NovelToon NovelToon

Perfect Idol

Cerita singkat mereka

Terdengar suara riuh sorak sorai teriakan dan tepukan tangan yang bergemuruh di sebuah stadion besar di kota Jakarta.

Terlihat lima pemuda tampan yang sedang menari dan bernyanyi di atas panggung yang megah. Mereka menari penuh semangat dan energi yang penuh. Suara dan senyuman mereka membuat para fansnya pun berteriak histeris.

Di belakang panggung setelah acara berakhir. Seorang pemuda dari lima pemuda tadi pun langsung terduduk lemas dilantai. Pemuda itu bernama Bintang. Bintang adalah salah satu tokoh utama dalam cerita ini. Keempat temannya tadi bernama Tirta, Marcel, Dean dan Jerry. Keempat temannya juga merupakan pemeran utama dalam cerita ini.

"Ngapa lo Bin, kok langsung maen duduk dilantai aja?" tanya Dean member yang merupakan main dancer grup.

"Capek gua," jawab Bintang leader yang multitalenta.

"Buset dah ... emang yang capek lo doang, Bin? Kita-kita juga capek tapi gak gitu juga Bin," teriak Marcel yang merupakan member tertua dalam grup sekaligus lead vocal grup.

"Udah-udah kita semua capek tapi terserah Bintang sih kalo dia mau langsung duduk dilantai gitu," bela Tirta member yang paling tinggi, visual dan merupakan main vocal dalam grup.

"Iya sih, boleh tapi jangan langsung abis turun panggung langsung kayak gitu, takutnya ntar tiba-tiba ada infotainment dateng kan gawat, apalagi si Bintang mukanya kusut kayak gitu Ta," ucap Dean agak kesal.

Jerry merupakan member termuda dan main rapper grup yang dari tadi hanya fokus dengan handphone-nya pun angkat bicara. "Ribet amat sih urusan! Lagian gak ada yang dateng juga ini."

Seketika perdebatan tadi pun menjadi hening sejenak, dan lalu pecah ketika seorang pria yang berumur sekitar 50 tahunan dengan rambut pendek rapih agak putih serta setelan jas dan sepatu kulit mengkilap datang menghampiri mereka.

"Selamat malam Pak CEO, tumben bapak langsung datang kesini," sapa Marcel kepada pria itu.

"Bintang ... ayo ikut saya," ucap Pak CEO tanpa menghiraukan salam Marcel.

Tanpa sepatah kata Bintang pun mengikuti Pak CEO pergi.

Sementara itu keempat pemuda yang ditinggal begitu saja oleh Pak CEO pun segera bergegas pergi keruangan ganti.

Di ruang ganti.

"Wah gua nyapa gak dianggep gitu, bro," tukas Marcel kesal.

"Ya lo tau kan kalo Pak CEO mah urusannya sama Bintang doang," timpal Dean.

"Kenapa sih kalian itu dari tadi ngomongin Bintang yang gak-gak aja? Ya wajar aja pak CEO itu manggil Bintang, toh dia itu leader dari grup kita, lagian Bintang itu bisa dibilang tumpuan kita, semuanya Bintang yang urus mulai dari bikin lagu, aransemen musik sampe ke koreo aja kita ngandelin dia," bela Tirta.

"Tapi tetep kan kita juga ini punya andil, masa kita diperlakuin gak adil gitu," protes Dean.

"Udah deh Kak, yang penting semua kebutuhan kita terpenuhi jadi buat apa mikirin di sayang CEO," ucap Jerry sambil memainkan handphone-nya.

"Bener juga sih kata Jerry, yang penting kita gak kekurangan apapun," ucap Marcel.

"Ini anak ya paling kecil tapi paling pas omongannya," ucap Dean sambil merangkul dan menjitak kepala Jerry.

Seketika suasana yang tegang tadi menjadi cair karena canda tawa mereka.

Itu sepenggal cerita dari kelima pemuda tersebut. Kelima pemuda tersebut tergabung dalam satu grup idol yang bernama Number One, mungkin lebih dikenal sebagai boyband. Kelima pemuda ini berusia kurang dari 20 tahunan. Diusia yang muda ini mereka sudah mendulang popularitas dan harta yang berlimpah. Wajah tampan, populer, dan banyak uang, siapa yang tidak mau hal tersebut? Bahkan bagi orang-orang yang melihat, mereka nampak seperti sekumpulan idol yang memiliki kehidupan yang sempurna. Namun siapa sangka mereka berlima memiliki rahasia pribadi masing-masing yang tidak diketahui orang lain.

