Aluna pangastuti, gadis berkacamata tebal, berkulit bersih dan rambut di kepang dua. Dia berlari tergopoh keluar perusahaan, ketika mendengar kabar bapaknya mengalami kecelakaan.
Airmatanya sudah tidak bisa dibendung lagi sejak keluar dari perusahaan, yang baru satu hari ini menjadi tempatnya menaruh harapan. Perusahaan satu-satunya yang sudi menerima dirinya setelah dua belas perusahaan dia datangi.
Kebanyakan mereka menolak tanpa serangkaian test atau wawancara terlebih dulu.
Aluna tak patah semangat, dia yakin ijasah yang ada di pelukannya pasti akan laku, pasti akan ada perusahaan yang bisa menerima dirinya apa adanya.
Do'a Aluna di dengar oleh Tuhan. Aluna diterima disebuah perusahaan yang lumayan besar di tengah kota. Sayangnya dihari pertama bekerja, Aluna mendapat kabar duka.
Gadis berkacamata keluar perusahaan, berlari menyusuri trotoar menepis panasnya terik matahari mengabaikan mata yang melihatnya dengan tatapan aneh.
Lima belas menit Aluna telah sampai di rumah sakit tempat bapaknya di rawat, Dia menangis di samping brankar Sang Bapak setelah tahu kondisinya yang mengenaskan, sedetikpun tak beranjak dari tempat duduknya. "Aluna nggak mau Bapak pergi, Aluna mau Bapak sehat kembali. Jika sudah sehat, Bapak tinggal di rumah saja, biar Aluna yang akan bekerja."
Isak tangis Aluna terdengar menggema di telinga Alex. Sebagai orang tua dia merasa kasihan dengan gadis lemah nan malang di depannya.
Alex makin bingung, kecerobohannya membuat penderitaan banyak orang, belum lagi dua polisi yang tengah berdiri di sebelahnya siap untuk memborgol dirinya jika usai membayar biaya administrasi untuk Yusuf. Kecuali jika Yusuf memaafkannya.
Aluna menoleh ke arah pria bertubuh tinggi, atletis, memakai jas hitam dengan tatapan penuh kebencian, sedangkan Alex juga menatapnya dengan rasa iba.
Aluna berdiri dan menghampiri Alex. Mendorong tubuh kekarnya hingga mundur beberapa langkah, entah darimana dia memiliki keberanian itu, yang jelas, tidak sopan pada orang tua bukanlah sifat aslinya.
"Bapak saya sekarang tak sadarkan diri karena Anda? Saya mau Bapak saya kembali seperti sedia kala, apa Anda bisa? Apa dengan uang Anda yang banyak, bisa mengembalikan Bapak saya seperti sedia kala." Lelehan air mata terus mengalir dari kedua netra Aluna.
"Saya tidak sengaja Nak, Saya minta maaf."
"Apa dengan sebuah maaf saja Bapak bisa kembali, Tuan?" Aluna menjawab dengan cepat, sambil sesekali membenarkan kacamatanya, bendungan air mata tetap saja menetes meski sekuat apapun menahan.
Rasa gundah dihati Alek seketika sirna ketika melihat Yusuf membuka matanya perlahan dan memanggil dirinya lirih. "Alex … Aluna. Jangan bertengkar."
"Iya Pak, syukur Bapak sudah siuman." Aluna tersenyum melihat orang tua tunggalnya telah membuka mata. Gadis itu segera menghampiri Yusuf dan duduk di sampingnya.
"Yusuf, syukur sudah siuman. Apa yang anda rasakan sekarang?" Alek berjalan mendekat, menatap pria di depannya dengan rasa iba.
"Saya sudah tak kuat lagi Al, Arggg...." Yusuf memekik kesakitan, Dia terus memegangi bagian kepalanya. Nafasnya tersengal sengal. Setiap tarikannya terasa begitu menyiksa.
"Jangan terlalu dipaksa, Yusuf bicara nanti saja, setelah kondisi anda lebih baik lagi," ujar Alex menatap Yusuf dengan iba.
"Saya sudah tak kuat lagi, Al. Sepertinya hidup saya sudah tak lama lagi. Kepala saya rasanya mau pecah," eluh Yusuf.
"Bapak jangan ngomong begitu, Bapak pasti akan sembuh. Bapak harus sembuh, Bapak sudah berjanji akan menemani Aluna, kita akan selalu bersama kan?" Gadis bernama Aluna itu terus menangis sambil sesekali mengecup telapak tangan Yusuf.
Yusuf kini menatap ke arah Alex seakan dia ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Dan dia ingin Aluna memberi waktu untuk mereka berdua sebentar.
"Aku perlu bicara sebentar saja, Al," ujar Yusuf berusaha menguatkan diri. Walau sesungguhnya tarikan nafasnya sudah sangat berat.
