NovelToon NovelToon

Penjara Cinta

Namaku Naya

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Hai mohon maaf, isi novel ini tidak dapat di tampilkan.

Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.

Aku beruntung?

2

"Kamu kenapa, Sayang? Kok ngelamun?"

Aku terhenyak. Ah ya, aku sedang dalam perjalanan pulang ke kosan. Setelah melewati hari yang panjang selama di rumah, liburan akhir semester akhirnya selesai.

Andy, pacarku selama 8 bulan belakangan ini tersenyum sambil menggenggam tanganku, "Ada masalah ya?"

Jangan ditanya mengapa aku yang sangat paham agama ini bisa berada berdua di mobil seorang laki-laki. Aku tahu, tidak seharusnya aku pacaran. Agama melarang.

Tapi entah ini karena pengaruh aku tidak dekat dengan Abah, rasanya aku seperti menginginkan kasih sayang dan perhatian lebih dari seorang laki-laki. Aku menginginkan perhatian, pujian bahkan sekedar tatapan memuja.

Terkadang perhatian kecil saja sudah meluluhkan hatiku, walau dalam banyak kasus aku memendam erat perasaanku dan menepisnya.

"Gak papa kok. Mungkin cuman kurang tidur aja, " jawabku pelan.

"Kalau ada apa-apa cerita aja... Aku siap kok dengerin."

Mobil melaju dengan lambat. Seperti biasa Ibu Kota, penuh dengan kemacetan di sana dan di sini.

Andy tidak menjemput ke rumahku. Tentu saja tidak. Aku bisa makin dimarahi habis-habisan oleh Abah dan Ibu.

Ia hanya menjemput ku di terminal bis tadi. Seperti biasa, ia bersikeras menjemput walau aku sudah bilang aku bisa naik taksi atau ojek online.

"O iya, Kakak besok jadi naik gunung?” tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan awal, memilih untuk tidak pernah membicarakan masalah keluargaku kepada pasangan.

Pacarku adalah Ketua Organisasi Mahasiswa Pecinta Alam di kampus kami. Seorang mahasiswa jurusan teknik sipil semester akhir. Ia adalah idola bagi mahasiswi dan menjadi leader bagi mahasiswa lainnya.

Banyak yang mengira kami hanya akan bertahan sampai tiga bulan saja.

Bagaimana tidak?

Aku yang tidak mengikuti satupun kegiatan organisasi di kampus sedangkan dia sangat aktif di berbagai organisasi diluar dan didalam kampus. Dia yang ekstrovert sedangkan aku introvert. Dia yg ramah kepada siapa saja, temannya ada di mana-mana, sedangkan aku?

Ya Tuhan, aku cuman punya satu teman sekaligus sahabat bernama Shinta. Entahlah, aku bingung apa yang membuatnya yakin memilihku menjadi pasangannya.

"Kakak kan ketua rombongan, gimana bisa kakak gak ikutan? Pasti jadi dong, Sayang...

Kamu gak mau ikut juga? Kayaknya seru deh kalo kita naik bareng"

Aku bergidik ngeri, membayangkan naik tangga ke lantai tiga di kampus saja aku sudah terengah-engah, apalagi naik gunung yang puncaknya tidak jelas dimana.

"Kakak kan tau aku gampang capek. Aku gak bakal kuat naik gunung gitu... "

"Kan ada kakak... Kalau capek, bisa kakak gendong," katanya sambil tertawa kecil.

Ekspresiku langsung berubah.

Apaan sih? Apanya yang lucu? Dia nganggep aku cewek apaan?

Melihat aku yang hanya diam, Andy langsung menghentikan tawanya lalu berdehem kecil, "Becanda doang, Nay... Gitu aja marah sih... Gak bisa diajak bercanda ya?"

Hey, ada apa ini? kenapa jadi terkesan aku yang salah ya?

"Masih lama gak ya sampe kosannya? Aku sudah gak sabar pengen istirahat di kosan. Rasanya capek banget.”

