Di Cafe
"Kau sangat cantik hari ini," puji Niko yang mengecup tangan gadis wanita seksi di depannya.
"Dan kau sangat tampan sekali," puji wanita itu yang bernama Liana.
"Liana!" panggil Niko dengan senyum menggoda.
"Ada apa?"
"Aku punya hadiah, aku ingin kau menutup mata."
"Baiklah," sahut wanita seksi itu sembari menutup kedua matanya, tidak sabar mengenai hadiah yang dikatakan oleh kekasihnya.
"Sekarang, bukalah matamu!"
Perlahan Liana membuka kedua matanya, melihat sebuah gelang yang di atasnya berbentuk bunga. Sontak dia terkejut, menutup mulut menggunakan kedua tangannya. "Kau serius, Honey?" ucapnya sambil memperhatikan gelang yang sudah melingkar di tangan, pancaran matanya seketika berbinar dan sangat bahagia.
Niko mengangguk dengan cepat. "Gelang indah untuk wanita secantik dirimu," rayunya disertai kedipan sebelah mata ke arah wanita itu.
"So sweet." Ucap Liana yang memeluk Niko.
"Sangat mudah ditaklukkan, dia akan menjadi kekasihku yang kesekian." Batin Niko yang tersenyum puas.
Tak lama pelukan itu terlepas, dan Niko kembali mengembalikan ekspresinya. "Kita sudah lama di sini, ayo pulang!" ajak Liana yang memegang pergelangan kekasihnya.
"Apapun keinginanmu, Tuan putri." Sahut Niko yang tersenyum, membuat Liana semakin kagum dengan ketampanan kekasihnya.
Di dalam mobil, Niko mengambil kesempatan dengan memegang paha mulus sang kekasih, mengelus dengan perlahan untuk menciptakan suasana yang lebih intim.
"Apa kau sedang menggodaku, Honey?" ujar Liana yang ikut menikmatinya, menatap sang kekasih tampan dan juga kaya.
"Kau sangat cantik, kecantikanmu membuat aku ingin menikmatinya." Niko memberikan isyarat kepada wanita itu. "Apa kau yakin ingin aku antar pulang? Atau kita bisa bersenang-senang untuk semalam saja."
"Wow, sepertinya itu tawaran yang menarik. Apapun demi dirimu!"
"Baiklah," ujar Niko yang tersenyum.
Niko memutar balik arah mobilnya, membawa wanita seksi itu di tempat dia dan para kekasihnya terdahulu memadu kasih. Entah berapa banyak wanita cantik dan berbodi aduhai ke sana, yang jelas tidak terhitung lagi. Dia hidup di keluarga terpandang, tidak ada yang tidak bisa dia lakukan. Bahkan mengendalikan wanita sangatlah mudah dengan sedikit rayuan, kata-kata manis dan harta, itulah cara dia menikmati hidup.
Perjalanan semakin sunyi dan sepi, tidak ada satu kendaraan pun yang melintas di sana. Hal itu semakin membuat Niko semakin bersemangat, tak sabar untuk segera sampai di Villa.
Setelah sampai di Villa, Niko menggendong tubuh kekasihnya ala bridal style menuju masuk ke dalam. Melangkahkan kaki dan terus menggendong wanita itu hingga masuk ke dalam kamar, menutup pintu tanpa menguncinya. Gairah keduanya tidak bisa dibendung lagi, Niko memulai dengan mencium Liana dengan mesra, keduanya hanyut dalam permainan satu sama lain. Tapi, permainan itu segera berakhir saat pintu terbuka dengan kasar membuat keduanya tersentak kaget.
"Tega sekali kau membawa wanita lain ke sini!" ucap wanita itu yang meninggikan suara, datang menghampiri Niko dan melayangkan tamparan keras di wajah pria itu. "Dasar playboy!"
Liana mengerutkan kening melihat wanita itu datang dengan marah-marah. "Tunggu dulu! Kau ini siapa? Kenapa kau ada di sini?"
"Aku kekasih dari pria brengsek itu," tunjuk Dona, salah satu teman kencan sekaligus partner ranjang Niko.
Kedua wanita itu saling bertikai, sedangkan Niko memegang pipinya yang memerah dan memikirkan siapa dalang dari semua ini. "Oho, aku sangat yakin jika ini perbuatan saudara kembarku itu, NIKI SIALAN!" umpatnya dalam hati.
"Honey, kau jangan diam saja." Rengek Liana dengan manja, berharap sang kekasih membelanya.