"Aluna kamu keluar sebentar, Nak." Pinta Yusuf dengan nada lemah. Tanpa ingin membantah Luna segera keluar dan menutup pintu. Walau hatinya diliputi tanda tanya dengan apa yang ingin dibicarakan oleh dua pria yang hampir seumuran itu.
Aluna mengintai dari kaca pengintai. Sedangkan di kursi yang ada di dekatnya ada dua polisi yang bertugas menjaga Alex.
Alex duduk di kursi bekas duduk Aluna, Pria itu siap untuk mendengarkan perihal apa yang ingin dikatakan oleh korbannya.
"Al, bolehkah saya meminta sesuatu pada Anda? Mungkin ini permintaan terakhir saya. tubuh saya sudah tak kuat lagi."
"Yusuf, anda harus kuat, anda tidak mungkin akan pergi secepat ini." Alex makin panik dengan pengakuan Yusuf. Kalau sampai meninggal dia pasti akan merasa bersalah seumur hidupnya
Yusuf menggelengkan kepalanya lemah. "Firasatku ajal ini sudah sangat dekat, Al. Aku minta kamu menebus kesalahan dengan menikahkan Aluna dengan putramu."
"Menikah dengan Adrian?!" Alex terkejut dengan keinginan Yusuf. Bagaimana pria itu tau kalau dirinya memiliki putra yang sudah pantas menikah. Tapi bukan mustahil Yusuf tau semua hal tentang dirinya. Bahkan seluruh orang di kota ini juga tau siapa keluarga Alexander.
"Iya, menikahkan Aluna dengan Adrian. Karena Aluna tidak memiliki siapapun lagi selain aku, ibunya juga telah lama meninggalkan kami. Jika Alex setuju, aku akan meminta polisi supaya kasus ini tidak diperpanjang, dan kamu setidaknya membiarkan aku pergi dengan tenang," mohon lelaki yang menjadi teman sekolahnya waktu SMA itu.
Setelah lama berfikir, Alex mengangguk, dia setuju dengan permintaan yang menurutnya sangat berat. "Baik, saya setuju menikahkan Adrian dan Aluna."
Yusuf terlihat lega, bibirnya yang putih pucat terukir segaris senyum tipis. Matanya terpejam menahan sakit yang luar biasa. "Terima kasih" ujarnya lirih.
***
Keesokan harinya Yusuf meminta dibuatkan sebuah surat perjanjian yang dibubuhi materai. Alex tinggal tanda tangan diatasnya. Yusuf khawatir dia akan berpulang sebelum Alex menunaikan janjinya, mengingat kondisinya yang semakin lemah.
Aluna terlihat murung, seharian ini memilih diam, dia tidak bahagia dengan keputusan yang diambil orang tua tunggalnya. Aluna tak yakin calon suaminya akan menerima dirinya apa adanya.
Apalagi melihat Alex yang terlihat begitu tampan serta fashion yang melekat ditubuhnya bukanlah barang murah, semuanya serba branded, arloji mewah yang dikenakan saja tak mungkin bisa ia beli walau dengan menabung satu tahun.
Aluna tak pernah sekalipun memoleskan bedak di wajahnya, apalagi berpakaian modis seperti cewek seusianya. Hanya kacamata tebal dan rambut dikuncir ekor kuda atau kadang di kepang, serta kaos longgar dan celana gombrong yang menjadi penampilan favoritnya.
Ketakutkan Yusuf benar terjadi, satu hari setelah pembuatan surat itu kondisinya drop, menurut pemeriksaan Dokter, aliran darah ke otaknya mengalami penyumbatan oleh gumpalan darah yang membeku.
Dokter sudah mengupayakan operasi serta pengobatan terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain. Pak Yusuf akhirnya berpulang sehari setelah pembuatan surat wasiat.
****
Adrian Alexander yang diminta menjadi menantu oleh Yusuf adalah putra sulung Yohan Alexander. Sejak kecil dia sudah digadang akan menjadi orang pertama di perusahaan Fashion. Selain cerdas dia juga memiliki keahlian berbisnis yang luar biasa.
Bakat yang dia miliki sudah terlihat nyata dalam beberapa bulan ini. Adrian berhasil menstabilkan kondisi keuangan perusahaan yang sempat goyah.
Dia memiliki hubungan asmara dengan seorang gadis cantik, bernama Angeline yang kebetulan bekerja sebagai foto model.
Alexa Fashion di Jawa hanyalah sebuah anak cabang yang berdiri dua tahun lalu, sedangkan induk perusahaan berada di Paris yang masih dikendalikan oleh Alex sendiri.
Pagi hari Adrian sudah rapi dengan seragam kantor. Lelaki berperawakan tinggi dempal, pemilik tatapan yang tajam, kulit putih bersih, serta irit senyum itu segera turun ke lantai satu melalui lift yang ada di rumahnya.
Pelayan wanita sudah menunggu dengan menyuguhkan aneka menu sarapan favorit. Kedua orang tuanya sudah menunggu dengan tak sabar.
"Pagi Mah, Pah?" Sapanya pada dua orang yang tersenyum padanya bagai mentari.