"Bentar lagi kok, 10 menit lagi. Oh ya, aku mau mampir ke kosanku sebentar ya? Dompetku ketinggalan. Kamu laper kan belum makan?"

Tunggu dulu. Sepertinya aku faham ke arah mana maksud dan tujuan laki-laki ini...

"Aku gak laper. Lagian, aku juga gak minta makan kan?"

"Tapi aku yang lapar, Sayang. Seharian ini aku sibuk banget di Sekret.

Aku belum sempat makan apapun dari pagi. C’mon, Nay... temenin aku makan ya?"

"Aku capek loh, Kak... Pengen buru-buru istirahat"

Andy menggenggam tanganku, "Sebentaaar ajaa... Pleasee......”

Aku menarik nafas panjang.

Tidak akan terjadi sesuatu buruk seperti yang aku pikirkan bukan?

"Okey, sebentar aja ya"

"Naaah... Gituu doongg! Iyaa... Bentar aja kook..."

Andy menginjak gas lebih dalam. Ia tersenyum lebar sambil ikut bernyanyi mengikuti musik di Radio. Sesekali ia menoleh ke arahku lalu tertawa.

Sementara aku masih bergelut dengan pikiranku sendiri.

Everything’s gonna be okay....

Gak bakal terjadi apa-apa, Naya... Andy bukan tipe laki-laki seperti itu...

................................

Sebenarnya hatiku deg-degan gak karuan. Ini kali pertama aku ke kosan laki-laki. Kali pertama aku masuk ke kamar laki-laki selain dari kamar adik-adikku. Aku berusaha tenang. Telapak tanganku yg mulai berkeringat ku sembunyikan di kantong celana hitam ku.

Selama ini aku selalu menolak tiap kali Andy mengajakku mampir ke Kosannya dengan berbagai alasan. Aku takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi di sana.

Tapi, Andy adalah laki-laki pertama yang bisa sabar menghadapi ku selama lebih dari delapan bulan. Hubungan ku sebelumnya selalu berakhir di bawah enam bulan. Selalu berakhir dengan berbagai alasan.

Ya. Andy berbeda... dia tidak seperti laki-laki sebelumnya... Selama ini dia selalu memperlakukanku dengan baik.

"Yuk masuk, Sayang." Andy membuka pintu kamar Kosannya.

Aku tak bergeming. Keraguan besar menguasai hati. Alarm peringatan berkali-kali berbunyi memenuhi pikiranku.

Ah, tidak apa-apa... tidak akan terjadi apa-apa..

“Kenapa sih? Kamu kayak baru pertama kali aja masuk ke kosan cowok?” Andy tertawa kecil

“Eh...i..iya, eh, apa?”

“Ya ampuun... seriusan, Nay?? Beneran ya? Ini pertama kali buat kamu?” Mata Andy membulat tak percaya

Aku terdiam, mencoba mencari jawaban sambil menyusun kebohongan.

“Waaahh! Gilaa... beruntung bangett sih aku, Nay! Alhamdulillah banget aku bisa dapet cewek kayak kamu...”

“Trus gimana dengan aku? Apakah aku juga seberuntung itu dapetin Kakak?“

“We’ll see, Nay... aku gak mungkin kan ngomongin semua kelebihan aku didepan kamu?”

Oke, dia benar. Aku kehabisan kata-kata. Lagipula tanpa dia sebutkan-pun, aku sudah hafal diluar kepala.

“Come In. Kita gak mungkin ngobrol di luar sambil berdiri gini, kan?”

Tidak ada pilihan lain, aku mengekori langkah Andy.

Kosannya lumayan luas. Ada ruang tamu, dua kamar dan satu dapur. Cukup mewah dengan nuansa hitam dan putih. Aku mencium aroma parfum Montblanc legend. Aroma dirinya.

“Tunggu disini sebentar ya. Aku mau ambil dompet di kamar”

Aku mengangguk pelan.

