiri saja." Mira segera melangkah. Namun Nathan mencegahnya dengan menahan tangan Mira.
"Eh, tunggu. Rumahmu itu jauh dari sini. Aku tau. Aku akan mengantarmu. Hanya mengantarmu. Sampai depan rumah saja. Tidak tidak. Jauh dari rumahmu. Ayo lah!"
Mira menepis tangan Nathan.
"Tidak!"
Nathan semakin penasaran.
"Kau takut orang tuamu marah? Aku bisa menjelaskan pada mereka jika mereka melihat kita."
"Tuan. Aku takut suamiku marah. Maaf tuan. Saya itu sudah menikah!"
"Menikah? Maksudmu.." Nathan sangat terkejut dengan pengakuan Mira.
Mira sudah melangkah pergi.
"Mira!" Nathan masih mengejar Mira. Menarik lengan Mira dan tetap memaksanya untuk masuk ke mobilnya.
"Aku akan mengantarmu!"
"Tuan!"
"Diamlah. Suamimu tidak akan tau."
Nathan langsung menginjak pedal gasnya.
Sepanjang perjalanan Mira hanya menunduk. Sementara Nathan terus melirik wajah Mira yang tertunduk. Nathan seperti masih belum percaya dengan pengakuan Mira yang sudah menikah.
Nathan tergelak.
"Serius kau sudah menikah? Atau hanya ingin membohongi ku?"
"Benar Tuan. Sungguh."
"Berarti rumah bagus itu milik suamimu?"
Mira mengangguk.
"Bekerja apa suamimu sampai istrinya dibiarkan bekerja sebagai penjual asongan?"
Mira tidak menjawab.
"Suamimu dimana?"
Mira masih tidak menjawab.
"Mira?"
"Ah, iya Tuan. Ada. Suami saya kerja. Kerja di.." Mira tidak meneruskan ucapannya.
"Baiklah. Jika ingin bercerita, lain kali kau boleh bercerita padaku. Bukankah kita sudah berteman?" Nathan menoleh.
Mira hanya tersenyum tipis.
"Tidak baik berteman dengan wanita yang sudah bersuami Tuan."
Nathan tergelak.
"Lalu bagaimana denganmu. Kau bahkan sudah mencium laki laki lain. Hahaha..!"
"Itu kan terpaksa saya lakukan." Bantah Mira.
Nathan mendengus. "Tetap saja. Lebih parahnya lagi.." Nathan menoleh lagi pada Mira.
"Apa kau tau. Kau wanita pertama yang sudah merampas kesucian bibirku. Selama ini aku menjaganya. Dan semalam istri orang sudah merenggutnya." Ucap Nathan.
"Benarkah? Anda berarti belum menikah atau belum pernah punya pacar?" Mira pun menoleh.
"Menurutmu?"
"Mustahil. Katanya pria tertampan di kota ini. Masa iya belum punya pacar." Bantah Mira.
"Karena aku menjaganya untuk istriku kelak. Dan kau malah memperawani nya." Nathan terbahak.
Bug…!
Mira memukul bahu Nathan.
"Saya juga harus merelakan kesucian bibir saya hanya untuk menolongmu. Jika tidak karena darurat mana mungkin saya merelakan nya begitu saja." Ucap Mira tidak menyadari ucapannya sendiri yang membuat Nathan heran.
"Apa? Jadi.. Kau belum pernah mencium atau dicium laki laki? Kau bohong."
"Tidak! Saya tidak bohong saya berani bersumpah. Anda juga yang sudah merusak kesucian bibir saya. Jadi jangan menyalahkan saya terus."
Tiba tiba Nathan menghentikan mobilnya.
Kemudian menatap lekat Mira.
"Kau sedang berbohong padaku?" Mendekat.
"Kau bilang sudah menikah. Lalu?"
Mira membelalak , menutup mulutnya sendiri. Merasa keceplosan.
"Saya.. saya. Saya turun tuan. Rumah saya sudah dekat!"
Nathan cepat menahan tangan Mira.
"Jika ada masalah, jangan sungkan bercerita padaku. Kita sudah berteman kan?"
Mira hanya mengangguk. Lalu turun dan terburu melangkah pergi.
Nathan masih setia menatap langkah Mira hingga menghilang.
Nathan memutar mobilnya. Kembali melaju pulang sambil terus memikirkan Mira.
"Apa iya dia sudah menikah? Jika benar, berarti pernikahannya bermasalah. Gadis itu sangat manis. Mustahil jika suaminya.. Ah..!"
Sampai di rumahnya, Nathan membanting tubuhnya di kasur. Menatap langit langit. Otaknya dipenuhi bayangan Mira.
"Kenapa aku bisa terus memikirkan istri orang itu?"
