Seorang pemuda 20 tahun memasuki sebuah rumah besar nan megah dengan perasaan rindu yang teramat sangat, setelah 2 tahun menempuh pendidikannya di Inggris, dia kembali untuk liburan dan sangat ingin menemui gadis yang amat dia cintai.
Ansel Tenggara, pemuda tampan dan berwibawa, terkesan dingin dan susah untuk di dekati berjalan dengan cepat, senyumnya tak pernah pudar dari bibirnya yang sangat jarang dia perlihatkan pada siapapun selain keluarganya. Mata hijau indahnya bahkan dapat menghipnotis semua orang dan kini dia bingung kenapa rumah ini sangat sepi?
"Bik.. kenapa rumah sepi sekali?" Tanya Ansel begitu sampai ke ruang tamu dan bertemu pelayan rumah ini.
"Ohh Tuan Ansel sudah kembali? Tuan dan nyonya sedang keluar negri tapi sekarang sedang perjalanan pulang, non Adel ada diatas dengan temannya, kemarin malam dia mabuk Tuan jadi..." Bik Jumi terdiam karena dia baru sadar kalau Ansel di depannya adalah calon suami nonanya.
Ansel yang kaget langsung naik ke lantai 2 menuju kamar Adeline, "Brraakk.." Pintu itu di dorong dengan kuat setelah dia tau pintu itu tak terkunci. Ansel sangat marah melihat pemandangan di depannya, Adeline tidur meringkuk di sebelah seseorang.
"ADELINE!!" Teriak Ansel murka dan Adel terlonjak kaget dari tidurnya.
"KAK ANSEL?" Pekiknya senang melihat Ansel berdiri di depannya tetapi dia langsung histeris saat tau tubuhnya sedang polos dan ada pria yang tidur di sebelahnya.
"KAU!! Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Adel melihat temannya Dennis, ada di ranjang bersamanya.
"Kau sangat mengecewakanku Adel, kau seperti wanita murahan!" Bentak Ansel dengan marah dan keluar dari kamar Adel, sedangkan gadis itu yang masih bingung tidak tau harus berbuat apapun.
"Loh.. Ansel pulang? Kenapa buru-buru?" Tanya Eve dan Arka juga bingung melihat wajah Ansel yang terlihat murka. Lalu mereka juga bingung melihat Adel yang turun dengan berbalut selimut. Arka lebih kaget saat melihat Dennis juga turun mengejar Adel, mereka pikir Arka dan Eve tidak ada disana.
"Adel, jelaskan apa ini?" Bentak Arka yang melihat kondisi putrinya, dia sadar Adel tidak mengenakan apapun dibalik selimutnya.
"Papi.. Adel gak tau, kemarin adel ke club dan pusing banget trus paginya Adel sudah ada di kamar dan kak Ansel.. kak Ansel.. hiks hiks.." Adel menangis sambil menjelaskan. Arkana sangat murka dan langsung menampar Adel, hal yang tidak pernah dia lakukan karena Adel adalah putri kesayangannya, tapi dia terlanjur kecewa.
"Stop Arka!" Teriak Eve yang langsung memeluk Adel dan membawanya kembali ke kamarnya. Sedangkan Denis yang masih mematung disana di tarik oleh Arka dan dihajar habis-habisan lalu di tendang keluar dengan hanya menggunakan celana panjangnya tanpa baju. Dennis menyeringai puas sambil berjalan keluar.
.
.
3 tahun kemudian
Ansel masih berkutat dengan laporan yang di berikan Aksa untuknya, dan dia sangat kesal melihat hasil laporan itu yang menunjukan kinerja yang menurun dari sebagian artisnya, lalu tim perencanaan juga menurun. Ansel membanting laporan itu dan menuju ruang meeting, dengan wajah dinginnya dia mengeluarkan emosinya meskipun Ansel terlihat tenang di meeting itu tapi tatapan mengintimidasi dan aura dinginnya dapat membuat siapapun membeku.
CEO StarE, Ansel Tenggara yang kini 23 tahun terkenal sebagai CEO yang sangat mumpuni meskipun dia baru 2 tahun menjabat tapi kinerjanya sangat luar biasa bahkan kini mereka kembali membangun studio baru di lahan kosong sebelah gedung StarE.
