NovelToon NovelToon

Wanita Simpanan

1.Sendiri

Matahari malu-malu menatap dua insan yang sedang tidur terlelap di bawah selimut putih tebal itu. Hembusan angin menggelitik lembut wajah sang wanita yang matanya terpejam dengan apik, tanpa sadar angin itu semakin lama semakin mengusik sang wanita yang terlelap, membuat mata indah itu mengerjap pelan dan terbangun. Netra hijau itu menatap sang lelaki yang tidur tengkurap dengan wajah yang menghadapnya.

“Sayang, bangun yuk.” wanita itu menggoncang lembut tubuh sang lelaki, membuat sang empu merengut dan meraih tubuhnya mendekap erat.

“Jonatan!” sang wanita memekik kaget dengan perilaku tiba-tiba itu yang di balas dengan kekehan dan ciuman panjang di bibirnya.

Raisya Atmaja, seorang mahasiswa semester akhir, merengut kesal terhadap tingkah tunangan tercintanya, Jhonatan Silver.

“Morning kiss baby.” Jhonatan menyeringai membuat Raisya memukul bahunya dengan keras bangkit meninggalkan dirinya sendiri.

“Dalam lima menit kau tidak bangun, jangan harap kau mendapatkan jatah dariku.”

Ancaman itu membuat Jhonatan bangkit seketika, dan mengejar Raisya yang memasuki kamar mandi.

“Baby, kau tidak seriuskan?” Jhonatan menatap Raisya dengan harap-harap cemas membuat Raisya menyeringai.

“Kapan aku pernah berbohong Baby Jho?” Raisya bertanya dengan mengerling genit membuat Jhonatan mendesah frustasi.

“Aku sudah bangun sayang, jadi ancaman itu tidak berlakukan?” Jhonatan memeluk tubuh Raisya dari belakang. Matanya menatap pantulan mereka pada kaca besar di dalam kamar mandi itu.

“Hmmm.”

Jhonatan menggoyang tubuh Raisya ke kanan dan ke kiri, membuat sang empu memekik kesal, berakhir memberikan sodokan pada perut seksi yang tidak berbalut pakaian apa pun itu.

“Auch.” ringis Jhonatan kemudian melepas pelukannya.

“Kau!” Raisya menatap Jhonatan tajam.

“Sayang, teganya kau melakukan KDRT.” Jhonatan mengerucutkan bibirnya.

Raisya yang ingin marah terhadap Jhonatan, karena membuat kepalanya pusing dan mengganggu aktifitas paginya menggertakan gigi, merasa gemas dengan tingkah tunanganya itu.

Dengan cepat ia selesaikan kegiatanya dan menghambur ke pelukan Jhonatan serta memberikan kecupan panjang pada pipi Jhonatan, membuat Jhonatan melongo.

“sayang__” Jhonatan tergagap mendapatkan serangan tiba-tiba itu.

Raisya segera meninggalkan Jhonatan yang terdiam dan memegang pipi kirinya seperti orang dungu. Teriakan Raisya yang menyuruhnya cepat bersiap-siap membuat Jhonatan tersadar dan tersenyum sendirian.

“Raisya aku mencntaimu.” Jhonatan berteriak di dalam kamar mandi.

******

Suasana diruang makan sangat hening, membuat Risya yang terbiasa dengan celoteh dan suasana hangat memberengut.

“Kenapa dengan kalian semua ini?” Raisya bertanya dengan membanting sendok dan pisaunya di piring. membuat mereka semua terkejut dan saling pandang.

Jhonatan dengan sabar mengelus punggung sang tunangan, berharap dapat menenangkan perasaannya.

“Baby.”

“Diam Jhonatan, aku tanya kalian semua. Kenapa dengan kalian?” Raisya menatap orang tua serta Jhonatan dengan tajam.

Jhonatan menarik tangannya dari punggung Raisya dan menatap ke arah orang tua tunanganya.

“Maaf Hony, kita harus pergi nanti malam.” Zakarie Atmaja menatap teduh sang putri.

“Apa maksud Deddy?” Raisya bertanya dengan menatap tajam mereka.

“Maaf Hony, kita harus pergi malam ini. Ada masalah di perusahaan Deddy yang ada di New York.”

