NovelToon NovelToon

My Beloved Partner

1

Hallo my beloved readers ku tercinta. Ini novel baru aku ya, tapi masih sequel dari cerita KEPINCUT CINTA MISS OJOL. Jadi disarankan membaca novel sebelumnya.

Happy reading.

...❤️❤️❤️...

"Bia,Bia,Bia," seru sorak penonton balapan liar yang ada di pinggir jalan malam itu.

Berlian Indah Arrasya gadis 21 tahun yang tak lain putri tunggal dari pasangan Mutiara Ramadhani dan Arrasya Ramadhan ini menyukai balapan liar. Bia panggilan akrabnya melakukan balapan liar tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

"Ayo Bia kamu pasti menang," teriak Keyla teman sepermainan Bia dari pasangan Lulu dan Didu.

Meski mereka beda usia dua tahun, tapi Bia dan Keyla sangat akrab sejak kecil. Itu dikarenakan orang tua mereka yang bersahabat dan keduanya pun merupakan anak tunggal.

Greng Greng Greng

Bia menggeber gas motornya seraya menahan rem motor dengan kakinya sebelum balapan dimulai.Asap motor sudah pasti mengepul kemana-mana.

Di samping motornya sudah ada Jaden yang tersenyum sinis ke arah Bia. Laki-laki 27 tahun dari pasangan Celine dan Darren itu juga sering ikut balapan liar. Dengan setelan jaket kulit dan celana jins robek laki-laki tampan itu duduk di atas motor sport miliknya.

"Lo gak kan menang lawan gue," ucap Jaden meremehkan sebelum menutup kaca helmnya.

Emosi Bia serasa terbakar mendengar tantangan dari mulut saingannya itu. Keduanya bersiap mengikuti balapan. Bia dan Jaden sama-sama melihat ke depan mengikuti instruksi seorang wanita yang memegang sapu tangan.

"Kalian siap?" Tanya wanita cantik nan seksi itu.

Bia dan Jaden mengangguk. Keduanya sama-sama tegang. Mereka bersiap untuk menarik gas motor mereka.

"Mulai!" Wanita itu melempar sapu tangan ke udara.

Bia dan Jaden melesat jauh ke depan. Orang-orang yang menonton menonton sangat antusias. Kebanyakan usia mereka sekitar dua puluh tahunan.

"Huuuuuu," suara penonton kembali ramai mengiringi keduanya yang sedang beradu balap.

Bia sedikit memimpin di depan. "Lo cemen," cibir Bia. Jaden yang tidak terima lalu menaikkan kecepatan motornya. Jaden telah melesat beberapa meter di depan Bia.

Bruak

Terdengar suara motor terjatuh dari belakang. Jaden lalu menghentikan motornya. Dia menoleh dan menduga suara itu berasal dari motor Bia. Tak butuh waktu lama ia pun memutar motornya untuk menolong Bia.

"Aduuh tangan gue," keluh Bia yang melihat sikunya lecet.

"Elo gak papa?" Jaden mengulurkan tangannya untuk Bia.

"Gak perlu,gue bisa bangun sendiri," ucap Bia ketus sambil menepuk telapak tangan Jaden.

"Dasar gadis sombong," ejeknya.

Keyla yang mengetahui temannya jatuh langsung menghampiri gadis itu.

"Bi elo kagak kenapa-kenapa kan? jangan kenapa-kenapa dong Bi ntar gue bilang apa ke om dan tante," Keyla bicara panjang lebar karena panik.

"Diem lo, bantu gue bangun," titahnya pada Keyla. Keyla pun membantu Bia bangun.

"Buset berat amat lo Bi, dosa lo makin nambah nih kayanya gara-gara sering bohongin orang tua lo," omel Keyla.

"Cih, elo juga sama," cibir Bia.

"Kak, ko kakak diem aja sih," omel Keyla pada Jaden.

"Hei Nona, tadi gue juga udah bantuin temen lo, tapi dianya yang sombong," cibir Jaden.

"Anterin gue pulang," pinta Bia pada Jaden.

"Dasar cewek aneh tadi aja ditolongin gak mau sekarang minta anter pulang," ejek Jaden.

"Kasian kak motornya remuk nih, eh maksud aku badannya Bia yang remuk, lihat tuh dengkulnya mpe sobek gitu, mana bisa dia bawa motor sendiri," bela Keyla yang mendapat dukungan dari sahabatnya.

"Ya udah ayo lah." Jaden pasrah.