.

.

.

***

Sedangkan di sisi lain kehidupan para idola yang penuh kepopuleran dan kekayaan, ada seorang gadis muda biasa yang berumur 18 tahun yang kehidupannya biasa saja. Gadis itu bernama Hira, gadis bertubuh mungil berkacamata itu berprofesi sebagai pelayan disebuah toko roti. Hira mempunyai seorang sahabat dekat yang bekerja di toko roti yang sama, sahabat Hira bernama Fani. Sahabat Hira satu ini adalah penggemar atau fans sejati dari grup idol Number One. Selain Bintang, Hira juga adalah tokoh utama dalam cerita ini.

Di Toko Roti Kiss Bread.

"Hira! Lo tau gak sih kemaren kan gua nonton konsernya Number One, gila ya ganteng-ganteng banget mereka itu, apalagi si Marcel dan Bintang! Uh ... seksi dan gemes abis." Teriak seorang gadis yang bernama Fani.

"Hadeh! Tiap hari ya bahasan lo cuma Number Onene mulu, terus Marcel lah, Bintang lah, apa lah, pusing gua dengernya." Hira menanggapi ucapan Fani dengan wajah agak sebal.

"Ih! Lo itu gak tau yang namanya cowok ganteng apa, Ra? Lo masih normal kan, Ra? Cewek-cewek di muka bumi ini aja pada ngefans gila sama Number One, tiap gua jalan pulang yang gua denger bahasan cewek-cewek ya Number One, nah lo malah gak tertarik gitu, aneh banget tau, Ra." Fani mengoceh dengan panjang lebar sehingga membuat Hira bertambah kesal.

"Enak aja lo bilang gua gak normal, ya buat apa juga lo suka-suka berlebihan gitu? Buang-buang duit buat nonton konser mereka, lo ngumpulin setahun kan duit gaji lo buat nonton konser? Faedahnya apa coba Fan? Mereka kenal gak sama lo, yang ada mereka tambah kaya," tanggap Hira dengan sedikit nada suara meninggi.

"Susah ya, kalo ngomong sama orang kayak lo ini, Ra! Lo gak ngerti yang namanya loyalitas tanpa batas seorang fans! Huh!" teriak Fani kesal.

"Udah-udah tuh ada yang mau beli."

Hira adalah seorang yang sangat tidak peduli dengan hebatnya atau terkenalnya grup idol tersebut. Hira hanya memikirkan bagaimana dia bisa hidup lebih baik dari sekarang. Hira adalah seorang anak yatim, ayahnya meninggal karena kecelakaan pada saat bekerja menjadi supir truk angkut. Hira tinggal bersama ibu dan kedua adik kembarnya yang masih berusia 10 tahun, namun semenjak kuliah di kota dia tinggal sendiri dengan menyewa sebuah kamar kecil disebuah rusun. Ibu Hira hanyalah seorang pedagang nasi uduk keliling. Maka dari itu, sejak Hira masih SMA dulu hingga sekarang kuliah pun, Hira selalu membantu ibunya untuk mencari uang. Pekerjaan apa pun yang penting halal pun dilakukannya. Sekarang Hira pun menjadi tulang punggung keluarganya.

Hira adalah gadis yang pintar, dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya. Tadinya Hira ingin melanjutkan kuliah di universitas negeri, namun karena harus sembari mencari uang Hira berkuliah di universitas swasta yang jam kuliahnya pada malam hari. Dari universitas swasta ini pun Hira mendapatkan beasiswa penuh. Hira mengambil jurusan Hubungan Internasional.

Pemilik dari universitas swasta ini ada adalah CEO dari agensi Smart Entertainment yaitu agensi yang menaungi grup idol Number One.

Sebenarnya apa rahasia kelima anggota grup idol tersebut? Konflik apa sajakah yang akan terjadi nanti? Atau hanya konflik seputar cinta anak muda? Atau ada yang lainnya?

.

.

.