Mataku berputar mengamati isi Kosan. Untuk ukuran anak kosan, ruang tamu Andy terbilang mewah. Sofa lembut warna hitam yang lebar lengkap dengan meja panjang berwarna putih memenuhi ruang depan. Cat dinding warna putih kontras sekali dengan warna sofa, membuatnya terlihat mewah. Sepertinya Andy memang tidak membual jika ayahnya adalah pengusaha sapi sukses di kampungnya.

“Naya... katanya kamu capek? Istirahat aja bentar di sofa... atau mau istirahat dikamar aku aja?”

Andy sudah berdiri di depanku, bibirnya tersenyum sambil menatap lembut kedua mataku.

.............................................................

Aku tipe orang yang suka mendominasi.

Dari SMA setiap kali pacaran, aku punya peraturan sendiri yang gak boleh aku atau pasanganku langgar.

No kiss. No hug.

Tidak ada ciuman. Mau itu ciuman kening kek, ciuman di tangan kek, apalagi bibir atau area sensitif lainnya.

Peraturan ku jelas dan sampai aku kuliah semester lima peraturan ini tidak pernah aku langgar. Aku pernah mengakhiri hubunganku dengan seorang laki-laki hanya karena beberapa kali ia meminta mencium keningku.

“C’mon... cuman kening doang kok. Itu namanya cium sayang,” katanya waktu itu

Tidak ada toleransi. Menurutku, pada saat itu hanya sebatas kening tapi siapa yang akan menjamin itu akan tetap sebatas kening?

Tapi apa yang sedang aku lakukan sekarang? Aku sedang berduaan di Kosan pacarku tanpa melakukan penolakan yang berarti.

Ya Tuhan... Apa aku sudah kehilangan akal sehatku?

“Boleh aku tiduran disini?” Andy menunjuk pangkuanku.

Aku yang sedari tadi duduk mematung seakan tertampar.

“Aku mau pulang sekarang”

“Ini kan tempat kamu juga, Sayang... Kosan aku yaa kosan kamu... Semua punya aku itu juga punya kamu...”

Apa-apaan? Memangnya semua ini dia yang beli? Uang masih sama-sama minta orang tua tapi kata-katanya seolah dia yang membeli semuanya...

“Aku sudah pernah bilang sama Kakak kan yaa dari awal kita pacaran? Aku gak mau....”

“Hey... hey... relax!”

Andy memotong kalimatku sambil tertawa sinis, “Aku gak bakal lupa kok. Lagian aku kan juga gak minta macem-macem dari kamu... apa aku minta cium? Minta peluk? Minta tidur sama kamu? Enggak kan? Aku cuman pengen tiduran doang di pangkuan pacar aku...”

“Aku gak mau dan aku gak mengizinkan.”

Gak ada toleransi lagi. Aku sepertinya sudah kehilangan akal kali ini. Bisa-bisanya tadi aku menurut begitu saja sewaktu diajak kesini.

“Okey... aku juga gak maksa kok. Kamu mau pulang? Go Ahead!”

"Sendiri?”

“Ya!”

Harusnya aku sadar dari awal. Bodoh. Kamu Bodoh, Naya!

“Tapi, Naya... kamu lihat sendiri kan dari awal kita masuk gerbang tadi ada banyak temen-temen aku yang melihat kita...” Andy berjalan pelan ke arahku, “dan mereka juga melihat kamu masuk kesini tanpa paksaan, bukan?”

Aku tercekat, “maksud Kakak apa?”

“Okey, kamu memang gak ngapa-ngapain disini sama aku. Tapii... apa mereka tau itu?” langkah Andy semakin mendekat ke arahku, mendesakku untuk mundur.

Ya Tuhan.... Ya Tuhan...

“No! Apapun yang lagi kamu pikirin itu gak akan bakal terjadi!”

“Oooh... sudah mulai kurang ajar yaa manggil aku ‘kamu-kamu’...?”

Aku panik lalu refleks menoleh ke arah pintu dan baru sadar bahwa kunci pintu sudah tidak ada ditempatnya lagi.

Kenapa tadi tadi aku diam saja saat Andy menutup pintu..?!

Kenapa aku percaya begitu saja bahwa katanya dia hanya ingin menyalakan AC dan pintu harus ditutup?

