NovelToon NovelToon

SATRIA

Bab 1

Di lorong apartemen yang baru saja kembali menorehkan luka yang sama persis di masa lalunya, Satria melangkah gontai meninggalkan tempat itu dengan kekecewaan mendalam.

Bohong jika dia baik-baik saja saat ini. Pria mana yang tak sakit jika melihat orang yang sudah dia percayakan mengisi hatinya, malah melukai dirinya dengan sebuah penghianatan.

Lagi!!! Satu kalimat yang terngiang dalam benaknya mengiringi langkah lebarnya di lorong apartemen itu.

Apa cinta memang tak berhak dia miliki, ataukah dirinya yang tak pandai menjaganya. Entahlah!.

Kenapa? Sebuah kalimat tanya yang ikut-ikutan beraksi memenuhi pikirannya.

Adakah salah dirinya di masa lalu atau di kehidupan sebelumnya, hingga dia mengalami nasib percintaan yang se-tragis seperti ini.

Dua kali menjalin hubungan, dua kali pula hubungannya berakhir dengan perselingkuhan!!! Sadis bukan? Namun inilah kenyataannya.

Apa sebenarnya rencana tuhan untuk dirinya, hingga membuat dia mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya.

Apa dirinya terlalu bodoh, hingga dengan mudanya dia di bodoh-i oleh wanita yang jelas-jelas begitu dia puja.

Apakah ini balasan untuk pria yang terlalu besar dalam mencintai pasangannya. Apa mungkin begitu?

Setiap langkah kakinya mengisyaratkan ada luka di sana, namun tak seorangpun dapat melihatnya. Yah dia pandai, pandai menyembunyikan lukanya.

Satria pun menghentikan langkahnya tepat ketika dirinya tiba di parkiran apartemen yang mungkin ini adalah kali terakhir dirinya menginjakan kakinya di tempat ini.

Saat dirinya hendak membuka handel pintu mobilnya, dia pun langsung mengurungkan niatnya itu saat dering ponselnya menginterupsi pergerakannya.

"Halo sayang." Ucapnya lembut setelah dia mengangkat panggilan yang ternyata dari Melodi, adik perempuan semata wayangnya.

"Halo Bang, dimana? Abang jadi datang kan makan malam bersama?" Seloroh sang adik dari seberang sana, membuatnya sedikit menarik sudut bibirnya mendengar tutur kata sang adik yang begitu lembut di telinganya.

"Hehe, nggak sabaran banget dek. Abang udah mau jalan nih, baru selesai urusannya." Ucap Satria santai, seakan dirinya dalam keadaan baik-baik saja saat ini.

"Baiklah, hati-hati di jalan Bang." Ucap Sang adik.

"Iya sayang." Balasnya.

Setelah itu mereka pun mengakhiri panggilan itu dan Satria pun langsung masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya.

Tak langsung pergi, Satria lebih memilih menyandarkan punggungnya sebentar demi menetralkan gejolak di dadanya yang sejak tadi dia tahan.

Mengingat kembali kejadian tadi, detik demi detiknya terekam jelas dalam memorinya bagaikan rekaman rusak yang terus berputar memenuhi pikirannya hingga dia memilih memejamkan mata sebentar. Berharap dapat meredakan memori itu dari ingatannya, namun nihil. Semuanya tetap sama.

"Sial!!!!!!!!!" Teriak Satria kesal sambil memukul keras stir mobilnya tak perduli dia akan merusak benda itu. Yang dirinya tahu, ini adalah salah satu bentuk tindakan kesalnya mengingat kejadian tadi.

"Apa salahku." Lirihnya.

Dia bagaikan orang berbeda saat ini, tak sama saat menyaksikan perselingkuhan pasangannya tadi yang tak menunjukan kepeduliannya terhadap wanita itu. Wanita yang sudah berhasil menorehkan luka untuknya untuk kedua kalinya namun dengan orang yang berbeda.

"Haahh, Kenapa tak ada wanita sama seperti dirimu Mi seperti putrimu adik perempuanku? Apa aku tak berhak bahagia? Hingga Tuhan dengan teganya mengirim perempuan-perempuan menjijikan seperti mereka kepadaku." Lirih Satria lagi.

