NovelToon NovelToon

Ternyata Dia Hanya Milikku

Kamila Vs Imran

" Mil Lo tadi telat lagi?" Tanya Risa berjalan menjajari Mila.

" Iya gue kesiangan." Sahut Mila terus melangkah.

" Lo begadang lagi pasti." Tebak Risa.

" Iya... Ngebut nonton channel cogan cogan." Kekeh Mila.

" Kebiasaan Lo mah." Cebik Risa.

Ya hari ini hari Senin dimana seharusnya para siswa berangkat lebih awal untuk mengikuti upacara bendera, Tapi tidak dengan gadis cantik bernama Kamila Azzurra yang sering di sapa Mila. Ia rela menghadap guru BP dan mendapat SP dari guru BP kesayangannya.

" Gue lapar mau ke kantin, Lo ikut nggak?" Tanya Mila menghentikan langkahnya.

" Bentar lagi Pak Des masuk Mil, Lo akan kena sanksi lagi." Ucap Risa memperingatkan.

" Bodo' amatlah gue lapar, Lagian gue juga malas mengikuti pelajaran guru killer seperti dia." Sahut Mila enteng.

" Guru ganteng pake banget kok di bilang killer." Protes Risa.

" Lo mah kalau lihat semua cowok pasti di nilai ganteng, Rabun tahu nggak Lo." Cebik Mila.

" Udah lah sono masuk gue isi perut dulu dari pada nggak bisa mikir entar." Ujar Mila berjalan menuju kantin.

" Mila... Mila." Gumam Risa menggelengkan kepalanya.

Desfian Imran Maulana guru matematika yang sering di panggil Pak Imran oleh para murid muridnya, Tapi tidak dengan Mila. Ia menyebutnya dengan nama Pak Des, Entah mengapa Ia suka dengan panggilan itu. Imran melangkah masuk ke ruang kelas 12 IPA2.

" Selamat pagi anak anak." Sapa Imran.

" Selamat pagi Pak." Sahut murid murid.

" Sebelum kita mulai pelajaran saya absen dulu ya." Ucap Imran.

" Iya Pak." Sahut murid murid.

Imran memanggil nama muridnya satu persatu hingga Ia mendapatkan nama yang selama ini diam diam mengisi hatinya. Tentunya tanpa seorang pun yang tahu.

" Kamila Azzurra." Panggil Imran. Tidak ada sahutan Imran pun menatap bangku yang biasa di duduki Mila. Kosong...

" Selalu saja seperti ini." Batin Imran.

" Ada yang tahu kemana Mila?" Tanya Imran.

Para siswa saling pandang hingga terdengar suara seseorang dari luar.

" Aku di sini." Ucap Mila masuk ke dalam.

" Darimana saja kamu? Kenapa selalu terlambat di jam pelajaran saya?" Selidik Imran mendekati Mila.

" Kantin Pak." Sahut Mila jujur.

" Kalau kamu tidak niat mengikuti pelajaran saya, Silahkan keluar dari kelas ini sekarang juga, Saya tidak suka dengan orang yang tidak menghargai waktu Kamila Azzurra." Tegas Imran.

" Dengan senang hati Pak saya akan keluar dari kelas ini, Tapi awas saja jika bapak memberikan nilai yang jelek kepada saya, Saya akan menghampiri Bapak ke rumah Bapak untuk membuat perhitungan, Camkan itu." Ancam Mila pergi meninggalkan ruangan kelasnya.

Imran memejamkan matanya sambil menghirup banyak banyak oksigen untuk pasokan nafasnya.

" Semakin menarik dan aku semakin tertantang untuk meluluhkanmu Mila." Gumam Imran dalam hatinya.

Pelajaran di mulai tanpa hadirnya Mila. Sedangkan Mila lebih memilih ke perpustakaan untuk membaca baca buku. Mila anak yang pandai tapi karena kurangnya kasih sayang yang di berikan kedua orang tuanya, Ia menjadi anak yang semaunya sendiri. Yang penting happy menurutnya.