Langkahku terhenti karena tubuhku terdesak ke dinding.

Andy terkekeh kemudian langsung memeluk erat tubuhku yang masih terdesak di dinding, merapatkan dirinya pada diriku.

“Kamu tahu sesuatu, Naya? Sudah lamaa sekali aku menginginkan inii...”

Hanya Memastikan

#3

Suasana salon cukup ramai malam ini.

Padahal sudah jam delapan malam tapi beberapa orang masih bergantian keluar masuk salon.

Salon Star. Salon tempat langganan Andy potong rambut.

Beberapa kali ia cerita tiap potong rambut pasti di salon ini.

Sebenarnya ini juga salon langganan aku dan Shinta, tapi aku dan Shinta bukan tipe orang yang banyak bicara.

Rasanya mustahil pegawai apalagi pemilik salon akan mengenali kami.

Tiap kali datang, kami asyik ngobrol berdua sambil menunggu giliran potong rambut, smoothing, atau sesekali mewarnai rambut. Selama proses pengerjaan pun kami hanya diam. Menjawab ala kadar jika ditanya oleh karyawan salon lalu setelahnya langsung pulang.

Selalu seperti itu.

Jadi, siapa juga yang menyadari kehadiran kami disini?

“Eh ya ampuuunnn Bang Andy...! Udah lama bangett siiih gak ke siniii...? Ih pasti udah pindah yaa potong rambut di tempat lain?”

Seorang laki-laki gemulai menepuk pundak Andy manja.

Tubuhnya tinggi tapi sangat kurus. Kulitnya putih bersih dan terlihat sekali dirawat dengan baik. Rambut lurus sebahunya dibiarkan tergerai.

Andy tertawa pelan, “Mana mungkiin siih saya pindah ke salon lain selama salon Mbak masih adaa? Salon Mba kan yang terbaaikk...” Ia mengedipkan mata kanannya.

“Aaahhhh... sii Abang bisa ajaaa...! Ih beneran deh, kok bisa siiih ada cowok seganteng Abaangg iihhh... ampun deh gemessss!”

“Ganteng apaan, Mbaa...! Pacar saya aja barusan mutusin saya...!”

Deg! Aku refleks menoleh kearahnya.

Apa-apaan sih dia? Ngapain ngomongin kayak gitu disini?

“Gak muunggkiiinn...!! Gak mungkin ada cewek bodoh yang bakal ngelepasin Abaangg.. Ih Si Abang suka ngerendah gitu siiih...”

Ucapan Laki-laki yang dipanggil ‘Mbaa’ oleh Andy di sambut gelak tawa karyawan salon yang lain.

Salah satu karyawan di sebelahnya bahkan menepuk pundaknya sambil berkata bahwa ia setuju dengan ucapan atasannya itu.

“Lah, gak percaya sii Mbaa... Itu tu orangnya ada disitu, tanya aja tuh sama orangnya langsung”

Aku jelas tercekat. Kaget tidak menyangka akan ditembak langsung olehnya.

Berani-beraninya dia bicara seperti itu setelah apa yang dia lakukan padaku...

“Eh, sebentar deh...! Itu Mbaa-nya yang pakai jilbab pashmina hitam polos itu?”

Andy menggangguk, “Cantik kaan pacar saya?” ia mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum.

“Ya ampuunn... kalo Mbaa ini mah saya taauu, Bang! Dia kan langganan jugaa di salon sayaa... Dia selalu dateng bareng temennya yang satu lagii. Iya kan, Mbaa...?”

“Eh, a... apa...?”

“Bener kan? Cewek secantik Mbaa ini maah susaah dilupaiinn...!”

Semua mata memandang ke arahku. Lidahku terasa kelu. Bola mataku mendadak terasa berkabut. Aku benar-benar ingin menangis saat ini juga.

Andy tertawa lalu menepuk pundak Pemilik Salon, “Sudah deh berisik bangett si Mbaa... kasian tuh Pacar saya jadi malu. Buruan rapihin rambut saya... kayak biasaaaa...”

