Mentari masuk melalui celah ruangan, seorang gadis yang masih berselimut itu terpaksa mengerjapkan matanya.
"Huh ... jam berapa sih," gumamnya.
Tok!
Tok!
Tok!
"Aqila bangun sayang, ini udah jam tujuh loh," panggil seorang pria.
wanita yang bernama Aqila itu terkejut, dia menduduki dirinya dan menatap jam yang ada di atas nakas.
"I am late!" gusarnya.
(Saya terlambat!)
Aqila langsung menyingkap selimutnya, tangannya terangkat untuk mencepol rambutnya.
"Aqila sayang, kamu sudah bangun?"
"Yes dad, I'm awake!" ujar Aqila sambil mengambil handuknya dan berlari ke kamar mandi.
(Ya ayah, aku sudah bangun)
Sang ayah yang bernama Gio Lawrance menggelengkan kepalanya, putrinya yang biasa selalu bangun sangat pagi kini harus terlambat karena lembur tadi malam.
Gio pun turun ke bawah, dia berjalan menuju meja makan. Netranya melihat makanan yang ada di sana.
"Apakah tidak ada roti? putriku terlambat dan pasti dia tak ingin makan nasi," ujar Gio pada salah satu maid.
"Baik tuan, saya akan mengambilkannya," ujar maid tersebut dan berlalu dari hadapan Gio.
Gio pun duduk di meja makan, dia menyantap makanan disana.
Dertt!
Dertt!
Ponsel Gio berdering, dia mengangkatnya dan menyapa orang di sebrang sana.
"Apa kabar?"
"Baik, oh iya lu bilang hari ini Aqila bakal balik ke indo? gue harap lu gak kasih harapan palsu lagi ke gue," ujarnya.
"Hahaha, tenang saja Alden. Aqila memang benar akan pulang hari ini, dia akan mengadakan meeting dengan perusahaan cabang Wesley. Kau jangan takut, dia juga akan menetap sekitar satu bulan disana," terang Gio.
"Ok gue nunggu dia datang, apalagi Amora dia menunggu putri angkatnya itu. Kalau gitu gue tutup dulu, anak gue lagi nangis di bawah. Bye!"
Setelah Alden menutup telponnya Gio menggelengkan kepalanya. Di umur temannya yang sama sepertinya, temannya itu memiliki anak yang berumur 3 tahun sungguh membuatnya bingung.
"Ayah!" seru Aqila.
Gio menoleh, dia tersenyum hangatnya melihat sang putri yang menuruni tangga.
"Morning ayah!" seru Aqila sambil mengecup pipi sang ayah.
"Morning baby girl," ujar Gio.
Aqila merengut kesal, padahal umurnya sudah mencapai 25 tahun tapi sang ayah masih memanggilnya baby girl.
"Sudah jangan cemberut begitu," ledek Gio.
"Abisnya ayah, aku kan sudah berumur 25 tahun," kesal Aqila.
"Tapi kau masih jomblo," ujar Gio.
"Ish ayaaahhh!"
Gio tertawa, dia mengambilkan putrinya roti dan mengolesi selai nanas dia atasnya sesuai kesukaan sang putri. Setelah itu dia memberikan kepada putrinya dan langsung di terima dengan senang hati oleh Aqila.
"Oh iya bagaimana hubunganmu dengan Frans? kalian akan mengadakan pertunangan dua minggu lagi bukan?" tanya Gio.
Seketika kunyahan Aqila terhenti, dia menelan rotinya dengan susah payah.
"Ehm," dehem Aqila.
"Kenapa? apa Frans menyakitimu?" khawatir Gio.
Aqila menggeleng, sudut bibirnya terangkat yang membuat Gio lega.
"Tidak, hanya saja belakangan ini kita jarang berkomunikasi," ujar Aqila.
Gio mengangguk, putrinya sibuk dengan kantornya begitu pula dengan pria yang bernama Frans kekasih sang putri.
"Apa kau ingin berangkat sekarang? atau nanti sore?" tanya Gio.
"Sekarang, aku sudah memesan tiket," ujar Aqila.