***

Bintang

Tirta

Marcel

Dean

Jerry

Next episode>>

Salah Paham

Pagi hari di sebuah dorm tempat tinggal para idol Number One.

"Bintang gak balik ke dorm ya tadi malem?" tanya Dean kepada sahabatnya.

"Kayaknya sih gak, apa jangan-jangan dia ditahan sama pak CEO kali," jawab Marcel.

"Halah ... paling juga dia gak mau balik ke dorm aja, bukan karena pak CEO," tukas Dean sedikit mengejek Bintang.

"Para kakak-kakak yang terhormat. Kayaknya kak Bintang emang jarang banget pulang ke dorm deh.Kan udah tau kalo selepas ngadain konser besar dia pasti gak bakalan balik kesini."

Jerry menanggapi omongan dari Dean dan Marcel dengan santainya.

"Iya sih tapi kayaknya Dean sensi banget sama Bintang akhir-akhir ini ... ha-ha!" ejek Marcel.

"Enak aja lo bilang gua sensi! Gua ngerasa Bintang itu gak kayak pas awal-awal kita debut, pas awal debut Bintang itu orangnya ramah dan ceria, nah sekarang jadi kayak orang pemurung terus ngejauh gitu dari kita," protes Dean.

"Iya sih." Sejenak Marcel memikirkan ucapan sahabatnya itu.

Tiba-tiba obrolan mereka terhenti karena ada suara berisik pintu terbuka.

Kriet!

"Kak Bintang baru pulang?" tanya Jerry.

"Iya," jawab Bintang singkat sambil berjalan menuju kamarnya.

Bintang menuju kamarnya dan lalu menutup pintu kamarnya tanpa memperdulikan Dean, Marcel dan Jerry yang berada di ruang tengah.

"Tuh kan emang bener-bener si Bintang ini," ucap Dean kesal.

"Udah-udah mungkin dia lagi gak mau diganggu." Marcel menepuk pundak Dean menenangkan emosinya.

.

.

.

***

Di dalam kamar Bintang.

Bintang hanya terduduk di kasurnya sambil menghela nafas. Kedua tangannya memegang kepalanya, seperti seseorang yang sedang banyak pikiran.

"Ah! Kacau kalo kayak gini! Bisa gila gua mikirinnya!" Bintang pun merebahkan badannya ke kasurnya sambil mencoba memejamkan matanya.

.

.

.

***

Seminggu kemudian, malam hari di kampus tempat Hira berkuliah.

"Aih! Telat gua telat." Hira berlari tergesa-gesa menuju ruang kelasnya.

Di tengah perjalanan menuju kelas Hira tak sengaja menabrak seorang laki-laki yang berjalan santai di depannya.

Bruk!

"Haduh maaf saya gak sengaja, saya sedang buru-buru takut telat." Hira meminta maaf kepada orang yang ditabraknya.

Setelah minta maaf Hira berlari meninggalkan laki-laki yang ditabraknya tadi. Ternyata laki-laki yang ditabraknya adalah Bintang.

"Masih ada ya orang yang serius mau kuliah sampe lari-lari gitu," ujar Bintang sambil tersenyum tipis.

Dari kejauhan ada suara seseorang memanggil Bintang. Itu adalah Tirta.

"Kalo mau kabur kelas seenggaknya jangan lupa bawa ini." Tirta berteriak sambil melempar topi dan masker kepada Bintang.

"Makasih, Ta! Gua lupa soalnya buru-buru, udah bosen gua dengerin si botak ngoceh," ucap Bintang sambil nyengir.

"Ha-ha-ha! Lo ini bener-bener ya, Bin, udah kita ini emang jarang kuliah eh lo malah kabur, terus lo mau kemana sekarang?" Tirta bertanya pada Bintang sambil tertawa.

"Gak tau gua ... paling gua balik ke dorm buat latihan," jawab Bintang.

"Di dorm lagi gak ada orang kan, soalnya pada pulang ke rumah masing-masing," ucap Tirta.

"Justru gua seneng kalo sepi," tanggap Bintang datar.

"Bin ... seenggaknya lo jangan terlalu dingin ke anak-anak, bisa gak kayak dulu lagi?" pinta Tirta dengan wajah sedikit memohon.