Laki-laki itu ikut tertawa, “Maaf yaa, Bang... Abisnyaaa gagal fokus aku tuh tiap ketemu sii Abaanggg...”

Dengan sigap ia menarik rak peralatan nya lalu mulai asyik memotong rambut Andy. Sesekali ia menjawil dagu Andy. Mulutnya tidak henti bicara sambil cekatan memotong rambut.

Sedangkan aku hampir tidak bisa menguasai emosiku. Mati-matian menahan agar kabut di mataku tidak berubah menjadi air mata. Rasanya sesak sekali, dadaku seperti mau pecah.

Apa mereka tidak melihat mata sembabku ini? Bisa-bisanya mereka masih tertawa sambil terus berbicara tanpa henti.

Sudut mataku menangkap Andy tertawa seolah tanpa beban, seolah tidak ada kejadian apapun yang telah terjadi, bersikap segalanya seolah baik-baik saja.

Rasanya jijik sekali melihat wajahnya.

Ingin sekali aku datang ke arahnya lalu menampar pipinya, memaki dirinya sampai aku merasa puas.

Aku ingin semua orang tau betapa bejat dirinya. Betapa tega dirinya. Betapa brengseknya sifat aslinya.

Cukup sudah. Sungguh aku tidak tahan lagi.

Aku tidak tau apa yang akan ku lakukan padanya jika aku sedikit lebih lama lagi disini.

Terlebih lagi, aku tidak bisa menahan tangis ini lebih lama.

Menahan tangis selalu sangat menyakitkan, ditambah lagi melihat tatapan kagum semua orang ke arah Andy.

Beberapa karyawan bahkan saling mencolek pundak temannya sambil tertawa cekikan, berbisik sesuatu lalu tertawa lagi sambil mencuri pandang ke arah Andy

Hey, kalian tertipu!! Dia cowok paaling brengsek yang pernah aku temui!!!

Aku berlari keluar Salon.

Oh terima kasih Tuhan... taksi tepat berhenti di depanku.

Tanpa berfikir panjang, aku buru-buru masuk, menyebutkan alamat Kosanku pada supir taksi dan tak menunggu lama tangisanku pun meledak.

Abah... Ibu... maafin Nayaaaa.....

........................................................

Di dalam Taksi bayangan kejadian tadi sore berkelebat dalam bayanganku.

Rasanya seperti mimpi. Sungguh aku tidak percaya ini benar benar terjadi.

Aku, Naya Khairunnisa, yang terkenal ketus kepada setiap laki-laki, yang dikenal tidak mudah didekati, aku....sudah kehilangan sesuatu yang seharusnya ku jaga mati-matian.

Beberapa kali aku berkata dengan sombongnya kepada teman-temanku bahwa hanya wanita bodoh –lah yang bisa kehilangan kesuciannya sebelum menikah.

Bahwa itu sama sekali bukan salah laki-laki, murni kebodohan dari si wanita itu sendiri.

Aku menyombongkan diriku bahwa aku pandai menjaga diri, bahwa walau aku bergonta-ganti pacar namun peraturan ku tentang hubungan berpacaran belum pernah aku langgar.

Aku merasa menjadi wanita paling suci.

Kejadian sore tadi meluluh lantakkan diriku. Datang secara tiba-tiba bagai hantaman tsunami maha dahsyat dan menghancurkan segalanya dalam sekian detik. Meninggalkan diriku ditengah lautan, terombang-ambing perasaan bersalah, sibuk memaki diri sendiri, kehilangan pegangan untuk terus menggapai permukaan.

Apakah aku akan mati?

Tidak, haruskah aku mati saja saat ini?

.................................................................

Sore tadi, dengan tenangnya Andy memeluk diriku, merengkuh kepalaku ke pundaknya sambil berbisik,

“Tenang, Sayang... aku gak akan menyakiti kamu... aku gak bakal ngelakuin sesuatu kalau kamu gak mengizinkan.”

Mulutku kelu. Apa yang harus aku katakan agar dia melepaskanku?