Gio tersenyum, dia mengelus kepala sang putri dengan sayang. Tak terasa Aqila sudah beranjak dewasa, putrinya yang manis lucu dan menggemaskan kini menjadi wanita yang sangat anggun dan cantik.
"Ayah jika aku ada disana tolong jaga diri ayah, jangan lupa istirahat. Jangan terlalu banyak bekerja, jika ayah mau aku akan mencarikan istri yang baru lagi untuk ayah," ujar Aqila.
"Tidak sayang itu tidak perlu, ayah bisa menjaga diri ayah sendiri. Kau tak perlu repot mencari kan ayah istri," tolak Gio.
Aqila tertawa, sang ayah hanya menikah sekali dengan seorang model. Dan itu pun harus kandas karena tak ada kecocokan di anatar mereka.
"Andai mamah masih hidup, apa ayah akan menikahi mamah?" tanya Aqila.
"Jika mamahmu berubah, mungkin hal itu akan terjadi," ujar Gio.
Aqila mengetahui bahwa dirinya adalah anak di luar nikah, tapi walau begitu Aqila percaya bahwa inilah takdir jalannya hidupnya. Dia tak boleh membenci siapapun termasuk sang ibu.
"Habis kan sarapanmu, ayah akan bersiap untuk mengantarmu ke bandara." ujar Gio sambil membersihkan mulutnya dengan kain.
Aqila mengangguk, Gio pun beranjak dari ruang makan menuju kamarnya. Sedangkan Aqila dia mendapat notifikasi chat dari ponselnya.
"Ck, pria sungguh menyebalkan! seenaknya mendekat, giliran membawa ke jenjang lebih serius ada aja alasannya," gerutu Aqila saat melirik ponselnya yang tergeletak disamping piring rotinya.
***
"Hati-hati yah sayang, ingat pesan ayah. Jangan pulang kerja larut malam dan jaga dirimu baik-baik okay," ujat Gio.
Kini mereka telah sampai di bandara, Gio pun harus melepaskan putrinya untuk terbang menuju indonesia.
"Jaga kesehatanmu juga,"
Aqila mengangguk, dia memeluk ayahnya sangat erat. Aqila pasti akan sangat merindukan ayahnya ini, apalagi dirinya hanya tungga berdua dengan sang ayah sebelumnya.
"Aku pasti akan sangat merindukan ayah," gumam Aqila.
"Tentu, kau harus merindukan ayahmu ini," canda Gio.
Mereka pun melepaskan pelukan mereka, Aqila menatap Gio dengan senyum manisnya. Tangannya terulur untuk mengambil kopernya.
"Ayah jaga diri baik-baik," pinta Aqila.
"Iya, sana pergilah. Kau akan ketinggalan pesawat," ujar Gio.
Aqila mengangguk, dia berbalik dan melangkah menjauhi Gio. Tapi hatinya sangat tak rela berpisah dengan sang ayah sehingga dia berbalik dan memeluk kembali sang ayah.
"Hei, kenapa kau menangis hm? kau hanya satu bulan saja, bukan bertahun-tahun," ujar Goo mencoba bercanda dengan sang putri
"Tetep aja lama, Aqila gak tega tinggalin ayah," ujar Aqila.
Gio melepaskan pelukan sang putri, dia menghapus air mata sang anak dengan tangannya.
"Pergilah, ayah akan sering menelponmu," bujuk Gio.
Aqila mengangguk, dia kembali menuju kopernya dan beranjak meninggalkan Gio. Gio pun hanya memandang kepergian putrinya dengan sendu, baru kali ini dia berpisah dengan putrinya sejak mereka bersama.
Aqila pun memasuki pesawat, dia duduk di tempat duduknya. Dia menoleh menatap jendela pesawat. Dirinya tak suka berada di dekat jendela pesawat.
"Ish bisa tukeran gak sih?" gumam Aqila.
Aqila menoleh menatap pria yang duduk di samping kirinya, dia berdehem sebentar agar pria itu menoleh menatapnya.
"Ekhm, Excuse me, can we swap seats?"
(Maaf, bisakah kita bertukar kursi?)
Pria tersebut menoleh, dia mengerutkan keningnya ketika Aqila bertanya hal seperti itu.