"Pagi tampan." Selena mencium pipi putranya kanan dan kiri. "Duduklah, Papa ingin bicara hal penting sekali."
Selena menatap suaminya yang tengah menarik nafas berulang kali. Wajahnya terlihat muram sejak kemarin sore. Apa yang menjadi penyebabnya pun tak ada yang tahu, karena Alex memilih bungkam pada sang istri.
"Papa serius amat, apakah ada kesalahan yang besar dengan kinerja Adrian di perusahaan?" Adrian mencoba menerka pokok bahasan yang akan dibicarakan oleh Sang Papa. Sambil menyesap teh yang mulai menghangat di depannya.
"Adrian, Papa ingin kamu putuskan hubungan cinta dengan gadis manapun, karena Papa sudah menentukan gadis pilihan untukmu," ujar Johan sambil memangku sebelah kakinya.
"What! Apa apaan, Pah!" Pekik Adrian, sambil menggelengkan kepalanya pelan berkali kali. Adrian tak pernah menyangka sebelumnya kalau topik pembicaraan pagi ini berurusan dengan urusan asmaranya.
"Papa pasti bercanda, sudahlah Pa, jangan bercanda, ini masih pagi." Adrian berusaha menganggap ini lelucon. Walaupun hati kecilnya yakin kalau Sang Papa tak sedang bercanda.
Alex berusaha tenang, menyandarkan punggungnya sejenak. Setelah hembusan nafas kasar yang sejak tadi membuat sesak paru parunya keluar, Alex baru mulai berbicara lagi." Papa sedang tidak bercanda, Papa bicara serius Adrian." ujarnya lirih. Tatapannya fokus pada sang putra.
"Adrian sudah punya pacar dan Papa sendiri tahu itu, kemarin Papa nggak ada masalah, dan kenapa sekarang harus ada perjodohan? Aku lelaki Pa, diluar sana para wanita mengantri untuk bisa bersamaku, kenapa nasibku harus dijodohkan?"
Adrian tak puas dengan kata kata Alex dia berulang kali membuang pandangannya ke samping dan menarik nafasnya, dadanya sesak seolah ada oksigen yang tersumbat di paru parunya.
"Ya, memang tak seharusnya Papa melakukan ini Adrian. Tapi nama baik keluarga, nama baik perusahaan, dan paling penting membebaskan diri Papa dari jeratan hukum karena menghilangkan nyawa seseorang yang tak bersalah. Kamu harus melakukan keinginan Papa," ujar Alek penuh penekanan di tiap kalimatnya.
"Memangnya apa yang telah Papa lakukan, Papa membunuh?!" Tanyanya dengan wajah terkejut.
"Siapa yang Papa bunuh?" Mama Selena tak kalah terkejut hingga teh yang sedang dia minum terguncang hingga memercik di rok span warna putih tulang yang melekat anggun di tubuhnya.
Alex meletakkan cangkir kopi dan berdehem beberapa kali, membersihkan tenggorokannya. "Papa tak sengaja telah menabrak seorang pria, dan tak lama dari kejadian naas itu dia meninggal," ujar Alex sendu. Pria itu tak pernah terlihat rapuh seperti hari ini
Alex mulai teringat kembali kejadian satu minggu yang lalu, bagaimana saat itu dia mengemudikan mobil dalam kondisi setengah mabuk hingga mobil yang dikemudikan tak sepenuhnya ia kuasai. Tiba-tiba seorang pedagang sayur melintas di Zebra cross ketika lampu sudah berubah warna merah. Namun Alex tak mengurangi kecepatannya sama sekali, hingga kejadian naas itu tak dapat terelakkan lagi.
Semua yang ada di lokasi kejadian mengutuk dirinya, ada yang memaki dan menatapnya sinis, hingga dia tak bisa berkata apa apa selain hanya minta maaf, tapi maaf waktu itu sama sekali tak dibutuhkan oleh siapapun. Alex segera membawa Yusuf ke rumah sakit terdekat dan segera menghubungi keluarganya.
Yang datang saat itu adalah seorang gadis berkulit bersih yang berpenampilan culun.
Pernikahan Aluna dan Adrian rencananya akan dilakukan malam ini secara rahasia di kediaman Alex.
Pagi sekali Alex sudah menjemput Aluna yang kini tinggal seorang diri di sebuah kontrakan kumuh, di temani oleh dua polisi yang bertugas dan satu pengawal pribadinya.
Alex sangat gusar ketika Aluna tak ada di kontrakannya, Pria itu segera mencari Aluna ke makam Yusuf. Ternyata benar, Aluna sedang bersimpuh di makam bapaknya sambil menangis tersedu.
Alex segera menghampiri Aluna dan menyapanya. "Nak, Papa sejak tadi mencari dirimu."