Tet....

Bel istirahat berbunyi. Semua siswa berhamburan menuju tempat favorite masing masing.

" Mil Lo di panggil Pak Des di suruh ke ruangannya." Ucap Risa yang baru saja duduk di depan Mila. Risa ikut ikutan Mila memanggil Pak Des pada guru tampan paripurna itu.

" Males gue." Sahut Mila.

" Ya jangan gitu donk, Entar Lo nggak dapat nilai, Terus besok Lo nggak lulus gimana donk? Kan kita rencana mau kuliah ke kota Y, Udah ah sono paling cuma di kasih tugas doank." Ujar Risa.

" Iya deh iya bawel amat mirip emak emak." Cebik Mila.

Mila berjalan menuju ruangan Imran, Entah siapa sebenarnya Imran ini hingga Ia memiliki ruangan sendiri tidak seperti guru guru lainnya.

Tok tok tok

" Masuk." Sahut Imran dari dalam.

Mila masuk ke dalam berdiri di depan meja Imran.

" Ada apa Bapak memanggil saya?" Tanya Mila to the point.

Imran menatap Mila dengan tatapan yang sulit di artikan oleh Mila sendiri membuat Mila memutar bola matanya jengah.

" Kenapa menatap saya seperti itu? Saya tidak suka dengan orang yang membuang buang waktu." Ucap Mila menatap Imran tanpa takut.

" Hebat dia bahkan tidak merasa takut kepadaku, Apalagi di dalam ruangan berduaan begini Kamila aku harus mendapatmu." Ujar Imran dalam hati.

" Pak Des." Panggil Mila menatap Imran yang malah melamun.

" Eh apa? Pak Des?" Imran malah bertanya.

" Iya Pak Desfian yang terhormat buruan katakan ada apa manggil saya ke sini, Jam rehat hampir habis Pak." Ujar Mila.

Imran justru tersenyum mendengar panggilan khusus dari Mila. Entah mengapa Ia merasa itu panggilan istimewa dari Mila untuknya.

" Astaga... Nih orang kesambet apa gimana sih malah senyam senyum sendiri." Gerutu Mila.

Brak...

Imran berjingkrak kaget saat Mila menggebrak meja. Ia menatap tajam ke arah Mila.

" Apa?" Tantang Mila.

" Kamu tidak sopan berani menggebrak meja di depan gurumu Kamila." Ucap Imran sambil berdiri.

Bukannya takut Mila justru membalas tatapan Imran dengan tajam. Mata hitam pekat dengan bulu mata lentik membuat Imran terlihat sangat tampan dan membuat semua wanita terpesona, Tapi tidak untuk Mila.

" Heh dasar sinting." Gumam Mila membalikkan badannya hendak melangkah keluar.

" Mau kemana?" Tanya Imran mencekal tangan Mila.

" Anda tidak sopan menyentuh tangan yang bukan muhrim anda Pak, Terlebih murid Bapak sendiri." Ucap Mila menatap ke arah cekalan Imran.

" Maaf." Ucap Imran melepas cekalannya.

" Ini tugas yang harus kau kerjakan sebagai hukuman karena kamu tidak mengikuti pelajaran saya." Sambung Imran memberikan tumpukan lembar soal kepada Mila.

Mila menerimanya lalu melihat setiap lembar itu.

" Wow anda hebat Pak." Ucap Mila.

" Hebat?" Tanya Imran.

" Anda hebat bisa melimpahkan kesalahan anda pada saya." Sahut Mila.

" Apa maksudmu?" Tanya Imran bingung.

" Anda sendiri yang menyuruh saya keluar ruangan kenapa saya yang kena hukuman? Nggak adil." Cebik Mila.

Imran tidak bisa berkata apa apa jika berhadapan dengan murid unik satu ini.

" Aku ambil satu yang lain Pak Des saja yang mengerjakan nanti nilainya berikan pada saya." Ucap Mila mengerlingkan matanya.

Jantung Imran berdegup kencang hanya mendapat kerlingan dari Mila. Apalagi kalau di peluk?

