NovelToon NovelToon

Calon Istri Milyader

Pertemuan

*** Happy Reading****

.

Alika menarik kopernya saat turun dari pesawat di kota Roma. Dengan langkah bak selebriti serta penampilan seksi membuat dirinya jadi pusat perhatian. Saat Ia melihat seorang pemuda memegang papan bertuliskan namanya, ia menyunggingkan senyum tipis lalu menghampirinya.

"Kamu Ramon?" Tanya Alika datar tanpa senyum ramah.

"I..Ia.. Nona. Saya Ramon asisten Tuan Zein." Jawab Ramon gugup. Baru kali ini Ramon berhadapan dengan gadis seksi yang bisa membuatnya salah tingkah. 'Bisa mampus gw jika bos tahu aku menatap calon istrinya.' Batin Ramon.

Alika menyerahkan kopernya lalu mengikuti langkah Ramon menuju mobil.

Ramon membuka pintu belakang mobil untuk Alika kemudian menuju kursi kemudi, ia menghela napas panjang lalu melajukan mobilnya setelah memasang seat belt.

Selama perjalanan, tidak ada percakapan antara keduanya. Alika hanya menatap ponselnya dan sesekali mengirim pesan kepada seseorang.

Alika Khaerunisa Gadis keturunan Indo-Itali yang tangguh dan madiri berumur 25 tahun, berparas cantik, tinggi 165, hidung mancung, bibir tipis, kulit kuning langsat, rambut lurus cokelat, cerdas dan baik hati. Dia sangat cerewet dan ceria hanya dengan orang terdekatnya, tapi berbeda dengan orang lain, wajahnya akan datar seperti papan triplek dan susah tersenyum.

Ia terpaksa menerima perjodohan dengan milyader muda yang terkenal cacat akibat kecelakaan. Kedua orang tuanya tidak bisa berbuat apa-apa karena wasiat dari kakek yang sangat ia sayang.

Tiga puluh menit kemudian, akhirnya mereka tiba di Mansion yang sangat besar. Saking besarnya, Ramon harus mengendarai mobilnya ratusan meter untuk sampai di pintu utama. Pohon rindang kiri dan kanan membuat udara di sekitar Mansion sangat sejuk dan segar.

Ramon membuka pintu mobil untuk Alika kemudian mengambil kopernya di bagasi mobil.

"Mari Nona, keluarga Tuan Zein sudah menunggu Anda." Ujar Ramon dengan sopan.

Alika hanya mengangguk, lalu mengikuti langkah Ramon masuk ke dalam Mansion.

Di ruang tamu sudah ada Zein, adiknya Zaskia dan kedua orang tuanya yaitu Prayoga Dirgantara dan Feronica.

Ramon lebih dulu masuk lalu meletakkan koper Alika di sisi dinding. Saat Alika masuk semua mata tertuju padanya. Mereka terkejut melihat penampilan Alika yang sangat bertolak belakang dengan informasi yang mereka dapatkan.

Menurut mereka, gadis yang akan menikah dengan Zein adalah gadis polos, berpenampilan kampungan dan sederhana. Tapi kini yang berdiri di hadapannya gadis seksi yang memperlihatkan sebagian dada dan pahanya dengan kaki jenjangnya yang mulus. Sangat berbanding terbalik dari pemikiran keluarga.

"Alika, duduklah." Sapa Prayoga Dirgantara, Papa Zein.

"Ia Om, kenalkan, saya Alika anak Hendrik Pratama." Sapa Alika lalu mencium punggung tangan Prayoga dan Feronica.

"Papa sudah tahu nak, ini Mama, itu Zein calon suami kamu, dan itu Zazkia adik Zein panggil aja Kia." Balas Prayoga memperkenalkan keluarganya.

"Hai Kia." Sapa Alika mengulurkan tangannya.

Zazkia membalas uluran tangan Alika tanpa bicara.

"Zein ada yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Prayoga.

Zein hanya diam menilai penampilan Alika, "Apa kakek tidak salah pilih mencarikan seorang istri untukku? cantik ia, tapi penampilannya seperti wanita murahan." Batin Zein.

"Zein!?" Suara Prayoga membuyarkan lamunan Zein.

