NovelToon NovelToon

The Crane Dan Lima Bayi Kembar

Bab. 1

Di sebuah kamar mewah hotel berbintang.

"Apa yang kau lakukan padaku?" bentak Dewa pada gadis telnjang disampingnya.

Brengsek!

Maki dalam hati pria jangkung itu, habis sudah mahkota kesucian yang selama ini dijaganya. Dengan perempuan gak jelas lagi, emosi Dewa sudah sampai ubun-ubun.

Si gadis pucat pasi, namun masih berani menjawab. "Seharusnya saya yang marah pada bapak, karena Bapak telah merenggut kehormatan saya," ujarnya terbata dengan tubuh yang gemetar.

Ha.

Dewa melihat ada bercak darah di kasur, syukurlah dalam hatinya lega. Setidaknya dia tidak dapat barang bekas. "Katakan dimana rumahmu, siapa orang tuamu!" Dewa masih membentak.

Ah, apa dia pikun! Bukankah semalam Pak Dewa dinner bareng keluargaku, oh my gosh.

Hm.

Dewa memandang Claudia cantik juga, banget malah. Kebetulan sudah dituntut untuk menikah. "Aku akan bertanggungjawab," lanjutnya.

Ha, apa?

"Bapak akan menikahi saya?" tanya Claudia takut gagal paham.

Bertanggung jawab maksudnya menikah kan?

"Kenapa? kamu gak mau!" Dewa berkata ketus.

"Mau, mau Pak. Mau banget malah."

Ternyata rencana mendapatkan Dewa berjalan lancar...aaaaaa...

Claudia menjerit kegirangan dalam hati, oh yes!

Selesai merapikan diri, Dewa keluar meninggalkan Claudia yang masih berselimut di kasur.

Cekrek! Cekrek! Spot light yang menyilaukan mata.

Beberapa wartawan mengambil gambar dengan seberondong pertanyaan klise. Saat itu juga, Direktur muda, tampan dan sukses kepergok dengan Claudia Santoso di sebuah hotel telah menggemparkan dunia perghibahan tanah air.

Dewa baru tau kalau gadis yang menghabiskan malam dengannya adalah super model top papan atas, hah.

Di mobil menuju pulang ke rumahnya yang sepi. "Baim, selidiki orang-orang terdekat gadis itu. Jangan lupa selidiki juga mantan-mantannya!" Berkata tegas Dewa pada asistennya.

Ha, apa si bos pikun.

Baim melirik Dewa dari spion. "Dia adik dari Manager bagian, Bos. Arya Wiguna, masa Pak Dewa lupa. Gadis itu yang duduk di samping anda saat dinner semalam," jelas Baim heran.

Benar-benar si bos seumur hidup tak pernah dinner tiba-tiba dinner.

"Begitu? Kenapa aku tidak ingat."

Karena anda tidak pernah mau memandang wanita Pak Dewa batin Baim. "Rumornya dia pernah menjalin hubungan dengan salah seorang aktor papan atas namun tidak ada yang pernah melihat mereka berkencan. Punya asisten seorang transgender bernama Sonia."

Hm, Dewa menghela nafas. "Panggil Arya menghadap, segera!"

"Baik, bos!"

*

Minggu siang selesai lunch di sebuah hunian indah milik keluarga Santoso, beberapa orang sedang nge-teh bareng. Tamu agung Dewa Erlangga berkunjung mendapat perhatian khusus dari Tuan rumah

"Dewa, apa tidak sebaiknya kunjungan ke negara J kali ini kamu wakilkan saja pada Arya," usul Tuan Santoso pada Dewa, calon menantu idaman.

"Iya kak, benar kata Papa. Minggu depan kita nikah, gimana kalau urusan Kaka jadi panjang dan gak bisa pulang..." Claudia benar-benar cemas, ia tidak mau pernikahannya terancam batal.

Susah payah mendapatkan Dewa, sampai-sampai mengorbankan karier dan harga dirinya. Kalau bukan karena rencana keluarganya, tidak mungkin ia seberuntung ini. Dimana pria idamannya itu tidak pernah mau memandang yang namanya wanita.