"Hm ... entahlah tapi bakal gua coba, gua cuma gak mau ngebebanin mereka aja." Bintang sedikit menundukkan kepalanya sambil memikirkan permintaan dari Tirta.

"Oke! Gua balik ke kelas dulu ya." Tirta pun meninggalkan Bintang.

Bintang pun menuju parkiran mobil sambil memakai topi dan masker yang diberikan Tirta.

.

.

.

***

Sesampainya di parkiran.

"Aih! Sial amat gua! Kenapa malah bocor sih bannya mana gak bawa ban cadangan, sial banget!" Bintang mengambil handphone-nya dan menelpon manajernya.

Tut-tut-tut!

Setelah sepuluh menit akhirnya telepon diangkat.

In call.

"Kak ... lagi dimana?" tanya Bintang.

"Apa Bin? Gak kedengeran lo ngomong apaan." Terdengar suara musik yang berisik dari telepon Pak Manajer.

"Ampun dah pasti lagi dugem ini orang," ucap Bintang kesal

"Gua lagi ditempat biasa Bin, mau nyusul, Bin? Gak kuliah lo?" teriak Pak Manajer dari telepon.

"Gua gak minat ketempat begituan, mobil gua bannya bocor, jemput gua kak," teriak Bintang.

"Gak kedengeran bin lo ngomong apaan?! Lo WhatsApp aja ya," teriak Pak Manajer.

"Ah! Dasar lah daritadi ngapa!" jawab Bintang kesal sambil menutup teleponnya.

End call.

.

.

.

***

Dua jam kemudian.

"Buset! Gua mau nunggu sampe kapan ini mah? Keburu Tirta kelar kuliah." Dengan kesal Bintang berjalan ke arah halaman kampus meninggalkan parkiran mobil.

"Ah! Pesen ojek online aja!" Bintang baru kepikiran setelah dua jam.

Bintang pun mengeluarkan handphone-nya, namun ternyata handphone-nya kehabisan baterai.

"Astaga! Kenapa gua sial banget, sih!" Bintang mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Bintang pun melanjutkan langkahnya menuju halaman kampus dan memutuskan untuk pulang naik bus.

"Gua pake masker dan topi, pasti gak akan ada yang ngenalin gua," gumam Bintang.

Saat asyik bergumam sendiri, di depan Bintang ada seorang gadis yang sedang menelepon sambil berjalan pelan. Bintang tidak bermaksud mencuri dengar apa yang dibicarakan gadis tersebut ditelepon, namun suara gadis itu lumayan besar hingga terdengar olehnya.

"Apa, Bu? Ibu sakit? Terus gimana adik-adik, Bu? Pasti ibu kesusahan ya," tanya Hira. "Jadi Dinar sama Disa diminta bayar uang buku sekarang, Bu? Iya Bu Hira usahain ya, nanti gajian akhir bulan ini Hira kirim buat bayar buku mereka."

Sedari tadi Bintang tak sadar mengikuti Hira karena seolah ingin tau apa yang dibicarakan gadis itu.

"Kontrakan juga masih belum dibayar ya,Bu? Oke Bu Hira bakal usaha lebih keras ya, Ibu jaga kesehatan." Hira menutup teleponnya.

Tiba-tiba Bintang tersandung paping blok yang menonjol di depannya dan membuat suara berisik sehingga Hira pun menengok dan kaget.

"Aw!" teriak Bintang kesakitan.

"Siapa lo? Ngapain dari tadi ngikutin gua?" teriak Hira sambil menghindari Bintang.

"Gua gak ngikutin lo, kok." Bintang membantah tuduhan Hira.

"Hah! tampang kayak gini pasti orang mesum, ya?" Hira mencurigai Bintang.

"Gua bukan orang mesum! Enak aja!" protes Bintang.

"Kalo bukan orang mesum, kenapa pake topi sama masker malem-malem gini," tanya Hira yang masih mencurigai Bintang.

"Ya ... gua itu...." Sebelum Bintang melanjutkan omongannya Hira sudah berteriak minta tolong pada orang-orang disekitarnya.

"Tolong! Tolong! Ada orang mesum mau ganggu saya! Tolong! Tolong!" teriak Hira.