"Heh, pria itu tidak akan membelamu." Cetus Dona yang tersenyum mengejek.
"Tentu saja dia membelaku, aku adalah kekasihnya, dan siapa dirimu? Hanya seekor kecoa." Balas Liana tak kalah ketusnya.
"Oho, apa kau ingin melihat kekuatan seekor kecoa."
"Ck, akhirnya kau mengaku juga." Sarkas Liana yang melipat kedua tangannya di depan dada.
"Akan aku buktikan, dasar perebut!" geram Dona yang mendekati rivalnya, menjambak rambut indah milik Liana dengan kuat.
Kedua wanita itu saling menjambak rambut dengan erat, membuat Niko semakin kalap. Memisahkan kedua wanita yang sedang bertengkar dengan melerai nya. "Hentikan semua ini!" pekiknya yang sudah tak tahan kebisingan dua wanita itu.
Kedua wanita itu menghentikan aksi heroik mereka, menatap raut wajah Niko serius. "Aku sudah memberikan segalanya untukmu, tapi kau merasa belum cukup dengan mencari wanita lain!" bentak Dona yang sangat kecewa.
"Honey, apa maksud dari perkataan wanita ini?" ucap Liana penasaran.
"Aku sangat yakin, jika kau mengerti dengan perkataanku," tukas Dona, melirik Niko dengan tajam seraya menamparnya lagi. "Dasar pria brengsek!" umpatnya dan berlalu pergi meninggalkan tempat itu.
Mereka menatap kepergian Dona yang menghilang di balik pintu, Liana menundukkan pandangannya berpikir mengenai ucapan wanita itu. "Kita baru saja resmi menjadi sepasang kekasih, tapi kau__" ucapnya tegas menunjuk wajah Niko, tak sanggup melanjutkan perkataan membuatnya berlalu pergi meninggalkan tempat itu. Tapi, sebelum pergi Liana menginjak kaki kekasihnya dengan sangat keras.
"Sial, ini pasti ulah si kutu itu." Umpatnya, mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi si dalang dalam permasalahannya saat ini.
"Wah, tumben sekali kau menelepon ku."
"Ck, tidak perlu basa-basi."
"Kenapa kau berteriak? Apa yang terjadi?"
"Jangan berpura-pura, mengakulah dengan perbuatanmu!"
"Aku tidak menduga ini, kau menyalahkan aku atas perbuatanmu sendiri."
"Ck, jangan menipuku dengan tingkahmu yg lugu itu."
"Hah, ini sangat tidak seru. Baiklah, aku mengaku jika itu perbuatanku."
"Sialan, berani sekali kau mengerjaiku. Jika kau di sini pasti aku sudah mencekik lehermu!"
"Kau tidak akan bisa mengalahkan aku, jika kau menelepon untuk memakiku, sebaiknya kau simpan untuk satu bulan lagi karena aku akan kembali. Tentunya setelah menyelesaikan urusanku di sini!"
Sambungan telepon putus dalam sepihak, membuat Niko semakin geram dengan tingkah kembarannya yang sangat kurang ajar. "Sial, jika anak itu kembali? Aku akan memberinya pelajaran." Monolognya seraya pergi meninggalkan tempat itu.
Niko terpaksa mengemudikan mobil menuju kediaman Wijaya, mengingat adik sepupunya yang berusia 19 tahun sendirian. "Ck, paman dan bibi malah menyusahkan aku dengan menitipkan boneka Annabelle bersamaku." Gumamnya di sepanjang perjalanan, mengumpat saudara kembar sekaligus nasib sialnya.
Sesampainya di Mansion Wijaya, Niko turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam. Baru beberapa langkah, suasana hatinya kembali buruk. Berlari dengan cepat, saat melihat Eve memakai bantal kesayangannya.
"Apa yang kau lakukan?" bentak Niko sambil merebut bantal penopang kepala gadis malang itu, memeriksa bantal yang penuh dengan beberapa gumpalan air liur sang adik sepupu.
"Aku tadi menunggu Kakak pulang dan melihat bantal itu di sofa, sangat empuk dan juga nyaman," sahut Eve yang mengacungkan jempolnya tanpa rasa bersalah, tak lupa dengan cengiran kuda.
"Astaga…bantalku penuh dengan pulau air. Sangat menjijikkan!" gumamnya yang sangat kesal, sementara Eve kembali melanjutkan mimpi indahnya.
