Seorang anak laki-laki sedang menelusuri jalan pulang ke arah rumahnya, dia baru saja pulang dari sekolah. Dengan melewati suasana pedesaan yang sangat indah nan asri. Tapi saat ditengah perjalanan, dia melihat seorang anak perempuan yang sedang dibully oleh tiga anak laki-laki, dengan segera dia menghampiri mereka untuk membantu anak perempuan itu.
"Heh, kalian jangan ganggu dia" ucap anak laki-laki tadi dengan sangat berani.
"Kau siapa ha?" salah satu dari tiga anak itu bertanya.
Dia tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh anak laki-laki itu, karena dia segera mengejar mereka bertiga yang sudah berlari terlebih dahulu.
"Kalian awas ya"
Sambil mengejar ketiga anak laki-laki tadi, seorang anak laki-laki yang hendak membantu itu mengeluarkan jurus andalannya untuk menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongannya. Dia begitu dikenal di desanya mulai dari orang tua anak-anak bahkan nenek-nenek dan kakek-kakek sangat akrab dengan anak laki-laki tersebut. Dengan segera dia berlari untuk mengejar ketiga anak laki-laki tadi yang sudah lari terlebih dahulu.
"Jangan lari kalian, hiyaaa!!"
Setelah cukup lama mengejar mereka, dia merasa ketiga anak laki-laki tadi sudah pergi, dengan segera dia kembali untuk menolong anak perempuan yang akan dibully oleh ketiga anak laki-laki tadi.
"Kau tidak apa-apa?" dia bertanya dengan wajah serius juga khawatir.
Bukannya menjawab anak perempuan yang iya tolong itu hanya bengong, sambil menatap anak laki-laki yang berdiri di depannya juga sudah berbaik hati mau menolongnya.
"Ya sudah, kalau begitu lain kali hati-hati" ucap anak laki-laki itu, setelah membantu berdiri anak perempuan yang sedang iya tolong.
Merasa tidak ada jawaban apapun dari anak perempuan yang sudah iya tolong, anak laki-laki itu segera meneruskan perjalanannya yang baru saja tertunda. Sebelum pergi dia sempat memberikan senyum manisnya pada anak perempuan itu.
Sedangkan anak perempuan tadi segera pergi dari tempat tersebut. Sesampainya di rumah anak perempuan itu disambut dengan Ibunya yang sedari tadi sudah menunggu kepulangannya.
"Tara! akhirnya kamu pulang juga Ibu sangat mengkhawatirkan mu, Nak"
"Maaf Ibu"
Hanya kata itu lah yang keluar dari mulut anak perempuan itu. Dia tidak berani menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi pada dirinya.
*******
Deringan jam beker yang begitu nyaring di dalam sebuah kamar yang berukuran minimalis, tapi tidak berhasil membangunkan seorang gadis yang baru saja akan menginjak kelas satu sma padahal ini hari pertamanya masuk sekolah sma.
"Tara bangun! apa kamu tidak akan masuk sekolah ini hari pertamamu menginjakan kaki di sma. Apa kau mau telat dan pertama kali masuk langsung mendapatkan hukuman?"
Gadis itu hanya menguap saja tidak segera bangun dari tidurnya, setelah kedua kali ibunya berteriak dengan begitu kencang, dia segera bangun langsung untuk membersihkan dirinya. tidak membutuhkan waktu lama Tara sudah siapa dengan rambut yang dikuncir kuda dan kacamata besar miliknya. Sedari smp sampai sekarang Tara tidak ada perubahan sama sekali dari dirinya, dia selalu berpenampilan cupu dulu waktu smp dia sering sekali dibully bahkan sejak kecil karena penampilan yang cupu.
"Ibu Tara berangkat dulu, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam hati-hati" ucap wanita paruh baya itu.
Setelah berpamitan dengan ibunya, Tara segera berangkat menuju sekolah SMA Tunas bangsa.
SMA Tunas Bangsa...
Benar saja apa yang ibunya katakan dia akan telat saat pertama kali masuk sekolah, apa lagi hari ini hari pertamanya masuk sma.
"Kenapa kamu telat di hari pertama masuk sekolah?" seorang cowok bertanya dengan intonasi yang sangat menakutkan menurut Tara.
"Maaf, Kak"
Tara tidak berani menatap mata cowok yang berdiri di hadapannya ini, Tara sangat yakin dia pasti senior Tara. Saat ini cowok yang Tara anggap seniornya itu sedang menatap Tara dengan tatapan yang sangat menyeramkan. Dari banyaknya murid baru hanya Tara seoranglah yang terlambat di hari pertamanya masuk sekolah. Hari ini Tara sangat-sangat menyesali ulahnya sendiri, karena dia tidak bangun pagi biasanya jika di novel-novel yang iya baca akan ada beberapa murid yang terlambat masuk. Tapi saat ini hanya dirinya seorang lah yang terlambat masuk di hari pertama.
"Jawab kenapa telat buka maaf!!" kakak kelas itu membentaknya lagi.