Sonya Atmaja, wanita campuran india, yang tak lain ibu Raisya meraih tangan sang putri berharap sang putri mengerti dengan kondisi mereka.

Raisya menatap mereka semua dengan tatapan terkejut, mengapa baru sekarang mereka bilang.

“Bukanya kalian baru saja pulang kemaren?” Raisya bertanya dengan nada lirih bahkan matanya sudah berkaca-kaca.

Jhonatan segera meraih tubuh Raisya dalam pelukanya, ia merasa bersalah harus meninggalkan sang tunangan lagi. namun, ia mempunyai kewajiban yang tidak bisa ia tinggalkan.

“Sayang, maafkan kami.” Jhontan mengelus punggung Raisya yang bergetar.

“kenapa tiba-tiba?” suara Raisya teredam oleh tangisan dan pelukan membuat Jhontan mencoba melepas pelukanya dan menatap wajah Raisya.

“Kami juga baru tahu tadi sayang.” Jhonatan menjelaskan dengan hati-hati.

“Apa yang terjadi?” Raisya menatap kedua orang tuanya itu dan membiarkan Jhonatan memeluknya dari belakang.

Orang tua Raisya menghembuskan nafas lirih, dan mencoba menjelaskan tentang permasalaan mereka tanpa membuat sang anak khawatir.

“Penggelapan dana, para infestor yang tiba-tiba menarik infestasi mereka, dan kita harus melakukan rapat dengan para pemegang saham.”

“Oh my god.” Raisya berseru kaget.

“Semua akan baik-baik saja.” Jhonatan mencoba menenangkan Raisya.

“Iya sayang, semua akan baik-baik saja. Percayalah!” Sonya enatap sang putri dengan senyuman.

Raisya tercekat mendengarnya, ia tidak percaya semua akan baik-baik saja. Meskipun Zakarie tidak menjelaskan secara detail. Dia paham betul apa yang terjadi, mereka terancam bangkrut. Namun, ia merasa janggal dengan semua yang menimpa keluarganya, semua terasa tiba-tiba.

“Bisakah kalian tidak pergi?” Raisya menatap mereka bertiga dengan tatapan memohon membuat mereka mengernyit melihat tingkahnya yang tidak seperti biasanya.

“Sayang_”

“Aku mohon.” Raisya menangkupkan kedua tanganya di dada.

“Maafkan kami!” mereka bertiga menjawab dengan memeluk Raisya serentak.

********

Jhonatan menatap sendu Raisya yang diam di atas ranjang mereka, ia dengan perlahan berjalan mendekat dan merengkuh tubuh ringkih itu.

“Kenapa?” Jhontan bertanya melihat Raisya yang menangis di dalam dekapanya.

“Entah mengapa aku merasa akan terjadi sesuatu, dan itu hal buruk.” Raisya mendongak menatap wajah teduh Jhonatan dengan wajah yang sudah basah.

Jhonatan merangkum kedua pipi Raisya dan mencium keningnya lama, seakan menyalurkan kekuatan dengan ciuman itu.

“Semua akan baik-baik saja.” Jhonatan berucap dengan sedikit ragu.

Entah mengapa Jhonatan merasa perjalanan ini akan membuat ia tidak bisa melihat Raisya lagi, tapi ia mencoba menepis segala perasan gusar di hatinya.

“Kau berjanji?” Raisya menatapnya dengan mata yang memerah hebat.

Jhonatan tersenyum mendengarnya, tenggorokanya tercekat dan tidak bisa menjwab pertanyaan Raisya.

“Berjanjilah, apapun yang terjadi kau akan kembali?” Raisya memohon.

“Iya, apapun yang terjadi aku akan kembali.”

“Jangan tinggalkan aku sendiri Jho.” Raisya menangis dan membenamkan wajahnya di dada Jhontan.

Tok Tok Tok

“Sayang.”

Panggilan dari luar itu membuat mereka berdua melepaskan pelukanya dan bangkit untuk membuka pintu kamar. Raisya menatap kedua orang tuanya yang berdiri dengan wajah sendu, tanpa menunggu waktu lama segera ia tubrukan tubuhnya ke arah mereka yang di sambut dengan rengkuhan kuat.