Pukul 00.30 Bia sampai di depan rumahnya.

"Thanks ya," ucapnya pada Jaden. Laki-laki itu mengangguk.

"Hati-hati kena damprat sama bokap lo," ejeknya sebelum pergi dari halaman rumah Bia.

"Sialan tu cowok." Bia mengambil sepatunya, ingin rasanya ia melempar sepatu yang ia pakai.

Lalu Bia mencoba membangunkan satpam yang menjaga rumahnya.Dilihatnya satpam itu sedang tertidur dalam keadaan duduk.

"Pak, bukain woi," panggil Bia pada satpam rumahnya yang sedang tertidur.

"Pak,pak." Beberapa kali dipanggil satpam itu masih tertidur pulas. Akhirnya Bia terpaksa menaiki pagar rumahnya yang lumayan tinggi itu.

Perlahan dia naik di sela-sela jeruji besi itu. Lalu dia turun dengan hati-hati. Bia yang memegang kunci serep rumahnya membuka handle pintu secara perlahan.

Ceklek

Lampu rumahnya sudah gelap itu artinya semua penghuni rumah sudah tertidur. Namun, sedetik kemudian lampu rumahnya menyala.

"Mampuuus gue," umpat Bia dalam hatinya.

"Darimana kamu pulang sampai larut?" suara berat itu mengintrogasi.

Bia menoleh pada papanya. Di sampingnya juga ada mamanya yang sudah menyilangkan tangannya di depan daada.

"Aku...aku," jawab Bia terbata-bata.

"Ya ampun Bia kenapa lutut kamu bisa sobek gini," tanya Ara setelah menoleh ke arah bagian bawah tubuh putrinya.

"Aku gak papa ma udah biasa," jawabnya santai.

"Papa gak habis pikir sama kelakuan kamu, bisa-bisanya kamu ikut balap liar," omelnya.

"Tahu dari mana, Pa?" Tanya gadis itu sambil menunduk.

"Dari om Didu," jawab Rasya.

"Sial ini pasti gara-gara tukang ngadu itu, awas lo Ladu gue bikin perhitungan sama lo nanti,"

"Sudah sana masuk obati luka kamu," teriak Rasya membuat Bia kaget.

"Baik paduka," kelakar Bia yang membuat papanya geleng-geleng.

Ara mengantar anaknya naik ke atas lalu mengambil kotak obat untuk Bia.

"Kamu habis jatuh dari motor ya?" tanya Ara sambil mengoleskan obat luka ke lututnya.

"Aw mam pelan-pelan," Bia meringis kesakitan.

"Lagian kamu jadi anak perempuan gak ada manis-manisnya, pakai apaan nih, celana sobek-sobek kaya gembel, kamu kira kami tidak bisa membelikan kamu baju-baju mahal," Ara mencebik kesal.

"Maafin Bia, Mam." Bia memeluk mamanya untuk meredakan kemarahannya.

"Kamu paling bisa buat hati mama luluh, besok kamu jangan mengulangi perbuatan kamu lagi atau papa akan marah dan mencabut semua fasilitas yang kami berikan," ancam Ara pada putrinya sebelum keluar dari kamar Bia.

"Oh my God, gak kebayang gue kalau jadi gembel," mendadak kepala Bia jadi pening membayangkan dirinya tanpa fasilitas mewah yang orang tuanya berikan.

Keesokan harinya

"Met pagi Pa, Ma," sapa Bia seraya mencium kedua pipi orang tuanya.

"Hari ini kamu mau kuliah?" Tanya Rasya.

"Ya seperti biasa," jawab Bia santai.

"Baiklah hari ini kami diantar supir," Bia jadi tersedak saat mendengar ucapan papanya.

"What? Biasanya Bia kan pakai motor sendiri pa," protes anak perempuan Rasya.

"Untuk hari ini dan seterusnya, kamu diantar supir," kekeh Rasya.

"Baiklah," jawab Bia pasrah.

Lalu setelah berpamitan dengan orang tuanya Bia mendekati supir pribadi Rasya. "Ayo pak Kemal kita berangkat sekarang," ucapnya pada sang supir.

"Loh saya mau nganter Pak Rasya, Non."

"Kata papa dia minta bapak nganterin saya," bantah Bia.

"Siapa yang suruh Pak Kemal nganter kamu?" suara bariton itu menjawab.

"Trus??" Tanyanya singkat.

"Kamu diantar sama driver ojek online," balas Rasya dengan ekspresi datarnya.