" Saya ke kelas dulu Pak Des, Bye." Ucap Mila.

Setelah meletakkan sisa lembaran soal di atas meja, Mila keluar dari ruangan Imran.

" Mila." Panggil Vicki teman sekaligus cowok yang menyukai Mila.

" Hai." Sapa Mila.

" Kenapa di panggil Pak Imran? Bolos lagi?" Tanya Vicki. Walaupun Vicki teman Mila tapi mereka tidak satu ruang.

" Biasa." Sahut Mila.

" Kamu ini ya... Bandel banget kalau di bilangin jangan bolos bolos lagi, Udah mau lulus lhoh." Ujar Vicki mengacak rambut Mila.

" Ckk berantakan Say." Cebik Mila mengerucutkan bibirnya.

" Jangan manyun gitu entar abang khilaf Dek." Ujar Vicki.

" Apaan sih." Kekeh Mila.

" Ayo aku antar ke kelas." Ajak Vicki menggandeng tangan Mila. Sudah bukan rumor lagi jika Mila dan Vicki di pasangkan menjadi pasangan yang serasi yang satu cantik dan yang satu tampan. Tapi jika masalah hubungan hanya mereka berdua yang tahu.

Di balik kaca Imran mengepalkan tangannya. Ia tidak rela pujaan hatinya dekat dengan pria lain. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Lalu Ia menelpon seseorang untuk mengatur rencananya.

TBC.....

*Hai readers author membawa cerita baru semoga kalian suka...

Jangan lupa untuk selalu dukung author dengan cara like dan koment di setiap babnya*.

Jika berkenan beri vote dan hadiah ya buat Author...

Miss U All...

Pak guru Imran yang ganteng paripurna

Mila yang cantik jelita

Makan Malam

Sepulang sekolah Mila langsung menuju kamarnya. Ia mengganti seragamnya dengan pakaian ala rumahannya. Hot pants dan tanktop saja. Ia turun ke bawah untuk makan siang. Di meja makan sudah ada Papa dan Mamanya.

" Sayang sini kita makan bareng." Ucap Mama Santi.

" Tumben Papa sama Mama di rumah siang siang gini." Ucap Mila duduk di kursinya.

Mama dan Papanya saling pandang. Papa menganggukkan kepalanya.

" Mau makan pakai apa sayang?" Tanya Mama.

" Aku ambil sendiri aja Ma." Sahut Mila cuek.

Papa dan Mama Mila sama sama wanita karir. Mama Santi mengurus butik sedangkan Papa Toni mengurus perusahaannya. Mereka jarang berkumpul di rumah. Itu lah yang membuat Mila merasa kesepian dan tidak punya orang tua. Ia di rumah hanya dengan artnya. Bi Cici namanya.

Mereka makan dengan khidmat. Sesekali Papa Toni melirik ke arah Mila yang sedang menyuapkan sendok ke mulutnya.

" Mila." Panggil Papa.

" Iya Pa." Mila mendongak menatap Papanya.

" Ada yang ingin Papa bicarakan padamu." Ujar Papa.

" Tentang apa Pa?" Tanya Mila. Pasalna jarang jarang Papanya mau berbicara serius dengannya.

" Perjodohanmu." Jawab Papa.

Uhuk... uhuk... uhuk

Mila tersedak makanannya sendiri. Mama Santi memberikan segelas air putih kepada Mila yang langsung di minumnya hingga tandas.

" Apa Pa? Perjodohanku?" Tanya Mila memastikan jika Ia tidak salah dengar.

" Iya sayang." Sahut Papa.

" Aku masih muda dan statusku masih pelajar Pa, Apa Papa dan Mama sudah tidak mau mengurusiku hingga harus membuangku dengan cara seperti ini?" Tanya Mila ngegas.

" Bukan begitu sayang." Sahut Mama.

" Bukan begitu gimana? Kalian berdua tidak pernah menyayangi aku, Kalian sibuk dengan urusan masing masing, Apa aku ini hanya di anggap beban untuk kalian? Jika mau membuangku buang saja aku di bawah jembatan tidak perlu menjodoh jodohkan aku begini." Ucap Mila.