"Re, udah biar nanti dihukum aja" seorang cowok lainnya memberikan saran agar temannya tidak marah-marah terus.
"Pusing gue Ar, kenapa harus jadi ketua osis? dan hari ini cuman gara-gara cewek cupu ini emosi gue kambuh sampai ke ubun-ubun, udah anak baru tapi langsung cari masalah gak tau malu" ucapanya dengan ketus.
"Maaf atas kejadian tadi dan semuanya biar adil maka anak baru ini akan dihukum" ucap Ari orang yang memberikan saran tadi.
"Kamu!" Reza berbicara sambil menunjuk Tara si gadis cupu.
"Sekarang berjemur di lapangan sampai pengumuman untuk anak barus selesai ngerti!"
Tanpa membantah Tara segera pergi kelapangan sekolah.
"Huhh, dasar cewek cupu"
"si cupu barus aja masuk udah bikin perkara"
"Si cupu nggak berubah-ubah ya, dari smp sampai sma ya gitu-gitu aja. Malah sekarang tu anak cari gara-gara lagi"
Banyak sekali anak baru yang mengejek Tara, bahkan di situ banyak juga teman sekolahnya waktu smp dulu. Salah satunya Dian orang yang sangat membenci Tara si cupu, itu terjadi karena Dian selalu kalah dari Tara, walaupun Tara culun tapi dia pintar dalam bidang pelajaran apapun.
Sudah hampir 1 jam Tara dihukum oleh Reza si ketua osis, tapi tidak juga usai apalagi saat ini matahari semakin naik jadi lapangan sekolah semakin panas. Banyak sekali para murid kelas 2 dan 3 menyaksikan Tara yang sedang dihukum, karena posisi lapangan berada di tengah-tengah gedung sekolah jadi bisa terlihat dari mana saja apalagi sekolah Tunas Bangsa dibangun dengan 3 lantai yang menjulang ke atas.
"Ee, liat deh itu anak baru udah dapet hukuman aja"
"Iya apalagi dandanannya cupu banget lagi"
"Iiiuu, siap yang mau temenan sama si cupu itu ya? gak baget deh"
Semua murid menatap Tara dengan tatapan mengejek tanpa ada yang peduli bagaimana sekarang keadaan Tara. Di tengah lapangan dijemur sendiri dengan matahari yang sangat terik.
"Ya Allah, Tara udah gak kuat lagi gimana ini"
Tara bergumun sendiri sedari tadi dia sudah tidak kuat menahan panasnya matahari. Ditambah lagi saat berangkat sekolah tadi Tara belum sarapan sama sekali karena telat bangun pagi.
"Re, lu kagak keterlaluan emang hukum anak baru sampai kayak gitu?" tanya Ari saat mereka berada di aula.
"Udah sih Ari biarin aja dia, lagian jugakan ini pelajaran buat dia biar gak telat lagi nantinya kalau dibiarin aja cewe cupu itu bakal telat lagi besok-besok"
"Rezaa!!"
Panggil seorang murid perempuan dengan suara yang masih terdengar tidak beraturan. Karena dia berlari dari lantai 2 ke lantai 3 dimana semua anak baru sedang mendengarkan pengumuman yang diisi oleh Reza dan Ari di aula. Semua orang yang ada disana menoleh ke sumber suara yang begitu nyaring di telinga mereka semua.
"Dea, lu kenapa?"
Dea mengatur nafasnya terlebih dahulu sebelum dia melanjutkan ucapannya.
"Itu Ar, anak baru yang dihukum Reza tadi pingsan di tengah lapangan"
"Pingsan! yang bener aja Del?" ucap Ari kaget.
"Ya cepet bawa ke uks" titah Dea.
Dengan segera Reza, Ari dan Dela berlari kelapangan sesampainya disana mereka melihat Tara sudah tergeletak tak berdaya ditengah lapangan.
"Angkat Re"
"Ogah, lu aja dah Ar yang angkat"
"Udah lu berdua angkat bareng kagak usah ribut" lerai Dea.
Dengan sangat terpaksa Reza mengangkat tubuh Tara yang sudah tidak sadarkan diri.
Sementara itu.....
"Dasar cewek cupu, udah cari perhatian aja sama senior masa dijemur gitu aja pingsan gatel banget sumpah" Dian berkata dengan sangat jengkel.
"Dian sepertinya kita punya mainan lagi"
"Bener banget, Sri"
Uks...
Perlahan-lahan Tara membuka matanya, hal yang pertama kali dia lihat muka Reza yang sudah sangat merah seperti ingin menelan mangsanya saat ini juga.
"Huhh, akhirnya lu bangung juga. Apa sih mau lu hari pertama udah bikin masalah aja dasar cewek cupu!!" bentak Reza dengan sangat emosi, sedangkan Tara hanya menundukkan kepalanya saja.
"Awas ya besok-besok kalau lu berangkat kagak sarapan dulu" ucap Reza jengkel.
"Udah Re, ayo keluar" dengan terpaksa Ari menarik tangan Reza dengan kasar agar mau keluar dari uks. sedangkan Dea sudah pamit ke kelas terlebih dahulu.