“Baik-baik di sini ya.” Zakarie mengelus punggung anaknya yang bergetar hebat.

“Jadilah anak yang baik, kami menyayangimu.” Sonya menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Raisya.

Raisya melepaskan pelukanya dan menatap kedua orang tuanya dengan mata yang memerah.

“Berjanjilah untuk kembali dan baik-baik saja.” Raisya menatap mereka dengan tegas.

Zakarie dan Sonya hanya bisa saling pandang, entah mengapa mereka merasa berat meninggalkan putrinya kali ini. Mereka merasa akan terjadi sesuatu yang buruk yang akan menimpa Raisya ketka mereka pergi.

“Jangan pikirkan kami, dokan saja, dan Raisya, Deddy mohon tetaplah bahagia.” Zakarie menatap sendu Raisya.

“Deddy__”

Dret.... Dret.... Dret....

Getaran itu membuat ucapan Raisya terhenti, Raisya menatap Zakarie yang sedang fokus berbicara dengan orang di telfon itu. Tak lama kemudian, Zakarie kembali dengan rahang yang mengeras.

“Kita harus pergi sekarang.” Zakarie berucap tegas membuat mereka menatap Raisya dengan iba.

Jhonatan yang termasuk dalam salah satu tangan kanan Zakarie, membuatnya harus tetap mengikuti kemana pun atasanya itu pergi.

“Sayang_”

“Pergilah, semoga semuanya baik-baik saja. Maafkan Raisya yang terlalu kekanak-kanakan.” Raisya menghapus kasar air matanya.

Mereka semua menunduk sedih dan meninggalkan Raisya sendiri. Jhontan merasa langkah kakinya semakin berat, tepat di depan pintu mansion besar itu, ia berlari memeluk tubuh Raisya, merasa tidak rela untuk meninggalkanya.

“Sayang, jangan sedih. Apapun yang terjadi aku mencintaimu. Ingat itu, aku mencintaimu.” Jhontan merangkum wajah Raisya yang semakin banyak mengelurakan air mata. Dengan lembut ia pagut bibir ranum itu, menyalurkan seluruh rasa gundah dan besarnya cinta yang ia miliki.

******

Raisya terdiam, menatap kosong tayangan dalam TV itu. Malam ini ia memiliki rencana untuk menghabiskan waktunya dengan Jhonatan namun, semuanya harus berakhir sia-sia karena masalah itu.

Kring.... Kring....... Kring.....

Suara dari telfon genggam di sampingnya, membuat ia berjengit kaget. Raisya menatap horor telfon itu, entah mengapa ia mersakan sebuah perasaan yang tidak mengenakan. Hembusan nafas lirih ia keluarkan, guna meraih keberanian untuk memegang gagang telfon itu.

“Hallo, dengan keluarga Atmaja.”

“........”

Air mata Raisya terjatuh seketika, tanganya terkulai lemas membiarkan telfon itu terjatuh.

“Kalian pergi, pergi meninggalkan Raisya sendiri.

2. Cinta Bukan tentang gairah

Farel menatap Salsha sedih, dengan kasar ia raup wajahnya dan meninggalkan sang istri ke kamar mandi. Farel membuka seluruh pakaianya dan menatap seluruh tubuhnya dengan cermat. Ia mendengus melihat kesempurnaan itu. namun, hanya dia yang tau seberapa cacat dirinya itu.

“Sayang.”

Panggilan itu membuat Farel mengalihkan pandanganya, dengan cepat ia meraih handuk dan menutup tubuh bawahnya, membuat Salsha mendengus kesal.

“Kenapa sayang?” Farel bertanya dengan mencium kening Salsha.

“Kenapa kau menutupi tubuhmu?” Salsha bertanya dengan serius.

Farel terdiam mendengar pertanyaan Salsha, ia juga tidak tau mengapa ia menutup tubuhnya itu.

“Tidak apa-apa.” Farel menjawab dengan meninggalkan Salsha sendirian di kamar mandi itu.

Salsha menatap Farel dengan pandangan terluka, selalu seperti ini.