"Sa.. bagaimana perkembangan studio baru?" Tanya Ansel pada sahabat sekaligus asistennya, Aksa.
"Baik, 3 bulan lagi akan selesai dan ini akan menjadi studio terbesar di Asia Sel." Jawab Aksa dan mereka kembali mengerjalan tugas masing-masing.
Sedangkan Adeline, dia bersiap kembali setelah seharian penuh merancang beberapa gaun untuk seorang artis yang akan memulai filmnya bulan depan. Dua gaun bergaya victoria dengan warna krem dan hijau tua, dia dipercayakan untuk mendesain semua gaun khusus untuk artis itu pada film ini dan Adel sangat senang dengan pencapaiannya.
Setelah kejadian memalukan tiga tahun lalu, Adel pergi meninggalkan rumah karena tidak ada yang mempercayainya, bahwa dia tidak melakukan apapun bersama Dennis. Meskipun begitu Arka dan Ansel sangat kecewa apalagi mereka mendapati bahwa Adel memang sangat sering ke club.
Arka memang sudah membebaskan Adel karena itu kemauannya makanya bodyguard-nya telah ditarik oleh Arka. di usianya yang ke 17 tahun saat kuliahnya baru semester 2, Adel memutuskan untuk hidup sendiri di Paris, dia tetap kuliah bisnis dan mengambil design juga. Inilah sekarang, di usianya yang ke 20, Adel sudah mendapat gelas S1 di bisnis dan juga dia sekarang menjadi seorang designer muda berbakat bahkan memiliki butik dengan nama Line boutique.
Arka tetap mengawasi putrinya meskipun dia selalu bersikap dingin pada Adel yang sampai sekarang tidak mau kembali ke rumah, dia lebih memilih tinggal sendiri di penthouse mewah yang dia beli sendiri. Ya, Adel yang pintar, dia kuliah 2 jurusan dan menjadi perancang busana kecil-kecilan dan menjahitnya sendiri waktu di paris dan menjualnya secara online sampai dia memiliki begitu banyak tabungan untuk membeli penthouse.
.
.
.
"Del.. oohh Adeline.."
"Kak Anson?"
"Yes.. baby, tambah cantik aja sih."
Anson memeluk dan mencubit pipi Adel, meskipun Anson dan Ansel kembar identik tapi Adel sangat bisa membedakan keduanya. Anson tipe ceria yang akan menyapa siapapun duluan sedangkan Anson begitu angkuh tak tersentuh.
Adel masih menyeruput mocha latte nya saat Anson masih bercerita tentang dirinya yang sangat bosan bekerja di perusahaan Tenggara dan lebih memilih StarE saja. Di cafe itu Adel sebenarnya sedang menunggu temannya yang akhirnya batal menemuinya disana.
"Adel tau kak Anson mau StarE karena banyak model dan artis cantik kan? Sudah hafal dengan tabiat kakak itu.." Ujar Adel terkekeh dan Anson mengangguk, "Yes, betul."
"Dan akhirnya si beruang kutub itu yang dapat.. ah ini gak adil Del.. di perusahaan Tenggara semuanya sudah tua dan membosankan." Keluh Anson lagi dan mereka berbincang ringan disana sampai sejam lamanya.
"Lalu kau belum pulang sama sekali ke rumah? Om Arka masih marah?" Tanya Anson dan dibalas anggukan oleh Adel.
"Papi masih kecewa, tapi mami dan kak Aksa sering mampir ke rumah dan butik kok.. lagian aku sudah biasa begini." Jawab Adel dengan wajah sedikit sendu.
"Lalu gimana perasaanmu dengan beruang kutub itu?" Tanya Anson lagi dan Adel menghela lemah.
"Hm.. melihat kak Anson saja aku udah senang karena wajah kalian kan sama. Coba kak Anson diam dan tatap aku dengan mata tajam aku akan kira itu kak Ansel, ah..sudahlah..." Adel mendesah pelan lagi meratapi nasib percintaannya.