Niko menatap Eve yang tertidur sangat pulang di sofa, kekesalan itu seakan sirna dengan cepat, apalagi dia sangat menyayangi adik sepupunya. "Sebenarnya Eve sangat cantik, entah kenapa paman Abian mendandaninya menjadi wanita cupu," gumamnya seraya menggendong sang adik menuju kamar di lantai atas.
Setelah menyelesaikan segalanya, Niko membaringkan tubuhnya di ranjang empuk miliknya. Menghela nafas berat saat mengetahui aktivitasnya terganggu akibat keusilan saudara kembarnya. "Ck, jika Niki kembali aku akan menghukumnya dengan caraku sendiri, ini pasti sangat menyenangkan." Monolognya yang tersenyum cerah, menatap langit-langit kamar dan mulai memejamkan mata.
Keesokan paginya, Niko telah rapi dengan setelan jas hitam, terlihat sangat tampan dengan kharisma yang dia miliki. Dapat memukau semua wanita yang melihat ketampanan dari CEO Company Grup.
Menuruni tangga, seraya bersiul menuju meja makan, melihat gadis jelek yang membuat moodnya menjadi buruk. "Ck, selera makanku hilang karena melihat dandanan mu itu!" ejeknya.
"Itu bagus, aku yang akan menghabiskan semuanya." Balas Eve yang menyerongkan bibirnya jengah.
"Kau pergi ke kampus dengan pak supir, menunggumu makan sama saja membuang-buang waktuku!" Niko melirik jam yang melingkar di tangannya, melihat sebentar lagi dia akan mengadakan rapat penting dengan klien.
"Heh, tanpa Kakak mengatakannya, aku bahkan sudah tahu. Jika kak Niki di sini, mungkin situasinya berbeda, aku berharap jika dia cepat kembali." Ketus Eve yang lebih menyukai kembaran Niko.
"Ya…ya, terserah kau saja." Niko berlalu pergi dari tempat itu, tidak ingin merusak moodnya di pagi hari.
Niko memiliki banyak ponsel, sesuai dengan banyak kekasihnya saat ini. Setiap berkencan memudahkannya mengingat teman kencannya, contohnya sekarang ada lima ponsel yang terselip di tubuh Niko. Itu artinya, lima wanita kencan di hari yang sama. "Inilah hidup, sungguh luar biasa." Gumamnya yang mengingat body aduhai bak gitar Spanyol milik kelima wanita itu. "Selesai bekerja, aku akan menghampiri Luci. Hah, mengingat malam itu membuatku ingin mencobanya lagi."
Niko terus berkhayal dan kurang fokus dalam mengemudi mobilnya, hingga dia dengan cepat mengerem mendadak saat melihat seorang wanita menyelamatkan seekor kucing yang hampir ditabrak. Dia sangat geram dengan wanita itu, keluar dari mobil untuk memberikan petuah. "Hai kau! Apa kau ingin mati?" bentaknya seraya menghampiri wanita itu.
"Dasar orang kaya tak bertata krama, harusnya kau fokus ke jalanan. Hampir saja kau menabrak kucing ini!" balas wanita itu yang juga menatap mata Niko dengan tajam, seraya mengelus kucing di gendongannya.
"Astaga…wanita ini sangat cantik, bahkan lebih cantik dari kekasihku terdahulu." Batin Niko yang tersenyum, pikirannya mulai melayang ke arah ranjang. "Aku ingin melihat bagaimana goyangannya, pasti sangat erotis."
"Kenapa pria itu menatapku dengan mesum, kurang ajar! Sebelumnya tidak ada yang berani menatapku begitu, akan aku perlihatkan kekuatanku." Ucap wanita itu yang bernama Tari, seraya menyipitkan kedua matanya. Menghampiri pria yang menatapnya seperti ingin melecehkan, mendaratkan tamparan mengenai pipi pria itu.
"Kenapa kau menamparku?" bentak Niko yang terkejut, memegang pipi menggunakan kedua tangannya, dia sangat marah dengan perlakuan wanita itu. Karena selama ini, tidak ada yang pernah memperlakukannya seperti wanita di hadapannya.
"Itu untuk pria yang berani menatapku mesum." Tekan Tari dan berlalu pergi meninggalkan si pria mesum.
Niko melihat punggung wanita itu, mengepalkan kedua tangan, berniat untuk membalas dendam. "Aku akan membalasmu lebih dari ini, lihat saja!" tekadnya yang terburu-buru masuk ke dalam mobil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!