Bintang dengan sigap membekap mulut Hira dan membawa Hira ke arah parkiran mobilnya. Hira terus memberontak sehingga topi dan masker Bintang pun terlepas dan mereka saling bertatapan.

"Lo ... lo kan?!" Hira menatap Bintang dengan wajah yang serius.

Next episode>>

Hal tak terduga

Bintang dengan sigap membekap mulut Hira dan membawa Hira ke arah parkiran mobilnya. Hira terus memberontak sehingga topi dan masker Bintang pun terlepas dan mereka saling bertatapan.

"Lo ... lo kan? Cowok yang gua tabrak tadi?" ucap Hira dengan wajah datar.

"Hah! Lo gak tau siapa gua?" tanya Bintang heran.

"Ya gak, lah! Memangnya lo siapa kok gua harus tau?" jawab Hira.

"Seriusan? Ah lo becanda kan? Ha-ha-ha! Gua udah tau akal-akalan lo. Udah sering gua ketemu orang kayak lo." Bintang tersenyum mengangkat sebelah bibirnya dan bicara dengan nada yang mengejek.

"Apa sih gak jelas banget, kayak artis aja sih. Kepedean banget!" Hira melepaskan tangan Bintang dari tangannya.

"Lo perhatiin baik-baik muka gua," ucap Bintang sambil menarik tangan Hira dan mendekatkan wajah Hira ke wajahnya.

Ganteng, batin Hira.

"Apa sih kok diem aja. Masa gak tau siapa gua? Gak usah pura-pura bodoh lo ya," tanya Bintang kesal sambil menarik kembali tangan Hira.

"Ya gua akuin muka lo ganteng tapi kan gua gak kenal siapa lo! Kok maksa sih!" sambil melepaskan tangan Bintang.

Dari kejauhan terdengar suara laki-laki yang memanggil seseorang.

"Bintang!"

"Eh lo Ta. Udah kelar ya kuliahnya?" tanya Bintang.

"Udah... loh kok lo masih disini?" Tirta memperhatikan Bintang dan Hira dengan wajah curiga.

"Mobil gua bannya bocor. Gua gak bisa pulang," ucap Bintang.

"Eh ... terus gadis kecil imut ini siapa?" Tirta menatap dan menunjuk Hira sambil tersenyum.

"Hm ... biasa cuma cewek random gak jelas cantik gak, mau minta diperhatiin sama gua," jawab Bintang dengan arogan.

Hira yang sedari tadi diam akhirnya berbicara karena omongan Bintang.

"Eh! Enak aja! Siapa juga yang carper? Lo itu dasar cowok mesum!" teriak Hira.

"Yuk cabut Ta, gua nebeng mobil lo ya," ucap Bintang mengabaikan Hira sambil menarik tangan Tirta.

Bintang dan Tirta pun meninggalkan Hira yang masih tampak kesal karena perlakuan Bintang. Dari kejauhan terlihat Tirta melambaikan tangannya sambil tersenyum kepada Hira.

"Kurang ajar amat sih cowok itu maksudnya apa ngomong kayak gitu!" Hira terlihat kesal.

"Lagian kawannya sok akrab gitu," sambung Hira.

Sambil menggerutu dan kesal tiba-tiba Hira menyadari sesuatu.

"Eh ... tadi namanya siapa? Bintang? Apa kali itu Bintang yang sering diceritain Fani? Bintang yang artis itu? Idol yang digandrungi cewek-cewek sepelosok nusantara dan dunia?" Akhirnya Hira menyadari bahwa Bintang adalah seorang Idol yang sering diceritakan Fani teman akrabnya.

.

.

.

***

Keesokan harinya di toko roti tempat Hira bekerja.

"Ra! Oy! Kok lo bengong aja, sih?" tanya Fani heran.

"Eh Fan ... semalem gua ketemu Bintang di kampus," ucap Hira datar.

"Hah! Lo mimpi, kan? Mana mungkin sih lo bisa ketemu Bintang. Mukanya yang gimana aja kan lo gak paham, kan? Tiap gua mau ngasih tau lo gak mau liat. Terus lo gak pernah mau nonton TV. Kalo ada iklan mereka di jalan-jalan lo gak mau merhatiin." Fani langsung heboh mendengar perkataan Hira.