“Kenapa?” Salsha bertanya dengan nada bergetar membuat Farel menghentikan langkah kakinya.

“Kenapa kau tidak mau menyentuhku?” Salsha berteriak membuat Farel kaget dan menatapnya tajam.

“Jangan berteriak!” Farel mendesis.

“Apakah aku harus tetap diam?” Salsha menatap Farel dengan tatapan terluka.

“Apa maksudmu?”

“Jangan pura-pura bodoh, sudah dua tahun, sudah dua tahun dan kau masih tidak mau menyentuhku!” Salsha terjatuh dengan wajah yang tertunduk membuat Farel dengan cepat meraih tubuhnya itu.

“Sayang, kau tahu kan bagaimana keadaanku?” Farel bertanya dengan menahan nafasnya. Tanganya merengkuh tubuh langsing itu, mengelus lembut seakan menenangkannya.

“Sampai kapan Farel? Sampai kapan? Aku juga butuh anak?” Salsha berteriak dan memukul dada Farel.

“Maafkan aku.” Farel mengeratkan pelukanya.

“Mari kita coba.” Salsha menatap Farel dengan tatapan penuh keyakinan.

“Sayang__”

“Mari kita coba farel, kau tidak mencintaiku?”

“Aku sangat mencintaimu, jangan pernah pertanyakaan ataupun meragukan rasa cintaku ini.” Farel menatap tajam Salsha membuat Salsha tertawa hambar.

“Kalau kau mencintaiku, mari kita lakukan.” Tantang Salsha.

Salsha meraih tengkuk Farel dan menciumnya dengan kasar, membuat Farel kaget dan menoba membalas ciuman itu, dengan lihai Salsha menggiring Farel ke atas ranjangnya. Salsha menarik pakaianya hingga menyisahkan dalamanya saja, dan duduk di atas paha Farel.

Salsha menggerakkan tubuhnya, berusaha menggoda Farel agar terangsang dengan wajah seksinya dan gerakan erotisnya.

Farel terdiam menatap Salsha yang agresif itu, entah mengapa melihat Salsha yang seperti itu tidak bisa menumbuhkan gairahnya, bahkan ia bisa merasakan jika senjatanya masih terkulai lemas meskipun mendapatkan serangan yang begitu kuat dari atas sana. Bukanya membangkitkan gairah, ia malah merasa kesakitan karena gerakan Salsha yang berutal itu.

“Salsha cukup.” Farel berucap dengan menutup matanya.

Salsha yang melihat Farel menutup matanya merasa puas, dalam hatinya ia berfikir jika Farel terangsang. mengabaikan ucapan Farel ia mencoba meraih handuk yang masih menutupi Farel itu. Namun, gerakan tanganya terhenti ketika Farel mencengkram erat tanganya.

“Sudah cukup, jangan seperti ini lagi.” Farel mengangkat tubuh Salsha dan meletakkanya di samping.

Salsha menatap Farel yang bangkit meninggalkanya dengan alis mengernyit, ia yakin jika Farel tadi sempat terangsang, tapi mengapa ia pergi begitu saja. Salsha berlari dan memeluk Farel dari belakang, bahkan tanganya mencoba meraba-raba tubuh Farel lagi.

Farel menutup matanya mencoba menahan gejolak emosi di dadanya. Dengan kuat ia hempaskan tangan Salsha dan menatap Salsha tajam.

“Tidak perlu malu seperti itu Farel, aku tau ini pertama kali bagimu.” Salsha berucap dengan nada sensual membuat Farel mengernyit merasa tidak mengenal dengan sosok di depanya ini.

“Salsha, sadarlah!”

Ucapan tajam Farel membuat Salsha terdiam, wajah menggodanya perlahan berubah menjadi sendu.

“Kenapa Farel, aku yakin kamu tadi sudah terangsang.” Salsha menatap Farel dengan mata yang memerah. Ingin sekali Farel berteriak jika ia tidak terangsang melainkan kesakitan.

“Kenapa kau berubah?” Farel bertanya dengan memegang kedua bahu Salsha membuat Salsha mendongak.

“Apa maksudmu?” Salsha mengernyit tidak paham.