"Dia marah atau apa sih? marah tapi masih sempet ngingetin, emang sih ini salah aku juga tadi pagi bangunnya kesiangan padahal udah dibangunin sama ibu. Tapi cara dia kasar banget kalau kayak gitu " gumun Tara di dalam uks sendirian.
Tetap bahagia
Tara meneteskan air matanya, sesaat setelah Reza dan Ari pergi dari ruang uks. Bentakan Reza pada Tara memang sudah sangat keterlaluan apalagi saat ini Tara sedang terbaring di uks. Setelah merasa badannya sudah sedikit enakan dengan segera Tara meninggalkan uks dia tidak mau tertinggal satu materi pelajaran pun.
Sesampainya di kelas.
"Hehh, cupu cepet sini" Dian memanggil Tara dengan sedikit kencang, tanpa berkata apapun Tara menuju tempat duduk Dian.
"Ada apa, Dian?"
"Heh, cupu gak usah banyak tanya ya! ngapain lu pingsan segala tadi? waktu dihukum cari perhatian senior aja dasar cewek cupu gatel!" maki Dian.
"Gak kayak gitu Dian, tadi saya emang beneran udah gak kuat lagi bukan mau cari perhatian"
"Alesan aja lu" Dian bangung sambil menjambak rambut Tara
"Wow, Dian sepertinya ini akan menjadi tontonan gratis" ucap Sri.
Sedangkan murid-murid lainnya juga ikut menonton Tara yang sedang dibully oleh Dian, tidak ada niatan dari mereka untuk membantu atau menghentikan perbuatan Dian.
"Ya, begitulah Sri"
"Dengerin gue ya cupu, mulai sekarang lu jadi babu gue, terus misalnya kalau lu gak nurut gue bakal bikin lu lebih melarat dari ini paham!!" Dian berkata dengan penuh penekanan, dia juga masih menarik rambut Tara dengan kuat.
Dian melepaskan rambut Tara yang sedari tadi dia pegang dengan erat, lalu dengan sengaja Dian mencium tangannya yang habis memegang rambut Tara barusan.
"Week, lu gak keramas berapa hari sih cupu?"
"Maaf, Dian"
"Udah sana pergi beliin gue minuman"
"Tapi"
"Lu mau bantah gue ya?"
"Gak kok"
"Ya udah sana pergi beliin gue minum sialan!"
Dengan segera Tara pergi dari kelas untuk membelikan Dian minuman. Untung saja ini hari pertama mereka masuk sekolah jadi belum ada pelajaran yang akan di mulai.
"Seneng banget gue punya mainan baru"
"Iya Dian, si cupu itu harus sering-sering kita kasih pelajaran biar dia tau rasa"
Tara harus menaik turuni anak tangga agar bisa sampai di kantin, karena letak kanti dan kelasnya berada di lantai yang berbeda kantin berada di lantai dua sedangkan kelas Tara berada di lantai satu. Sesampainya di kanti Tara segera membeli minuman yang dipesan Dian, sesudah mendapatkan apa yang ia butuhkan Tara segera kembali ke kelasnya sedangkan beberapa orang yang berada di kanti menatap Tara dengan tatapan yang sangat aneh.
"Dian, ini minumannya"
"Lama banget sih lu, cuman beli ginian doang" sambil menarik kasar minuman yang ada di tangan Tara.
"Maaf Dian"
"Maaf, maaf gue kagak butuh maaf lu ya, udah sana pergi lama-lama gue kalau deket-deket sama orang cupu kayak lu bisa ketularan cupu dih amit-amit deh" Dian bergidik ngeri sendiri dengan ucapannya barusan.
Para siswa yang ada di kelas itu hanya menertawakan Tara, mereka juga terus mengejek Tara tanpa henti, mereka memperlakukan Tara seperti mainan. Sedangkan Tara sendiri sudah biasa dengan ini semua toh dari smp dia selalu di kucilkan Tara juga tidak pernah marah tau mengadu pada ibunya semuanya dia pendam sendiri.
"Ya Allah, kuatkan lah Tara dengan semua ini Tara udah banyak melalui hal-hal seperti ini dari smp bahkan dari kecil. Tara berharap anak laki-laki yang dulu pernah nolongin Tara bisa kembali jadi pahlawan buat nolongin Tara lagi "
Tara berdoa dalam hatinya sambil menulis sesuatu di buku miliknya. Tara hanya duduk sendiri karena tidak ada yang mau duduk sebangku dengan Tara.
***
Sepulang sekolah....
Tara pulang dengan mengayuh sepedah tua peninggalan almarhum ayahnya. Sepedah ini lah yang selalu menemani Tara kemanapun dia pergi Tara selalu merawat sepedah tua peninggalan ayahnya dengan sangat baik.
"Assalamualaikum, Ibu Tara pulang" dia mengucapkan salam sambil meletakan sepedanya dengan benar.