Sungguh, dia hanya manusia biasa. Yang jika di sakiti pastilah sakit. Yang jika di gores akan berdarah. Apa permainan takdir begitu tega sekejam itu untuk dirinya.

Sekali, dia akan menganggap itu sebagai pelajaran hidupnya. Tapi untuk kedua kalinya, apa belum cukup sekolahnya kemarin. Hingga dia kembali mendapatkan pelajaran yang sama kini.

Cukup!!!!! Sudah cukup.

Dia bersumpah, tak akan membuka kembali hatinya. Cukup sudah, dia tak mau merasakan yang ketiga kalinya lagi. Tidak lagi!!.

Setelah puas dengan memberi waktu untuk dirinya berekspresi, Satria pun langsung kembali memperbaiki duduknya.

Memutuskan melajukan mobilnya meninggalkan parkiran tempat terkutuk itu, menuju tempat dia mana mungkin dia akan melupakan sejenak masalahnya. semoga saja.

Sepajang perjalanan tiba-tiba saja Bima tersenyum puas, tersenyum mengingat kejadian yang begitu membuatnya puas akan hal tadi. walau tak dia pungkiri ada seberkas kesedihan menyelimutinya. Namun mengingat perempuan murahan itu di perlakuan kasar seperti itu oleh tangan yang berhak melakukan itu. Satria pun tersenyum begitu puas. Tapi tetap saja masih ada sedikit rasa iba untuk wanita itu, mengingat dia pernah mencintainya begitu tulus.

Namun wanita itu pula yang menghancurkan ketulusan itu menjadi benci dengan penghianatan yang dia berikan.

"Ah, apa aku memang tak berhak mendapatkan ketulusan dari gadis manapun." Batin Satria sambil menatap lurus ke depan, mengingat kisah percintaannya yang selalu berakhir dengan penghianatan.

Kini dia bagaikan pria yang tak percaya lagi dengan yang namanya hubungan, mungkin dia akan sulit untuk mempercayai wanita lagi mulai detik ini.

Belum juga terlalu jauh perjalanannya, malah kini dirinya di tabrak dengan mobil seseorang dari belakang hingga membuatnya mengumpat kesal terhadap orang itu.

Dengan amarah yang masih belum stabil dengan Masalah pribadinya, kini dia malah di buat naik darah dengan kejadian ini. Dengan cepat dia langsung menghentikan mobilnya dan keluar dari dalam sana. Melangkah ke belakang melihat kerusakan pada mobilnya itu.

"Keluar kau!!" Hardiknya sambil mengetuk kasar kaca mobil yang sudah menabraknya itu.

Dengan pelan kaca itu pun di turkan dan menampakan seorang wanita yang sedang tersenyum takut menatap wajah tak bersahabat Satria.

"Maafkan aku." Ucap gadis itu yang Satria yakini masih di bawah umur.

"Keluar kau!!!! Ulang Satria lagi dan langsung membuat gadis itu menelan saliva nya saat mendengar bentakan dari dirinya.

"Apa kau tuli hah, hingga tak mendengar ucapan ku." Kata Satria keras dengan tatapan tajamnya.

"Maafkan aku om." Ucap Gadis itu sambil membuka pelan pintu mobilnya, keluar perlahan setelah Satria melangkah mundur membiarkan dirinya keluar.

"Masih kecil sudah ugal-ugalan di jalanan." Ucap Satria saat dia melihat rok seragam abu-abu yang di kenakan gadis itu.

"Berikan nomor ponselmu dan tanda pengenal mu sekarang, aku tak punya banyak waktu." Ucap Satria tegas tak mau di bantah.

"Untuk apa om?" Tanya gadis itu takut-takut.

"Berikan!!" Bentak Satria dan dengan cepat gadis itu kembali masuk dam merogoh tas miliknya dan mengambil apa yang di minta Satria. Setelah itu dia langsung menuliskan nomor ponselnya di sebuah kertas dan langsung memberikan itu dengan cepat pada Satria.