"Whatt? Papa becanda ya?" Bia dengan ekspresi tak terima.

"Papa serius,mulai hari ini motor kamu akan papa jual," ancam Rasya.

Bahu Bia meluruh mendengar keputusan papanya. Ia tidak menyangka akibat kepergok semalam urusannya jadi runyam begini.

"Laduuu ini semua gara-gara elo," umpat Ara menyalahkan Keyla sebagai penyebab kemalangan yang ia alami.

...❤️❤️❤️...

Like komen and share ya 🙏

2

"Bi traktir kita makan yuk," ajak temen kampus Bia.

"Kuy lah kalian pengen makan dimana?" Tanya Bia sombong.

"Di hotel bintang lima depan kampus Bi, di situ makanannya enak," kata salah satu temannya.

"Tenang gue traktir," Bia mengajak ketiga teman kampusnya untuk makan siang di hotel tersebut.

...***...

"Mbak bilnya dong!" Bia meminta tagihan makan mereka.

Setelah pelayan menyerahkan kertas tagihan ke Bia, gadis itu memberikan kartu kreditnya. Namun, tak lama kemudian pelayan itu kembali ke meja Bia dan teman-temannya.

"Maaf kak kartunya gak bisa dipakai," ucap sang pelayan memberitahukan pada Bia.

Lalu Bia memberikan kartu kreditnya yang lain. Namun, lagi-lagi kartunya ditolak.

"Sial, kenapa semua kartu gue gak bisa dipakai?" batin gadis yang masih memiliki darah Eropa tersebut.

"Kenapa Bi? Ada masalah dengan kartu lo?" tanya teman Bia yang ikut makan.

"Gak ada, mungkin mesin mereka yang rusak, masak semua kartu gue ditolak," elak Bia.

"Ini pasti ada kesalahan mbak, mana mungkin kartu saya gak bisa dipakai?" Bia berusaha membela diri.

"Ada apa ini?" Tanya seorang laki-laki berpakaian jas rapi.

"Ini pak, mbak ini gak bisa bayar makanan di restoran kita," kata pelayan wanita itu.

Setelah itu laki-laki itu menoleh ke Bia untuk meminta penjelasan dengan tatapan tajamnya.

"Gue gak salah, elo kan kenal gue masa iya anak sultan gak bisa bayar makan,gue bahkan bisa beli ni hotel" ucap Bia menyombongkan diri di depan teman-temannya.

Laki-laki yang berdiri di hadapan gadis itu pun mengernyit. Pasalnya iya tidak merasa mengenal gadis yang dianggapnya urakan tersebut.

"Kenapa lo natap gue kaya gitu? Naksir? Jangan harap, sekali musuh tetap musuh," Julian semakin kaget dengan omongan Bia.

"Minta dia membayar tagihannya kalau tidak bisa suruh dia cuci piring," perintah Julian diikuti oleh pegawainya.

"Sial nih cowok bikin gue malu aja depan temen-temen gue," batin putri Rasya itu.

"Bi, kita balik duluan ya," pamit salah seorang teman Bia.

"Sial mereka malah ninggalin gue," kesal Bia namun hanya bisa membatin. Tangannya mengepal seolah menahan marah.

...***...

"Yang bersih!" Bentak kepala pelayan di restoran tempat Bia makan bersama teman-temannya.

Mimpi apa dia semalam sehingga dia harus mencuci piring di restoran yang bisa saja dibeli oleh orang tuanya.

"Sial seumur-umur baru kali ini gue dipermalukan seperti ini," gerutu gadis yang sedang mencuci piring tersebut.

Tangannya yang halus harus dipenuhi dengan busa sabun yang bisa saja membuat tangannya menjadi kasar.

Setelah ia selesai mencuci piring, Bia akhirnya bisa keluar dari penyiksaan itu.

Gadis cantik yang sedang menenteng tas ranselnya itu keluar dengan rambut yang diikat asal sejak ia mulai mencuci piring-piring kotor di restoran tadi. Bia yang notabene tomboy memang tidak begitu peduli pada penampilannya. Ia pun masih membiarkan rambutnya terikat asal dengan beberapa helai rambut yang menggantung di bagian depan.

Bug

Tanpa sengaja Bia menabrak bahu kekar seorang laki-laki ketika akan memasuki lift. Tubuhnya hampir saja menyentuh lantai kalau saja Julian tidak menangkap Bia dengan tangannya.

Sejenak kedua bola mata mereka bertemu. Ada rasa yang aneh yang Julian rasakan saat menatap mata indah Bia.