"Hey... hey... Sssttt...” Andy meraih daguku lalu menatap mataku lembut, “aku tanya sama kamu, apa aku pernah nyakitin kamu selama ini?”

"Apa karena belum pernah terus Kakak bakalan nyakitin aku sekarang?”

"Jangan seperti itu mengartikannya, Sayang...” Andy menarik tanganku, “Kita duduk dulu disini yuk... jangan gitu, ah.. kamu memperlakukan aku seolah aku ini orang jahat.”

Aku menurut. Tidak ada gunanya melawannya saat ini.

Aku sadar, sekuat apapun aku melawan, tenagaku tidak akan cukup mengalahkan dirinya.

Seluruh tubuhku gemetar, tenaga ku seperti tersedot entah kemana.

Ya Tuhan... Ya Tuhan...

“Kamu tau kan kalo aku sayang banget sama kamu?”

“Apa dengan merusak ku seperti ini adalah bentuk kasih sayang, kak?” mataku nanar menatap Andy. Putus asa.

“Merusak? Hey... aku gak akan seperti itu. Kamu tau banget kan kalo aku pencemburu luar biasa? Aku cuman pengen memastikan bahwa kamu memang masih belum tersentuh siapapun... hanya memastikan... tidak akan lebih dari itu.”

“Apa yang pengen kakak pastikan?”

“Your virginity.”

Jelas saja aku kaget setengah mati. Tidak percaya bagaimana bisa dia meragukan kesucianku seperti itu.

Dia sangat tau bagaimana aku menjaga diriku selama ini, lalu bagaimana bisa dia berkata seperti itu?

“Kamu gila, Andy!!”

“Wow... Wow... Wow!” Andy terkekeh senang, ia mendekati wajahku lalu menarik daguku dengan kasar,

“Aku curiga, jangan-jangan kamu begitu menjaga tubuh kamu selama ini hanya karena takut ketahuan kalau kamu sudah gak suci lagi..."

"Aku gak nyangka pikiran Kakak sepicik ini!!”

“Aku gak perduli apapun yang akan kamu lakukan atau atau apapun yang akan kamu pikirkan tentang aku setelah ini, Nayaaa!

Satu hal yang harus kamu tau, kamu yang ngebuat aku ngelakuin ini! Kamu yang membuat aku gila!”

“Nafsu kotor mu sama sekali tidak ada kaitannya denganku, Andy! Aku gak melakukan hal apapun untuk memancing nafsu kotor mu!!!”

“Berteriak cuman ngebuat kamu kehabisan lebih banyak tenaga, Naya.

Kenapa? Kamu berharap dengan berbicara keras bakal ngebuat orang lain datang menyelamatkan kamu?

Oh, Pacarku yang malang... sekuat apapun suaramu gak bakal ada yang denger karena ruangan ku kedap suara...!”

“Kamu gilaaa, Andy!! Kamu gilaaa....!! Aku bahkan bisa melaporkan kamu atas pelecehan seksual saat ini!!”

“Hey, Sayang... apa kamu lupa apa yang aku bilang tadi? Gak bakal ada yang percaya sama kamuu, Nayaa! Kamu masuk kosan ku secara sukarela...!”

Andy menarik kasar tubuhku ke dinding, membuat tubuhku terdesak.

“LEPASIN AKU, SIALAAANNN....!!”

Andy terkekeh, “Hey, Listen... Aku hanya ingin memastikan. Tidak akan lebih dari itu. Setelah aku memastikan kamu menjaganya dengan baik, kita berhenti.”

“Hanya itu?”

“Ya.”

"Janji?”

Ia mengangguk. Tangannya meraih wajahku lalu menatap wajahku lembut, “Do you trust me?”

Aku menatap matanya. Mencoba mencari pembenaran atas perkataanya, berusaha mencari tau kebenaran kalimatnya lewat tatapannya.

Bisakah aku percaya? Bolehkah?

"Aku buka ya?” Andy menunjuk area bawah perutku.

Aku hanya perlu membuatnya percaya, bukan? Hanya itu, kan?

Lalu setelahnya dia akan melepaskan ku?