" Mila jaga bicaramu, Bagaimanapun aku ini orang tuamu yang wajib kau hormati." Tekan Papa.

" Heh... Ya kalian memang orang tuaku, Orang tua yang tidak menyayangi anaknya." Sahut Mila.

" Kamila." Bentak Papa.

" Apa? Papa mau bilang kalau Papa dan Mama sibuk mencari uang demi aku? Demi masa depanku? Demi kebahagiaanku? Lalu untuk apa semua itu jika belum lulus saja aku sudah di jodohkan oleh kalian? Hah aku yakin sebentar lagi kalian pasti akan menikahkan aku dengan alasan tidak ada yang mengawasiku atau mengurusiku." Tebak Mila.

Kedua orang tua Mila diam. Karena memang benar itulah alasannya.

" Aku sudah dewasa aku bisa mengurus diriku sendiri." Sambung Mila.

" Kenapa diam? Bukan begitu kan alasannya?" Tanya Mila menatap Mama dan Papanya bergantian.

" Sayang dengarkan Mama Nak, Kami menginginkan yang terbaik untukmu Nak, Percayalah jika kami melakukan ini untuk kebaikanmu, Terimalah perjodohan ini Mama yakin kau akan bahagia suatu hari nanti." Ujar Mama lembut.

" Papa tidak mau tahu dan tidak menerima penolakan, Malam nanti kita akan makan malam bersama keluarga calon suamimu untuk membicarakan pertunangan dan pernikahanmu." Tegas Papa.

" Siapa orangnya?" Tanya Mila.

" Nanti kamu akan tahu sendiri, Dia anak teman dan relasi bisnis Papa, Anaknya baik dan kalem tidak sepertimu yang pecicilan." Ucap Papa.

" Heh... Relasi bisnis, Jadi ini semua ada hubungannya dengan bisnis Papa." Sinis Mila.

" Bukan hanya itu saja Mila, Perlu kau ketahui Papa banyak berhutang budi dengan keluarga mereka, Tanpa adanya bantuan dari keluarga mereka kita bukan siapa siapa Nak, Jadi Papa mohon jangan sampai kau mempermalukan Papa di depan keluarga mereka." Ujar Papa.

" Ya ya terserah kalian saja." Ucap Mila meninggalkan kedua orang tuanya masuk ke dalam kamarnya.

Mila merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil memejamkan matanya, Ia tidak tahu jalan pikiran kedua orang tuanya. Berdebatpun jika Papanya sudah mengambil keputusan Ia tidak bisa apa apa. Mau kabur pun percuma karena kemanapun dia pergi Papanya selalu bisa menemukannya.

"Kemana jalan takdir akan membawaku melangkah? Aku pasrahkan padamu Ya Tuhan, Jika memang ini bisa membuat orang tuaku bahagia aku bisa apa, Semoga Kau akan memberikan kebahagiaan padaku Ya Robb." Batin Mila.

Malam hari Mila sedang bersiap untuk menghadiri jamuan makan malam bersama kedua orang tuanya. Dengan memakai gaun di bawah lutut Ia terlihat sangat cantik dan lebih dewasa.

" Sayang apa kamu sudah siap?" Tanya Mama menghampiri Mila.

" Udah Ma." Sahut Mila malas.

" Ingat yang sopan jika berbicara pada orang yang lebih tua, Jangan urakan seperti biasanya." Tegur Mama.

" Hmm." Gumam Mila.

Mereka menaiki mobil menuju restorant yang sudah di booking oleh keluarga calon suami Mila. Sesampainya di sana Mereka langsung menuju ruangan Vip.

" Kalian sudah datang." Ucap pria paruh baya entah siapa namanya Mila tidak tahu.

" Sayang kenalin calon mertua kamu." Ucap Mama.

" Mila Om." Ucap Mila menyalami calon Papa mertuanya.