"Papa? Anda bukan Papa saya." Aluna menjawab tanpa menoleh. Kepergian Yusuf membuat Aluna mengalami kesedihan yang mendalam. Kalau tidak disuruh pulang oleh penjaga makam, mungkin gadis cupu itu akan tidur di samping kuburan bapaknya setiap hari.
Tujuh hari berturut-turut Aluna datang ke pemakaman Yusuf, tujuh hari pula Aluna tidak masuk kerja sebagai Office Girl di perusahaan Alexa Fashion. Dia tidak peduli lagi mau di pecat di perusahaan tanpa pesangon, yang jelas sejak Yusuf pergi dia tidak ingin melakukan apapun. Kecuali menangis di dekat makam Yusuf.
"Sekarang mungkin belum, sebentar lagi kamu akan menjadi menantu saya, karena di rumah sedang ada persiapan pernikahan kamu dengan Adrian." Pria berkumis tipis itu sedikit tersenyum, seakan pernikahan dengan putranya yang tampan adalah sebuah kebahagiaan buat Aluna.
Aluna diam terpaku sambil memeluk nisan yang bertuliskan nama Yusuf bin Fulan. Ia biarkan kacamata tebal melorot hingga di bawah pangkal hidungnya. Suara Alex diabaikan bagai angin yang berhembus begitu saja.
Alex memberi isyarat pada butler wanita yang sengaja diajak untuk menjemput calon nona mudanya. Butler itu maju dan berhenti di sebelah Aluna. "Nona mohon kerjasamanya, menolak dalam kondisi saat ini sepertinya percuma, tuan Alex sudah mempersiapkan semuanya."
Aluna ingin sekali berkata kalau dia tak pernah menginginkan pernikahan ini, tak siap menikah diusia dini, tapi dia juga tak mau jadi anak yang tak bisa memegang amanah, menikah dengan putra Alex yang belum pernah dikenalnya adalah keinginan terakhir bapaknya.
Aluna mengangguk, melepas kacamata dan mengusap lelehan air matanya dengan sapu tangan yang ia ambil dari saku celana lebar
"Mari Nona." Pelayan wanita merangkul pinggangnya dan membimbing Aluna berjalan menuju mobil.
Alex mendekati makam Yusuf dan berjongkok sebentar, Alex berbicara kalau dia akan menjaga dan menyayangi putrinya seperti anaknya sendiri.
Sebelum pergi dia berkata sambil menyentuh nisan Yusuf. "Beristirahatlah dengan tenang, putrimu ada bersamaku."
Pengawal pria sudah menunggu di depan kemudi, sedangkan Aluna duduk di kursi tengah, bibi memilih duduk di tempat paling belakang, mereka semua tinggal menunggu Alex yang membeli bunga di dekat pos dan menabur di atas makam Yusuf. Setelah selesai Alex segera kembali ke mobil dan memerintahkan pada pengawalnya untuk pulang dengan segera.
Sampai di depan Mansion, gerbang setinggi empat meter terbuka dengan sendirinya, rupanya ada remote control yang dikendalikan oleh security di istana Alex.
Aluna sejenak terpana melihat keindahan bangunan mansion, serta aneka bunga-bunga mahal bermekaran di taman, Aluna tertegun sesaat sebelum Imah memanggilnya kembali. "Nona mari masuk, Anda harus berkenalan dulu dengan Tuan Muda Adrian dan Nyonya Besar Selena.
"Baik, Bi." Aluna mengangguk sebelum membawa kakinya menapaki lantai granit yang berkilau sambil sesekali membenarkan kacamatanya. Pikiran Aluna semakin takut.
'Apa benar orang kaya ini ingin menikahkan aku dengan putranya? Bagaimana jika ini jebakan, aku disekap, dibunuh, lalu tubuhku di buang di tengah hutan.'
Aluna merasakan tubuhnya bergidik ngeri, dia menahan langkahnya.
Bibi merasakan tubuh gadis yang ia gandeng terasa berat, dia ikut berhenti. Tersenyum ketika menatap wajah Aluna yang ketakutan.
"Jangan takut Nona, saya juga orang asing yang tinggal di keluarga ini lebih dari dua puluh tahun." Imah menjelaskan perihal dirinya.
Aluna kembali melangkahkan kaki, sedangkan Alex sudah lebih dulu masuk ke dalam menemui keluarganya. Alex pasti sengaja masuk lebih dulu untuk memberi tahu kalau calon mantu sudah tiba di Mansion.
Aluna masuk dengan wajah tertunduk, sebelah tangannya menggenggam pergelangan tangan yang satunya. Kakinya terlihat gemetar, telapak tangannya merembes keringat dingin.
Wanita Anggun memakai blouse selutut langsung berdiri dan menatapnya dengan tatapan menusuk, gadis di sebelahnya juga memandang tak kalah tajam.
"Papah!" Ekspresi terkejut Selena tak bisa disembunyikan lagi. "Papa pasti sedang bercanda, mana calon mantu kita yang sebenarnya? Nggak mungkin dia kan?"