Membalikkan badannya.
"Gila. Aku jatuh cinta pada istri orang?"
Hidup harus terus berlanjut sesuai dengan takdir yang sudah digariskan. Mau atau tidak , siap ataupun tidak siap. Karena di dalam hidup hanya ada dua pilihan saja, BERTAHAN atau MELAWAN.
Kata kata itulah yang pantas untuk kehidupan seorang gadis desa yang akrab disapa dengan panggilan Mira itu.
PLAK…….!!!
Sebuah tamparan tangan yang cukup keras mendarat di pipi Mira, meninggalkan bekas lima jari disana. Wanita muda itu jatuh tersungkur di lantai. Mengusap pipinya yang terasa perih. Tidak terisak,namun air matanya jatuh tak terasa.
"Sudah ku peringatkan! Jangan pernah mencampuri urusanku! Sudah untung aku mau menikahimu dan menampungmu di sini. Tau diri kamu Mira!!! Dasar pembawa sial!" Umpat laki laki bernama Ricard itu.
"Maaf mas. Aku hanya ingin mengingatkan." Suara serak milik Mira tanpa berani menatap wajah garang milik pria yang sudah menikahinya tiga bulan terakhir ini.
"Tak perlu kau mengingatkan aku. Dengar Mira, kau sudah menghancurkan hidupku. Dan aku pun mau hidupmu juga hancur sepertiku." Bentak Ricard tangannya terangkat lagi.
"Sudah Ric, sudah!" Kayla yang menyaksikan itu mencegah perbuatan Ricard.
Kayla menarik tangan Ricard. " Sudah sayang.. sudah. Kasian, dia juga kan wanita. Masa iya kamu berlaku kasar padanya. Jangan mengotori tanganmu terus!" Kayla berusaha menenangkan hati Ricard.
Memeluknya dan membawanya melangkah ke kamar.
"Entah kenapa aku sangat membencinya. Jika melihat wajahnya, aku ingin sekali membunuhnya." Gerutu Ricard.
"Kau tidak boleh seperti itu sayang? Nanti kau bisa masuk penjara. Dan aku tidak mau itu terjadi." Membelai Ricard.
"Kayla! Kenapa kau malah membelanya. Dia yang sudah membuat kita tidak bisa bersatu. Dia yang sudah menghancurkan impian kita?"
"Aku tau itu, aku tau. Tapi belum waktunya untuk menyingkirkan dia. Harus sabar Ric, jika tidak malah kau yang akan masuk penjara. Kau mau? Bukankah kau menikahinya dan membawanya kesini agar kau lepas dari jerat hukum?"
"Kau benar Kayla. Maafkan aku. Seharusnya ini tidak terjadi. Seharusnya kita yang menikah dan sudah bahagia. Keluarga wanita itu yang sudah menghancurkan kita." Memeluk erat wanitanya.
"Kau tidak salah Ric, kau tidak salah. Itu kecelakaan, mereka saja yang tidak mau mengerti. Sudahlah. Yang penting aku masih setia menunggumu. Setia menemanimu, apapun yang terjadi."
"Tapi orang tuamu Kayla. Mereka tidak merestui kita karena wanita kampung itu."
"Tenangkan dirimu Ric, pelan pelan orang tuaku pasti akan mengerti keadaanmu. Dan akan merestui kita." Kayla menciumi kening Ricard dan memeluknya. Pria itu akhirnya mulai tenang.
Sementara di dapur, Mira masih mengusap pipinya. Menyeka air matanya.
Dia duduk di kursi meja makan.
Malam itu Mira hanya mencoba mengingatkan agar Ricard jangan terus membawa Kayla pulang dengan keadaan mabuk. Tapi bukannya didengar Mira malah mendapatkan pukulan dari Ricard.
Mira melangkah dengan lemas ke kamarnya,
hanya bisa sesenggukan. Meratapi nasib buruknya.
Belum lagi saat ia memikirkan Ayahnya yang baru saja menghubungi dan meminta uang untuk berobat.
Mira merogoh sakunya, menghitung jumlah uang pemberian Nathan siang tadi. "Masih belum cukup. Aku harus mencari tambahannya besok."
Mira merebahkan dirinya di ranjang. Di kamar sempit yang sebenarnya bekas gudang itu. Matanya menatap langit langit kamar. Pikirannya melayang.
"Bagaimana aku harus memenuhi biaya pengobatan Ayah jika hanya berjualan Asongan?" Pikiran Mira buntu memikirkan itu. Untuk meminta uang pada Ricard? Mira pernah melakukannya,tapi bukannya mendapatkannya, justru pukulan dan hinaan yang didapat Mira.
Mira akhirnya tertidur.