"Tapi kenapa gak kau buktikan kalau kau gak salah Adel? Si beruang kutub ah gak.. terlalu lucu kalau beruang, es balok aja, si es balok itu terlalu cemburu yang membuatnya jadi bodoh.. dan aku masih gak ngerti apa mau si Dennis itu, setelah itu dia juga pindah ke luar negri loh." Jelas Anson panjang lebar tapi Adel hanya menggeleng.
"Aku sudah periksa kak, aku gak di lecehkan tapi memang papi dan kak Ansel kecewa aja aku sudah di sentuh pria lain karena kan kak Ansel itu posesif banget, dan aku juga banyak ke club bersama teman-teman." Jelas Adel yang sebenarnya itu hanya salah paham. Adeh hanya menemani temannya dan membujuk mereka pulang sembari menjaga agar beberapa teman yang dia anggap baik tidak terjerumus, tapi malah dia sendiri yang jatuh dalam kekacauan ini.
"Tapi Ansel gak tau kau masih virgin." Timpal Anson.
"Ya biarkan saja.. kalau memang jodoh kami pasti akan bersama, kalau gak jodoh yah aku hanya pasrah, jalani saja hidup ini seperti air mengalir." Balas Adel lagi dengan senyum tipisnya.
"Haduuuhhh gadis kecil kami ini jadi dewasa sekali." Anson mengguyar rambut Adel sampai berantakan. Rambut ikal berwarna coklat itu langsung berantakan.
"Ahh jangan berantakin kak.." Kesal Adel lalu merapikan kembali rambutnya.
Tak lama datang seorang wanita dengan pakaian seksi mendekati mereka, "Byurrr!!"
"Ahhh apa yang kau lakukan nona?" Teriak Adel karena wajah serta bajunya sudah kotor terkena mocca latte yang dia minum baru setengah dan wanita itu dengan galaknya mengangkat tangan untuk menampar wajah Adel tapi sempat di tarik oleh Anson.
"Hei apa-apan ini?" Bentak Anson lalu menghempaskan tangan wanita itu.
"Jadi kau putus denganku karena wanita ini?" Tanyanya dengan mata nyalang menatap Adel yang sedang bingung.
"Ya ampun.. aku putus denganmu bukan karena perempuan lain, tapi aku bosan denganmu yang pencemburu.. kan kita sudah sepakat, kita pacaran saja tanpa ada maksud apapun untuk kedepannya, dan kau setuju." Jelas Anson dan wanita itu sangat emosi hingga menampar wajah tampan Anson.
"Heh.. susahnya jadi pria ganteng." Keluh Anson sambil mengelus pipinya dan Adel menggeleng melihat kelakukan Anson yang berbanding terbalik dengan Ansel.
"Aku pulang aja kak.." Adel berdiri dan menyusun barangnya.
"Kakak antar deh.."
"Gak mau, nanti ada lagi yang cemburu."
Anson terkekeh dan memang benar, mantan pacar Anson bertebaran dimana-mana bahkan auntie Aileen juga pernah di tampar karena makan malam bersama Anson di sebuah restoran.
"Oh iya.. bulan depan auntie Aileen tunangan dan kau harus datang." Ucap Anson sebelum Adel pergi dan Adel hanya mengangguk dan berbalik.
Saat tiba di penthouse Adel terkejut melihat maminya Eve dan 2 wanita lainnya ada disana.
"Mami, tante Hanny, auntie Ay.." Sapa Adel saat masuk dan menuju ruang tamunya. Meskipun Adel masih segan bertemu Hanny tapi dia mencoba untuk bersikap biasa saja.
"Adel, kamu makin cantik aja tapi ini kenapa?" tanya Hanny saat sadar baju dan rambut Adel terlihat kotor dan ada aroma kopi disana.
"Tadi Adel ngopi di cafe dan ketemu kak Anson trus ada wanita yang yah.. begitulah." Adel tidak melanjutkan karena Hanny sudah tau kelanjutannya.
"Aduh anak itu benar-benar, kapan sih dia bisa berubah?" Keluh Hanny dan Aileen yang juga pernah terkena imbasnya juga hanya mengeleng pasrah.
"Jadi kenapa kumpul disini?" Tanya Adel setelah dia kembali dari membersihkan diri.