"Beneran Fan ... semalem gua udah searching di Mbah Google, taunya bener itu dia." Hira meyakinkan Fani.

"Coba lo perhatiin baik-baik ini bukan?" tanya Fani tak percaya sambil menunjukkan foto Bintang.

"Iya bener," jawab Hira.

"Beruntung banget sih Ra! Ganteng banget kan aslinya? Huh! Bintang tuh ibaratnya malaikatnya Number One, orangnya ramah, baik, sopan pokoknya dia itu salah satu contoh perfect idol-nya Indonesia!" teriak Fani sambil mengoceh tiada henti membicarakan idolanya.

"Hah ... bohong banget sih pencitraannya. Makanya gua gak habis pikir artikel tentang dia kok bagus-bagus semua," ucap Hira kesal.

"Ih kok lo ngomong gitu sih, Ra?" tanya Fani heran.

"Terus ada yang namanya Marcel gak? Dia itu idola gua loh, gemes deh," tanya Fani antusias.

"Gak! Cuma si Bintang manggil-manggil Ta gitu ke temennya," jawab Hira.

"Ah! Tirta?! Visualnya Number One!" teriak Fani girang.

"Terus kok lo kesel banget sih sama Bintang?" tanya Fani ingin tahu.

Akhirnya Hira menceritakan kejadian yang terjadi kemarin malam kepada Fani.

Tiba-tiba suara telepon berdering.

"Baik ... iya bisa ... alamatnya? Oke segera diantar." Hira berbicara ditelpon.

"Fan, ada pesan antar, gua nganter dulu ya," ucap Hira sambil bergegas berangkat.

"Oke hati-hati, Ra."

.

.

.

***

Di dorm Number One.

"Kak! Gua tadi pesen roti buat cemilan, tolong ya ntar lo bayarin dulu ntar gua ganti. Gua mau keluar bentar mau beli minuman," ucap Jerry.

"Ntar malem kita ada jadwal pemotretan lo malah kebanyakan ngemil. Oke ntar gua bayarin," oceh Bintang sambil menuju kamar mandi.

Setelah Jerry pergi tidak lama kemudian ada suara bel pintu dari luar dorm.

Ting-tong!

"Buka aja gak dikunci," teriak Bintang.

"Saya dari toko roti Kiss Bread, mau mengantar pesanan," ucap Hira yang masih berdiri diluar pintu.

"Masuk aja! Tunggu dan duduk aja dulu saya lagi dikamar mandi," teriak Bintang dari kamar mandi.

Hira duduk di kursi ruang tamu dorm sambil memperhatikan sekeliling dorm.

Bagus banget ini rumah, yang punya pasti kaya ini. Kapan ya bisa punya rumah kayak gini? kata Hira dalam hati.

Lalu datanglah Bintang dari arah belakang Hira sedang mengeringkan rambut tak mengenakan baju hanya menggunakan celana panjang.

"Berapa semuanya?" tanya Bintang.

"Semuanya 175 ribu," jawab Hira sambil terkaget melihat Bintang.

"Kok, lo?!" Bintang heran karena ada Hira dihadapannya.

"Gu ... gua cuma nganterin roti," ucap Hira gugup sambil menutup matanya dengan kedua tangannya.

"Nyali lo gede juga ya? Pake pura-pura nganter roti." Bintang lalu mendekati Hira dan memandang Hira dengan tatapan tajam.

"Siapa yang pura-pura? Enak aja!" teriak Hira masih menutup kedua matanya.

"Gua tau apa yang lo mau. Gua kasih tapi lo jangan muncul lagi dihadapan gua! Gua udah sering ngadepin orang kayak lo!" Bintang pergi meninggalkan Hira dan mengambil sesuatu.

Mau ngapain sih dia? batin Hira.

Bintang datang menghampiri Hira dan menarik bajunya, lalu dia menanda tangani punggung Hira dengan spidol permanen.

"Huah! Ngapain lo coret baju gua!" teriak Hira marah.

"Lo mau minta tanda tangan, kan?" ucap Bintang santai sambil tersenyum smirk.

Bintang terlihat sangat kepedean dan merasa bahwa tindakannya benar. Sedangkan Hira merasa sangat kesal karena melihat bajunya di corat-coret oleh Bintang.

.

.

.

***

Next episode>>

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!