"Waalaikumsalam, cepat makan abis itu bantuin ibu panen kol"
"Iya ibu"
Dengan segera Tara masuk ke dalam rumah dan mengganti seragam sekolahnya dengan baju kebun. Setiap pulang sekolah Tara selalu membantu ibunya untuk mengurus kebun. Hanya kebun itu lah satu-satunya sumber ekonomi keluarga Tara. Dulu keluarga Tara termasuk keluarga yang terpandang di kampungnya tapi semenjak ayah Tara meninggal semuanya berubah drastis, kini ibu Tara menjadi tulang punggung keluarga semenjak hari itu juga Tara selalu membantu ibunya untuk mengurus kebun.
"Tara, udah belum makannya ayok cepet bantu Ibu," Ibu Siti berteriak sedikit kencang dari kebun yang terletak tepat di belakang rumah mereka.
"Iya, Bu bentar Tara udah mau selesai ini"
Dengan segera Tara menghabiskan makanannya yang tinggal sedikit lagi. Setelah itu dia menyusul ibunya yang sudah berada di kebun.
Kebun.....
"Kamu panen disebelah kiri ibu di sebelah kanan"
"Iya Bu" dengan semangat empat lima, Tata segera memanen Kol...
Walaupun kebun milik keluarga Tara tidak besar, tapi mereka sudah sangat sudah sangat bersyukur memiliki kebun tersebut.
"Tara gimana sekolah kamu?" Ibu Siti bertanya sambil terus fokus memanen kol.
"Alhamdulillah seru bu, banyak banget temen-temen yang baik sama Tara" dusta Tara.
Begitulah Tara dia akan selalu tersenyum bahagia, walaupun yang dialami sangat menyedihkan, dia tidak pernah bercerita apa-apa pada ibunya tentang pembullyan yang selama ini Tara dapatkan.
"Syukurlah kalau gitu Tar, jangan lupa belajar yang giat"
"Iya, Ibu pasti hehe"
"Maafin Tara Bu selalu boong sama Ibu, tapi Tara juga gak mau nambah beban Ibu cuman gara-gara Tara" batin Tara dalam hati.
"Taraaa!!" Ibu Siti memanggil dengan sedikit kencang.
"Astagfirullah, Ibu ngagetin Tara aja" sambil mengelus dadanya, karena benar-benar kaget.
"Untung Tara gak jantungan Bu"
"Lagian kamu dari tadi ngelamun aja ngapain? Ibu panggil-panggil gak dengar, liat itu kolnya udah hampir rusak gara-gara kamu"
"Hehe, maafin Tara Bu, Tara lagi gak ngelamunin apa-apa kok"
Tara melanjutkan memanen kol yang sudah hampir selesai.
"Ya udah, lanjut yang bener abis itu kita ke pasar buat jual kolnya"
"Iya bu"
Tara dan ibu Siti melanjutkan memanen kol dengan tenang. Walaupun mereka hidup sederhana tapi Tara dan ibunya selalu bersyukur dengan apa yang mereka punya saat ini.
"Ibu Tara masukin kolnya ke karung dulu ya"
"Iya, sambil pilihin yang busuk jangan dimasukin"
"Iya ibu"
Dengan sangat cekat Tara memasukan semua kol ke dalam karung sambil memeriksa jika ada yang sudah tidak layak dipakai.
"Tara kamu anter dulu yang setengah entar balik lagi ngambil yang ini ya" ucap ibu Siti setelah dia selesai memanen semua kol.
"Iya Ibu, Tara berangkat dulu, assalamualaikum" setelah mengucapkan salam Tara segera berangkat menuju pasar menggunakan sepedanya.
Tara mengayuh sepedanya dengan hati-hati, karena dia membawa beban yang lumayan berat untuk ukuran sepedah tua.
"Dian, coba lihat itu si cupu bukan sih? yang lagi bawa sepedah ngapain dia?" ucap Sri sambil menajamkan penglihatannya dari dalam mobil.
"Mana Sri?" tanya Dian dengan penasaran.
"Itu lagi naik sepedah samperin yuk, kita kerjain mumpung disitu ada genangan air" ucap Sri lagi.
Dia menunjuk ke arah Tara yang sedang berhenti untuk istirahat karena jarak pasar dari rumah Tara lumayan jauh.
Perlahan Dian membuka jendela mobilnya untuk memastikan orang yang Sri tunjuk tadi Tara atau bukan. Benar saja orang itu adalah Tara dengan segera Dian mengemudikan mobilnya mendekat kearah Tara.
"Upss, maaf cupu gue nggak tau kalau disitu ada lu, juga gue nggak tau kalau ngelewatin genangan air" ucap Dian dari depan kursi kemudi.
Dian tertawa puas setelah berhasil msngerjai Tara, sambil terus menjalankan mobilnya begitu juga dengan Sri yang duduk di sebelah Dina.
"By, cupu kita duluan"
Tara hanya tersenyum kecil kepada kedua orang yang sudah membuat bajunya kotor seperti habis berenang di lumpur.