"Ini Om." Ucap gadis itu seraya memberikan apa yang di minta Satria untuknya.

Setelah mendapatkan itu, Satria langsung melangkah dari hadapan Gadis itu dan membuat sang gadis melongo menatapnya.

Namun sebelum dirinya kembali masuk ke dalam mobil, Satria kembali membelikan badannya ke arah gadis di belakangnya itu.

"Akan ku hubungi nama bengkelnya untukmu, dan datanglah untuk membayar tagihan perbaikannya sekalian mengambil tanda pengenal mu ini." Usai mengatakan itu Satria langsung masuk dan menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu. Karena tak mau jalanan bertambah macet karena kecerobohan gadis tengil tadi, selain itu juga dia sedang terburu-buru karena janjian makan malamnya sebentar lagi.

"Dih, ganteng-ganteng galak. Aku doakan tak ada yang mau denganmu om om tua, tak punya perasaan." Teriak gadis itu setelah Satria melajukan mobil meninggalkan dirinya yang kesal di bentak-bentak orang yang baru bertemu dirinya itu.

Sementara Satria kini sedang mengumpat kesal atas kesialannya hari ini, sungguh Tuhan begitu menguji dirinya sejak tadi.

Apakah kejadian di apartemennya itu belum cukup hingga kini dia kembali mendapat kesialan lagi.

Apalagi sejak tadi ponselnya terus saja berdering membuat dirinya bertambah pusing. Hingga tanpa menunggunya lagi Satria langsung membuka pintu mobil dan menjatuhkan ponselnya itu di jalanan setelah lebih dulu melihat id name si pemanggil yang sudah membuat dia benar-benar bertambah kesal.

"Enyah Lah kau seperti ponsel itu." Teriak Satria keras, hingga jika ada orang melihatnya mungkin saja dia akan di anggap gila oleh orang itu dengan tingkahnya saat ini.

...Komennya jangan lupa yah, Author butuh pendapat kalian tentang Novel baru Author ini untuk Up selanjutnya....

...Like,Gift, vote & fav jangan lupa juga yah. Karena semua itu sebagai bonus buat Author tetap Semangat😁...

Bab 2

Sehabis makan malam bersama dengan keluarga besarnya dan keluarga besar sang adik ipar, Satria pun memutuskan untuk tak menginap di sana dan lebih memilih hotel untuk tempat dia singgahi sekarang. Walau sang adik sudah menyiapkan kamar untuk dirinya tempati, namun Satria lebih memilih menyendiri untuk sementara waktu dulu.

Tadinya dia berpikir mungkin dengan suasana ramai keluarganya dia akan melupakan masalahnya, namun tidak. Dia tak sanggup melihat beberapa pasangan di rumah itu, yang terlihat sempurna dan saling mencintai satu sama lain.

Hingga dia kembali mengingat dan terus saja membandingkan kisah percintaannya dengan semuanya yang ada di sana.

Tidak!!! dia tak sanggup. Untuk itulah dia memutuskan untuk pergi dari sana dengan beralasan ada yang harus di urus nya sekarang, tanpa bisa ditundanya lagi.

"Mami, Papi. Satria pamit yah, ada yang harus Satria urus soalnya." Pamit satria pada kedua orang tuanya.

"Sayang, kenapa nggak nginap di sini saja, adikmu sudah siapkan kamar buat kita semua tahu. Besok saja yah baru urus itu urusan kamu yah, Mami sangat merindukan putra Mami yang jarang pulang ini." Bujuk sang Mami tak terima jika Satria harus pergi lagi, sebab dirinya jarang sekali bertemu sang putra satu-satunya itu karena dia lebih memilih hidup sendiri saat ini.

"Sudahlah Mi, mungkin Satria memang punya urusan yang nggak bisa dia tinggalkan." Timpal Papi Darma, Papinya Satria. Pria paru bayah itu, dia seperti tahu permasalahan sang putra saat ini. Itu sebabnya dia tak akan menahan langkah putranya itu.