Baiklah. Lakukan saja. Makin cepat selesai, makin baik.

Mendengar tidak ada penolakan atau jawaban apapun dariku, Andy tersenyum.

Secara tiba-tiba ia menggedong tubuhku ala bridal, membawaku ke kamarnya, dan membaringkan tubuhku dengan hati-hati di atas ranjangnya.

Perlahan Andy melepas kancing celana hitam ku, menurunkan celanaku dengan sangat hati-hati. Matanya tidak lepas menatap mataku yang entah mengapa justru membuatku merasa aman.

Menyadari diriku sudah setengah telanjang, mendadak aku panik.

Aku berusaha bangun namun Andy segera memelukku sambil mengelus kepalaku dengan lembut, usapannya seolah mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja.

“Boleh aku lanjut?” Ia berkata setengah berbisik setelah memastikan aku sudah sedikit lebih tenang.

Aku terdiam mematung.

Tidak menolak, tidak pula menyetujui.

Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi pada diriku.

Melihat tidak ada penolakan, Andy mencium keningku lembut, “Trust me.”

Aku menelan ludah. Entah bagaimana aku menjadi penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sebagian diriku menolak, tapi aku justru mendapati tubuhku menginginkannya.

Secara perlahan, Andy membuka pertahanan terakhirku menuju sesuatu dibawah sana.

Area yang sangat ku jaga sebelumnya, yang bahkan aku pun malu jika memandanginya lama.

Andy menelan saliva. Matanya terbelalak sesaat namun dengan cepat ia mampu kembali menguasai dirinya.

“Sialan, Nayaa... Kamu cantik banget, Sayang...”

Sesaat kemudian ia meraup wajahku, bibirnya menyambar bibirku, ciumannya mendominasi memenuhi bibir dan rongga mulutku.

Andy seolah tidak perduli betapa kerasnya aku melawan. Air mataku tumpah membasahi wajah dan masuk ke mulut.

Air mata ini bukan terasa asin, namun terasa sangat pahit mengenai lidahku.

Kehadirannya seolah menyadarkan ku akan situasi yang akan ku hadapi.

“Bu...Bukan seperti ini yang...Mmhh...kaa....”

Aku kesulitan bicara. Bibirnya menutupi mulutku, menguasai lidahku. Memaksaku untuk jangan berkata apapun.

“Daripada kamu sibuk berteriak atau melakukan hal sia-sia, kenapa gak kita nikmati saja alurnya, Sayang? Aku bakal ngebuat kamu ngalamin sesuatu yang gak akan kamu lupain seumur hidup kamu...”

“Kaak.... Aku mohoonn... Aku mohoonn jangaann.”

Sambil terus menciumi bibirku, tangannya sibuk melepaskan ikat pinggang lalu menurunkan celananya.

Aku makin panik ketakutan. Mataku terbelalak kaget. Tanganku sibuk meronta memukuli punggungnya, mendorong tubuhnya, berusaha sekuat yang aku bisa.

Andy meraih tanganku lalu di genggamnya erat. Ia melepaskan ciumannya dan mengencangkan pegangannya.

Kedua tanganku di tarik ke posisi atas kepalaku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya terus menyapu ke seluruh akses bagian bawah tubuhku.

Jarinya berusaha membenamkan dirinya di dalam rawa tak berpenghuni yang selama ini ku rawat dan ku jaga dengan sangat baik.

Aku menjerit namun otak ku tidak mampu mendefinisikan untuk apa jeritan itu.

Ketakutan kah? Atau justru karena tubuhku mulai menginginkannya?

Semakin dalam jarinya menelisik, lalu perlahan terasa lebih masuk ke area yang sulit ku artikan.

Di bagian apa ini? Mengapa rasanya seperti ini?

Aku menjerit. Perih.

Namun mengapa aku membiarkannya?

Ini sesuatu yang belum pernah ku rasakan sebelumnya.