"Selena, dia Aluna. Calon mantu kita." Alex memperkenalkan Aluna pada keluarganya.
"Papa nggak sedang mabuk kan!" Selena terkejut. Dia melambaikan tangannya di depan Alex berulang kali. Seolah Alex kali ini sedang tak sadar dengan kelakuannya.
"Selena, diam!" Suara Alex naik dua oktaf.
Selena gelagapan, dia langsung menghempaskan bokongnya kembali ke sofa. Begitu juga Chela, gadis itu tak rela kakaknya akan menikahi gadis sebaya dirinya yang jauh dari kata perveck dan modis.
Aluna mengulurkan tangannya di depan Selena, terpaksa wanita itu menjabat tangan Aluna yang sudah lama menggantung di udara.
"Sa-sa-ya, Aluna tante."
"Ya." Selena buru buru menarik tangannya
Aluna kini mengayunkan tangannya di depan Chela. "Hai kenalkan, saya Aluna." Aluna mencoba ramah tamah.
Gadis itu melengos tanpa ada niatan menggapai jemari Aluna, dengan angkuh sambil melipat kedua tangannya di bawah dada.
Aluna kembali mundur beberapa langkah hingga kini tubuh mungilnya ada di samping Alex. Alex memaklumi sikap Chela, mungkin gadis itu butuh waktu untuk menerima Aluna menjadi kakak iparnya.
Suara derap langkah kaki seorang pria terdengar menuruni tangga, pria tinggi tegap dengan wajah tampan bak seorang artis protagonis pria yang muncul di televisi itu menampakkan wajahnya.
Pria itu memakai pakaian rapi, kemeja putih tuxedo hitam, dengan dasi berbentuk pita hitam di dadanya. Sungguh penampilan yang sempurna.
Semua mata tertuju pada pria yang ada di undakan tersebut. Tahu kedatangannya sedang dinantikan dia terus melangkahkan kaki turun.
Aluna tertunduk, bahkan sedikitpun dia tak berani mengangkat kepalanya, dia sangat terkejut setelah tau siapa pria yang akan menjadi suaminya itu.
"Hai Pa, jadi ini wanita yang akan Papa jodohkan pada Adrian." Adrian menelisik tampilan gadis di depannya, kalau tak melihat kaki dan tangannya sudah gemetar, ingin rasanya dia tertawa keras dan mengejeknya.
Andrian tersenyum dengan bibir melengkung ke bawah. Kepalanya mengangguk berulang kali, seolah sedang diminta untuk menjadi juri sebuah kontes.
"Adrian, pertimbangkan lagi Nak, Papa kamu pasti sudah kehilangan akal sehatnya, bagaimana bisa gadis macam dia akan dinikahkan dengan kamu. Mama nggak rela, Andrian. Ini pasti lelucon." Selena memegangi kepalanya yang tiba tiba terasa pusing.
"Iya nih, Papa. Seperti sudah kehabisan stok cewek cantik aja." Chela yang tak tau menahu ikut menimpali ucapan Selena.
"Adrian Papa harap kamu bisa menyelamatkan nama baik Papa, pernikahan ini tidak boleh batal." setelah menatap Adrian, tatapan Alex cepat berubah ke arah istri dan putri bungsunya. "Suka atau tidak suka, aku mau kalian berdua menerima Aluna, perlakukan dia dengan baik, atau kalian berdua akan tau akibatnya." Ancaman Alex tentu tak pernah main-main.
Adrian menghembuskan nafasnya kasar, lalu mengangguk cepat. "Oke Pa."
"Ini baru anak, Papa." Alex menepuk dada kiri Adrian sebelum pergi.
Alex berjalan menjauh, mendekati Asisten bernama Doni yang sedang berbicara serius dengan dua polisi, usai memberi perintah pada Imah untuk membawa Aluna ke kamarnya. Kamar Aluna tentu berdampingan dengan kamar Adrian.
"Don, panggil penghulu sekarang, prosesi pernikahan akan kita laksanakan malam ini juga." Perintah Alex langsung diikuti anggukan kepala Doni.
"Siap, Tuan." Doni sedikit membungkukkan badannya sebelum melesat pergi.
Dalam hitungan menit Doni sudah kembali dengan penghulu dan saksi, sedangkan Aluna di kamar masih menangis sesenggukan hingga wajahnya susah sekali untuk dirias.
'Pak, Luna takut di rumah besar ini Pak. Luna mau dikontrakkan saja, kenapa Bapak jodohkan Luna dengan Pak Bos di perusahaan tempat Luna bekerja. Bapak pasti nggak tau Pak Bos sudah punya kekasih. Pacarnya cantik sekali. Kalau Luna jadi istrinya Pak Bos, pasti hidup Luna tak akan bahagia. Orang kaya itu nggak akan pernah mencintai Luna.'
Luna melepas kacamatanya lalu mengusap air matanya yang tak mau berhenti menetes dengan tisu.