"Lihat lah, Dian si cupu tersenyum seperti orang bodoh"
"Sudah biarkan saja dia"
Walaupun bajunya sudah kotor Tara tetap melanjutkan perjalanannya, untuk pergi ke pasar karena dia harus segera mengantar kol-kol itu pada pelanggan yang sudah memesannya.
Tara meneteskan air matanya, sesaat setelah Reza dan Ari pergi dari ruang uks. Bentakan Reza pada Tara memang sudah sangat keterlaluan apalagi saat ini Tara sedang terbaring di uks. Setelah merasa badannya sudah sedikit enakan dengan segera Tara meninggalkan uks dia tidak mau tertinggal satu materi pelajaran pun.
Sesampainya di kelas.
"Hehh, cupu cepet sini" Dian memanggil Tara dengan sedikit kencang, tanpa berkata apapun Tara menuju tempat duduk Dian.
"Ada apa, Dian?"
"Heh, cupu gak usah banyak tanya ya! ngapain lu pingsan segala tadi? waktu dihukum cari perhatian senior aja dasar cewek cupu gatel!" maki Dian.
"Gak kayak gitu Dian, tadi saya emang beneran udah gak kuat lagi bukan mau cari perhatian"
"Alesan aja lu" Dian bangung sambil menjambak rambut Tara
"Wow, Dian sepertinya ini akan menjadi tontonan gratis" ucap Sri.
Sedangkan murid-murid lainnya juga ikut menonton Tara yang sedang dibully oleh Dian, tidak ada niatan dari mereka untuk membantu atau menghentikan perbuatan Dian.
"Ya, begitulah Sri"
"Dengerin gue ya cupu, mulai sekarang lu jadi babu gue, terus misalnya kalau lu gak nurut gue bakal bikin lu lebih melarat dari ini paham!!" Dian berkata dengan penuh penekanan, dia juga masih menarik rambut Tara dengan kuat.
Dian melepaskan rambut Tara yang sedari tadi dia pegang dengan erat, lalu dengan sengaja Dian mencium tangannya yang habis memegang rambut Tara barusan.
"Week, lu gak keramas berapa hari sih cupu?"
"Maaf, Dian"
"Udah sana pergi beliin gue minuman"
"Tapi"
"Lu mau bantah gue ya?"
"Gak kok"
"Ya udah sana pergi beliin gue minum sialan!"
Dengan segera Tara pergi dari kelas untuk membelikan Dian minuman. Untung saja ini hari pertama mereka masuk sekolah jadi belum ada pelajaran yang akan di mulai.
"Seneng banget gue punya mainan baru"
"Iya Dian, si cupu itu harus sering-sering kita kasih pelajaran biar dia tau rasa"
Tara harus menaik turuni anak tangga agar bisa sampai di kantin, karena letak kanti dan kelasnya berada di lantai yang berbeda kantin berada di lantai dua sedangkan kelas Tara berada di lantai satu. Sesampainya di kanti Tara segera membeli minuman yang dipesan Dian, sesudah mendapatkan apa yang ia butuhkan Tara segera kembali ke kelasnya sedangkan beberapa orang yang berada di kanti menatap Tara dengan tatapan yang sangat aneh.
"Dian, ini minumannya"
"Lama banget sih lu, cuman beli ginian doang" sambil menarik kasar minuman yang ada di tangan Tara.
"Maaf Dian"
"Maaf, maaf gue kagak butuh maaf lu ya, udah sana pergi lama-lama gue kalau deket-deket sama orang cupu kayak lu bisa ketularan cupu dih amit-amit deh" Dian bergidik ngeri sendiri dengan ucapannya barusan.
Para siswa yang ada di kelas itu hanya menertawakan Tara, mereka juga terus mengejek Tara tanpa henti, mereka memperlakukan Tara seperti mainan. Sedangkan Tara sendiri sudah biasa dengan ini semua toh dari smp dia selalu di kucilkan Tara juga tidak pernah marah tau mengadu pada ibunya semuanya dia pendam sendiri.
"Ya Allah, kuatkan lah Tara dengan semua ini Tara udah banyak melalui hal-hal seperti ini dari smp bahkan dari kecil. Tara berharap anak laki-laki yang dulu pernah nolongin Tara bisa kembali jadi pahlawan buat nolongin Tara lagi "
Tara berdoa dalam hatinya sambil menulis sesuatu di buku miliknya. Tara hanya duduk sendiri karena tidak ada yang mau duduk sebangku dengan Tara.
***
Sepulang sekolah....
Tara pulang dengan mengayuh sepedah tua peninggalan almarhum ayahnya. Sepedah ini lah yang selalu menemani Tara kemanapun dia pergi Tara selalu merawat sepedah tua peninggalan ayahnya dengan sangat baik.
"Assalamualaikum, Ibu Tara pulang" dia mengucapkan salam sambil meletakan sepedanya dengan benar.