Begitu pun dengan Bia. Untuk pertama kalinya ia bersentuhan dengan laki-laki selain papanya. "Jantung gue," batin Bia yang merasakan dag dig dug saat merangkul Julian.

Bug

Julian melepas pegangan tangannya hingga gadis di hadapannya itu terjatuh. "Aw sakit tahu," rintih Bia seraya mengusap-usap pant*tnya yang sakit.

"Lo niat nolongin gue gak sih tadi?" Bentak Bia pada laki-laki yang bertubuh kekar itu.

"Cih untuk apa menolong gadis sombong seperti kamu," Julian mencibir.

"Elo yang sombong, mentang-mentang pakai jas terus lo pikir gue lupa sama tampang lo yang jelek ini," hina Bia pada laki-laki yang wajahnya mirip dengan musuh bebuyutannya.

"Nona kata-kata anda sangat kasar, apa sebelumnya kita pernah bertemu?" Tanya Julian seraya membungkuk.

"Lo lupa baru semalam kita ketemu dan lo nganterin gue pulang," ucapan Bia membuat Julian mengernyit pasalnya ia tidak merasa mengantarkan Bia pulang semalam.

Pegawai lain yang mendengar pengakuan Bia jadi salah paham dengan atasannya. Mereka mulai bersuara dan menggunjing Julian.

"Kamu ikut saya sekarang," Julian menarik tangan Bia kasar dan membawa ke ruangannya.

"Aw sakit," pekik Bia saat Julian melempar tubuhnya ke sofa panjang yang ada di ruangannya.

"Kamu berani sekali mempermalukan saya, saya tidak kenal sama kamu, bagaimana bisa saya mengantarkan kamu pulang hm?" geram Julian mencengkeram dagu Bia.

Wajah Bia jadi pucat pasi melihat kemarahan Julian. "Cih, bisa-bisanya dia mengelak padahal hampir tiap malam dia ngajak gue balapan," batin Bia seraya memperhatikan wajah Julian. Namun, lama-kelamaan wajah tampannya itu membius kesadaran Bia.

Sesaat Bia tersadar. "Ck, lo bahas hal gak penting, gue mau pulang." Dia beranjak dari tempat duduknya tapi Julian segera menarik tangan Bia kasar hingga gadis cantik tersebut terjerembab di pelukan pria bertubuh kekar itu.

"Ups, maaf." Ruby, sekretaris Julian sedang membuka pintu melihat adegan keduanya sedang berpelukan.

"Tunggu Ruby ini tidak seperti yang kamu pikirkan." Julian mencoba menjelaskan pada sekertaris sekaligus teman masa kecilnya itu.

Ruby yang masih di ambang pintu pun akhirnya masuk ke ruangan Julian. Ia menatap ke arah gadis yang berpenampilan tomboy tersebut. Sebelumnya ia tak pernah tahu kalau Julian mengenal gadis itu.

"Heh diam di tempat jangan coba-coba kabur sebelum urusan kita selesai atau aku akan mendatangi rumahmu dan mengadukan kelakuanmu pada orang tuamu," ancam Julian membuat bahu Bia meluruh. Dia tak akan sanggup menghadapi papanya kalau sampai kejadian di restoran tadi sampai di telinga papanya. Rasya pasti akan malu memiliki putri seperti Bia, pikir gadis berambut panjang tersebut.

"Julian, siapa dia?" tanya Ruby pada atasan sekaligus temannya.

"Julian?? Bukannya namanya Jaden?" batin Bia yang mendengar wanita cantik itu memanggil laki-laki yang sedang menandatangani berkas-berkas pentingnya.

"Aku tidak mengenalnya. Dia hanya gadis yang suka bikin onar," kata-kata Julian membuat Bia geram.

"Bisa-bisanya elo gak kenal gue padahal tiap malam elo ngajak gue balapan?" Sahut Bia yang sedang tersulut emosi saat laki-laki yang dianggapnya musuh itu mengaku tidak mengenalnya.

Kata-kata Bia disalahartikan oleh Ruby. Ruby menatap tajam ke arah Julian.

"Apa? Aku tidak melakukan apa-apa." Jawaban atas pertanyaan yang diberikan melalui tatapan Ruby.

Julian tersenyum sinis pada Bia. "Aku selalu sibuk di kantor mana ada waktu untukku gadis sombong."