Bagaimana mungkin rasanya seperti ini? Bagaimana bisa jika salah satu bagian tubuh bagian bawah dimainkan oleh jari secara sempurna, sementara bibirnya terus mengulum bibirku menghasilkan perasaaan yang sangat sulit ku mengerti?

Sementara pikiranku masih sulit mengartikan jenis perasaan ini, mendadak tubuhku menegang.

Aliran larva seolah-olah baru saja tumpah. Tubuhku menggelinjang. Bercampur antara rasa geli, kenikmatan yang belum ku mengerti, juga kelegaan yang aneh.

Aku menjerit keras.

Apa? Apa ini? Apa yang baru saja terjadi?

Aku baru saja akan menarik nafas lalu secara tiba-tiba Andy menautkan kembali bibirnya dan jemariku makin di genggam erat olehnya.

“Kamu siap?”

“Huh? A..pa....AAKHH!”

Kalimatku belum selesai namun aku dikejutkan oleh sesuatu dibawah sana yang menyeruak, memaksa masuk.

Aku berusaha melepaskan diriku tapi apa daya tubuhku jelas kalah olehnya.

Setelah tiga kali hentakan, sesuatu yang sangat menyakitkan menembus masuk sesuatu di bawah sana. Menyobek dengan kasar sesuatu yang puluhan tahun ku jaga luar biasa.

Aku menjerit histeris. Jelas aku sangat tau apa yang sedang terjadi saat ini.

Andy tersenyum senang saat merasakan ada sesuatu yang hangat keluar di bawah sana.

Ia membelai wajahku lembut namun ku gelengkan kepalaku, menolak tangannya agar tidak menyentuh wajahku.

“Kamu bohong!! Kamu brengsek, Andy!”

Tanganku terasa mati rasa. Genggaman Andy terasa makin kuat.

Ia mencium dadaku yang masih tertutupi baju, berbisik berulang kali meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja.

“Aku ngelakuin ini karena aku sayang sama kamu, Nay... Aku gak mau kehilangan kamu...”

Bisikan Andy bagaikan rayuan maut seorang Iblis. Dia mengecup keningku berulang kali, membiarkan dibawah sana hingga aku mulai terbiasa, lalu mengendorkan gerakannya lalu menatap mataku,

“Kamu tahu sesuatu, Sayang? Aku belum pernah secinta ini dengan seorang wanita kecuali kamu.

Kamu mau tau kenapa aku melakukan ini? Biar kamu gak akan punya alasan apapun untuk meninggalkan aku.

Kamu milik aku, Naya! Gak akan ada yang bisa memiliki kamu kecuali aku.”

Andy kembali ******* bibirku sementara sesuatu mulai bergerak kembali dibawah sana. Bergerak dengan lembut membawaku kedalam dunia yang belum pernah ku rasakan sebelumnya.

Rasanya tubuhku melayang, melintasi waktu, dan membiarkanku melewati lapisan langit cakrawala, mendapati diriku beberapa kali diluar kendali menjerit tidak karuan.

Semakin cepat ia bergerak, semakin aku berteriak histeris. Hingga akhirnya aku merasa sesuatu mendorong tubuhku, mendesak ku berteriak lebih kuat, bersamaan dengannya menumpahkan lahar sambil kedua tangan kami menggenggam sempurna.

Suhu tubuhku memanas. Nafas kami terengah-engah, beradu menghasilkan udara yang perlahan membuatku kembali tersadar.

Ya Tuhan... apa yang sudah aku lakukan... apa yang sudah kami lakukaan..

Aku menangis histeris. Dengan sisa tenaga yang ada aku mendorong tubuhnya menjauh dariku.

Rasa jijik menyeruak tanpa terkendali. Aku jijik pada diriku sendiri. Aku merasa sangat kotor dan berlumuran dosa. Rasanya tubuhku secara sempurna mengkhianati diriku, mengkhianati segala perjuangan yang sudah kulakukan selama ini.

“Maafin aku, Naya... A...aku khilaf...” suara Andy terdengar serak

“Apa permintaan maaf kamu bisa memulihkan semuanya, Andy?”

Andy terdiam. Ia menarik rambutnya putus asa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!