“Bukanya kau sudah dari dulu tahu apa kekuranganku, dan itu juga yang membuat aku mencintaimu dan memilih menikah denganmu daripada melajang seumur hidupku.” Farel menatap Salsha tidak percaya.

Ia ingat, sebelum mereka menikah, Salsha sudah tahu bagaimana kondisinya. Dari awal ia tidak pernah bisa memberikan nafkah batin untuknya, dan ia menerima semuanya dengan lapang dada. Tapi kenapa sekarang ia seperti ini? Ia berperan seperti orang yang tersakiti. Bukanya seharusnya ia tahu resiko menikah dengan laki-laki impotent?

Salsha terdiam mendengarkan ucapan Farel, ia merasa tertohok. Ia sadar, tapi ia tidak bisa seperti ini selamanya atau semuanya akan hancur.

“Farel__”

“Apa kamu menyesal?” Farel menatap manik hitam Salsha membuat Salsha gelisah.

“Tidak, aku tidak pernah menyesal.” Salsha menatap arah lain tidak berani menatap manik coklat Farel.

Farel mendengus, ia yakin jika Salsha berbohong.

“Katakan sejujurnya!”

“Maaf,”

Farel mengernyit mendengar ucapan Salsha.

“Apa maksudmu? Kenapa kau meminta maaf.” Farel menuntut penjelasan.

“Aku_” Salsha tergagap membuat farel semakin tersulut emosi.

“Katakan Salsha.” Farel menekan setiap perkataanya membuat Salsha semakin bergetar ketakutan.

“Maafkan aku Farel, kau ingat waktu aku ada acara di Paris?” Salsha menatap Farel dengan mata yang berkaca-kaca membuat Frel semakin gusar.

“Iya.”

“Aku tidak sengaja tidur dengan Maxim.”

Deg

Farel terdiam, menatap Salsha dengan tatapan kosong.

“Ha ha ha jangan bercanda.” Farel meraup wajahnya kasar dan menatap Salsha tajam.

“Maaf Farel.” Salsha berlutut di bawah kaki Farel.

“Tinggalkan aku sendiri.” Farel berucap dengan dingin membuat Salsha tersentak kaget.

“Kenapa? Kau merasa jijik?” Salsha bertanya dengan mata berkaca-kaca.

Farel terdiam mendengar pernyataan Salsha, ia tidak tahu apakah ia jijik atau tidak. Tapi satu hal yang pasti ia kecewa.

“Kenapa kau tidak bisa menerima diriku apa adanya seperti aku yang selalu menerima kekuranganmu Farel, aku melakukan itu karena pengarus alkohol. Bahkan aku menutup mataku dari orang-orang yang menggunjingku mandul!”

Farel tertohok dengan pernyataan Salsha, selama ini ia tidak mengetahui jika sang Istri mendapatkan penghinaan seperti itu. Tapi apakah dia bisa menerima semua ini seperti tidak pernah terjadi apa pun?

“Bukanah kau dulu mengatakan jika cinta tak selamanya tentang gairah? Apakah kejadian ini meruntuhkan rasa cintamu?” Salsha menatap Farel yang tetap diam itu.

“Baik, aku akan pergi!” Salsha bangkit meninggalkan Farel yang terdiam dengan fikranya itu. Pelukan hangat membuat langkahnya terhenti.

“Jangan pergi, maafkan aku. Aku hanya kecewa, tapi rasa cintaku lebih besar daripada rasa kecewaku. Jangan tinggalkan aku.”

Salsha terdiam mendapatkan pelukan tiba-tiba itu. Seringai kecil ia keluarkan. Ia harus mendapatkan cinta Farel kembali.

Farel mencoba menahan emosi yang meledak di dadanya. Bayangan Salsha yang tidur dengan pria lain membuat harga dirinya tersentil.

Namun, rasa takut kehilangan membuat ia menutup mata. Ia akan mencoba, menganggap tidak pernah terjadi apa-apa.

3. Gairah

Farel menatap Salsha yang sedang mengemas pakaianya di dalam koper, entah sejak ia mengetahui bahwa Salsha telah melakukan hubungan terlarang itu ia tidak bisa memandang Salsha seperti dulu lagi. Rasa kecewa itu masih terlalu jelas dan nyata baginya Namun, ia enggan untuk melepaskan.