"Ke negara J hanya empat jam, saya janji akan pulang tepat waktu. Kalau urusan belum kelar juga sampai tanggal menikah, biar Baim yang tinggal meneruskan."

Mewakilkan pada Arya, yang benar saja dalam hati Dewa memandang Claudia. Calon istrinya ini memang sangat cantik. Tidak pernah terpikir, dirinya akan menikahi seorang model, hm. Dewa menghela nafas pelan, semua mata tertuju padanya.

"Atau Kak Arya ikut juga menemani, hm." Claudia merayu lagi. Ia benar-benar khawatir melepas kepergian Dewa disaat tanggal menikah sudah mepet.

"Kalau Arya mau ikut, terserah saja asal tidak mengganggu tugas utama." Jawaban Dewa disambut helaan nafas lega dari orang-orang yang ikut berkumpul.

Kecuali Baim tentunya, dia menghela nafas berat. Asisten setia Direktur Utama TC grup itu benar-benar khawatir dengan kepolosan bosnya dalam urusan wanita. Sejak mengenal Dewa, tidak pernah bosnya itu bicara dengan perempuan selain ibunya. Sekalinya berurusan, langsung terjebak cinta satu malam di kamar sebuah hotel berbintang. Dengan seorang model papan atas yang telah go internasional pula, tentu saja jadi santapan bagi pemburu berita. Ditambah lagi si model merupakan adik dari Manager bagian dalam perusahaannya sendiri.

"Tentu saja saya mau adik ipar, menimba ilmu dan pengalaman dari seorang dewa bisnis merupakan berkah yang tidak ternilai bagi Arya Wiguna." Arya menunduk sallute pada Dewa dengan kedua tangannya ala-ala pangeran dracin.

"Ayee, terima kasih Ka Dewa." Ucap Claudia senang. "Arya! Tugas kamu ngingatin Pak Dewa pulang tepat waktu, ngerti!"

"Asiaap Tuan Putri tapi kenapa kamu malah ngelunjak jadi gak sopan gitu, cuma manggil nama. Begini tampan aku ini kakakmu tau!" Arya pasang tampang galak.

Cis, Claudia mencibir. "Aku ini Nyonya Bos kamu, jadi pangkat aku lebih tinggi, uwek!" Semua tertawa melihat tingkahnya.

"Baiklah Nyonya Direktur, hamba undur diri dulu mau packing, bye. Pa, Ma, Arya pulang ke Apart dulu ya. Permisi Bos, sampai jumpa di bandara. Yuk Baim," Arya mengecup pipi Nyonya Santoso lalu pergi sambil bersiul-siul memutar-mutar kunci mobil di jarinya. Lebih baik aku habiskan waktu bersama my darling, hihi.

Sementara itu, Tuan Santoso memandang segan pada si calon menantu, wibawa setingkat Dewa benar-benar mengintimidasinya.

"Baiklah Nak Dewa, saya dan istri juga mohon pamit ke dalam dulu. Ayo Ma, kita jangan mengganggu urusan anak muda." Tuan Santoso mengajak istrinya, memberi waktu dan tempat pada Claudia berduaan dengan Dewa. Melihat kesibukannya, baru ini mereka ada waktu berjumpa setelah berita scandal tersebar luas di media. Sungguh sangat beruntung mendapatkan menantu seperti Dewa dalam hati Santoso.

"Makasih Pa, atas pengertiannya." Ucap Claudia sumringah tersenyum malu pada Mama Irene. Nyonya Santoso berharap yang terbaik untuk putri manjanya itu, jenis manusia yang kalau ada maunya harus dapet, hah.

"Baim, kamu mau jadi nyamuk?" Tuan Santoso menepuk pundak Asisten Ibrahim yang masih berdiri mematung dekat Dewa.

"Ah, tidak Tuan." Ibrahim memandang bosnya.

"Kamu boleh pulang Baim, istirahatlah kalau urusan sudah beres."