"Nona Aluna, kok nangis terus sih? Kamu harusnya bahagia. Yang akan menikahi kamu itu Tuan Muda perusahaan Alexa Fashion. Bukan orang sembarangan." Imah membujuk Aluna yang terlihat sedih. Kesedihan Aluna bertambah besar karena sikap Selena dan Chela yang menolak kehadirannya.
Adrian di luar terlihat kesal, berkali kali memandangi Arloji di pergelangan tangannya. Sudah satu jam lebih dia dan penghulu menunggu mempelai wanita keluar.
"Lama banget, dandan model apa sih dia. Paling juga tetep jelek dan kampungan." Kesal Adrian. Sedangkan ponselnya terus saja bergetar mendapat panggilan dari Angel dan Tito.
"Nona, tolong jangan menangis, riasan ini malah akan membuat wajah cantik nona seperti badut."
"Bibi nggak usah bohong bilang Aluna cantik, setiap hari saja teman kantor memperolok Aluna, karena wajah saya yang jelek ini. Sekarang Bibi malah bilang cantik," ujar Aluna sambil sesekali menyeka air matanya.
"Emang cantik kok, asal jangan nangis, kita tak punya waktu banyak, Tuan Muda Adrian akan marah jika membuatnya menunggu." Imah sangat sabar menghadapi Aluna yang masih lugu dan polos itu.
Usai dirias oleh Imah, Aluna segera keluar, wajahnya selalu merembes air mata, kaca mata besar tak pernah lepas dari wajahnya
"Benar sekali Kak, walaupun dirias dia tetap jelek." Chela menahan tawanya. Tatapannya jelas sekali tak suka dengan calon kakak iparnya "Kok Kakak bisa nurut sih dengan keinginan Papa."
"Nanti kamu juga akan tau sendiri." Adrian menjawab dengan santai.
Pernikahan Aluna dan Adrian segera dilangsungkan, simpel tanpa ada tukar cincin, dan ritual cium tangan atau cium kening. Mas kawin saja Adrian lupa menyiapkan, jadi dia merogoh uang cash di sakunya yang tinggal lima ratus ribu.
Usai menikah Andrian segera ganti penampilan dengan menggunakan t-shirt putih yang mencetak lima roti sobek di perutnya. Sebuah celana jeans hitam sobek di lutut dan paha. Penampilan yang jauh berbeda dengan karakternya yang suka sekali tampil rapi dan elegan.
Adrian pergi dari mansion memenuhi panggilan Angel, kekasih Adrian dan Tito, asisten pribadinya . Dua orang tersebut sudah menunggunya di kelap malam, surga dunia bagi kaum muda mudi pecinta kehidupan bebas.
Aluna yang masih memakai kebaya sudah hampir dua jam tertegun di depan meja rias yang ada di kamarnya. Menatap dirinya yang memakai baju pengantin dengan kacamata tebal, membuat dirinya kelihatan tak cantik sama sekali, tak ada nilai plus dari dirinya yang patut di banggakan.
Butiran kristal masih tetap merembes dari kelopak matanya. Aluna bingung harus bersikap bagaimana dengan suaminya. Terutama saat di perusahaan setiap harinya nanti. Dan bagaimana jika Angeline yang memiliki kruw terdiri dari wanita cantik dan terkenal tega itu akan menyakiti dirinya.
Aluna kembali teringat sebuah kejadian yang terjadi seminggu yang lalu. Saat itu dia sedang kebagian membersihkan hampir seluruh ruangan CEO yang terletak di lantai paling atas.
Para OG lain malas ke ruangan CEO karena pagi sekali gadis Arogant, pasti sudah datang. Dia akan julid dengan siapapun yang sedang mondar-mandir membersihkan ruangan lelaki pujaan hatinya. Kurang bersih, masih licin, ada aja yang dia katakan untuk membuat orang lain kesal.
"Hei! cepat dikit bisa nggak sih lelet amat." Seorang gadis meneriaki dirinya.
"I-iya." Jawab Aluna dengan suaranya tergagap.
"Cepetan, bentar lagi CEO akan datang, dia nggak suka ya, lihat OG cupu kayak kamu ada di ruangannya, apalagi barang beginian nie." Angel menendang ember berisi air pel, hingga isinya terguncang. Aluna merasa beruntung isinya tidak tumpah, hingga tak perlu lagi mengulangi pekerjaan melelahkan hari ini.
"I-ya, ini juga sudah cepat, ruangannya saja yang terlalu besar." Bantah Aluna.
"Orangnya cantik, tapi kelakuan amit-amit," gerutu Aluna sambil membenarkan kacamatanya. Rambutnya yang dikepang dua ia arahkan ke belakang supaya tidak mengganggu aktivitasnya.
"Apa kamu bilang?" Wajah gadis cantik itu langsung pias. Ketika mendengar gerutuan dari OB yang baru sehari dilihatnya.