Bia yang menyadari bahwa ada hubungan spesial antara Julian dan Ruby membuatnya berfikir untuk mengerjai laki-laki yang ia anggap Jaden.

"Tega sekali kau mengelak padahal lutut dan sikuku sampai terluka karena jatuh semalam," ucap Bia sedikit mesra sehingga membuat Julian memutar bola matanya jengah. Ia tahu Bia sedang berakting di depan Ruby.

3

Bia akhirnya bisa lepas dari ruangan Julian saat ia mengusirnya. Julian tidak tahan menghadapi gadis yang mengaku dekat dengannya itu. Bia tersenyum puas saat terbebas dari laki-laki yang dia anggap sebagai Jaden.

Ketika Bia baru keluar dari lift, ia berpapasan dengan seorang wanita. Tiba-tiba wanita itu menjambak rambut panjang milik Bia.

"Eh apa-apaan nih?" Tanya Bia seraya memegangi rambutnya yang ditarik.

"Dasar wanita j*l*ng, berani-beraninya kamu deketin tunangan aku," bentak wanita yang menjambak rambutnya.

"Hah??? Maaf anda salah orang, tolong lepaskan rambut saya." Bia mengiba.

"Kamu masih mengelak, lihat nih." Wanita yang tidak dikenal Berlian itu memperlihatkan gambar seorang wanita yang memakai jaket dan model rambut yang sama jika dilihat dari belakang.

"Itu bukan saya, saya bisa pastikan sejam yang lalu saya masih berada di hotel ini." Penjelasan Bia malah membuat wanita itu semakin geram dan menarik rambut panjangnya. Bia sama sekali tidak memperbaiki keadaan tapi malah memperkeruhnya.

"Kamu mengaku?" Wanita itu membelalakkan matanya kepada Bia.

"Tidak, anda salah paham, aww," putri Rasya itu meringis kesakitan.

Julian yang baru turun dari lift dengan asistennya melihat kejadian yang sudah menjadi tontonan banyak orang itu. Lagi-lagi ia melihat gadis yang dianggapnya selalu membuat rusuh. Namun kali ini sepertinya gadis itu dalam posisi tertindas.

"Lepaskan dia nona,kita bisa bicarakan secara baik-baik," Julian mencoba melerai.

"Wanita ini telah berselingkuh dengan tunanganku," katanya.

"Tidak, aku tidak tahu menahu ini hanya salah paham." Bia berusaha membela diri.

Gadis cantik yang masih memiliki darah Eropa itu berharap laki-laki di depannya bisa menolongnya. Julian yang dapat menangkap permintaan Bia walau hanya dengan tatapan mengibanya tersenyum menyeringai. Ia berfikir untuk mengerjai gadis yang selalu bikin onar itu.

"Bagaimana mungkin dia berpacaran dengan tunangan anda kalau dia adalah kekasih saya," ucapan Julian membuat Bia bergidik ngeri.

"Sialan nih om-om ngaku cowok gue segala lagi," umpat Bia dalam hati.

"Oh maaf sepertinya saya salah orang," ucap wanita itu dengan penyesalan kemudian pergi.

Tanpa sempat berucap kata terima kasih kepada Julian yang telah menolongnya, Bia kabur begitu saja.

"Dasar gadis aneh," kata Julian yang melihat kepergian Bia.

"Selidiki latar belakang gadis itu," titahnya pada sang asisten.

"Baik tuan," jawabnya dengan datar.

***

Setelah itu, Bia mampir ke kantor papanya. Orang pertama yang ia temui saat menginjakkan kaki di kantor ojek online itu adalah Didu, teman sekaligus asisten pribadi Rasya.

"Eh Bia tumben main ke sini?" Didu menyapa Bia tapi ia malah mendapatkan tatapan tajam dari putri atasannya itu.

"Om Didu jahat." Kata-kata dari anak atasannya itu membuat Didu mengernyit heran.

"Pasti om kan yang ngadu ke papa kalau aku sering ikut balapan liar," Bia mengintrogasi Didu.

"Om hanya tidak mau kamu kenapa-napa Bia," jawab Didu.

"Om tidak mau Keyla senakal kamu," batin Didu.

"Darimana om tahu kalau aku sering ikut balapan pasti dari mulut lemes Ladu kan?"

"Ladu??" tanya Didu tak mengerti.

"Ladu itu singkatan dari Keyla anaknya Om Didu, masak iya aku harus manggil dia dengan nama panjangnya itu," cibir Bia.