"Tapi Mami kangen anak Mami Pi, Papi kenapa sih. Apa Papi nggak kangen Satria apa, anak yang jarang pulang ini, mentang-mentang sudah sukses." Seloroh Mami Eka tak suka suaminya itu malah mendukung Satria di banding dirinya.

"Bukan begitu Mi, maksud Papi..." Ucap Papi darma dan langsung di potong sang istri.

"Papi diam!! Mami Eka langsung menaruh jari telunjuknya di bibir sang suami, menanda dia tak lagi mau di bantah perkataannya.

"Papi benar Mi, besok Satria akan balik lagi kesini kok. Mami sama papi Masih lama kan?" Ucap Satria meyakinkan sang Mami.

"Kamu tega Sat sama Mami." Ucap Mami Eka cemberut mencoba menarik simpati Satria kini.

"Bukan begitu Mi, Satria minta maaf. Tapi memang Ada yang harus satria urus saat ini. Mami." Ucap Satria meyakinkan sambil merangkul pundak sang Mami yang dia yakini pasti akan mampu berhasil Meluluhkan hati wanita itu.

"Satria harus mengurus hati Satria ini Mi." Batin Satria sambil dia sempatkan mengecup pelipis sang Mami bahwa dia benar-benar butuh sendiri saat ini.

"Yah ya sudah, kamu hati-hati. Sana pamit juga sama mertua dan kakeknya adik kamu." Mau tak mau Mami Eka, Maminya Satria pun Mengijinkan pergi anaknya itu.

Satria memang tahu kelemahan dirinya satu itu, beliau akan cepat luluh pada siapapun yang bersikap mesra dengan merangkul bahunya seperti itu pada dirinya.

"Janji yah, besok kamu harus ada di sini. Mami akan terus menelfon untuk mengingatkan dirimu." Lanjut sang Mami lagi sambil membalas mencium Anaknya yang tak lagi anak-anak itu.

Mendengar ucapan sang Mami membuat Satria mengingat sesuatu.

"Ponsel." Batin Satria mengingat ponselnya yang tadi sengaja dia buang di jalanan saat perjalanan ke sini tadi.

"Ponsel Satria hilang Mi, biar nanti Satria yang hubungi Mami nanti." Ucapnya setelah tersadar.

"Baiklah, Mami tunggu." Ucap Sang Mami tak mempersoalkan soal hal itu.

"Oh yah, sampaikan juga maaf ku buat Melodi Mi nggak bisa nginap." Ucap Satria karena sang Adik dan suaminya itu sudah lebih dulu pergi tidur karena kehamilan Adiknya itu. Dia tahu pasti jika besok adiknya akan marah padanya, namun itu lebih baik dari pada dia harus tersiksa seperti ini sekarang.

"Iya sayang, nanti Mami sampaikan."

Setelah itu, Satria pun langsung meninggalkan rumah itu setelah lebih dulu dia berpamitan dengan kedua Mertua dan kakek sang adik.

Dalam perjalanan menuju sebuah hotel terdekat di kawasan itu, Satria terus saja di hantu-i bayangan mantan pacarnya saat berhubungan intim di hadapannya tadi.

Ah mantan pacar? Apa benar itu dia dan wanita itu sudah menjadi mantan tanpa kata putus sebelumnya?

"Brengsek!!!!!!! Aku menyesal pernah mengenalmu Larissa sialan, aku benci dengan wanita menjijikkan seperti dirimu." Teriak Satria kesal saat bayangan-bayangan Larissa kembali menghantui pikirannya.

Satria pun lebih memilih menepikan mobilnya di bahu jalan, karena saat ini dia di buat tak fokus dengan wanita menjijikan yang dirinya katakan tadi.

"Tuhan kenapa kau ciptakan wanita kotor seperti mereka untuk singgah di hidupku, Kenapa harus aku yang kau pilih untuk mereka singgahi. Aku kini bahkan sampai tak percaya lagi dengan yang namanya wanita. Apa seperti ini mau mu hah, apa kau puas membuatku membenci kaum wanita sekarang."

Lirih Satria sambil membenturkan kepalanya di stir mobil tak peduli ulahnya itu sudah membuat keributan dengan klakson mobilnya yang tak sengaja berbunyi akibat benturan kepalanya berulang kali di sana itu.