______
Seperti biasa,
Pagi itu Mira sudah bersiap di pinggir Taman dengan membawa Dagangannya dengan beberapa temannya, salah satunya adalah Ibu Susi kenalannya yang membawanya bekerja sebagai penjual Asongan.
"Mira!" Panggil Bu Susi menghampirinya bersama seorang wanita separuh baya.
"Ada apa Bu?"
"Kamu mau tidak bekerja sebagai Pelayan menggantikan Bu Darsih ini? Gajinya lumayan lho?"
"Pelayan?"
"Iya. Pembantu rumah tangga maksudnya. Di rumah seorang pengusaha kaya. Sebenarnya ibu juga mau. Tapi Minggu ini kan kamu tau ibu harus pulang ke kampung."
Mira berpikir sejenak. "Iya Bu saya mau." Jawab Mira dengan senang. Ia berpikir jika bekerja dengan gaji bulanan setidaknya ia akan cepat bisa mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan Ayahnya.
Wanita paruh baya yang bernama Bu Dasih itu akhirnya membawa Mira.
"Nak Mira. Jika nanti nak Mira ditolak jangan kecewa ya?"
"Kenapa Bu? Apa majikan Bu Darsih pilih pilih?" Tanya Mira.
"Sebenarnya ibu hanya satu satunya pelayan di rumah itu. Ibu sudah mengatakan jika akan pulang ke kampung dan oleh anak ibu tidak boleh ke kota lagi. Tuan Nath mengijinkannya dan meminta ibu mencarikan pengganti. Tapi dia tidak suka dengan pelayan wanita yang masih muda. Tapi nanti kita coba."
"Tuan Nath?"
"Ah iya. Dia majikan ibu. Dia hidup sendirian hanya dengan beberapa orang kepercayaannya saja."
Tak lama kemudian mereka pun sampai dirumah yang cukup besar dan mewah.
Mira menatap rumah itu dengan penuh kekaguman.
Bu Darsih membawa Mira menemui seseorang.
"Tuan Ken." Bu Darsih segera mendekati dua oia yang sedang duduk di ruangan tengah itu.
"Kau sudah mendapatkan penggantimu Bu?" Tanya orang yang bernama Ken itu.
"Sudah Tuan. Tapi, apa Tuan Nath mau menerimanya?"
Ken menoleh pada Mira yang berdiri di sampingnya.
"Kenapa membawa wanita muda kemari? Bawa dia pergi. Tuan Nath tidak mungkin menerimanya. Cari yang lain!" Perintah Ken pada Bu Darsih.
Bu Darsih hanya bisa mengangguk.
"Baik Tuan. Mira, Ayo!" Bu Darsih mengajak Mira keluar kembali.
Mendengar nama Mira di sebut Bu Darsih, Tuan Nath yang dari tadi diam saja di ujung sofa langsung mengangkat wajahnya. Segera berdiri dan memanggil Bu Darsih.
"Tunggu Bu!"
Bu Darsih menghentikan langkahnya dan menoleh. Begitu juga dengan Mira.
Nathan tersenyum saat mengenali wanita muda yang dibawa Bu Darsih itu. Lalu melangkah mendekati mereka.
Mira terkejut.
"Tuan.. Anda?"
"Apa kau sudah bercerai dari suamimu?" Tiba tiba Nathan bertanya seperti itu membuat Mira menunduk.
Nathan cekikikan.
"Kau benar benar ingin bekerja disini?"
"Ah iya Tuan. Anda bersedia menerima saya? Saya butuh pekerjaan ini Tuan. Saya butuh uang untuk biaya pengobatan Ayah saya di kampung. Terima saya ya Tuan. Anda kan orang baik." Mira merengek, memegang sisi lengan Nathan dan mengguncang guncangnya.
Membuat Bu Darsih dan Ken terkejut dengan tingkah Mira.
"Nona! Lepaskan tanganmu!" Bentak Ken.
"Mira! Berlaku yang sopan. Kau tidak tau siapa Tuan Nath. Kau bisa dihukum!" Bisik Bu Darsih langsung ketakutan.
Mira yang sadar atas kelakuannya langsung melepaskan tangannya.
"Maaf Tuan, maaf!"
Nathan malah tergelak.
"Biarkan saja, biarkan saja. Mungkin dia sedang bahagia karena bertemu dengan pria tertampan di kota ini." Nathan malah meledek Mira membuat dua orang itu keheranan. Tidak biasanya Nathan berlaku manis pada siapapun juga.
Nathan kembali menatap Mira.
"Kau mau bekerja disini?"
Mira mengangguk yakin.
"Ada syaratnya."
Mira mendongak.
"Kau tidak boleh pulang dan pergi sesuka hatimu. Jadi kau harus menginap disini."
"Menginap?"
____________
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!