"Waalaikumsalam, cepat makan abis itu bantuin ibu panen kol"
"Iya ibu"
Dengan segera Tara masuk ke dalam rumah dan mengganti seragam sekolahnya dengan baju kebun. Setiap pulang sekolah Tara selalu membantu ibunya untuk mengurus kebun. Hanya kebun itu lah satu-satunya sumber ekonomi keluarga Tara. Dulu keluarga Tara termasuk keluarga yang terpandang di kampungnya tapi semenjak ayah Tara meninggal semuanya berubah drastis, kini ibu Tara menjadi tulang punggung keluarga semenjak hari itu juga Tara selalu membantu ibunya untuk mengurus kebun.
"Tara, udah belum makannya ayok cepet bantu Ibu," Ibu Siti berteriak sedikit kencang dari kebun yang terletak tepat di belakang rumah mereka.
"Iya, Bu bentar Tara udah mau selesai ini"
Dengan segera Tara menghabiskan makanannya yang tinggal sedikit lagi. Setelah itu dia menyusul ibunya yang sudah berada di kebun.
Kebun.....
"Kamu panen disebelah kiri ibu di sebelah kanan"
"Iya Bu" dengan semangat empat lima, Tata segera memanen Kol...
Walaupun kebun milik keluarga Tara tidak besar, tapi mereka sudah sangat sudah sangat bersyukur memiliki kebun tersebut.
"Tara gimana sekolah kamu?" Ibu Siti bertanya sambil terus fokus memanen kol.
"Alhamdulillah seru bu, banyak banget temen-temen yang baik sama Tara" dusta Tara.
Begitulah Tara dia akan selalu tersenyum bahagia, walaupun yang dialami sangat menyedihkan, dia tidak pernah bercerita apa-apa pada ibunya tentang pembullyan yang selama ini Tara dapatkan.
"Syukurlah kalau gitu Tar, jangan lupa belajar yang giat"
"Iya, Ibu pasti hehe"
"Maafin Tara Bu selalu boong sama Ibu, tapi Tara juga gak mau nambah beban Ibu cuman gara-gara Tara" batin Tara dalam hati.
"Taraaa!!" Ibu Siti memanggil dengan sedikit kencang.
"Astagfirullah, Ibu ngagetin Tara aja" sambil mengelus dadanya, karena benar-benar kaget.
"Untung Tara gak jantungan Bu"
"Lagian kamu dari tadi ngelamun aja ngapain? Ibu panggil-panggil gak dengar, liat itu kolnya udah hampir rusak gara-gara kamu"
"Hehe, maafin Tara Bu, Tara lagi gak ngelamunin apa-apa kok"
Tara melanjutkan memanen kol yang sudah hampir selesai.
"Ya udah, lanjut yang bener abis itu kita ke pasar buat jual kolnya"
"Iya bu"
Tara dan ibu Siti melanjutkan memanen kol dengan tenang. Walaupun mereka hidup sederhana tapi Tara dan ibunya selalu bersyukur dengan apa yang mereka punya saat ini.
"Ibu Tara masukin kolnya ke karung dulu ya"
"Iya, sambil pilihin yang busuk jangan dimasukin"
"Iya ibu"
Dengan sangat cekat Tara memasukan semua kol ke dalam karung sambil memeriksa jika ada yang sudah tidak layak dipakai.
"Tara kamu anter dulu yang setengah entar balik lagi ngambil yang ini ya" ucap ibu Siti setelah dia selesai memanen semua kol.
"Iya Ibu, Tara berangkat dulu, assalamualaikum" setelah mengucapkan salam Tara segera berangkat menuju pasar menggunakan sepedanya.
Tara mengayuh sepedanya dengan hati-hati, karena dia membawa beban yang lumayan berat untuk ukuran sepedah tua.
"Dian, coba lihat itu si cupu bukan sih? yang lagi bawa sepedah ngapain dia?" ucap Sri sambil menajamkan penglihatannya dari dalam mobil.
"Mana, Sri?" tanya Dian dengan penasaran.
"Itu lagi naik sepedah samperin yuk, kita kerjain mumpung disitu ada genangan air" ucap Sri lagi.
Dia menunjuk ke arah Tara yang sedang berhenti untuk istirahat karena jarak pasar dari rumah Tara lumayan jauh.
Perlahan Dian membuka jendela mobilnya untuk memastikan orang yang Sri tunjuk tadi Tara atau bukan. Benar saja orang itu adalah Tara dengan segera Dian mengemudikan mobilnya mendekat kearah Tara.
"Upss, maaf cupu gue nggak tau kalau disitu ada lu, juga gue nggak tau kalau ngelewatin genangan air" ucap Dian dari depan kursi kemudi.
Dian tertawa puas setelah berhasil mengerjai Tara, sambil terus menjalankan mobilnya begitu juga dengan Sri yang duduk di sebelah Dina.
"By, cupu kita duluan"
Tara hanya tersenyum kecil kepada kedua orang yang sudah membuat bajunya kotor seperti habis berenang di lumpur.
"Lihat lah, Dian si cupu tersenyum seperti orang bodoh"
"Sudah biarkan saja dia"
Walaupun bajunya sudah kotor Tara tetap melanjutkan perjalanannya, untuk pergi ke pasar karena dia harus segera mengantar kol-kol itu pada pelanggan yang sudah memesannya.