"Tidak ada Pah, biarkan dia istirahat lebih dulu." Jawab Zein dengan wajah datar tanpa ekspresi ia segera menekan tombol kursi rodanya menuju kamar.

Zein Albi Dirgantara seorang milyader muda, berumur 28 tahun, tampan, alis hitam tebal, dengan rahang yang kokoh, tinggi dan tubuh atletis menambah nilai plus ketampanannya. Pemilik perusahaan Graz Group yang bergerak di bidang perdagangan, konstruksi, serta pemilik salah satu maskapai penerbangan yang ada di Italia, Indonesia serta berbagai negara lainnya. Tapi sayang, selama satu tahun terakhir, ia harus duduk di kursi roda akibat kecelakaan yang menimpanya.

"Jadi itu calon suamiku? kenapa ekspresinya seperti beruang kutub? apa dia juga terpaksa menerima perjodohan ini? sayang banget wajah setampan itu tapi kakinya cacat." Batin Alika. Ia mengagumi sosok Zein yang dingin namun merasa kasihan padanya karena duduk dikursi roda.

"Mama ada yang ingin kau sampaikan?" Tanya Prayoga pada Feronica.

"Tidak, Mama tiba-tiba pusing Pah, pengen istirahat aja." Jawab Feronica menekan pelipisnya.

"Baiklah, Alika sebaiknya kamu istirahat, kamarmu di lantai dua sebelah kiri dari tangga." Ujar Prayoga.

"Baik Om, Permisi semua." Pamit Alika kemudian berjalan ke kamar lantai dua di temani seorang pelayan yang menarik kopernya.

"Silahkan Nona." Ujar pelayan saat membuka pintu kamar untuk Alika.

"Ini kamarku?" Tanya Alika.

"Ia Nona, yang itu kamarnya Tuan Zein, dan yang di ujung kamar Nona Zazkia." Jelas Atin kepala ART di Mansion yang sudah berumur 40 tahun.

"Makasih, mm.. saya panggil apa ya?" Tanya Alika.

"Panggil Atin aja Nona. Jika perlu apa-apa tekan saja intercom yang di sana, itu terhubung langsung ke dapur." Atin menunjuk intercom yang terpasang di dinding kamar.

"Baik Atin, trimakasih." Ujar Alika sambil tersenyum.

Atin merasa lega, dia pikir Alika adalah gadis yang angkuh dan sombong karena berpenampilan seperti selebriti.

"Saya permisi Nona." Pamit Atin sedikit membungkuk lalu keluar dari kamar Alika.

Setelah kepergian Atin, Alika menghela napas panjang. Ia membuka high heels lima centinya, kemudian membaringkan tubuhnya diatas kasur empuk king size. Maniknya bergerak sambil menatap langit-langit kamar. Pikirannya mulai menerawang apa yang akan terjadi dengannya selama berada di Mansion itu.

Baru saja ia memejamkan mata, pintu kamar kembali di ketuk.

Tok..tok.. tok..

Alika membuka mata kemudian berjalan membuka pintu.

"Nona, di tunggu Tuan Zein di ruang kerjanya." Ujar Atin.

Alika mengernyitkan keningnya, "Baru saja Zein menyuruhku untuk istirahat kenapa sekarang dia memanggilku? Ah, ternyata dia juga menyebalkan." Gerutu Alika dalam hati.

Alika mengikuti langkah Atin menuju ruang kerja Zein. Ia masuk setelah mengetuk pintu dan sekarang berdiri di hadapan Zein.

"Duduk!" Perintah Zein menunjuk kursi di depan meja kerjanya.

Alika menurut dan duduk di hadapan Zein. Baju yang belum sempat Alika ganti membuat Zein merasa gerah meski AC di dalam ruangan sangat dingin.

"Khemm." Dehaman Alika mengalihkan pandangan Zein ke selembar kertas yang ada diatas meja kerjanya.

"Apa kamu tidak punya uang untuk membeli pakaian yang lebih sopan?" Tanya Zein.

"Aku rasa ini masih sopan, ayolah Tuan Zein jangan munafik, ini luar negeri... pakaian seperti ini sudah biasa. Aku juga sangat yakin kalo kamu sangat menyukainya." Jawab Alika mengedipkan sebelah matanya.