"Budeg kayaknya nih orang," gumam Aqila karena pria tersebut hanya menatapnya tanpa niat menjawab.
Saat Aqila akan berbalik, pria itu akhirnya angkat bicara.
"Gue gak budeg!"
Aqila sontak saja terkejut, dia berbalik dan menatap tak percaya pada pria itu.
"Kau ... kau ngerti bahasa budeg?" kaget Aqila.
"Jelas! karena gue dari indo," kesalnya.
Aqila meneguk ludahnya kasar, dia sudah berbicara lancang dengan pria yang tak dikenalnya. Dia pun mencoba untuk meminta maaf, tapi pria itu malah mengabaikannya.
"Huh, mirip banget sama si Frans. Sebelas dua belaslah, kalau yang satu batu yang ini triplek." gerutu Aqila sambil menatap jendela.
___________________
Hai para pembaca, kenalkan ini karya ketigaku yang berjudul my perfect mafia daddy. Bagi kalian yang belum baca cerita Transmigrasi mommy harap baca dulu yah, karena ini sequel transmigrasi mommy😘. yang bercerita tentang kisah anak-anak Alden dan Amora.
Gak mau baca juga gak papa sih, nanti di jelaskan ulang kok disini semua tokoh. Tetapi lebih detail di transmigrasi mommy, ada kelucuan Elbert juga yang gak kalah sama Ravin😍.
Ini berkisah dari awal konflik masalah Aqila dan Frans okay😉 agar kalian mengerti asal muasalnya🤭🤭.
Tolong bantu author untuk memberi dukungan kada karyaku ini dengan cara beri Like, Vote, komen dan hadiah. Jangan lupa masukkan favorit, dan follow akun author😘😘😘😘.
Sepanjang perjalanan Aqila hanya menutup jendela tanpa berniat membukanya, Sedangkan pria yang di sebelahnya sedari tadi terus menyuruhnya untuk membuka jendela.
"Ck, kau saja makanya yang duduk sini!" kesal Aqila.
"Hei nona, sikapmu sangat arogan tapi kau takut dengan jendela?" ledek pria tersebut.
Aqila menatap tajam pria itu, dia memicingkan matanya saat mendapat kartu pengenal yang ada di jas pria tersebut.
"Dokter Elvio Keanu Ge ...,"
Belum juga Aqila selesai baca, pria yang bernama Elvio itu langsung menutupi kartu pengenalnya. Dia melepasnya dan menaruhnya di saku jasnya.
"Ck, sombong amat!" decak Aqila
Elvio pria itu hanya melirik Aqila singkat, setelah itu dirinya menegakkan tubuhnya dan mencoba tertidur.
Tiba-tuba terjadi guncangan di pesawat, Aqila pun tanpa sadar mencengkram tangan Elvio dengan erat sehingga Elvio bisa merasakan betapa takutnya wanita di sampingnya ini.
"Sudah puas megangnya nona?" tanya Elvio.
Aqila melihat tangannya yang mencengkram tangan Elvio, dia membulatkan matanya dan melepas tangannya dari tangan pria tersebut.
Elvio segera mengusap tangannya dan menyemprotkan hand sanitizer pada bekas tangan Aqila.
"Kau!" sentak Aqila
"Kuman," singkatnya.
Aqila mendengus kesal, dia mencium tangannya tapi tak bau sama sekali. Malahan tangannya sangat wangi terlebih dirinya yang sangat menjaga kebersihan.
Beberapa jam kemudian pesawat sudah mendarat, Aqila dan pria tersebut bangun tapi di karenakan Aqila yang reflek bangun dan berakhir pusing akhirnya dia duduk kembali.
"Kenapa?" heran Elvio.
"Gak papa, sedikit pusing aja," ujar Aqila.
Elvio membantu Aqila berdiri, Aqila pun tak menolaknya sehingga kini mereka jalan berdampingan hingga ke pengambilan koper.
"Kau akan pulang kemana?" tanya Aqila pada Elvio yang sedang mengambil kopernya.
"Aku, jakarta," ujar Elvio.
Aqila mengangguk, dia menyodorkan tangannya pada Elvio tetapi pria itu malah diam menatap tangan Aqila.