"Ay ingin dibikinin gaun sama kamu Adel, untuk acara tunangannya." Jawab Hanny dan Ay mendengus kesal karena pertunangan ini adalah paksaan dari ayahnya 3 tahun lalu sebelum meninggal bersama bundanya.
"Duh.. bisa gak sih aku ga usah nikah aja?" Kesal Aileen begitu Adel sudah memberikan beberapa contoh sketsa yang telah dia buat beberapa hari lalu.
"Jangan gitu Ay.. kamu ini pintar sangat cantik tapi kamu udah 31 tahun dan harusnya sudah punya anak dong.." Ujar Hanny mengelus tangannya.
"Tapi kan Ay belum pengen punya tunangan dan belum mau ada yang kekang. Aku gak suka apalagi dengan di Robert itu yang ahh.. gak deh."
"Gak bisa Ay.. ini udah diatur jadi harus." Tegas Hanny dan Aileen tampak pasrah.
TBC~
Setelah memilih gaun yang akan dipakai Aileen mereka akhirnya makan malam bersama dan Adel terlihat sangat dewasa di mata Hanny yang masih sangat menyayanginya dan berharap Ansel dapat membuka hatinya kembali.
Hanny mendekati Adel yang masih memperbaiki sketsanya di meja kerja yang terlihat berantakan itu agar Aileen merasa puas dan tidak perlu mengulang lagi nantinya.
"Adel.. " Panggil Hanny dan mengelus lembut kepala Adel yang masih fokus.
"Iya tante.." Jawab Adel yang menoleh ke mantan calon mertuanya itu.
"Kamu masih cinta sama Ansel?" Tanya Hanny tapi Adel hanya tersenyum menanggapi pertanyaan itu.
"Jujurlah padanya Adel.. kami tau kau tidak bersalah." Ujar Hanny lagi.
Adel tampak menarik napasnya panjang, dia meletakkan pencilnya dan menggeser duduknya hingga menatap ke arah Hanny yang berdiri di sampingnya.
"Tante.. Adel sejak kecil ah mungkin sejak lahir sudah gak bisa berpaling dari kak Ansel, tapi kalau untuk jujur.. apakah kak Ansel akan mendengarkan? Kalau dia memang sayang dan cinta sama Adel dia akan mendatangi Adel sendiri atau mencari tau. Sekelas Tenggara dan Blake gak mungkin kan gak bisa cari tau hal sekecil ini?"
Hanny tersenyum mendengar penjelasan Adel, "Kau sangat dewasa Adel.. tante sangat berharap kau tetap menjadi menantu tante nantinya. Dan Ansel itu haduhh.. dia tuh sangat keras dan gengsi untuk mengungkapkan perasaannya jadi kau harus bersabar ya.." Hanny mengelus rambut Adel kemudian memeluknya.
"Yuk kita pulang." Ajak Aileen karena dia merasa bosan disana, di penthouse Adel memang tidak punya apapun untuk Aileen dapat bermain.
.
.
.
Adel masih duduk di meja kerjanya dan sesekali pandangannya jauh ke arah luar melihat seluruh kota pada malam hari, banyak lampu menghiasi kota besar itu dengan gedungnya yang tinggi menjulang. Setelah berpikir dia lanjut menggambar lagi, kini dia sedang menyelesaikan baju pria ala victoria juga beserta beberapa pasang pernak pernik dan aksesorisnya. Akhirnya film itu full menggunakan kostum yang akan di rancang olehnya. Adel telah tanda tangan kontrak dan pembayaran awal juga sudah dia terima sore tadi.
Setelah menyelesaikan semua gambarnya dia beralih duduk di balkon sambil menikmati angin malam yang sejuk di ketinggian 32 lantai. Dengan sesekali memejamkan matanya dia membayangkan jika dulu tidak ada kejadian itu, apakah dia akan menjadi seperti sekarang? Akankah dia sudah menikah dengan Ansel?
"Aku masih mencintainya... dan akan mencintainya sampai kapanpun." Lirih Adel lalu meneteskan air matanya dalam diam.
Paginya Adel langsung ke butik untuk menyerahkan copy-an gambar baju yang akan dijahit oleh karyawannya dan dia hanya membantu seadanya. Adel masih harus menyelesaikan gaun Aileen dan juga gaun pengantin yang di pesan khusus oleh salah satu langganannya yang akan dia kerjakan sendiri.