"Astaga... apa yang kakek sedang pikirkan sehingga menjodohkan aku dengan wanita barbar sepertimu?" Kesal Zein sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

"Apa juga yang kakekku pikirkan, menjodohkan aku dengan pria datar dan dingin sepertimu? tidak ada menariknya sama sekali." Alika ikut kesal sambil memukul meja kemudian kembali bersandar di kursi.

Zein menghela napas panjang, "Katakan kenapa kamu menerima perjodohan ini." Tanya Zein berusaha tenang menghadapi Alika.

"Karena aku sayang dengan kakekku dan ini adalah permintaan terakhir beliau. Jadi, mau tidak mau, suka tidak suka, ya.. saya harus terima." Jawab Alika lalu menaikkan kedua bahunya sambil melihat kedua tangannya didada.

"Kenapa tidak menolak? apa kamu mau menikah dengan pria cacat sepertiku? kata dokter aku akan cacat seumur hidup, apa kamu tidak akan menyesal?atau kamu memiliki tujuan lain dan mengejar harta yang aku miliki?" Ungkap Zein, sedikit berbohong, kata dokter ia dapat berjalan dengan normal setelah menjalani terapi secara teratur.

"Jangan ge-er ya! Aku tidak gila harta, Aku masih mampu menghidupi diriku tanpa harus menikah denganmu. Kenapa bukan kamu saja yang menolak? menikah dengan pria cacat buatku tidak masalah. Aku tidak punya cara lain selain pasrah dan menerimanya. Jika kamu yang menolak, aku memiliki alasan karena kamu tidak mau menikah denganku, simpel kan?" Alika melipat kedua tangannya di dada.

"Aku tidak mungkin menolak, meskipun aku memiliki kekasih yang sangat aku cintai." Lirih Zein.

Keduanya diam, suasana menjadi hening setelah berdebat karena tidak ada yang mau mengalah. Mereka memikirkan nasib masing-masing, jika pernikahan di teruskan akan ada hati yang tersakiti dan mereka akan menikah tanpa cinta.

"Jadi, keputusannya bagaimana?" Tanya Alika.

.

.

.

Bersambung....

Sahabat Author yang baik ❤️

Jika kalian suka dengan cerita ini, Jangan lupa, Like, Komen, Hadiah, Dukungan dan Votenya ya! 🙏🙏🙏

Surat Perjanjian

"Menurutmu?" Tanya Zein balik.

"Terserah kamu saja, jika kamu menolak aku akan kembali ke rumah orang tuaku besok. Dengan begitu aku tidak perlu berlama-lama tinggal di sini." Jawab Alika penuh harap.

"Bagaimana jika aku tidak bisa menolak?" Tanya Zein kembali.

Alika diam, ini bukan jawaban yang ia harapkan, ia masih ingin hidup bebas dan mengembangkan perusahaan yang baru saja ia bangun tanpa sepengetahuan keluarga termasuk kedua orang tuanya.

"Jika kamu tidak menolak, bagaimana dengan kekasihmu? bukankah kamu sangat mencintainya? lebih baik kamu menikah dengannya. Aku tidak mau cerita hidupku berakhir seperti di novel dan sinetron yang rela di madu karena perjodohan." Ujar Alika. Tujuannya bersedia datang ke Mansion keluarga Zein, adalah membujuk Zein agar membatalkan perjodohan mereka. Jika Zein yang membatalkannya, maka orang tuanya tidak kecewa padanya.

"Berikan aku waktu memikirkannya. Jika dalam waktu empat bulan aku tidak menikah dengannya, maka kamu yang harus menikah denganku sesuai permintaan kakek." Ujar Zein dengan seringai licik di wajahnya.

"Dasar laki-laki egois! empat bulan kelamaan, kamu pikir aku perempuan apaan? Aku nggak mau menuruti ide gilamu. Lebih baik putuskan sekarang, itu sama saja kita menjani HTS!" Kesal Alika.

"HTS..?" Zein mengurutkan dahinya.

"Hubungan Tanpa Status gitu aja nggak tau." Alika mengerucutkan bibirnya.