"Terimakasih Bos, jam berapa mau dijemput?"

"Gak usah dijemput Baim, Pak Dewa nginap. Iya kan, Ka." Claudia yang jawab sambil bergelayut manja di lengan Dewa.

Hm. "Nanti saya kabari, Baim."

"Baik Pak Dewa, permisi."

Claudia tersenyum lebar, Dewa mau meluangkan waktu untuknya. Ini bukan mimpi, semakin ia berani menyandarkan kepalanya di pundak calon suaminya. "Terimakasih Kakak," ucapnya.

"Terimakasih untuk apa?" Dewa mengusap jemari indah Claudia di dalam genggamannya.

"Kakak sudah mau tanggungjawab," jawab Claudia dengan jantung berdebar.

Apakah Dewa sepolos kelihatannya, percaya begitu saja padaku.

Dalam hati Claudia.

"Hm, sudahlah. Saya juga beruntung dapat bidadari secantik kamu."

Dewa menatap Claudia yang juga sedang menatapnya, memang sangat cantik. Dewa ingat beberapa kali diberi oleh teman bisnisnya bermacam-macam bentuk model top dalam dan luar negeri setiap kali ada pertemuan, tidak pernah ia gubris. Apa aku terlalu memandang rendah profesi seorang model, jadi kena karma dalam hatinya.

Cis.

Claudia tersenyum malu dipuji cantik oleh pujaan hatinya. "Ka Dewa tau gak, sudah berapa kali kita ketemu?"

Hm, setelah malam itu, "dua kali." jawab Dewa.

***tbc

Like, komen and share 👍.

Bab. 2

"Kakak ingat tidak, sudah berapa kali kita bertemu?" Tanya Claudia.

Dengan yang di hotel.

"Dua kali," jawab Dewa.

"Ih, dasar pikun." Claudia mendongak.

Aku pikun. "Jadi berapa kali?"

"Setiap Kakak ada pertemuan bisnis di Cambridge, selalu Claudi yang mendampingi ya. Hampir lima puluh kali, lebih tepatnya empat puluh delapan kali," jawab Claudia dengan bangganya.

"Benarkah?" Aku benar-benar gak ingat dalam hati Dewa. Dia hanya tahu lebih ratusan kali pernah mengadakan pertemuan bisnis di tempat itu. Bermacam-macam bentuk badan dan wajah model silih berganti, bagaimana dia tau kalau itu orang yang sama.

"Claudi tuh dah cinta sama Kakak dari pandangan pertama, jadi setiap kali ada tawaran Claudi menyodorkan diri tanpa bayaran alias gratis. Dan tidak akan mau dengan yang lain, walaupun dibayar mahal."

"Hehe, Dewa tertawa polos mendengar gombalan Claudia. "Pintar bohong kamu! Mana ada cinta pandang pertama, semua perlu proses."

"Benar Kakak. Sebenarnya Claudi bisa saja menolak malam itu. Kan yang mabuk cuma Kakak doang, sedangkan Claudi waras sewaras-warasnya."

"Sudah jodohnya kali, usia saya juga sudah pantas tiga tahun lagi genap 30 tahun. Kamu yang baru menginjak dua puluh, gimana ntar karirnya setelah menikah?" tanya Dewa.

"Bolehkah Claudi menerima job sekali-sekali?"

Hm, angguk Dewa. "Tentu saja boleh. Saya tidak akan membatasi ruang gerak kamu. Lakukan apa yang kamu mau, asal di jalur yang benar."

Jadi aku akan tetap bekerja, ah. Kirain Dewa akan melarang ku jalan di catwalk. Dia tidak keberatan apa tubuh istrinya jadi tontonan publik, bagaimana dengan tawaran menemani Klien perusahaan papa. Ah sudahlah, fokus ke yang lebih penting dulu. Pembibitan! Lebih baik aku cepat hamil, biar ada alasan berhenti jadi model dengan alasan ngurus anak dalam hati Claudia sedikit kecewa.