Sudah tiga bulan sekolah di SMA Tunas Bangsa, tapi Tara tidak memiliki teman sama sekali, semua orang selalu menjauhinya yang lebih parah lagi mereka dengan terang-terangan membully Tara. Apa lagi Dian dia tidak pernah absen untuk selalu membully Tara. Contohnya seperti sekarang ini Dian dan satu temanya Sri tengan menarik rambut Tara di belakang halaman sekolah mereka.
"Udah gue bilang cepet kerjain tugas gue, lu berani hah! sama gue, atau lu mau yang lebih parah dari ini?" dengan begitu kasar Dian menarik rambut milik Tara.
"Ampun Dian, janji gak akan lupa lagi"
"Awas ya, kalau lu boong abis lu sama gue"
"ayok cabut Sri"
Dian dan Sri berlalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan Tara yang sudah tidak terbentuk lagi rupanya. Setelah kepergian Dian dan Sri. Tara segera pergi ke kamar mandi sekolah untuk mencuci muka, hal seperti ini sudah biasa dialami.
********
Ruang Osis..
Reza seorang osis yang sangat populer di sekolah SMA Tunas Bangsa, dia bukan hanya terkenal karena kegantengannya. Tapi juga bakat dan kepintaran yang iya miliki semua cewek selalu ingin dekat dengan Reza. Tapi tidak ada satupun yang bisa mendekati Reza satu lagi dia juga sering menolong banyak orang, tapi sayangnya hal ini jarang ada yang mengetahuinya. Mereka hanya tau Reza adalah orang yang tegas dan sedikit kejam pada orang yang berbuat salah. Ya seperti Tata kemaren lah salah satunya yang merasakan kekejaman Reza.
"Jadi gimana Re? apa kita akan mengadakan lomba cerdas cermat untuk memilih siapa yang akan mewakili sekolah kita ke kota?"
Para osis sedang mendiskusikan sebuah kegiatan yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi.
"Sepertinya begitu Ar, tapi apa kalian semua setuju?"
"Gue setuju Re, tapi siapa saja boleh mendaftarkan diri untuk ikut di kompetisi ini,"
Dea menyampaikan pendapatnya.
"Boleh, mulai besok kita akan mengerjakan semuanya baik pertemuan osis, untuk hari ini sampai di sini saja"
Setelah semaunya sepakat dengan apa yang direncanakan Reza juga yang lainnya mereka bubar masing-masing.
"Haii" sapa seorang perempuan kepada Tara yang sedang diam-diam memperhatikan Reza dari kejauhan.
"Iya, ada apa?"
"Kamu Tara ya? kenalin aku Nia boleh gak kalau kita berteman?"
Nia bertanya dengan begitu antusias. Sebenarnya dia sudah tiga hari di sekolah ini selalu memperhatikan Tara. Nia selalu bertanya-tanya kenapa Tara tidak pernah bergaul dengan anak-anak lainnya dia selalu sendiri. Sedangkan Nia saja yang anak baru di sekolah SMA Tunas Bangsa sudah mendapatkan banyak kawan.
"Boleh, tapi kamu bener mau temenan sama aku?" ucap Tara ragu.
Nia mengangguk-anggukan kepalanya begitu imut.
"Jadi kita sekarang teman?" Tara bertanya dengan hati-hati, karena barus pertama kali ada orang yang mau menyapanya dengan ramah.
"Iya teman" sambil memegang tangan Tara.
"Udah yuk ke kantin, lu pasti belum makan kan?" ajak Nia dia seperti sudah sangat akrab dengan Tara padahal mereka baru saja kenal.
"Ta-pi"
"Udah ayok ikut, anggap aja ini ngerayain pertemanan kita," ajak Nia.
Dengan terpaksa Tara mengikuti Nia, karena tangannya sudah ditarik duluan oleh Nia. Bukan Tara tidak mau ke kantin tapi jika dia berada di kantin pasti akan selalu menjadi bahan ejekan dan bullyan teman sekolahnya, maka dari itu selama tiga bulan sekolah disana Tara tidak pernah menginjakan diri di kantin kecuali Dian yang menyuruhnya membelikan sesuatu.
"Wah, si cupu berani banget nunjukin muka jeleknya ke kantin"
"Upss, sorry sengaja"
Murid perempuan yang duduk di pinggir kursi kantin dengan sengaja meletakan kakinya di tengah-tengah jalan yang Tara lewati agar Tara terjatuh.
"Hahaha"
Seisi kanti dipenuhi dengan gelak tau orang-orang yang berada di sana, karena Insiden jatuhnya Tara dengan sigap Nia segera membantunya. Tadinya Nia hendak memarahi murid perempuan yang dengan sengaja menyelonjorkan kakinya di jalan. Tapi dengan cepat Tara mengajak Nia agar segera pergi karena Tara tidak mau Nia dapat masalah karena sudah membelanya.