“Sayang.” Salsha menatap Farel dengan alis mengkerut.

“Sayang.” Salsha memanggil Farel lagi yang hanya terdiam, kali ini dengan menggoncang bahunya.

Farel kaget mendapati Salsha yang sudah di depanya itu, alisnya mengkerut melihat wajah Salsha yang cemberut.

“Kenapa?” Farel menatap Salsha datar membuat Salsha merasakan perasaan yang menyesakkan.

“Harusnya aku yang bertanya seperti itu, kau kenapa? Kenapa dari tadi aku panggil diam terus?” Salsha berkacak pinggang mencoba mengenyahkan rasa sesak tadi.

“Tidak apa-apa, aku hanya merasa lelah, akhir-akhir ini pekerjaan kantor semakin banyak.” Farel mencoba menghindari tatapan Salsha.

Salsha terdiam mendengarkan alasan Farel, bahkan ia membiarkan Farel meninggalkanya sendiri di kamar mereka. Salsha mendongak, menghalau cairan bening yang dengan kurang ajarnya keluar dari bola mata hitamnya.

Rasa sesak mulai merambat. Pelan tapi pasti.

“Aku harus kuat, Farel hanya kecewa, dia akan kembali seperti dulu lagi. Semangat Salasha.” Salsha menyemangati dirinya sendiri dan menghapus air mata di pipi mulusnya itu.

Drt Drt Drt

Salsha memandang lelah nama dari si penelfon itu, Maxim Alexis, laki-laki yang mencintainya dan yang mengambil kesucianya waktu di Paris dulu. Tanpa membuang waktu segera ia tekan tombol merah itu dan memasukan gawai berwarna putih di dalam tas gantungnya.

Salsha berjalan menggeret koper kecilnya, kali ini ia harus pergi ke Sumbawa untuk melakukan sesi pemotretan. Ia harap setelah ia pulang dari sana semua akan kembali seperti semula.

“Farel.” Salsha memanggil sosok yang terdiam di depan ruang keluarga itu. Dengan langkah pasti ia berjalan mendekat untuk mencari perhatian Farel.

Farel terdiam menatap Salsha yang sudah berdiri di depanya dengan koper berwarna hijau tua itu. Helaan nafas kecil ia keluarkan, kemudian senyum kecil tersungging dari bibir seksinya, membuat siapa pun kaum hawa terpesona.

“Kau sudah siap?” Farel bertanya melihat penampilan Salsha.

“Ya, aku sudah siap.” Salsha tersenyum menjawab pertanyaan Farel.

“Maaf aku tidak bisa mengantar ke bandara.” Farel berucap dengan wajah sedih membuat Salsha tersenyum memahami kondisinya saat ini.

“Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Makan yang teratur ya.” Salsha mengelus kepala Farel. Namun, semua tidak bertahan lama, Farel segera menghindari dari sentuhan tangan Salsha, membuat Salsha menggengam erat tanganya kembali.

Senyum sedih terlihat jelas di wajah Salsha, namun ia segera mengubah senyum itu menjadi senyum seperti biasanya. Ia sadar, Farel seperti ini karena kesalahanya, dan ia harus bisa menerima semuanya dengan lapang dada. Ia yakin Farel sangat mencintainya seperti dia yang mencintai Farel.

“Maafkan aku, sepertinya aku harus pergi terlebih dahulu.”

Salsha menatap punggung tegap Farel yang menjauh, pergi tanpa menengok kembali ke arahnya, atau bahkan memberikan kecupan hangat di keningnya seperti rutinitas mereka sebelum masalah itu terjadi dalam rumah tangga mereka. Tanpa sadar Salsha menahan nafas dan sesak di dadanya, matanya berkaca-kaca dan ia mengehembuskan nafas berat dari mulutnya.

Kepalanya mendongak, tanganya bertenggar manis menutup mulut. cairan bening mulai merembas keluar lagi. Namun, ia dengan cepat menghapusnya kasar dan mencoba untuk tersenyum.

“Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja.”