" Panggil Papa Romi." Ujar Pak Romi.

Mila hanya tersenyum kikuk. Mila beralih ke wanita cantik seumuran Mamanya.

" Mila Tante." Ucap Mila menyalami wanita itu.

" Panggil Mama Lina saja sayang." Ujar Tante Lina.

" I... Iya Ma." Sahut Mila gugup.

" Dimana putramu Rom?" Tanya Papa Toni.

" Masih di jalan." Sahut Pak Romi.

" Oh kalau begitu kita ngobrol ngobrol dulu." Ujar Papa Toni.

Para orang tua saling mengobrol membicarakan soal pekerjaan. Sedangkan Mila lebih berminat memainkan ponselnya. Sampai suara langkah mendekati mereka membuat para orang tua menghentikan obrolannya.

" Maaf semuanya aku terlambat." Ucap seseorang.

"Kok suaranya familiar ya kaya' guru killer itu, Tapi masa' dia sih nggak mungkin." Batin Mila yang masih setia memainkan ponselnya.

" Tidak apa apa Nak, Silahkan duduk." Sahut Papa Toni.

Imran duduk di kursi samping Mila. Ia melirik Mila yang masih sibuk dengan ponselnya. Imran tersenyum, Ia tidak bisa membayangkan betapa kagetnya Mila saat melihatnya nanti.

" Baiklah berhubung putraku sudah datang kita mulai saja acaranya, Mila apa kamu sudah siap?" Tanya Pak Romi.

Mila mengalihkan pandangannya dari ponselnya, Ia menatap ke arah Pak Romi.

" Gimana Om?" Tanya Mila.

" Hari ini kamu langsung bertunangan dengan putra Om yang ganteng itu." Ujar Pak Romi.

" Tu... Tunangan? Secepat ini?" Tanya Mila belum menyadari kehadiran calon suami di sampingnya.

" Iya.. Tenang saja kami sudah menyiapkan semuanya, Kamu tidak mau melihat calon suamimu dulu?" Tanya Pak Romi.

Mila menoleh ke samping menatap seorang pria yang sedang duduk menundukkan kepalanya.

" Ran angkat wajahmu biarkan calon istrimu melihat ketampananmu." Ujar Pak Romi.

Dengan pelan Imran mendongakkan wajahnya. Ia menatap wanita cantik di depannya. Dan...

" Kamu." Pekik Mila tak percaya.

" Iya ini aku." Sahut Imran.

Mila menatap kedua orang tuanya. Ia ingin meminta penjelasan dari mereka tapi sepertinya sia sia. Mereka hanya bungkam seolah tidak mengerti maksud Mila.

" Aku menolak perjodohan ini."

TBC.....

Jangan protes dengan sikap Mila karena memang watak sifatnya seperti itu...

Miss U All

Tukar Cincin

" Aku menolak perjodohan ini." Tegas Mila. Semua orang menatap ke arahnya.

" Milaaaa." Gumam Papa Toni.

" Maaf Nak Mila, Kamu di sini hanya menjalani saja tidak untuk berpendapat." Sahut Pak Romi.

" Apa?" Pekik Mila.

Imran menyembunyikan senyumannya, Ia benar benar bahagia akhirnya Ia akan segera mendapatkan gadis pujaan hatinya.

" Om... Pak Des guruku di sekolah dan jarak umur di antara kami pun terpaut jauh, Apa Om tidak mau pikir pikir dulu sebelum menjodohkan dia denganku Om." Ucap Mila memulai usaha penolakannya.

" Jangan kendor Pa, Gadis ini benar benar licik, Tapi entah mengapa aku suka.." Batin Imran.

" Kalian hanya terpaut tujuh tahun saja jadi saya rasa itu tidak masalah, Kalau masalah dia guru kamu itu jangan di pikirkan tidak ada yang akan melarangmu atau mengeluarkanmu dari sekolah, Tenang saja sekolah itu milik Om jadi kamu jangan takut di keluarkan dari sana." Jelas Om Romi.

" Hadueh harus alasan apa lagi ya." Batin Mila.