Adel berkutat dan sangat fokus pada gaun pengantin itu yang sudah jadi 90%, "Ah.. besok sudah bisa fitting nih.." Gumamnya sambil tersenyum melihat gaun rancangannya itu.
"Hai Adel.. " Sapa seorag wanita yang baru masuk ke ruangan kerjanya.
"Hei Rena.. kau sudah kembali dari Aussie?" Jawab Adel kaget melihat Rena sahabatnya ada di depannya.
"Iya dari 2 hari lalu. Sorry gak ngabarin karna langsung di suruh kerja sama papi." Jawab Rena sambil memeluk Adel.
"Kau sudah kerja? Dimana?" Tanya Adel penasaran.
"Di StarE di tim perencanaan iklan."
"Oh berarti ketemu dong..?"
"Hehehe udah ketemu sih, maaf.."
"Gak apa, santai aja.. aku gak sedih lagi kok."
Mereka lanjut mengobrol sampai salah satu langganan Adel mengganggu mereka dengan pesanan baju lagi yang akan membuat Adel semakin sibuk.
"Besok aku hubungi kalau ada waktu, aku sibuk banget nih.." Ujar Adel lalu mengecup pipi Rena sekilas.
"Sip.. jangan lupa." Balas Rena dan memeluknya lalu pergi dari butik itu.
"Hai tante.. ini gaunnya bentar lagi selesai, tinggal pasang pita dan beberapa mutiara disini." Ujar Adel dan menunjukkan hasil rancangannya pada pelanggannya yang sudah janjian bertemu.
"Wow.. indahnya.. nak, sini deh lihat baju pengantinmu indah sekali." Pelanggan itu memanggil putrinya dan mereka puas dengan hasil kerja Adel yang telah terbukti itu.
Karena menyelesaikan gaun pengantin tadi, Adel akhirnya bekerja sampai malam, dia baru saja mengunci pintu teralis paling luar butiknya dan berjalan menuju mobilnya yang memang sengaja dia parkirkan di depan toko agar mempermudahnya jika pulang larut malam seperti ini.
Dari seberang jalan Adel tidak tau kalau ada sepasang mata hijau nan indah memperhatikannya. Yah, Ansel sedang memperhatikan Adel yang pulang larut malam itu.
"Dasar ceroboh.. sudah jam 11 malam dan pulang sendirian." Desis Ansel kesal.
Dia sering memantau Adel dari jauh hanya untuk memastikan gadis itu baik-baik saja jika pengawalnya memberi laporan kalau Adel belum pulang ke penthouse nya, maka Ansel akan menyusul ke butik untuk menunggunya pulang seperti saat ini. Setelah memastikan Adel masuk ke dalam gedung barulah Ansel kembali ke rumahnya.
"Sel.. kenapa pulang jam segini? Dari mana?" Tanya Hanny yang juga belum tidur malam itu.
"Lagi jalan-jalan aja mommy.." Jawab Ansel seadanya.
"Hem.. jalan-jalan atau ngawasin mantan?" tanya Hanny lagi dan Ansel tersenyum tipis sambil menggeleng.
Cup.. Dia mengecup pipi Hanny lalu segera naik ke kaamrnya yang ada di lantai 2, Arden yang baru keluar dari ruang kerjanya juga tersenyum simpul.
"Dia gengsi.. padahal masih sayang dan cinta sama Adel." Bisik Hanny.
"Iya bener, mirip siapa sih anak itu, kita gak ada yang begitu, ayah bunda juga ngga." Tanya Arden sambil memeluk istrinya dengan mesra.
"Astagah... dad mom! Jangan mesra-mesraan di situ dong.." Protes Anson yang juga baru pulang dari club.
"Nah.. ini anak, pasti dari club kan? Main sama cewek lagi kan?" Hanny menjewernya dan Anson mengaduh.
"Adduuhh daddy bantuin dong..."
"Daddy gak ikut campur.. takut juga. Bye Son!"
Arden menjauh dan membiarkan Anson merasakan pedasnya jeweran Hanny yang gemas dengan tingkahnya.