Merasa menjadi gadis paling cantik Angeline suka sekali semena-mena pada karyawan wanita, tak terkecuali pagi ini saat Aluna sedang sibuk dengan aktifitasnya
"Pagi!" Seorang pria berkemeja putih, memakai Jas hitam dengan dasi menggelantung di dada masuk ruangan CEO.
"Pagi, Sayang!" Angel segera mendekati pria berwajah blesteran itu dan menempelkan kedua tangannya di dada sang pria. Bermain main dengan dasi, Adrian juga mengeratkan tangannya di pinggang si wanita.
Sekejap kemudian bibir mereka saling bertautan, mereka sudah biasa melakukan kissing ketika sedang berdua saja. Tetapi hari itu berbeda, ada Aluna yang menjadi saksi tingkah mesum mereka.
"Amit-amit jabang bayi." Aluna mengelus dadanya yang terlihat rata karena tersamarkan oleh kaos longgar yang ia pakai. kerongkongannya mendadak kering. Bingung apa yang harus dilakukan.
Gadis itu buru-buru meraih ember dan kain pel, ingin rasanya tak melihat dua makhluk mesum yang sudah membuat mata Aluna ternodai pagi itu.
'Mesum banget sih dia, belum nikah sudah main sosor aja.' kata Aluna dalam hati.
Dengan langkah buru-buru seperti dikejar hantu, Aluna menenteng ember dan alat pel menuju pintu keluar. Aluna melewati dua orang tengah berdiri tak jauh darinya keberadaannya itu.
Saat berjalan keluar, Aluna kurang hati-hati hingga lantai yang masih basah menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Aluna terpeleset dan membuat kain pel di tangannya melayang ke udara
"Hah …." Aluna membuka mulutnya lebar hingga membentuk O. telapak tangan kanannya spontan menutup bibirnya yang menganga begitu tau kalau kain pel mendarat tepat di wajah Adrian.
Sedangkan timba di genggamannya jatuh dan airnya muncrat mengenai baju Angel.
"OB!!
"Stupid!"
"Crazy!"
"Bodoh!"
"Gila! Kamu pasti sengaja ya?! Ini baju mahal, baru aku beli semalam. Oh no!" Angel terlihat kecewa baju yang terkesan kurang bahan saat dipakainya terlihat basah dan kotor oleh air bekas pel. "Aku nggak mau tahu kamu harus bertanggung jawab, dasar OG cupu, dia benar benar tak berguna." Angel menatap Aluna penuh kebencian.
"Sedangkan Aluna hanya bisa menundukkan kepala."
"Ampun Pak, jangan pecat saya, aku ingin bekerja disini Pak, aku sudah melamar dimana mana, tapi cuma disini yang menerima aku bekerja. Tolong jangan pecat saya" Aluna segera berjongkok, memegangi kaki Adrian dengan kuat membuat pria itu kesulitan bergerak.
"Lepaskan!" Hardik Adrian terlihat marah. Aluna menurut, dia melepas pegangannya.
Sedangkan Adrian tak mau melanjutkan perdebatan, dia pergi setelah melempar kain pel dan melakukan mandi ulang di kamar mandi CEO.
Aluna turun ke ruang OG dengan wajah kusut. Langkahnya pelan dan tak bersemangat.
Dua teman baru seprofesi yang lebih dulu tiba di ruangan terlihat menertawakan Aluna.
"Hehehe, pasti Luna sudah kena damprat si lampir ya?" Ujar Reno salah satu OB cowok.
"Iya nie, tega banget sih, kalian sama aku, baru juga hari pertama kerja," ungkap Aluna sambil menaruh peralatan kerjanya.
"Sabar Lun, anggap aja itu tadi masa training." OG cantik yang nama aslinya Nina ikut menimpali, dia sudah kerja hampir dua bulan di perusahaan Alexa Fashion ini. Nina sudah terbiasa mendapat Amarah dari Angel dan karyawan lainnya.
Usai membersihkan seluruh ruangan, Nina segera membuat kopi, Aluna dapat bagian mengantarkan ke ruangan CEO tampan lagi. Untung saja waktu itu Angel sudah pergi, dan Adrian sibuk dengan laptopnya. Hingga dia tak melirik kehadirannya sedikitpun.
"Pak kopinya ditaruh mana?" dengan ragu Aluna memberanikan diri bertanya.
"Taruh aja disitu!" tak menoleh ataupun memberi bahasa isyarat.
Aluna merasa jawaban Adrian ambigu untuk dimengerti. "Dimana?"
"Tempat kopi saja kamu nggak tau!!" Adrian membentak Aluna.
"Maaf Pak." Aluna terjengkit kaget dengan suara bariton bosnya akhirnya dia menaruh di meja kosong yang di dekatnya terpajang foto Adrian dengan Angeline waktu liburan di sebuah tempat wisata terkenal di Paris.
****
Mobil Adrian tiba di depan kelap, Angel segera menghampiri sang kekasih, memasukkan kepalanya dan mengecup kilat bibir sang pacar, ketika kaca mobil baru diturunkan.