"Hehe.. hubungan kita jelas, calon suami istri." Ujar Zein penuh penekanan. Entah mengapa melihat wajah Alika saat kesal dan mengerucutkan bibir tipisnya menjadi hiburan tersendiri baginya. Menurutnya Alika sangat lucu jika sedang marah seperti anak TK yang sedang meminta lolipop.

Zein menyerahkan kertas selembar pada Alika.

"Apa ini?" Tanya Alika dengan wajah bingung.

"Jangan banyak nanya! baca dan tanda tangani surat perjanjian ini!" Perintah Zein.

Alika mengambil kertas yang di sodorkan Zein lalu membacanya dengan bersuara.

"Surat perjanjian antara Zein Albi Dirgantara sebagai pihak pertama dan Alika Khaerunisa sebagai pihak kedua." Alika berhenti sejenak lalu menatap wajah Zein, "Namamu cukup bagus." Puji Alika.

Zein hanya diam melihat reaksi Alika, baru kali ini ada wanita yang berani menatapnya dengan tatapan tajam. Untuk sejenak ia terpesona melihat netra Alika yang begitu indah jika ditatap lebih dekat.

"Jangan menatapku seperti itu, nanti kamu terpesona dengan kecantikanku. Bagaimana nasib kekasihmu jika kamu tiba-tiba jatuh cinta padaku?" Alika geleng-geleng kepala.

"Jangan ge-er, ada tai cicak di matamu." Kesal Zein.

"Mana?" Alika langsung mengusap kedua bola matanya. "Kamu kerjain aku ya?"

"Hehehe, aku berikan waktu lima menit untuk membacanya." Kekeh Zein.

"Aku nggak perduli dengan waktu yang kau berikan!" Kesal Alika lalu kembali membaca isi surat perjanjian itu.

"Waktumu habis." Ujar Zein sambil melihat jam tangan mewah di pergelangan tangannya.

"Hahaha, Tuan Zein yang terhormat...! kenapa harus pakai surat perjanjian? Aku tidak mau terikat perjanjian dengan seseorang, apalagi dengan orang yang tidak aku kenal." Ujar Alika lalu menggenggam kertas itu hingga berbentuk bola dan membuangnya ke tempat sampah.

"Alika!" Geram Zein. Ia sudah memikirkan isi surat itu satu hari sebelum Alika datang, malah Alika dengan mudahnya meremas dan membuangnya.

Alika berdiri lalu membungkukkan sedikit badannya membuat mata Zein fokus pada kedua bukit kembar milik Alika. "Aku capek berdebat denganmu, aku mau istirahat. Satu lagi, jangan menggangguku sebelum jam makan malam!" Ancam Alika lalu segera keluar dari ruangan Zein.

Setelah Alika menghilang di balik pintu, Zein menghela napas berat, mengusap wajahnya dengan kasar karena frustasi. Pesona seorang Alika memang membuatnya lupa diri. Bahkan ia melupakan wajah Monika yang sangat ia cintai.

"Aku bisa gila, berhadapan dengan gadis barbar itu!" Kesal Zein, ia menekan pelipisnya dua kali untuk menghilangkan pikirannya yang sudah traveling kemana-mana. Bahkan junior yang sudah tertidur selama setahun kini mulai berdiri dengan tegak.

"Rupanya kamu sudah bangun dari mimpi buruk, dasar kamu, melihat yang bening langsung bangun." Monolog Zein melihat kebawah.

Zein mengambil ponselnya lalu menghubungi Richard. Dokter sekaligus sahabat yang selalu merawat dan memantau perkembangan kedua kakinya yang lumpuh.

Tidak menunggu lama, akhirnya Richard datang dan memeriksa keadaan Zein di kamar. Zein berbaring lalu Richard memeriksa keadaannya.

"Rich, Bagaimana kaki gw? apa ada perkembangan? Lo tau nggak..?" Ucapan Zein terpotong.

Ricard langsung menggeleng.

"Tadi junior gw berdiri dengan tegak, Lo harus periksa dia juga. Ini pertama kalinya dia bereaksi." Semangat Zein.

"Itu artinya sudah ada kemajuan dengan terapi yang sudah kamu lakukan. Aku jadi penasaran, apa yang membuatnya tiba-tiba berdiri? Apa Monika datang menjengukmu?" Tanya Richard.