" Om... Aku nggak bisa masak, Nggak bisa nyapu, Nggak bisa beres beres pokoknya aku nggak bisa ngurusin rumah Om, Jadi nggak pantas mendampingi Pa Desfian Om." Ujar Mila.

" Om tahu, Om memintamu untuk menjadi menantu Om, Istri Imran bukan sebagai pembantu." Sahut Pak Romi mewakili isi hati Imran.

" Om apa Om tidak tahu jika Pak Des sudah punya pacar?" Tanya Mila masih berusaha membatalkan perjodohan ini.

" Apa benar begitu Ran?" Tanya Pak Romi.

" Katakan iya." Bisik Mila ke telinga Imran.

" Tidak Pa." Sahut Imran. Mila menepuk jidatnya membuat Imran tersenyum.

" Om sebenarnya aku yang sudah punya pacar." Ucap Mila asal.

" Mila... Apa apaan kamu." Sahut Papa Toni menatap tajam ke arah Mila. Namun Mila tidak bergeming.

" Telepon dia putuskan sekarang juga." Titah Pak Romi.

Imran menahan tawanya. Ia diam saja tidak mau sampai terlihat jika Imran menginginkan pernikahan ini.

" Eh ta... Tapi Om." Ujar Mila.

" Mau alasan apalagi Nak Mila? Apapun alasanmu Papa tidak akan membatalkan perjodohan ini titik, Masih mau kasih alasan? Tanya Pak Romi.

Mila menatap orang orang di sekitarnya. Mereka hanya diam saja tanpa mau membantu Mila untuk menggagalkan perjodohan ini.

" E... Ti... Tidak ada Om." Sahut Mila pasrah.

" Baiklah jadi sekarang bisa kita mulai acara tukar cincinnya." Ucap Pak Romi.

" Ini sayang pasangkan ke jari manis calon istrimu." Ujar Tante Lina memberikan sekotak cincin kepada Imran.

Imran menarik lembut jemari tangan Mila, Lalu menyematkan cincin pertunangan mereka ke jari manisnya. Imran mengecup jari Mila membuat Mila menarik paksa tangannya.

Tepuk tangan kedua orang tua masing masing mengiringi kebahagian mereka, Selain Mila tentunya.

" Sekarang giliran kamu sayang, Sematkan cincinnya di jari manis Imran." Ujar Mama Santi.

Mila mengambil cincin dari kotaknya, Ia tersenyum menyeringai. Tiba tiba..

Klintingggg......

Mila menjatuhkan cincinnya hingga menggelinding jauh dari mejanya. Imran segera mengikuti arah cincin itu. Hap... Imran mendapatkannya.

" Lain kali lebih hati hati dan jangan ceroboh lagi." Ucap Imran dingin sambil menyodorkan cincin kepada Mila.

Mila mengepalkan tangannya.

" Ayo sayang." Ujar Tante Lina

Akhirnya mau tidak mau, Mila menarik tangan Imran, Ia menyematkan cincin di jari manis Imran sedikit keras hingga membuat jari Imran memerah. Suara tepuk tangan kembali memenuhi ruangan itu. Mereka kembali duduk.

" Ingatlah kalian berdua, Cincin itu bukan hanya cincin biasa, Cincin itu adalah lambang pengikat hubungan kalian, Tidak ada yang boleh melepasnya, Dan tidak ada yang boleh melirik wanita mau pria lainnya, Mulai sekarang belajarlah mencintai dan menerima satu sama lainnya, Pernikahan kalian akan di adakan satu bulan lagi." Ujar Pak Romi.

" What? Satu bulan lagi?" Pekik Mila.

" Milaa." Ujar Mama Santi memejamkan matanya.

" Maaf... Tapi aku sungguh kaget, Bagaimana bis...

" Mila.." Geram Papa Toni.

Mila menghela nafasnya, Ia semakin membenci kedua orang tuanya dan tentunya dengan guru killer yang ada di depannya. Bagaimana bisa Ia dengan santai menanggapi semua ini. Bahkan Ia diam saja dari tadi sungguh membuatnya kesal. Di sini Mila hanya sebagai boneka saja.