"Kita duduk disitu aja Tara, biarin mereka"
Nia jengah melihat tingkah semua orang yang memperlakukan Tara bukan seperti manusia. Padahal Tara kan orang juga. Dian kembali membuat gara-gara dengan pura-pura menyenggol tempat duduk Tara agar jus yang iya bawa tupah tepat di seragam Tara.
"Audah, maaf cupu gue gak sengaja," Dian tertawa mengejek.
"Hehh, lu punya sopan santun gak sih?"
Nia sudah tidak bisa memendam emosinya lagi akhirnya terjadi pertengkaran antara Nia dan Dian, Tara berusaha menenangkan Nia tapi karena Nia sudah terlanjur emosi susah untuk mengendalikan emosinya sendiri.
"Ada apa ini ribut-ribut?"
semua orang menoleh ke sumber suara.
"Kak Reza dia nampar aku," adu Dian dengan begitu centil.
"Heh, cabe lu duluan yang nyiram temen gue pake jus yang lu bawa dan satu lagi lu juga nampar gue gak usah fitnah!!" sakral Nia.
"Lu yang duluan nampar gue sialan!!" ucap Dian tidak terima padahal jelas-jelas Dian lah yang menampar Nia terlebih dahulu.
"Lu duluan cabee!!" Nia dan Dian sama-sama berteriak dengan kencang.
"STOPP!! Kalian bertiga ikut saya ke ruang BK"
Karena sudah terlalu pusing akhirnya Reza menyerahkan mereka keruangan BK tempat paling tepat untuk ketiganya. Padahal Tara tidak ikut dalam peperangan tadi tapi Reza tetap saja membawa Tara ke ruang Bk bersama Nia dan Dian.
Di ruang BK
"Nia kamu kan anak baru kenapa sudah bikin masalah?" Ibu Devi sebagai guru BK bertanya dengan sangat hati-hati. saat mereka sudah masuk di ruang Bk.
"Dian bu duluan," sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah Dian.
"Enak aja lu! lu yang duluan" Dian juga kembali berteriak sedangkan Tara hanya bisa diam.
"Udah jangan ribut lagi, ibu hukum kalain bertiga tapi ingat ya, jika ibu dengar kalian ribut lagi maka ibu akan memanggil orang tua kalian dan ibu akan skors kalain sampai satu bulan paham!"
"Paham Bu" jawab mereka kompak.
"Sudah sana kerjakan hukuman kalain"
Tara Nia dan Dian kini sedang membersihkan semua WC yang ada di sekolah Tunas Bangsa, dengan ogah-ogahan Dian mengerjakan semua ini, jika bukan karena dihukum mana mungkin Dian memegang yang namanya sapu.
"Heh lu, janggan santai aja dong kerja juga liat tu masih banyak," tegor Nia kesal.
"Terus gue lah, kenapa masalah buat lo?"
"Nia udah biarin aja dia kita kerja lagi biar cepet selesai"
Sedari tadi Tara berusaha menenangkan Nia yang sangat mudah terpancing emosinya. Dian pergi lebih dulu sebelum semuanya selesai sedangkan Nia dan Tara barus saja menyelesaikan semua pekerjaan mereka.
"Akhirnya selesai juga"
"Gue capek banget Tar, yuk lah beli minum" ajak Nia.
Tara dan Nia pergi menuju kantin, tapi saat mereka melewati area papan mading disitu sudah banyak sekali para siswa yang berkumpul entah apa yang sedang mereka lihat di mading yang terpajang itu.
"Nia coba liat itu, kenapa rama baget deh di depan mading? kesana yuk"
"Ayo, siapa tau gosip gue tadi udah tersebar kemana-mana, awas aja kalau sampek mama papa gue tau bisa mati gue" canda Nia. Tapi Tara menanggapi ucapan Nia dengan serius.
"Udah lah gak usah mikir yang aneh-aneh Nia, kita liat aja dimading lagian juga gak mungkin berita tadi langsung dipajang di mading gitu aja"
"Gue bercanda kali Tar, tapi jangan sampai orang tua gue juga tau tentang kejadian hari ini disekolah hehe udah yuk liat ke mading"
Tara dan Nia berjalan bersama ke arah papan mading.
'Pengumuman akan diadakan lomba cerdas cermat siapa yang berminat silahkan mendaftar diri di ruang Osis'
"Kenapa buat lomba kak?" seorang siswa bertanya pada Ari. Dia yang sedang menempelkan pengumuman itu di papan mading.
"Buat lomba di kota entar kita lagi cari kandidatnya"
Semua mengerti dengan penjelasan yang Ari berikan.
"Siapa aja boleh daftar kan kak?" Tara bertanya dengan ramah.
"Boleh, kalau gitu gue permisi semua kalau kalian ada yang mau ikut daftar aja ke ruang osis"
Setelah menjawab beberapa pertanyaan Ari segera pergi meninggalkan papan mading yang masih dipenuhi para siswa-siswi.
"Ada si cupu, apa dia juga mau ikut cerdas cermat emang dia bisa," bisik para siswa.
Mereka belum tau dengan kepintaran Tara karena banyak orang hanya menilai dari luarnya saja mereka tidak tau aslinya seperti apa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!