Zein menggeleng dengan napas berat. Semenjak kecelakaan dan mengetahui bahwa kaki Zein lumpuh, Monika langsung menghilang ke luar negeri. Ia mengejar impiannya sebagai model internasional yang sedang bersinar.

"Ayolah Zein, lupakan Monika, di tidak cukup baik untukmu. Dia hanya datang jika sedang membutuhkanmu, lihat sekarang! kamu sakit dan dia bersenang-senang di luar sana." Kesal Richard lalu menunjuk keluar.

"Aku tidak bisa melupakannya, dia wanita pertama yang mengisi hari-hariku. Dulu dia sangat baik dan polos, tapi setelah mengenal dunia modeling, dia mulai berubah dan mendahulukan pekerjaannya dari pada aku." Lirih Zein.

"Jika bukan Monika lalu siapa yang membuat junior bangun? apa jangan-jangan Lo suka dengan salah satu ART Lo ya?" Tebak Richard. Tatapannya tajam mengintimidasi Zein yang sedang terbaring.

"Sembarangan aja kalo ngomong. Bukan ART gw, tapi calon istri gw." Kesal Zein memukul lengan Richard yang duduk di sisi tempat tidur.

"Calon istri? sejak kapan Lo berpaling dari Monika?" Tanya Richard.

"Gw di jodohkan, orangnya ada di kamar sebelah, jika ingin melihatnya, Lo ikut makan malam aja. Lo bakalan liat bagaimana ngeselinnya tuh anak." Jelas Zein dengan kesal.

"Jangan terlalu kesel dengannya, nanti Lo beneran jatuh cinta, kualat Lo!" Ujar Richard.

"Tidak mungkin aku jatuh cinta dengan gadis bar-bar seperti dia. Tipeku itu gadis polos dan sederhana. Melihat penampilannya aja membuatku ngeri." Jelas Zein.

"Yakin hanya ngeri? bukannya junior langsung bangun? Ingat Monika yang sekarang bukan gadis polos dan sederhana lagi. Bahkan jika di suruh memakai pakaian bikini untuk pemotretan, dia tidak masalah." Ejek Richard.

"Kenapa bahas Monika lagi? Dia itu berbeda, itu hanya tuntutan pekerjaan. Dia harus profesional kan?" Zein masih membela wanita yang di cintainya.

"Hehehe, kenapa begitu sulit membuat mata dan pikiran Lo terbuka? apa Lo rela, milik Lo di nikmati oleh orang lain? bahkan orang banyak? Lo sadar nggak? jika Monika memakai bikini dan dipajang di majalah dewasa, apa tidak membuat pria secara tidak langsung ikut menikmati tubuhnya?" Kesal Richard. Entah mengapa ia sangat tidak suka dengan Monika yang meninggalkan sahabatnya saat lumpuh. Dulu dia sangat senang melihat Zein bahagia, tapi semenjak Zein lumpuh, Zein lebih sering melamun dan berdiam diri di kamar.

"Sebenarnya aku juga sedang memikirkannya, tapi aku tidak bisa dengan mudah melupakannya." Lirih Zein.

"Dasar bucin! Apa yang sudah Monika berikan padamu, hingga kau tidak bisa berpikir dengan jernih?" Tanya Richard.

.

.

.

Bersambung...

Calon Kakak Ipar

"Cinta dan kasih sayang, kelembutan dan kemandiriannya. Itu yang belum gw temukan pada wanita lain." Jawab Zein.

"Kamu sudah gila Zein! Itu Monika yang dulu, Monika yang sekarang sudah tidak sama. Sudahlah, lebih baik kamu membersihkan diri lalu kita turun. Aku sudah tidak sabar melihat calon kakak iparku yang mampu membuat junior bangun dari mimpi buruknya."

Richard membantu Zein duduk kembali di kursi rodanya lalu mendorongnya masuk ke dalam kamar mandi.

"Lo yakin bisa mandi sendiri? nggak butuh bantuan Gw?" Tanya Richard saat mereka di dalam kamar mandi.