" Persiapkan diri kalian untuk satu bulan mendatang." Ucap Pak Romi.

" Maaf saya harus pergi, Saya ada urusan lain jika membicarakan persiapan pernikahan silahkan dengan kedua orang tua saya saja Om karena mereka yang akan memastikannya." Ucap Mila meninggalkan ruangan pengap itu.

" Maafkan Mila Pa Ma, Aku susul dia dulu." Ucap Imran.

Imran mengejar Mila yang keluar menuju mobilnya. Saat Mila hendak membuka mobilnya Imran mencekal tangannya.

" Apaan sih! Lepas!" Pekik Mila menghentak kasar tangannya.

" Belajarlah bersikap sopan di depan orang tua." Ucap Imran.

" Kurang sopan gimana? Aku bahkan seperti boneka yang tidak di anggap perasaannya, Mereka memainkanku dengan seenaknya." Ketus Mila.

" Diam sepertiku." Sahut Imran melepas cekalannya.

Mila melipat kedua tangannya di depan dadanya.

" Diam?" Tanya Mila.

" Apa Bapak pernah melihat seorang Kamila diam? Tidak bukan? Itulah aku... Aku tidak akan diam jika ada orang yang membuatku tidak suka." Ucap Mila.

" Jika aku suka akan aku katakan suka, Jika tidak aku akan katakan tidak karena aku bukan orang munafik Pak Desfian." Tekan Mila.

" Mau kemana?" Tanya Imran.

" Kemanapun aku itu bukan urusanmu." Sahut Mila.

" Sekarang kau tanggung jawabku juga, Karena aku calon suamimu." Ucap Imran.

" Dih ngarep... Aku memang gagal membatalkan pertunangan ini tapi akan aku pastikan aku akan berhasil menggagalkan pernikahan ini." Ucap Mila penuh penekanan.

" Aku tidak akan membiarkan itu terjadi." Sahut Imran.

" Apa maksudmu? Apa kau memang menginginkan pernikahan ini? Kau tidak laku hingga menikahi muridmu sendiri?" Selidik Mila.

" E.... Tidak.. Bukan begitu maksudku, Aku akan memastikan pernikahan ini akan tetap terjadi demi orang tuaku... Iya demi orang tuaku." Kilah Imran.

" Bullshit, Wajahmu tidak meyakinkan saat mengatakan itu, Sudah lah terserah kau saja Pak aku mau pulang." Ucap Mila.

" Jika di luar sekolah panggil aku Mas, Jangan panggil Bapak." Protes Imran.

" Mas? Ha ha ha ha." Mila tertawa terbahak sambil menutup mulutnya.

" Bukan Mas lagi, Harusnya aku panggil kamu Om." Cebik Mila.

" Jangan bercanda Mila, Aku tidak setua itu." Sahut Imran.

" Ya ya ya baiklah MAS DES, Dedek Mila mau pulang dulu ya.... Bye.." Ucap Mila masuk ke dalam mobilnya. Rasanya mau muntah mendengar ucapannya sendiri.

Berbeda dengan Imran, Hatinya merasa berbunga bunga mendengar ucapan Mila memanggilnya Mas Des, Rasanya begitu teduh.

Tiinnn

Imran berjingkrak kaget mendengar klakson yang di bunyikan Mila.

" Gimana aku mau pulang kalau kamu nyender di body mobilku." Ucap Mila.

Imran menjauh dari mobil Mila, Lalu Mila mulai melajukan mobilnya meninggalkan pelataran resto tersebut. Ia bahkan meninggalkan kedua orang tuanya, Biar saja orang tuanya naik taksi pikirnya. Imran tersenyum bahagia menatap kepergian mobil Mila.

" Satu langkah lagi kau akan menjadi milikku." Batin Imran.

TBC....

Hai readers gimana menarik nggak? Jangan lupa like di setiap babnya ya....

Miss U All

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!