Okey. Claudia tersenyum genit, menempelkan tubuhnya ke dewa seperti dilem kambing. "Ehem...ehem kak! Claudi kangen."

Dewa merasa seperti abege lagi pacaran. Norak, bukan dia banget. "Inikan sudah ketemu, masa kangennya belum hilang?"

Cup.

Kaget tiba-tiba bibirnya dikecup hm, Dewa tersipu malu bahkan Claudia dapat melihat wajahnya merona.

"Ih, kok gak bales sih Kak!" Claudia manyun. Setelah menunggu kenapa si Dewa belum nyosor, sudah dikasi lampu hijau juga.

Cup.

Dengan malu-malu akhirnya Dewa pun membalas kecupan.

"Kita pindah ke kamar yuk Ka! di sini gak bebas," ajak Claudia.

Kamar! Jangan bilang mau...

Dalam hati Dewa merenung iris Claudia. "Ngapain? Ada setan ntar kerasukan!" Dewa melotot. Kalau bukan karena malam itu Claudia masih virgin, tidak mungkin ia mau menikahi gadis model ginian.

Bukannya takut, "emang maunya Claudi kerasukan setan cabul." Mata indahnya mengerjab-ngerjab menantang Dewa, lu jual mahal gua jual murah, hehe.

"Ternyata kamu genit ya," Dewa menepis Claudia menjauh.

Idih, ditolak. "Sama calon suami ini, kan sudah pernah satu kali, uwek!" Claudia mencibir.

"Itu kan khilaf, tidak boleh diulangi."

"Kakak, Claudi kangen. Satu bulan kita gak jumpa, besok Kakak pergi jauh ke negara J. Lagian, minggu depan juga nikah, ya...ya ya ya." Rengekan maut menggoyang iman.

Hm, sebenarnya waktu itu Dewa tidak terlalu mabuk, masih bisa ia rasakan saat menerobos sempitnya liang kenikmatan Claudia hingga ia mendapatkan kelimaks. Benar-benar bergairah, Dewa tak sanggup menahan kuatnya hasrat. Besoknya barulah diberitahu Baim, bahwa ia terminum obat perangsang.

"Kamu mau ikut saya pulang ke Apart?" Ajak Dewa, seketika Claudia membelalak senang.

"Kak Dewaaa, oh sayangku!" Pekiknya tertahan menghambur ke pelukan Dewa.

Cup.

Kembali satu kecupan mendarat dibibir Dewa. "Bentar, Claudi mau bawa beberapa lembar pakaian."

Gadis bukan perawan itu pun melompat senang berlari ke kamarnya. "Kak, bawa mobil Claudi aja ya!" jeritnya dari pintu kamar.

Hm, Dewa batal menghubungi Baim.

Cewek genit, anugerah atau musibah..ah.

Batin pria tampan yang baru pertama dekat dengan perempuan itu. Dari kecil hidupnya setelah bangun tidur, tidak jauh-jauh dari ruang belajar, perpustakaan dan ruang latihan beladiri. Itupun di rumahnya sendiri, tidak ada waktu terbuang sia-sia untuk bermain dengan teman sebayanya. Semua dihabiskan bersama guru-guru profesional yang usianya jauh di atas Dewa dan berjenis kelamin yang sama dengannya.

Tidak butuh waktu lama Claudia sudah keluar dengan tas bajunya. "Kamu mau pindah sekarang?" Heran Dewa melihat koper gede, cepat sekali ngepack bajunya.

"Maunya, hihi." senyum Claudia. Sebenarnya koper disiapkan untuk dibawa saat menikah, gak sabar lagi dia.

Hah!

Dewa pasrah bantu membawa koper baju Claudia, "gak pamit dulu neh?"

"Sudah dapat restu ini, ntar aja di WA lagi. Claudi mau di Apart sambil nunggu Kakak pulang dari negara J, boleh Kan?" Claudia pasang tampang memelas.

Hm, Dewa menghela nafas. "Begitu."

"Ehm," angguk Claudia.

"Terserah kamu sajalah,"

Yes.