"Tadi gue udah pakai hand sanitizer, ayok kenalan," ajak Aqila.
"Maaf, saya tak terbiasa berjabat tangan dengan wanita. Kalau begitu saya duluan, hati-hati,"
Aqila melongo menatap kepergian Elvio, dia menatap tangannya yang bergantung bebas tak ada yang menyapanya.
"Baru kali ini gue diginiin, beruntung banget jodoh masa depannya. Dapet yang fresh," gumam Aqila dan menarik tangannya lagi.
Aqila pun menyeret kopernya, baru saja dia berjalan beberapa langkah ada seorang pria berpakaian serba hitam menghampirinya.
"Maaf, nona Aqila?" tanya pria itu.
Aqila menoleh ke kana dan kekiri dan hanya mendapati dirinya sendiri, setelah itu dia menunjuk dirinya sendiri karena tak ada lagi orang.
"Saya? iya saya sendiri," bingung Aqila.
"Bos kami telah menunggu anda, silahkan ikuti saya," pintanya.
"Ye nggak mau, enak aja! bos lu siapa huh? gue gak ada urusan sama bos lu," sentak Aqila.
Pria itu menunjuk seorang pria yang berdiri dengan pakaian long jas biru dongker, pria itu tengah menunggu sambil memakai kaca matanya.
"Frans?" gumam Aqila.
Aqila oun menyerahkan kopernya pada pria itu dia segera menghampiri pria yang bernama Frans yang sedang menunggunya.
"Frans!" seru Aqila.
Frans hanya menatap datar Aqila, dia pergi dari hadapan Aqila sehingga Aqila hanya mengikutinya dari belakang.
"Kau menjemputku? benarkah? wah, aku tak menyangka kau akan menjemputku!" sery Aqila.
Frans masuk mobil, begitu pula dengan Aqila. Senyuman Aqila belum juga luntur, hatinya terasa berbunga-bunga saat Frans menjemputnya.
"Kita ke restoran xx," titah Frans dengan dingin.
Aqila mengerutkan keningnya, otak kecilnya berpikir mengapa Frans mengajaknya ke restoran?
"Kenapa kita gak langsung ke apartemenku? kau tahu bukan besok pagi aku harus ke kantor Elbert?" bingung Aqila.
"Ada sesuatu yang harus kita bicarakan," ujar Frans.
Aqila sudah mengerti arah pembicaraan itu, pembatalan pertunangan yang Frans rencanakan sedari kemarin. Masihkah ada harapan lagi untuknya dan Frans kembali?
Mobil mereka melaju dengan kecepatan sedang, Aqila memilin tangannya karena tak tahu harus apa. Sedangkan Frans dia sibuk dengan Ipadnya mengecek berkas kantornya.
Tak lama mobil yang mereka tumpangi telah sampai di parkiran resto, Frans pun keluar diikuti oleh Aqila.
Mereka masuk kedalam resto itu dan mencari tempat, setelah dapat Aqila langsung duduk tanpa Frans suruh karena baginya percuma saja pria itu tak akan berbicara apapun.
"Jadi bicaralah," ujar Aqila.
"Kau tak mau pesan makan dulu?" heran Frans.
"Kau pikir setelah mendengar perencanaan pertunangan kemarin aku bisa makan dengan enak huh?"
Frans mengangkat satu sudut bibirnya, dia menatap Aqila dengan dingin sementara Aqila hanya menunggu apa yang di bicarakan Frans.
"Aku ingin mengakhiri hubungan kita," ujar Frans..
Tubuh Aqila mendadak membeku, dirinya masih berharap pembatalan itu hanya untuk mengundur waktu saja bukan untuk mengakhiri hubungan mereka.
"Maaf, aku sudah tau siapa ibumu. Aluna Abraham, seorang mantan wanita penghibur. Aku tak bisa melanjutkan hubungan ku dengan putri dari wanita penghibur,"
Ucapan Frans sungguh menusuk hati Aqila, dia memegangi dadanya yang terasa sesak. Air matanya jatuh saat Frans mengatakan hal seperti itu.