"Tentu saja bisa, sana Lo keluar dari sini. Gw nggak mau keperjakaan gw hilang gara-gara Lo ngeliat gw mandi. Lebih baik Lo ambilkan pakaian gw di lemari." Usir Zein mendorong tubuh Richard keluar dari pintu kamar mandi.

Richard mengambil baju kaos serta celana pendek dan pakaian dalam lalu memberinya pada Zein di kamar mandi.

Dua puluh menit waktu yang di butuhkan Zein untuk membersihkan diri karena ia tidak beranjak dari kursi roda. Bahkan ia mandi di bawah shower sambil duduk di kursi rodanya. Setelah selesai ia memakai pakaiannya kemudian keluar dari kamar mandi dengan penampilan segar.

"Lo tampak lebih segar." Puji Richard melihat Zein.

"Nggak usah puji gw! Hari ini Lo nggak ada pasien di rumah sakit?" Tanya Zein.

"Lo tenang aja, hari ini gw free khusus untuk berkenalan dengan calon kakak ipar gw." Jawab Richard denga santai.

....

Dikamar lain, Alika telah beristirahat dan mandi. Ia mengambil ponselnya lalu menghubungi Belinda.

Belinda Mama Alika, wanita paruh baya yang sangat menyayangi putrinya, ia memberikan kebebasan pada putrinya untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk pekerjaan, dan pendidikan.

Drrtt.. drrtt.. drrtt..

"[Halo]" Jawab Belinda di seberang telpon.

"[Mah, Alika sudah di rumah Zein. Aku pikir mereka akan menyambut kehadiranku dengan sangat baik, tapi ternyata mengecewakan. Hanya Om Prayoga yang bersikap baik padaku.]" Lapor Alika sambil mengerucutkan bibirnya.

"[Mengecewakan bagaimana?]" Tanya Belinda melihat wajah Alika dilayar ponselnya.

"[Mereka hanya melotot dan diam melihat kedatanganku.]" Ujar Alika.

"[Hahaha... sudah Mama katakan, jangan memakai pakaian terbuka seperti itu. Masih aja ngotot, Zein pasti mengira kamu wanita jadi-jadian dari Club.]" Ejek Belinda.

"[Mama nggak asik ah! ini fashion Mah. Apa Mama tau kalau Zein itu cacat atau lumpuh?]" Tanya Alika.

"[Cacat? setahuku tidak sayang, karena beberapa tahun yang lalu kami bertemu di salah satu acara, dia sehat.]" Ungkap Belinda sambil mengingat beberapa tahun yang lalu. Ia sangat kagum dengan sosok Zein, Semua ibu-ibu yang ada di pesta menginginkan Zein menjadi menantunya. Bahkan saat itu, Ia juga berpikir untuk memperkenalkan Alika dengan Zein. Namun Alika masih berada di Amerika untuk kuliah dan mengambil gelar masternya.

"[Apa dia hanya pura-pura ya Mah? biar aku ngebatalin perjodohan ini?]" Tanya Alika.

"[Mana Mama tau sayang, kamu cari tau sendiri aja, kamu kan jagonya.]" Jawab Belinda.

"Hehehe.. Mama bisa aja." Kekeh Alika.

Tok.. tok.. tok..

Suara ketukan pintu mengalihkan pandangan Alika kearah pintu kamar.

"Sudah dulu ya Mah, Ada yang mengetuk pintu kamar. Bye-bye.." Pamit Alika.

Setelah menutup sambungan telepon. Alika beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu kamar.

"Nona sudah di tunggu di meja makan." Ujar Atin setelah pintu terbuka.

"Baik Atin, aku akan menyusul." Ujar Alika.

Alika segera masuk ke dalam memperhatikan penampilannya di depan cermin lalu turun menuju meja makan.

Saat di meja makan, semuanya sudah duduk di kursi masing-masing menunggu kehadirannya.

Zein menatap penampilan Alika, rambut di gulung keatas memperlihatkan lehernya yang putih mulus, memakai kaos oblong kebesaran dan celana hot-pants. Pakaian sehari-hari yang biasa ia gunakan saat bersantai di rumah. Namun mampu menarik perhatian Zein.