"Mommy ku yang cantik... Anson sekarang lagi gak punya pacar kok.. sudah tobat mommy, eh bukan tobat sih tapi bosen sama cewe cewe cantik yang taunya dandan aja." Ucap Anson yang kini memeluk Hanny dengan erat.
"Hah.. Anson sang playboy bisa bosan sama cewe cantik? Wah kamu gak apa-apa kan nak? Coba mommy lihat ada yang terbentur gak?" Hanny mengelus kepala Anson dan berputar melihatnya.
"Aduh mommy, Son beneran karena muak sama cewe cewe itu yang taunya ribut terus ngerebutin Son mom.." Keluh Anson lagi.
"Hm.. ya sudah pokoknya jangan main-main lagi dan fokus sama kerjaan kamu. Besok mommy ke perusahaan karena ada anak magang dan mommy yang akan pilihkan buat jadi sekretaris kamu. Tak ada bantahan."
"Iissshh mommy, jangan aneh-aneh deh! Masa harus mommy sih yang pilihin.. ini kesempatan Anson untuk liat gadis muda, perusahaan kita itu isinya orang tua mulu mom.." Keluh Anson lagi dan Hanny terkikik lucu melihat Anson yang cemberut.
Hanny meninggalkan Anson yang masih kesal dan cemberut lalu menghentakkan kakinya dengan berjalan cepat menuju kamarnya, padahal Hanny hanya bercanda.
Sementara Ansel yang sejak tadi dikamar terus merenung sambil merebahkan dirinya dan menatap langit-langit kamar, apakah dia akan mendatangi Adel duluan atau menunggu Adel yang menghampirinya? Dia begitu kesal dulu dan bahkan sampai saat ini dia tidak bisa menerima kalau tubuh Adel sudah di sentuh bahkan dilihat pria lain. Dia sangat cemburu sampai benci pada gadis itu yang tidak bisa menjaga dirinya, tapi rasa cintanya juga sebesar rasa bencinya.
TBC~
Adel masih berada di butiknya yang seperti kapal pecah tapi hanya di lantai 2 karena disanalah para pegawainya membuat baju dari pengukuran sampai menggunting pola dan lainnya, kalau jahitnya di lantai 3 dan 4.
Ruko 4 lantai itu disulapnya menjadi butik dan juga tempat membuat baju yang hanya ada 4 dalam 1 model dengan ukuran XS S M dan L. Jika ada ukuran khusus dapat memesan langsung.
Merek Line juga makin terkenal sejak salah satu artis dari StarE memakai gaun malam darinya yang dibuat khusus tahun lalu saat Adel baru meresmikan butiknya. Meskipun cuma 1 tahun tapi Line merupakan butik yang cukup di pandang apalagi Adeline terkenal dengan kecantikan dan designer muda berbakat.
"Cindy.. ini udah selesai semua?" Tanya Adel pada asistennya di butik sambil menyodorkan catatannya.
"Udah kok, semua ada di mobil dan kita langsung berangkat yuk.." Jawab Cindy lalu mereka menuju ke studio StarE.
Adel tampak santai, dia tidak takut untuk bertemu Ansel disana karena dia juga sudah berkali-kali mengunjungi studio itu, bahkan Ansel tidak pernah terlihat, bayangannya sekalipun.
"Adel.. ini bagus banget, sumpah..." Ujar sang sutradara yang adalah wanita setengah baya.
"Makasih.." Jawab Adel malu-malu dan dia masih belum terbiasa dengan banyak pujian apalagi oleh orang yang sangat berpengaruh.
"Cindy.. laper nih, cafe bawah yuk." Ajak Adel tapi Cindy yang masih harus membereskan kerjaannya menolak karena dia harus cepat dan kembali. Langganannya akan datang 1 jam lagi.
"Aku titip barang itu yah.. tinggal 1 tas itu aja kok, sisanya aku udah bawa. Bye.. kamu pulang naik taxi aja ya..." Teriak Cindy sambil jalan cepat setengah berlari dan Adel hanya mengangguk pasrah sambil membawa tas ukuan sedang berisi pernak pernik tambahan.