"Maaf, aku tak bermaksud menyakitimu," ujar Frans dengan tatapan bersalahnya.
Aqila menatap tajam Frans dengan air matanya, dia menahan sesak yang menghimpit di dadanya. Sungguh Aqila juga tak mau lahir darinya, tapi bagaimana pun juga Aluna adalah ibu kandungnya.
"But you have hurt me!" sentak Aqila.
(Tapi kau telah menyakitiku!)
"Sorry," lirih Frans.
Aqila berdiri dan mengambil tasnya yang tadi sempat dia taruh di meja, dia menghapus air matanya sambil berlalu meninggalkan Frans.
Aqila menuju mobil yang terparkir, dia membuka bagasi mobil sehingga supir pun terkejut
"Apa yang nona lakukan?" paniknya.
"Tak apa, aku hanya mengambil koper ku. Terima kasih, aku akan pulang naik taksi dan aku mampu untuk bayar semua itu," ujar Aqila.
Aqila menyeret kopernya, tatapannya bertemu dengan tatapan tajam milik Frans. Pria itu yang sedang berjalan ke arahnya. Aqila melengos begitu saja sedangkan Frans hanya menatap kepergian Aqila dengan dingin.
Aqila menghentikan taksi, dia langsung masuk bersama kopernya. Menutup pintu pun Aqila tak melihat Frans yang tengah menatapnya dari kejauhan.
"Ke apartemen xx" titah Aqila.
Supir itu mengangguk, dia menjalankan mobilnya sementara Aqila menyenderkan kepalanya ke kaca jendela mobik.
Dia kembali teringat akan apa yang Frans ucapkan, sakit ... itu yang dia rasakan. Dirinya tidak bisa memilih mau lahir dari rahim siapa? bahkan semua manusia tak ada yang mampu untuk memilih. Lalu ... mengapa ada pria yang menyudutkannya hal seperti itu?
"Kalau boleh tau nonnya kenapa? kok sampai nangis begitu?" tanya sang supir yang merasa kasihan.
"Hehe, gak pak. Saya hanya rindu dengan keluarga saya," ujar Aqila dan menghapus air matanya.
"Hal kayak gitu wajar non, bapak aja mesti kehilangan anak dan istri bapak dalam waktu yang bersamaan. Tapi bapak percaya jika semua sudah di tetapkan oleh takdir, jadi kita gak boleh larut dalam kesedihan," ujar sang supir.
Aqila tersenyum, benar apa yang di katakan sang supir. Lagi pula beruntung Frans memutus hubungan mereka sebelum ke jenjang pernikahan. Jika sudah terjadi malah itu lebih sakit.
"Baik ... mari kita move on Aqila," batin Aqila menyemangati dirinya.
PENCET TOMBOL LIKE !
LIKE !
LIKE !
HADIAH DAN KOMENNYA JANGAN LUPA ... 🥳🥳🥳🥳🥳.
VOTENYA JUGA LOH ... LOVE UNTUK KALIAN😘😘😘😘😘😘
Aqila masuk ke apartemennya, dia terdiam sambil menatap apartemen yang ayah angkatnya berikan padanya.
"Memang pilihan papah Alden terbaik, tau aja kalau aku gak suka keramaian jadi dia memberiku apart yang seperti ini," gumam Aqila.
Tampak Apartemen Aqila sangat damai, hingga kebisingan jalan pun tak terdengar. Aqila pun menaruh kopernya, dia berjalan menuju ruang tengah dan duduk di sofa.
"Huh ... rasanya sangat nyaman," lirih Aqila.
Aqila menyandarkan tubuhnya, rasa lelah bercampur letih membuatnya merasa nyaman tertidur di sofa itu.
DERTTT!
DERTTT!
Aqila dengan malas membuka kembali matanya, dia menatap ponselnya yang berada di genggamannya.
"Papah?" gumam Aqila saat melihat kontak siapa yang menelponnya.
Jempolnya segera menggeser tombol hijau, setelah itu dia menempelkan benda pipih tersebut ke telinganya.
"Halo sayang,"
"Halo pah," sahut Aqila dengan ceria.
"Apa kau sudah sampai? mommy dan papah akan ke apartemenmu," ujar Alden.