Didu tidak menanggapi ocehan Bia. Ia tahu Bia bukan gadis yang mudah menyerah sehingga Didu memilih untuk pergi meninggalkan teman anaknya itu.

Lalu Bia masuk ke ruangan papanya.

Bruak

Bia membuka pintu itu dengan kasar. "Papa bagaimana bisa kartu kredit aku gak bisa kepakai?" Bia meminta penjelasan pada orang tuanya.

"Semua kartu kredit kamu sudah papa blokir," ucap Rasya tanpa memandang ke arah putrinya.

"Whatt?? Wah tega papa sama anaknya, sebenarnya aku ini anak kandung apa bukan sih, kenapa aku selalu menderita begini?" Bia pura-pura tertindas.

"Gak usah akting, papa cuma ingin kamu belajar hemat mulai sekarang," kata Rasya.

"Ck, aku mau ngadu sama mama," ucapnya sebelum pergi dari ruangan Rasya. Rasya hanya menggeleng melihat kelakuan putrinya yang tidak ada manis-manisnya.

***

"Maamaa," teriak Berlian yang baru memasuki rumahnya.

"Ma bilangin ke papa napa, balikin semua kartu kredit aku yang udah papa blokir," pintanya dengan manja.

"Itu hukuman buat kamu," Ara mencolek hidung mancung putrinya.

"Maa,,," Bia kembali mengiba. Ia mengekori mamanya sampai ke dapur.

"Kamu itu anak perempuan kami satu-satunya dan kami sangat mengkhawatirkan kamu sayang," ucap Ara dengan lembut.

"Apa hubungannya dengan mencabut semua fasilitas aku?" Protes Bia tidak mengerti.

"Justru itu sayang dengan begitu kamu bisa menilai siapa saja yang tulus mendekati kamu tanpa melihat status kamu sebagai anak orang kaya," Ara memberi penjelasan kepada putrinya.

Sejenak Bia merenungkan kata-kata mamanya.

"Tapi Ma, Bia malu kalau harus naik ojek tiap hari," keluhnya.

"Ngapain mesti malu kamu kan gak nyuri," kata Ara.

"Bia takut nyuri hatinya cogan-cogan yang lihat Bia naik motor, secara Bia kan manisnya melebihi gula," Ara memutar bola matanya jengah mendengar ocehan narsis putrinya.

"Udah ah, luka kamu gimana masih sakit?" Tanya Ara.

"Dikit ma."

"Kamu gak usah pakai celana jins dulu pakai rok aja kalau di rumah,"

"Iya," jawab Bia malas.

Lalu dia ingat pada motornya. "Eh motor gue beneran udah dijual papa? Bukannya kemaren nggak gue bawa pulang," Bia bermonolog.

Lalu Bia menelepon Keyla. "Cih ni anak kemana sih dihubungi malah operator yang jawab," kesal Bia karena sambungan telponnya tidak nyambung.

Setelah itu Bia memutuskan untuk ke kafe Lulu untuk menemui Keyla. Dengan pakaian santai setelan kaos oversize dan celana jins pendek selutut Bia menaiki ojek.

"Laduuu..." teriak Bia di kafe Lulu.

"Bia jangan teriak ah banyak pengunjung," protes Lulu.

"Ladu mana, Tan?" Tanya Bia sambil menyalami ibu Keyla.

"Ladu??" Lulu mengerutkan keningnya.

"Ladu itu singkatan dari Keyla anaknya om Didu, mana dia Tan aku ada perlu?" Tanya Bia.

"Belum ke sini, mungkin lagi di rumah," jawab Lulu.

"Pantesan ditelepon gak aktif, mungkin lagi molor ya tan. Ya udah tan aku ke rumah aja," pamit Bia.

Setelah dari kafe Lulu Bia ingin pulang. Ia berjalan ke pinggir jalan raya untuk menunggu ojek online yang dipesan dengan aplikasi di handphonenya.

"Ck dingin banget sumpah," Bia mengusap-usap bahunya yang kedinginan. Pasalnya ia tidak mengenakan jaket karena buru-buru. Ia hanya memakai kaos yang bahannya tipis.

Penampilan Bia agaknya mengundang perhatian dari sekelompok gelandangan yang ingin berbuat jahat padanya. Bia mundur saat mereka mulai mendekat. Sayangnya malam itu lokasi dimana dia berada terlihat sepi.

"Sendirian aja cewek?" Tanyanya pada Bia saat berusaha menggoda.

❤️❤️❤️

Kasih semangat dong biar bisa up terus

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!