"Aku mencintainya Tuhan, aku tak bisa pungkiri hal itu." Ucap Satria lemah mengangkat kepalanya dan menyandarkan punggung dan kepalanya itu di sandaran kursinya.

Lelah menyangkal lagi hatinya kini, jujur dia begitu mencintai wanita yang dia katakan menjijikkan itu. Dia bahkan dengan susah payah bersikap biasa saja tanpa ada rasa pada wanita itu pas kejadian tadi. Dirinya bahkan memaksa tersenyum seolah puas dengan apa yang wanita itu dapatkan. Tapi apa ini, cukup sudah. Cukup dia berpura-pura tak sakit oleh olah wanita itu.

Dirinya hanya pria biasa, yang juga merasakan sakit jika di sakiti se begitunya parah seperti ini.

Dia bahkan sampai merelakan diri berpindah total tempat tinggalnya di sini demi wanita itu, membukakan cabang cafe barunya yang dia tujukan dan akan di berikan atas nama wanita itu.

Tapi kini apa yang dia dapat? Hanya sebuah penghianatan atas balasan ketulusan yang dia berikan.

Apa belum cukup dia menerima kekurangan wanita itu yang tak perawan lagi, bahkan dengan mudahnya dia percaya dengan kebohongan Larissa tentang keperawanannya yang dia katakan karena kisah masa lalunya itu.

Ah anggaplah memang benar benar begitu adanya, tapi belum cukupkan penerimaan dirinya atas hal itu. Hingga Larissa dengan teganya masih bermain di belakang dirinya.

Sirna sudah pemikirannya yang sempat akan memperistri Larissa setelah Cafe miliknya itu selesai berdiri.

Kini bahkan dirinya tak sanggup lagi melanjutkan pembagunan Cafe yang memang dia khusus bangunkan di kota ini untuk hadiah lamarannya nanti untuk wanita itu.

"Kau sukses Sa, Sukses membuat semua perencanaan ku hancur total." Ucap lirih Satria lagi.

...Komennya jangan lupa yah, Author butuh pendapat kalian tentang Novel baru Author ini untuk Up selanjutnya....

...Like,Gift, vote & fav jangan lupa juga yah. Karena semua itu sebagai bonus buat Author tetap Semangat😁...

Bab 3

Satria Prov

Aku masih setia berada di mobilku dengan bersandar dan menumpu tangan kananku di kening dengan mata tertutup.

Sekilas aku kembali mengingat detik demi detik bayangan ketika pertama kali aku menginjakan kaki masuk ke apartemen milik Larissa kekasihku yang masih berstatus pacarku sebelum kejadian tadi berlangsung.

Bayangan penglihatan ku memenuhi pelupuk mataku kini yang masih setia aku pejamkan, entah ini mimpi atau memang aku sedang di ajak berjalan kembali mengingat kejadian itu.

Mataku menelusuri sudut demi sudut ruang tamu Milik Larissa, juga bisa aku sebut milikku juga. Sebab akulah yang sudah melunasi separuh pembayaran apartemen itu yang belum Larissa lunasi. Tapi tak mengapa anggap saja itu milik dirinya sepenuhnya, aku tak akan mengungkitnya lagi.

Sapuan mataku melihat baju dan sepatu yang berserakan di mana-mana yang tentu saja milik dua sejoli bedah umur itu yang sudah menghancurkan impianku itu.

"Apa mereka memang tak sabaran." Gumam ku setelah melihat keadaan itu.

Ku langkahkan kakiku ke arah kamar namun sayup-sayup ku mendengar suara-suara tak mengenakan di kupingku, yang aku pastikan mungkin sedang terjadi pertempuran hebat di dalam sana.

Aku pun melangkah terus mendekati kamar yang memang tak begitu di tutup rapat itu, yah mungkin saja sakin tak sabarannya mereka hingga untuk menutup pintu saja mereka tak sempat.

"Menjijikkan, oh aku harus memeriksa diriku setelah ini." Ucapku dan dengan segera diriku langsung membuka pintu yang memang tak tertutup betul itu.