"Ah.. sambil nunggu selesai makan dulu deh." Adel turun ke lobi dan memilih makan sandwich dulu untuk mengganjal perutnya yang belum sarapan dan ini sudah jam 11 siang.
"Maaf mba, hari ini sandwich dan rotinya libur dulu, hanya ada minuman." Jawab pelayan cafe itu dan Adel menghela kecil dan masih tersenyum.
"Baiklah, makasih mba.." Adel menjauh dari sana sambil menyeruput es kopinya, tapi ada yang menarik es kopi tersebut yang membuat Adel terkejut.
"Kakak!" Ujarnya kaget melihat sang kakak ada disampingnya dan meminum es kopi itu.
"Jangan minum kopi kalau belum sarapan. Nih.." Aksa menyodorkan sekotak bento.
"Aahh kak Aksa emang yang terbaik." Adel merangkul lengan Aksa dan berjalan bersama menuju kantor Aksa yang ada di lantai 25.
"Tapi gak apa-apa aku disini?" Tanya Adel sedikit tidak enak dan takut. Dia takut bertemu seseorang yang tidak mau dia temui dulu saat ini.
"Gak apa-apa, Ansel lagi tidur siang dan biasanya jam 1 dia baru balik. Dia kurang tidur tadi malam dan untungnya ga sibuk." Jelas Aksa dan Adel lalu mengangguk mengerti.
"Dia sehat kok, tenang aja." Lanjutnya yang tau kalau Adel sedang memikirkan Ansel.
"Apaan sih kak.. gak tanya juga." Adel cemberut tapi tetap memakan bentonya dengan lahap.
"Kalau masih cinta yah ngomong lah.. jangan di pendam dan kucing-kucingan gitu, kalian berdua memang aneh." Ucap Aksa tapi Adel hanya diam, dia cuma kecewa dengan Ansel yang tidak mau mencari tau kebenaran tentang dirinya.
"Jangan sampe Ansel diambil cewe lain loh.." Goda Aksa lagi dan Adel makin cemberut. Aksa mengelus kepala sang adik yang mempunyai kisah cinta yang aneh, bukan rumit karena mereka sendirilah yang bikin rumit, itu pikir Aksa selama ini.
"Sudah kak, Adel mau balik ke studio.. trus mau pergi." Pamit Adel yang telah membersihkan sisa makananya.
"Langsung ke butik atau mau pergi kemana?" Tanya Aksa yang tau kalau Adel akan pulang naik taxi.
"Butik dulu balikin baju, trus mau keluar sama Rena." Jawabnya dan Aksa mendengus kesal mendengar nama Rena.
"Dia sudah balik? Kamu masih temenan sama dia? Kenapa harus sama dia mulu sih?" Tanya Aksa dan tak berapa lama yang dibicarakan telah masuk ke kantor Aksa.
"Selamat siang Pak Aksa, ini sekretaris baru." Ucap kepala HRD dan memperkenalkan Rena.
"Rena.." Ucap Adel sumringah, berbeda dengan Aksa yang tidak suka melihat wanita itu.
"Saya Rena Federica." Ucap Rena memperkenalkan diri dan tersenyum melihat Adel disana.
"Sekretaris?"
"Iya, awalnya Rena ada di tim perencanaan tapi karena salah satu sekretaris direktur sedang cuti melahirkan dan mendadak dari waktu seharusnya jadi kita terpaksa membawa Rena untuk menggantikan sementara." Jelas kepala HRD itu karena tau kalau Aksa sedang tidak dalam keadaan mood yang baik.
"Baiklah antarkan dia ke ruangannya dan jangan masuk ke ruang Dirut." Tegas Aksa. Kepala HRD itu lalu keluar dari ruangan Aksa dengan Rena.
"Kamu, Adel.. jangan terlalu dekat dengannya kalau bisa putuskan hubungan apapun dengannya." Perintah Aksa tapi Adel malah meliriknya tidak suka.
"Apaan sih kak, Rena itu teman Adel satu-satunya dari SMA, setelah kejadian dulu gak ada lagi yang mau temenan sama Adel, lagian kan Rena bukan teman yang baru kita kenal. Kakak juga dah kenal dia dari kami SMA kan.."