Jalan menuju Apartemen Dewa, kelihatan beberapa pemburu berita mengikuti mobil mereka.

Asisten Baim mendapat perintah dari si bos agar dibiarkan saja. Tidak ada ruginya semakin populer, katanya. Asal jangan minta wawancara, kalau cuma foto candid ya sudahlah.

Hah, tidak ada scandal juga anda sudah ngetop bos.

Dalam hati Baim, asal tidak berpengaruh buruk pada perusahaan, masih bisa ditoleransi. Menunggu waktu, Baim laporan pada Bos besarnya di NYC.

"Apa mungkin Dewa belum yakin dengan keputusannya, Baim?" Tuan besar bertanya nada curiga.

"Tapi persiapan sudah rampung sembilan puluh persen, Tuan. Semua Pak Dewa yang mengeluarkan biaya," jelas Baim.

"Ada-ada saja. Alasan mendadak, orang tua gak perlu hadir. Nikah apa itu? Ya sudah, katakan padanya kami tidak jadi ke negara I sesuai dengan keinginannya."

"Baik, Tuan."

*

Sore hari di ruangan tamu apartemen mewah milik Dewa Erlangga, dua anak manusia berlainan jenis berdiri kikuk.

Bukankah momen ini seharusnya Male Lead akan terburu nafsu menyergap Female Lead ya? Mendorongnya ke tembok, atau menjatuhkannya ke sofa. Berciuman saling melucuti pakaian seperti dalam drama-drama romantis yang ditontonnya, ah. Claudia terlalu memandang tinggi dirinya, ternyata pesonanya sebagai model top papan atas gak ngaruh bagi Dewa.

Benar-benar gak peka, lola. Padahal tadi di mobil maupun di dalam lift, dia sudah mancing-mancing. Dunia nyata memang tidak seindah dunia drama atau memang si Dewa gak pernah nonton hiburan, sepertinya begitu. Mana ada waktu dia mantengin drama receh, gak level banget. Positif thinking Claudia, Dewa sekarang seutuhnya sudah jadi milik kamu jadi bersabarlah. Usaha tidak akan mengkhianati hasil, semoga bulan depan kamu telat datang bulan. Yang bulan lalu gak berhasil, bulan ini usaha lagi.

"Kenapa wajah kamu cemberut, menyesal ikut kemari?" Dewa bingung, suasana tiba-tiba canggung.

Padahal tadi di mobil Claudia masih ceria, cerita sambil tertawa-tawa. Tangannya tak lepas menggenggam jemari Dewa, jadilah ia nyetir cuma sebelah tangan sahaja.

Tertawa hambar, haha. "Tentu saja senang, lebih tepatnya bahagia." Dengan sikap manja, Claudia mengalungkan lengan dileher Dewa. Inisiatif duluan ingin mencium bibirnya, set meleset. Jadi gak kena karena Dewa tiba-tiba buang muka. Hah, mendesah kesal. Kalah malu dirinya di tolak, Claudia melandai memeluk di pinggang Dewa. "Pelit amat, orang mau cium juga."

Hm, Dewa melepas tangan Claudia, mengambil jarak antara mereka. "Bentar dulu, mau ambil minum. Saya haus, emang kamu enggak?"

Ck! "Iya haus, ayolah bareng."

"Hm."

Gaya merajuk Claudia menyusul langkah Dewa, sampai di dapur yang masih kelihatan dari ruang tamu. Beberapa kaleng minuman segar dikeluarkan dari kulkas yang isinya memang cuma dua jenis merk soft energi drink serta mineral water.

Tidak ada makanan apalagi cemilan, hm. Serupa diriku, Dewa juga jaga badan kah?

Claudia terpesona melihat dapur apartemen Dewa yang terang benderang dan bersih, kosong melompong, ruang tamu juga begitu minimalis tapi tetap manis. Lapang, gak banyak pernak-pernik. Barang-barang seperlunya saja, termasuk lengkap dan high tech lagi brand-brand luar negeri mendominasi.