Aqila berdiri, dia mengelus lengan yang memegang telpon dan berdehem sebentar.
"Kayaknya jangan sekarang deh pah, bagaimana jika besok? sehabis dari kantor Elbert aku akan ke mansion kalian," bujuk Aqila.
"Hm ... baiklah, tampaknya kau sangat lelah," ujar Alden.
Aqila tersenyum, Alden tak tau saja jika dirinya lelah fisik dan hati akibat satu orang pria yang telah merusaknya.
"Baiklah, papah tutup telponnya," ujar Alden.
"Hm ... sampaikan pada mommy jika aku sudah sampai," ucap Aqila.
Sambungan terputus, Aqila menghela nafasnya dan menarik ponselnya kembali. Dia menatap layar ponselnya yang terdapat walpaper dirinya dan Frans.
"Mungkin memang kita tak di takdirkan bersama, semoga kamu mendapat yang lebih baik. Aku lelah ... perjuanganku cukup sampai sini," gumam Aqila.
Aqila mengganti walpapernya dengan yang lain, dia tak ingin bayang-bayang Frans kembali menghiasi hari-harinya.
Air mata Aqila mendadak kembali jatuh, otaknya berputar mengenai kenangan dirinya bersama Frans. Bagaimana Frans menjaganya, bagaimana Frans cuek dengannya namun menunjukkan perhatian yang luar biasa.
"Kenapa cinta sesakit ini," gumam Aqila.
Aqila menghapus kasar air matanya, berjalan menuju gorden besar dan membukanya sehingga tampak lah kota jakarta yang sangat indah.
"Jika kembaliku kesini membawa duka, izinkan ku tetap disini menggapai suka," gumam Aqila.
***
Seorang pria dengan balutan jas biru dongker memasuki sebuah mansion, banyak sekali orang berpakaian hitam memegang senjata yang menyapanya patuh.
"Selamat datang King," ujar seorang pria dengan jaket hitamnya.
Pria itu yang tak lain adalah Steve Frans Gevonac, seorang pemimpin mafia yang bernama Ateez. Julukannya disebut King, pemimpin Ateez yang memiliki sifat wibawa tegas, dan dingin.
Mafia Ateez adalah Mafia yang berada di bawah naungan pemerintahan, tugas mereka adalah melindungi dan pemberantas mafia yang merusak.
"Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Frans dengan dingin.
"Tidak ada king," ujarnya.
Frans mengawasi sekitar, memang tempat tersebut tak ada tanda-tanda sesuatu terjadi. Tapi dia merasakan bahwa ada terjadi sesuatu sebelum dirinya datang.
"Jangan berbohong padaku Kenan!" sentak Frans.
Kenan Kelvin yang merupakan tangan kanan Ateez, dia dipercaya Frans untuk memantaunya kala dirinya tak bisa memantau.
"Hahaha baiklah, penglihatanmu jeli juga. Benar, si reyot itu kesini dan membawa anak buahnya. Tapi anehnya dia tak menyerang dan hanya mencarimu saja," terang Kenan.
"Ck, yang kau bilang reyot itu paman ku bodoh!" kesal Frans.
Lagi-lagi kenan terkekeh, "Dia musuh Ateez bukan? lalu apa salahnya, dan lagi pula dia mengancam nyawamu dan keluargamu. Apakah orang seperti itu pantas dia anggap paman?"
"Ck terserah kau saja, apa saja yang dia bilang?" to the point Frans.
"Oh dia bilang jika kau belum mentandatanganinya juga dia akan mengibarkan bendera perang untuk Ateez," ujar Kenan.
Frans mengangguk singkat, dia berjalan meninggalkan Kenan yang melongo melihatnya.
Sambil menunjuk dirinya sendiri, Kenan berujar. "Gak ada bilang terima kasih gitu, kan udah gue kasih infonya," gumam Kenan.
Sedangkan Frans, dia berjalan ke arah pintu yang memang lebih besar dari yang lain. Dia mengulurkan tangannya dan membuka pintu itu dengan sidik jarinya.
KLEK!
Pintu itu pun terbuka, Frans berjalan masuk kedalam ruangan tersebut. Netranya menelisik ruangan itu dengan waspada.