"Tapi dia itulah yang mempengaruhimu dan membuatmu sering ke club, jangan lupa itu dan jangan harap papa akan maafkan kamu kalau kamu masih bandel."
Aksa begitu kesal karena adik satu-satunya ini sangat percaya pada Rena yang Aksa tau kalau Rena bagai ular yang bisa mematuk Adel kapan saja. "Dan apa maksudnya masuk ke perusahaan ini?" Batin Aksa.
Aksa selalu memantau Adel dan memang Rena lah yang sudah mempengaruhi Adel sehingga sering ke club waktu sekolah dulu dan Aksa sangat tidak suka dengan Rena. Apalagi Rena juga adalah teman baik Dennis saat itu.
"Sudah ya kak.. Adel mau pergi dulu, mau shopping." Adel membalikkan badannya setelah di membuka pintu.
Bughhhh...
"Duh sorry..." Lirih Adel dan di melihat di depannya telah ada seseorang yang selama ini dia hindari sambil memegang keningnya yang mungkin di terkena bibir oleh orang itu.
"Ah ka kak Ansel.. sorry." Adel terbata-bata lalu dia segera meninggalkan ruangan itu.
"Ah.. Adel, kau masih membuatku tidak tenang Del.. aku sangat merindukanmu." Kata Ansel dalam hati sambil memegang bibirnya yang tadi tidak sengaja mencium kening Adel.
"Hei.. kalau masih cinta bilang aja, jangan nanti Adel diambil orang loh.." Ucap Aksa terkekeh pelan melihat Ansel yang seperti orang bodoh melamun sambil memegang bibirnya sendiri.
"Kau mau apa kesini? Tumben Dirut samperin anak buahnya." Tanya Aksa dan Ansel masih diam hanya menghela napasnya berat.
"Tidak sopan." Tegur Ansel dengan wajah datarnya setelah dia sadar.
"Hahahah ini jam istirabat bro.. udah jam 12:05 jadi aku bebas tugas." Balas Aksa yang sudah kembali ke mode jahilnya pada Ansel.
"Ck.. ayo makan siang." Ajak Ansel lalu mereka keluar bersama, Ansel berjalan santai menuju lobi untuk pergi ke restoran terdekat di daerah sana, seperti biasanya Dirut dan asistennya selalu membuat heboh. Para pegawai wanita akan terpesona melihat wajah tampan dan gagah Ansel lalu wajah tampan dan manis dari Aksa yang sangat mirip dengan Arkana dulu.
Meskipun mereka berdua terkesan dingin dan tidak pernah berinteraksi dengan orang lain tapi tetap saja barisan fans mereka sangat banyak dan setia.
Pas di lobi Aksa berhenti sejenak dan menghampiri Adel yang sedang menunggu Rena, "Adel.. kenapa gak balik?" Tanya Aksa dan melihat Adel yang cemberut membuatnya gemas dan mencubit adiknya itu.
"Tunggu Rena.. bentar lagi turun." Jawabnya lalu melirik sejenak ke arah Ansel yang masih memandanginya dengan wajah dingin.
"Udah kakak bilang jauhi dia.. dia itu gak baik buat kamu." Geram Aksa sedikit berbisik, jika tidak ada yang tau mereka akan dikira sedang berpacaran, karena Aksa dan Adel tidak mirip sama sekali.
Aksa lebih ke wajah oriental sedikit bule, tapi Adel benar-benar mirip Leticia neneknya yang cantik dan seksi, bahkan wajahnya terkesan imut tapi sensual. Padahal waktu kecil Aksa sangat mirip Eve ibunya tapi bertambah dewasa dia malah lebih mirip Arkana.
"Jangan ngatur deh kak, Rena itu temen Adel ah, kakak aja terlalu paranoid sama temen Adel, dari dulu.." Gerutu Adel lalu Aksa hanya menggeleng pelan.
"Pokoknya hati-hati dan jangan percaya teman-temanmu itu." Aksa mengingatkan, karena Adel termasuk bodoh dalam memilih teman bahkan tidak ada temannya yang tulus dalam berteman dengannya.
"Iya aku tau.." Jawab Adel pasrah dan dia tidak mau berlama-lama disana sebab ada Ansel yang sejak tadi menatap tajam padanya.
TBC~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!