Setahu Claudia tempat tinggal Dewa berada di kawasan elit. Jadi penasaran, apa setelah nikah Dewa akan membawanya ke Mansion ataukah hanya di Apart. Soalnya tidak ada pembicaraan kearah sana, bisa menikah dengannya saja sudah syukur bagi Claudia. "Nih!" Dewa memberinya soft drink setelah membuka penutupnya.

"Terimakasih," ucap Claudia. Mereka sama-sama meneguk.

Ah benar-benar segar.

"Kakak sendirian di sini, gak ada asisten rumah tangga kah?" tanyanya hati-hati.

***tbc.

Like, komen and Share, 👍

Bab.3

"Hm."

Dewa mengangguk lalu menggeleng, ntah apa maksudnya masih belum jelas. Claudia pun gak mau nanya lagi, takut salah gak jadi nikah pulak.

Kalau gak ada juga gak apa-apa, aku bisa bawa Suseno yang telah bertranformasi menjadi Sonia, kasim setiaku yang telah dikebiri.

Meneguk lagi minumannya. "Hanya petugas kebersihan, saya jarang makan di sini jadi gak ada petugas memasak. Kamu bisa masak?" lanjut tanya Dewa.

Oh no. Sepertinya aku akan tinggal di sini bukan di Mansion.

Dalam hati Claudia. "Hehe, selama jadi model Claudi gak pernah ke dapur, sudah lima tahun gak pernah pegang kompor." Dengan senyum dipaksa, Claudia memamerkan kuku cantiknya.

Penghasilan jadi super model internasional ditambah keahliannya melobi tamu-tamu penting perusahaan Papi selama tiga tahun ini, Claudia berhasil mengangkat derajat keluarganya pindah dari komplek ke perumahan mewah serta memesan selusin pembantu.

"Sekarang usia kamu dua puluh tahun, artinya dari lima belas tahun kamu sudah bekerja jadi model?" Tanya Dewa kagum juga dengan pencapaian Claudia, masih belia sudah bekerja keras. Cuma manja dan genitnya bikin gak tahan.

Segini populer, masa dia tidak tau kalau karierku dimulai dari artis idola cilik. Kelamaan di luar negeri ya gini, gak update dunia hiburan tanah air.

"Betul sekali Kakak, seratus ciuman buat Kak Dewa." Cup, satu kecupan di bibir Dewa.

Claudia benar-benar dibuat gemes dengan sikap acuhnya, duduk berdekatan bahkan ia sengaja nempel-nempel.

Bisa tahan ya Dewa, ada cewek seksi kayak aku di dekatnya gak digrepein.

Bukannya ia gak pernah pacaran, Claudia pernah menjalin cinta rahasia dengan satu orang model dan aktor senior tampan. Pantang ketemu, agresifnya nauzubillah. Tidak lihat tempat, yang penting sepi gak ada orang, langsung nyosor dah. Kalau saja ia gak pandai-pandai jaga diri, sudah habis gawangnya dibobol mantan. Beruntung Claudia kuat iman, waktu itu.

Sekarang gak bisa lagi kayaknya, dengan Dewa ia benar-benar gak tahan. Bisa gila Claudia kalau gak dapat Dewa, hampir masuk rumah sakit jiwa. Rencana menjebak Dewa adalah gagasannya, beruntung keluarganya mendukung bahkan Papa dan Kak Arya lebih antusias dari pada dirinya. Hanya mama yang keberatan, tapi karena dia kalah suara jadi ya terserah.

Akh!

Dalam Claudia termenung, Dewa menyentaknya masuk kedalam dekapan. Tatapan mata yang sayu, "Kak," Claudia mendesah, Dewa benar-benar menciumnya bertubi-tubi dalam keadaan sadar.

Kita gak minum alkohol kan, hanya soft drink tapi kenapa gak ada kata lembut, Claudia sampai kewalahan mengimbanginya, ah. Ternyata dibalik sikap acuh dan dinginnya Dewa, menyimpan segunung api yang siap memuntahkan laharnya. Gua sempat mikir kalau si Dewa gay, haha. Maaf ya Kakak.