Tepat saat di pintu kamar ku dan Larissa itu, ku dorong nya dengan biasa dan terpampang lah dua sejoli berbeda usia ada di atas ranjang yang sering ku tempati dengan Larissa.

Saat melihat situasi di depanku itu tak bisa di pungkiri dadaku serasa di tikam keras berulang kali dengan belati panas dan bukan hanya sekedar tajam itu.

Namun dengan sekejap ku kuasai diriku. Meyakinkan jika aku akan baik-baik saja, hingga dengan membohongi diriku sendiri aku berjalan seolah keadaanku baik-baik saja dengan menunjukan ekspresi santai ku. Aku pun mendekati sofa di hadapan tempat tidur king size milik Larissa.

Saat melewati tempat tidur itu, barulah kedua orang yang sedang berolah raga itu pun langsung tersadar dan menghentikan aktifitas mereka kemudian saling melepaskan diri.

Di detik berikutnya barulah Larissa kekasihku itu langsung berucap lirih dengan wajah pucat nya saat melihatku berada di hadapannya kini.

"Sa sa sayang a a a ak aku.." Lirih Larissa tercekat begitu pucat nya dengan keringat yang membasahi dirinya. Entah itu karena olahraganya atau juga karena kehadiranku di sana, namun ucapannya itu langsung di selah olehku cepat.

"Sssssstttt, lanjutkan saja sayang aku tak akan mengganggu aktifitas kalian, aku janji. Aku hanya akan duduk diam, makan, nonton dan pastinya rekam saja. Biar aku tak lupa kejadian hari ini." Ucapku santai tak ada raut marah sedikitpun di wajah tampanku yang aku coba perlihatkan pada mereka itu.

See, akting ku bagus bukan?

Aku bisa mejadi orang lain saat ini, padahal hatiku begitu menjerit sakit. Ingin sekali aku melampiaskan kekecewaan ku, kemarahan ku saat ini juga pada kedua orang di hadapanku kini, tapi tidak sekarang.

Aku berusaha mati-matian sebisa mungkin menahannya.

"Lihat aku sudah mempersiapkan segalanya untuk menonton bioskop 21+ tanpa sensor dan yang pasti gratis." Lanjut ku sambil menata makanan yang ku bawah di meja depanku beserta kamera bawaan juga tak lupa ku tata rapi pas dengan sasaran tempat tidur larissa kini.

Ku letakan semua barang belanjaan ku yang sengaja aku beli, katanya untuk menemaniku menonton adegan live 21+. yang entah kenapa aku bisa berpikir dan melakukannya.

Ah, apa aku memang se semangat itu hingga ku persiapkan segala perlengkapan sematang itu. Bahkan aku sempat-sempatnya meminta orang suruhan ku yang memata-matai Larissa untuk membeli kamera baru, sengaja untuk merekam kejadian memalukan itu.

Sebegitu gilanya kah aku?

Hingga memikirkan hal yang entah untuk apa tujuanku itu. Apa aku sudah gila untuk menontonnya kembali? yang benar saja.

Aku bahkan bisa dengan santainya menata semua itu walau kedua pasangan itu menatapku sekarang.

Namun Saat sedang asik menata makananku, aku langsung di buat geram saat pria yang bersama Larissa itu sedang mencoba memakai pakaiannya.

"Hentikan, jika tidak Vidio mu ini akan langsung sampai di tangan istrimu sekarang juga Tuan Septian Bagaskara yang terhormat." Ucapku sarkas dengan tatapan tajam ku menatap pria paruh baya itu hingga dirinya tercekat pucat, mematung mendengar penuturan ku barusan.

Saat mengatakan itu, aku dalam keadaan hampir tak bisa menahan amarahku. Namun dengan sigap aku kontrol semuanya.

Tuan Septian Bagaskara teman tidurnya pacarku itu, dia adalah salah satu anggota pemerintahan yang cukup di kenal di masyarakat. Bahkan istrinya pun aku kenal baik, karena sering memakai cafe ku di kota sebelah sebagai tempat arisan teman sosialitanya. Jadi ancaman ku barusan bukan hanya sekedar gertakan sambal semata.