Setelah di rasa aman, Frans kembali menutup pintu. Dengan gerakan lambat dia berjalan menuju ranjang.
Langkah nya terhenti ketika melihat figura yang berada di meja nakasnya, dia mendekat ke arah nakasnya dan mengambil figura itu.
Terlihat seorang wanita cantik tengah tersenyum sambil memakan es krim. Senyuman nya membuat kedua sudut bibir Frans terangkat. Namun, Frans menyadari jika dirinya tak akan pernah kembali pada wanita itu.
"Kecewa ... itulah yang aku rasakan, kamu menutupi siapa jati diri kamu yang sebenarnya. Mungkin memang kita tidak di takdirkan bersama, keselamatanmu lebih penting. Lebih baik kita berpisah dengan kau membenciku agar nyawamu tak terancam," gumam Frans.
Frans kembali meletakkan foto itu, dia segera merebahkan dirinya karena badannya sangat letih. Di tambah dirinya harus mengurusi masalahnya dengan sang paman.
"Frans apa kau tahu, aku baru saja di terima di universitas yang sama denganmu,"
"Frans! kau mendengarku? selalu saja begitu, apa aku harus membawamu berobat ke dokter agar kau tak terlalu dingin padaku?"
"Frans jangan jual mahal gitu dong, nanti aku cicil loh,"
Ingatan Frans berputar mengenai kenangannya dengan Aqila, bayangan Aqila yang tersenyum lembut menatapnya tak dapat Frans lupakan.
Mata yang kini terpejam akhirnya terbuka kembali, tak ada yang melihat jika pria dingin dan kuat itu tengah menangis.
"Apa begini yah rasanya cinta tapi terhalang karena kondisi, jika dia terus bersamaku maka bisa saja aku akan kehilangan dia selama-lamanya. Lebih baik aku merelakannya bersama yang lain dari pada aku kehilangannya selama-lamanya." lirih Frans.
Tangan Frans terangkat menghapus air matanya yang berada di pelipisnya, dia mendudukkan dirinya dan mengusap kasar wajahnya.
Frans merasa tubuhnya perlu mandi, dia berdiri dan melepas jas beserta dasinya. Setelah itu dia menaruhnya di ranjang dan kembali membuka kemejanya hinga terpampanglah otot kekarnya.
Frans berjalan ke kamar mandi, dia masuk kamar mandi dan melepas pakaian yang tersisa.
Frans menghidupkan shower, dia merasakan sensasi air yang mengguyur tubuhnya. Dirinya merasa lebih segar setelah air tersebut membasahi kepalanya.
"But you have hurt me!"
"But you have hurt me!"
"But you have hurt me!"
"ARGHH!"
Frans sungguh frustasi, ucapan Aqila masih terngiang di pikirannya. Dia telah menyakiti wanita itu, wanita yang telah berada di sampingnya selama bertahun-tahun.
Frans memegang dadanya, rasa sakit membuatnya kesulitan bernafas. Frans memukul dadanya agar rasa sakit itu berkurang.
"Stop! this hurts," lirih Frans.
(Berhenti! ini sungguh menyakitkan,"
Setelah rasa sakitnya berkurang, Frans kembali melanjutkan mandinya.
Frans keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk di pinggangnya, dia berjalan menuju lemari pakaian untuk mencari pakaian nya.
Saat dirinya akan mengambil sebuah kaos hitam, tiba-tiba sebuah suara terngiang di kepalanya.
"Jangan memakai kaos hitam, kau terlihat sangat tampan. Aku tak mau para lebah itu menempel padamu,"
Kedua sudut bibir Frans terangkat, lagi-lagi dia tak bisa melupakan ocehan Aqila mengenai dirinya.
"Hais ... sadarlah, kau harus melupakan nya." ujar Frans sambil memukuli kepalanya.
**PENCET TOMBOL LIKE !
LIKE !
LIKE !
HADIAH DAN KOMENNYA JANGAN LUPA ... 🥳🥳🥳🥳🥳.
VOTENYA JUGA LOH ... LOVE UNTUK KALIAN😘😘😘😘😘😘**
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!