"Sial, kenapa dia bangun hanya dengan melihat penampilan Alika? apa aja yang di pakai gadis ini mampu menariknya untuk bangun." Batin Zein.

"Wow.. calon kakak iparku sungguh menggoda, aku yakin! sekarang junior bangun lagi." Ejek Richard sambil berbisik di telinga Zein.

"Maaf membuat kalian menunggu, tadi aku telpon Mama." Jelas Alika sambil menarik kursi lalu duduk.

"Dasar anak Mama." Gumam Zein tapi masih bisa di dengar Alika.

Alika mendelik, "Kamu ngomong apa?" Tanya Alika.

"Aku ngomong dengan Richard." Jawab Zein mengelak.

"Sudah! jangan ribut, lebih baik kita makan." Sela Prayoga.

Tidak lama kemudian, seorang gadis cantik datang dan langsung menyapa mereka di meja makan.

"Hai semua, aku nggak telat kan?" Sapa Calista. Calista anak dari sahabat Feronica yang sudah lama mengejar cinta Zein. Tapi Zein tidak pernah menganggapnya ada karena di hatinya hanya ada satu nama yaitu Monika.

"Duduk sayang, kita makan bareng." Sahut Feronica.

Prayoga tidak suka dengan kehadiran Calista. Menurutnya Calista wanita yang tidak punya harga diri. Calista sering mendatangi Zein meski Zein sudah berkali-kali menolaknya.

"Alika, mulai sekarang kamu yang melayani Zein mengambilkan makanan untuknya." Tegas Prayoga.

"Hah!?" Serentak Zein dan Alika.

"Kenapa? apa kalian tidak setuju?"

"Iya Pah."

"Iya Om."

Alika dan Zein saling bertatapan dengan mata tajam mengibarkan bendera perang.

"Kenapa kalian hanya diam? Alika, ambilkan makanan untuk Zein." Perintah Prayoga kembali.

Zein menyodorkan piringnya ke arah Alika. Alika lalu mengambilnya dan mengisi dengan nasi dan lauk.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Alika dengan ketus.

"Terserah kamu." Jawab Zein pasrah.

Alika tersenyum licik, ia mengambil makanan beserta lauknya dan sambel yang banyak.

"Ini." Alika tersenyum meletakkan piring di depan Zein. Zein mengernyitkan keningnya melihat sambel di piringnya.

"Atin, ganti piringnya." Zein memberikan Atin piringnya lalu mengambil piring kosong, "Ini isi kembali tidak pakai sambel." Tegas Zein.

Dengan kesal Alika kembali mengisi piringnya tanpa sambel. Niatnya ingin mengerjai Zein dengan sambel, tapi ternyata Zein malah memintanya mengisi ulang piringnya.

Semua yang duduk di meja makan jadi penonton melihat perang dingin antara keduanya.

"Tante, dia siapa?" Tanya Calista sambil menunjuk ke arah Alika.

"Nanti Tante jelaskan sekarang ayo kita makan." Jawab Feronika.

Mereka menikmati makanan tanpa ada yang berbicara. Hanya terdengar suara dentingan sendok dan garpu diatas meja makan. Sesekali mereka menatap Alika penuh tanda tanya. Merasa diperhatikan, Alika tetap cuek dan menyelesaikan makanannya.

Setelah beberapa menit mereka selesai makan.

"Tante belum Jawab pertanyaan Calis." Ujar Calista setelah mereka selesai makan.

"Dia Alika, calon istri Zein." Jawab Feronica.

"Calon Istri?" Pekik Calista tidak percaya.

"Zein, apa itu benar?" Tanya Calista menatap Zein, matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis.

"Iya." Singkat Zein.

Sementara Alika memperhatikan Calista. "Apa dia kekasih Zein? ah, bodo amat lah! yang penting perjodohan ini harus Zein batalkan, aku nggak perduli caranya bagaimana asal aku tidak jadi menikah dengannya. Baru sehari aja tinggal serumah dengannya sudah membuatku darah tinggi. Bagaimana jika kami tinggal bersama seumur hidup? ihh... serem!" Batin Alika, ia menggeleng-gelengkan kepalanya karena tidak mau membayangkannya.

"Zein kita perlu bicara berdua." Ujar Calista.

.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!