"Dan kau, lepaskan selimut itu. Tak perlu lagi kau tutupi barang murahan mu itu. Aku dan semua penikmat tubuhmu itu sudah melihatnya, bukan begitu tuan Bagaskara." Ucapku lagi saat ekor mataku melihat Larissa mencoba menutup seluruh tubuhnya.

Larissa sampai tak bisa berkata apa apa sakin malunya, bahkan kini dia nampak bergetar takut melihat ke arahku. Sementara Tuan Bagaskara pun tak menyahut ucapan ku sedikitpun.

Ada apa dengan mereka, kenapa sekarang mereka terlihat sangat malu sekarang. Oh Melihat tubuh yang pernah ku nikmati itu, tiba-tiba saja aku merasa jijik terhadap diriku sendiri sekarang.

"Kau malu?" Tanyaku pada Larissa namun pacarku itu tak menjawab ku sedikitpun.

Aku tahu dia pasti merasa malu terhadapku kini, tapi kenapa? Kenapa baru merasa malunya sekarang.

Hingga tanpa kuduga aku pun melontarkan kata-kata kejam terhadapnya.

"Ah, wanita sepertimu mana ada kenal malu. Pertanyaan ku ada ada saja." Kekeh ku pelan, seolah aku tak merasa marah atau peduli padanya sedikitpun. Namun itu hanya bentuk kekecewaan ku saja, yang coba aku tutupi lagi dan lagi.

"Tuan Bagaskara sepertinya anda memang menantang saya yah. Baiklah." Ucapku saat Melihat pria itu hendak melanjutkan berpakaian nya.

Oh, Ayolah aku bagaikan sedang mengasuh anak paud yang tak dengar dengaran sekaran.

Aku langsung menggertak dirinya dengan sengaja mengambil ponselku, namun Tuan Bagaskara langsung mencegahnya.

"Tolong hentikan, jang kirim vidio nya." Ucap Pria itu lirih yang ku dengar, percuma saja karena sebentar lagi ada kejutan untukmu tuan. Batinku mengingat persiapanku sebelum kesini tadi.

"Maka Lakukan." Ucapku sambil kembali meletakan ponselku, dan ternyata orang tua itu paham yang ku maksud.

"Om." Ucap Larissa sambil menggelengkan kepalanya saat Tuan Bagaskara beralih menatapnya.

"Om jangan Om." Ucap Larissa lagi sambil Dengan erat menahan selimut yang menutupi tubuh polosnya.

"Sayang tolong maafkan aku." Ucap Larissa dengan tatapan mengibahnya ke arah ku, sungguh aku tak setega itu dengannya. Tapi perbuatannya ini harus dia pertanggung jawabkan. Aku mau, hari ini adalah hari pelajaran terbesar dalam hidupnya jika yang dia lakukan itu salah. Aku kasihan padanya, untuk itu aku harus tega melakukan ini.

"Lakukan." Ucap ku lagi dan Tuan Bagaskara langsung memenuhi perintahku tanpa bantahan lagi.

Apa se takut itu kah beliau terhadap istrinya? Tapi kenapa masih berani menduakan sang istri, pikirku tak masuk akal.

"Om tolong jangan, Om jangan....." Ucap Larissa terhenti karena Tuan Bima sudah kembali melahapnya, seperti sebelumnya.

Sementara diriku hanya diam menyantap cemilannya ku sambil menikmati pemandangan di hadapanku.

Tidak!!!!!! Aku tak menikmatinya.

Aku hanya melihatnya sebagai cambukan untukku, jika Larissa memang tak layak untuk diriku dan berharap dengan begitu aku bisa menghilangkan dirinya dari hati ini yang sudah dia kuasai sepenuhnya.

...Komennya jangan lupa yah, Author butuh pendapat kalian tentang Novel baru Author ini untuk Up selanjutnya....

...Like,Gift, vote & fav jangan lupa juga yah. Karena semua itu sebagai bonus buat Author tetap Semangat😁...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!