Sebulan setelah scandal di hotel berbintang terekspos ke publik, baru ini lagi Claudia merasakan cumbuan Dewa. Antara dalam keadaan mabuk, saat waras Dewa lebih buas. Oh Dewa, cintai diriku batin Claudia.

Menyadari mereka sudah sama-sama topless, Dewa menggendong Claudia ke kamarnya dengan bibir masih saling bertaut.

Ini adalah masa subur, semoga berhasil benih tertanam di rahimku. Tahun ini juga aku harus sukses melahirkan seorang bayi yang akan mewarisi kekayaan dan ketampanan seorang Dewa Erlangga.

*

"Kak, aku mencintaimu," bisik Claudia mengusap kening Dewa yang berkeringat.

Pria tampan itu terpejam setelah pergulatan panjang. Claudia damai dalam dekapan hangat, benar-benar bahagia sama-sama polos satu selimut bersama Dewa.

Akhirnya aku pemenangnya.

Claudia bersorak dalam hati karena telah berhasil mengalahkan teman-teman model lain yang juga mengincar lelaki pujaannya ini. Hanya seminggu lagi, dia akan resmi menjadi Nyonya Dewa Erlangga. Tak ayal Claudia deg degan juga menanti hari H.

"Kamu gak lapar?" Dewa suara serak membuka matanya, sayu.

"Hm," angguk Claudia manyun, walaupun gak terasa, ditawarin makan ya mau ajalah. "Lapar," jawabnya.

Apa Dewa gak dengar ungkapan cintaku barusan atau pura-pura budek ya. Dasar cowok bagong, diam-diam ternyata ganas dalam hati Claudia rasa mengenaskan.

Roman-romannya harus aku yang agresif ntar kalau mau pembibitan, astaga! Harus dibuang neh harga diri sejauh-jauhnya.

"Kita pesan online ya, kamu mau makan apa?" Dewa bangun meraih ponselnya di nakas. Perut kotak-kotak yang seksi dihiasi bulu dada halus serta bulket yang tertata wangi, terpampang nyata di depan Claudia. Sudah pernah lihat masih saja dia ngences.

Melihat jam sudah lewat angka delapan malam, hm. Dewa tersenyum dalam hati, berapa lama mereka bergumul. Bukankah tadi saat mulai, hari masih terang.

Claudia memperhatikan raut Dewa yang cool abis, gak ada ekspresi yang menunjukkan tanda-tanda akan membahas ungkapan cintanya.

"Ada yang spesial kamu kepingin makan?" tanya Dewa lagi sambil mengutak-atik ponsel.

Tidak mau menatapku, apa dia malu?

Claudia menyadari bahwa Dewa lebih suka mencuri pandang daripada melihat wajahnya langsung.

Etdah, yang ada gua dong yang harusnya salting.

"Ikut menu pilihan Kaka saja, Claudi mah apa aja doyan. Cuma karena profesi harus jaga badan," jawab Claudia menyentuh wajah Dewa, mengusap dengan jempolnya lembut.

Hm, senyum Dewa. "Baiklah, saya pesan beberapa menu diet, nanti kamu pilih sendiri."

Hm, angguk Claudia. "Kak," panggilnya setelah Dewa meletakkan kembali ponselnya.

Hm, sahut Dewa. Akhirnya tatapan bertemu jua dengan iris mata seteduh lautan. "Kaka jangan pake kata saya dong kalau bicara sama Claudi. Minggu depan udah jadi suami istri juga," Bibir Claudia maju satu inchi.

"Jadi manggil apa?"

"Sayang gitu, kan enak dengarnya."

"Sayang," Dewa langsung menarik Claudia merapat ke tubuhnya, wajahnya terbenam diantara dua buah gunung kembarnya.

Dalam hati Claudia lucu banget si Dewa itu aja malu, ternyata apa-apa kalau dituntun ia manut juga.