******

Farel hanya terdiam di dalam mobil, ia menatap sendu taman yang berisi anak-anak dan keluarga kecil yang bahagia. Dalam hati ia mulai bertanya, akankah ia merasakan rasa bahagia seperti mereka? ahh melihat kondisinya yang seperti ini, sepertinya mustahil memiliki keluarga seperti itu.

Farel menatap gantungan foto yang ada di depan kaca mobilnya. Di sana jelas terpampang senyum Salsha yang mampu membuat hatinya merasa tenang. Namun, sekarang ia malah merasa sakit melihat senyum itu.

Mengingat kembali fakta bahwa Salsha telah melakukan hal yang tidak pernah mereka lakukan dengan orang lain, membuat harga dirinya merasa tersentil. Ia akui ia belum mampu atau bisa di bilang tidak akan mampu memenuhi kebutuhan biologis Salsh. Tapi apakah ia akan diam saja dan mencoba menutup mata melihat Salsha bermain api di belakangnya?

Farrel menyugar rambut kasar, mencoba berfikir jernih kembali.

Bruk

Farel berkedip, merasa kaget dengan suara benda jatuh di depanya, ah lebih tepatnya sosok wanita dengan anak kecil.

Tangan yang bertenggar di rambut hitam itu perlahan turun. Matanya melihat sosok yang terjatuh dengan pandangan rumit. Seakan ada magnet yang menariknya ke arah depan.

Mata coklatnya dengan setia mengamati interaksi mereka berdua, sudut hati kecilnya terasa hangat.

Deg

Senyum manis terukir dari bibir wanita itu, membuat sesuatu yang tak pernah bangkit selama ini seketika bangkit dengan sendirinya. Bahkan dahi Farel sudah di penuhi dengan peluh, ia bergairah.

“Siapa wanta itu?”

Farel bertanya entah kepada siapa. Mata coklatnya masih menatap lurus wanita bermata hijau itu yang masih sibuk membersihkan celana anak laki-laki yang terjatuh. Tak lama kemudian, wanita bermata hijau itu melambaikan tanganya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.

Farel menahan nafas dan gejolak yang tiba-tiba membumbung tinggi, membuat kepalanya pening. Mata coklatnya menatap intens wanita itu hingga tak terlihat lagi. Ada perasaan kehilangan ketika melihat wanita itu yang perlahan mengecil, kemudian menghilang ditelan banyaknya kerumunan. Namun, sesuatu membuat ia tersadar dari perasaan anehnya.

“Apa tang terjadi?”

Farel menatap ke bawah. Bagian tubuhnya yang tak pernah terbangun meskipun meminum obat perangsang kini bisa terbangun tegak hanya dengan menatap senyuma wanita itu.

Tapi bagian itu terkulai lemas kembali tepat ketika wanita itu pergi meninggalkan keterpakuanya sendiri, di dalam mobil mewah itu. Dengan gemetar Farel memegang asetnya yang sempat terbangun dan mendesah frustasi.

Farel terdiam, berbagai fikiran mulai merasuki otaknya, entah apa yang harus ia lakukan. Ia ingin merasakan bagaimana nikmatnya bercinta, tapi ia tidak bisa menghianati Salsha, istri tercintanya.

Sedangkan, ia sudah berusaha menumbuhkan gairahnya itu, tapi tidak pernah berhasil. Dan sekarang, tanpa usaha apa pun, gairahnya muncul dengan cepat, tanpa perlu rangsangan atau obat-obatan.

Rasa bimbang menyebar di dada. Antara gairahnya atau mempertahankan cintanya. Namun, bayangan tentang Salsha yang sudah bermain api dengan Max, membuat tatapanya menjadi datar dan rahangnya mengeras, tak lama kemudian seringai licik ia sunggingkan di bibir seksi itu.

Tut Tut Tut

“Selediki tentang wanita itu.”

“....”

“Cek CCTV yang terhubung dalam mobil saya, saya minta informasinya paling lambat besok pagi. Kalau bisa nanti malam semua sudah kau kirimkan lewat email.” Tanpa menunggu jawaban Farel mematkan panggilannya.

“Cintaku tetap untuk Salsha, tapi aku juga butuh tempat untuk memuaskan dan menumbuhkan gairahku.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!