"Lama amat sih, Rian. Aku menjamur disini nunggu kamu," ujar Angel manja. Sambil mengerucutkan bibirnya. Tapi Angel bahagia Adrian malam ini tak ditemani oleh pengawal seperti biasanya.
"Sorry, tadi ada urusan." Kata Adrian menunjukkan wajah galau.
Mereka bertiga segera melangkahkan kaki menuju Dance floor. Angel dan Tito mulai berjoget bebas dan berjingkrak jingkrak setelah pelayan memberinya beberapa gelas minuman beralkohol.
Entahlah, malam ini Adrian moodnya sangat buruk, dia memilih keluar dari area dance Floor. "Angel! Tito! Kamu nikmatin aja malam kalian, gue duduk disana."
"Tumben Bos, Anda sakit?" Tanya Tito yang tak berhenti menggoyangkan badannya.
Adrian menggeleng. " Tidak, aku sedang bad mood aja. Nanti aku susul kalian lagi. Adrian mengangkat telapaknya tanda ingin sendiri.
****
Dalam kesendiriannya Adrian tak terasa sudah menghabiskan wine beberapa gelas.
"Hahaha menikah … gadis kampung itu. Lelucon apa ini …." Adrian mengguncang guncang gelas kecil yang isinya tinggal setengahnya lalu meneguk hingga habis.
"Tambah lagi!" pintanya pada bartender.
"Tapi Mas, anda sudah minum sangat berlebihan."
"Beri satu gelas lagi, Cepaaat! Atau kuhancurkan kelap ini." Adrian sudah mulai kehilangan kewarasannya. Entah berapa gelas wine yang sudah masuk ke perutnya malam ini.
"Gue baru saja melakukan hal gila, benar-benar gila bro." Adrian kembali mengguncang guncang gelas bertangkai yang terisi separuh.
"Rian sudah, kamu kenapa sih tumben minum banyak banget?" Tito dan Angel panik melihat Andrian yang mabuk berat, berbicara saja sudah tak jelas.
Malam ini Adrian sungguh tak asyik, sejak datang sudah langsung menuju bartender dan minum banyak, padahal biasanya dia paling suka dance lebih dulu bersama Angel dan teman yang lainnya, baru minum beberapa gelas hingga semalam suntuk.
"jelek, kampungan, gadis licik, jangan berharap aku akan mencintaimu gadis jelek, kau tak akan pernah mendapatkan yang kau inginkan, walau seujung kuku hehehehe."
Adrian terus saja berbicara tak jelas. Angel tak mengerti dengan maksud dan arah pembicaraan kekasihnya malam ini. Dia hanya tau, kalau Adrian terlalu banyak minum, dan orang mabuk bicaranya suka ngelantur.
Tak lama ponsel dari saku celana Tito bergetar, Tito yang asyik ngedance bersama dengan para penikmat musik disko lainnya, segera berhenti dan keluar. Beberapa wanita yang menemaninya terlihat kecewa Tito telah keluar tanpa bicara sepatah kata.
"Selamat malam Om, apa ada keperluan mendadak?" Tanya Tito pada Alex.
"Tito, suruh pulang Adrian sekarang!"
"Ok, Om" Tito heran kenapa mendadak Adrian dicari cari seperti anak mami.
Tito segera menghampiri Adrian yang ditemani Angel, pria itu masih belum berhenti meneguk minuman memabukkan, wajah tampannya berubah menjadi kacau. Demi kebahagiaan Alex, Adrian telah mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
"Ngel, Adrian disuruh pulang sama Bokapnya. Om Alex telepon, barusan."
"Tumben banget sih? Biasanya kelayapan sampe subuh juga nggak pernah di cari. Kayak cewek aja." Angel tersenyum kecut.
"Kayak ada masalah sih, gue dengar dari nada suaranya, makanya datang langsung minum banyak." Tito memberi pengertian pada Angel. Padahal hari ini Angel lagi pengen banget bersenang-senang sampai puas ditemani Adrian.
"Lagian dia sudah mabuk berat. Nggak ada untungnya kita menahan dia lama lama."
Angel yang kecewa dia langsung keluar dari kelap sambil menenteng tas branded nya. "ya udah aku pulang aja kalau gitu."
Tito mengangguk. "Hati hati Ngel!"
"Okey." Gadis memakai baju pendek warna merah menyala kontras sekali dengan warna kulitnya itu melenggang pergi, rambut pirangnya meliuk liuk dengan indah. Angel bisa dibilang primadona di perusahaan Alexa Fashion itu sebabnya, dia bisa mendapatkan hati Adrian dan menolak CEO dari perusahaan lain yang menyukainya.
Tito dengan langkah sempoyongan merangkul tubuh Adrian, selain kalah kekar, tubuh jangkung Adrian saat mabuk terasa lebih berat. Otomatis Tito harus hati-hati membawanya.
Doni yang sejak tadi menunggu di mobil segera membantu, dia membawa Adrian kembali pulang ke mansion.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!