Masih ada ya cowok model ginian, secara diakan orang bisnis jauh dari kata lugu. Bagaimana bisa menghadapi lawan dengan sikap polos begini. Dan satu lagi yang lebih penting, kemana harus ku buang rasa gengsi setiap kali pengen ehem-ehem. Oh no! Nikah harus dijebak, mau ngen mesti diajak, aduh! Hancur reputasiku sebagai model terkenal. Cewek paling jual mahal, beruntung udah sold out.

"Kak, udah pesan makan. Nunggu deliveri kita pakai baju yuk." ajak Claudia.

Dewa malah mempererat pelukannya, ada kelebat rasa hangat dan basah di ujung bukit Claudia. "Ntar aja, tunggu datang. Baim ada akses ini."

"Lha! Kaka nyuruh asisten toh." Suara Claudia bergetar.

Ngapain si Dewa, ah jadi on lagi neh.

"Iya, sekalian dia nginap. Besok berangkat bareng dari sini juga kan," jelas Dewa masih tetap dengan aktifitasnya.

Akh, astaga! Mau lagi kakak.

"Baim tidur dimana, kan kamar cuma satu Kak?"

Uhm. "Di ruang baca ada kantong tidur, ada sofa ukuran besar juga."

Akh gitu, sebelah mana. Gak lihat ada pintu ruangan lain. Hais! Si Dewa ih, nagih kan. Apa gua bilang, lelaki dimana-mana sama. Sekali dikasi, haa. Minta terus dia, ini buktinya. Lelaki alim setingkat Dewa saja, bisa runtuh imannya. Beruntung gua jebak, dapat juga kan. Tapi hati-hati ya wahai para gadis, Claudia jangan ditiru.

"Baim gak punya pacar, ya Kak?" tanya Claudia out of mind.

"Gak tau,"

Duh, diajak ngobrol juga, berhenti dulu kek nenennya. Baru juga gencatan senjata sepuluh menit, sudah mau bertempur lagi.

"Kakak gak nanya?"

"Enggak,"

"Kakak ih, cuek amat sama bawahan. Emang Baim baru ya jadi asisten?"

"Sama Papi lima tahun, dengan aku tiga tahun."

"Udah orang lama berarti. Ntar Claudi Jangan dicuekin gitu ya, Ka."

"Kamu muka tebal gini, apa ngaruh?" Biar pelan suara Dewa, tapi menusuk di hati Claudia.

Idih, ngenes banget dibilang muka tebal.

"Kakak, jahat ih!" Claudia mendorong wajah Dewa yang masih bertengger di dadanya.

Barulah ia membuka mata. "Hehe, maaf." senyum Dewa, menyurukkan lagi wajahnya.

Claudia menahan, menangkup wajah dewa. "Iya, emang Claudi bermuka tebal. Kalau gak, mana berani lenggak-lenggok di panggung internasional cuma pake kulur sama koetang." Dengan agresif dia mencium Dewa sebagai pelampiasan emosi. Lebih baik bercinta, bicara ujung-ujungnya bikin sakit hati.

Uhm!

Satu erangan serak, lolos dari pria berhidung mancung itu. Adu mulut dengan cara yang seksi, Dewa membiarkan saja Claudia menggerayangi dirinya. Benar-benar menyesal, kenapa baru sekarang ia luluh dengan godaan yang namanya perempuan. Dewa dibuat melayang, ah. Rasa ingin membatalkan saja keberangkatan nya ke negara J. Tapi biarlah, malam ini puas-puasin. Besok bisa tidur, naik jetpri ini batin Dewa.

Betul-betul siksaan bagi Dewa memandang Claudia meliuk-liuk di atas tubuhnya. Claudia benar-benar mahir mengasah pedang. Dewa juga gak bodoh untuk menyadari bahwa dirinya telah masuk jebakan Batman.

Namun daripada buang energi marah-marah seperti orang munak mencari kebenaran, lebih baik dinikmati, hihi. Kita lihat siapa masuk perangkap siapa.

Batin Dewa melonjak-lonjak seirama dengan hentakan Claudia.

***tbc

Like dan komen juga share. Jumpa lagi bab berikutnya, 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!