NovelToon NovelToon

Sisi Gelap Dunia Anak SMA

Bab 1 - Katanya Belajar?

...༻☆༺...

Raffi merebahkan diri ke kasur. Dia langsung membuka pesan di ponsel. Terdapat pesan dari Gamal yang baru masuk. Dalam sekejap Raffi merubah posisinya menjadi duduk.

'Raf, nih gue kirim linknya. Ini mantap kali loh!' Begitu bunyi pesan dari Gamal. Setelah pesan itu, Gamal mengirimkan link website misterius.

Raffi merekahkan senyuman. Dia segera menutup pintu kamar terlebih dahulu. Memasang headset, lalu membuka link yang dikirim oleh Gamal.

Saliva diteguk oleh Raffi. Sebuah video bokep terputar langsung di layar ponsel. Keringat panas dingin perlahan keluar.

"Raf, ayo makan malam!" suara panggilan Heni mendadak terdengar.

"Sial!" rutuk Raffi sembari bergegas mematikan video yang terputar. Sayang, hal tak terduga terjadi. Ponsel Raffi mendadak error. Video tidak bisa dimatikan bahkan dihapus.

Jantung Raffi berdebar kencang. Menandakan kepanikannya kian bertambah. Puluhan kali dia memaki ponselnya sendiri. Mengancam kalau dirinya akan membeli ponsel keluaran terbaru.

"Raf?" suara Heni terdengar makin dekat. Menyebabkan Raffi tambah gelagapan. Gawat sudah kalau ibunya tahu. Mukanya mau di taruh dimana?

Raffi langsung menyembunyikan ponsel dari balik selimut. Dia juga tidak lupa mengambil buku yang ada di atas nakas.

Ceklek!

Pintu akhirnya terbuka. Sosok Heni muncul dengan dahi berkerut. Menatap penuh selidik.

"Ngapain kamu?" timpal Heni.

"Belajar-lah, Mah. Nih apa coba?" Raffi memperlihatkan buku yang dipegangnya.

"Ayo cepat makan! Ayahmu sudah nangkring duluan tuh. Mamah masakin makanan kesukaanmu," ujar Heni seraya beranjak pergi.

Raffi mengelus dadanya beberapa kali. Ia dapat mendengus lega sekarang. Raffi lantas mematikan ponsel terlebih dahulu. Kemudian bergabung untuk makan malam.

Raffi merupakan anak tunggal. Kedua orang tuanya termasuk kaya raya. Ayahnya yang bernama Irwan, bekerja sebagai anggota dewan. Alias berkecimpung di dunia politik. Sementara Heni, memiliki usaha restoran dengan banyak cabang.

Tepat di seberang jalan rumah Raffi, ada kediaman gadis bernama Elsa. Sahabat Raffi sejak kecil. Dia anak yatim piatu yang kebetulan tinggal bersama keluarga pamannya. Hubungan keluarga Raffi dan keluarga pamannya Elsa sangat dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama.

...***...

Matahari bersinar cerah. Perlahan memakan bulir-bulir embun yang ada pada dedaunan. Raffi pergi ke sekolah menggunakan mobil. Dia pergi bersama Elsa dan Vina.

Kebetulan Vina adalah anak perempuan dari pamannya Elsa. Berambut keriting serta memiliki badan agak berisi. Vina diam-diam menyimpan rasa terhadap Raffi. Tidak heran, Raffi memang bukan hanya tampan, tetapi juga pintar, ramah dan mau berteman dengan siapa saja.

"Raf, kelas lo udah ulangan mata pelajaran Matematika nggak sih?" tanya Elsa. Melirik ke arah Raffi yang sibuk menyetir.

"Emangnya kenapa kalau sudah? Mau ngehasut gue biar dibocorin soal ulangan?" balas Raffi.

"Kasih tahu-lah. Lo tahu kan begonya gue sama itu pelajaran. Terus Pak Darto kalau ulangan selalu aja tiba-tiba. Kayak bencana gempa bumi." Elsa melipat kedua tangan di depan dada. Dia tampak duduk tenang dalam keadaan sabuk pengaman yang membelenggu.

"Bodo amat. Belajarlah, semprul!" tanggap Raffi. Dia langsung kena sundulan di kepala dari Elsa.

"Elaah! Mentang-mentang punya otak encer. Lo mau gue santet, biar otak lo itu kecampur sama pakunya Susana?" geram Elsa sembari mengarahkan kepalan tinju.

Vina yang duduk di belakang cekikikan melihat interaksi Raffi dan Elsa. Dua sahabat itu memang selalu melakukan perdebatan lucu.

"Apa yang dikatakan Kak Raffi bener loh, Kak El. Belajar adalah jalan keluarnya. Percuma punya contekan kalau akhirnya bego juga." Vina ikut masuk ke dalam pembicaraan.

"Nah, adik sepupu lo aja bilang gitu. Benerkan gue," ucap Raffi dengan raut wajah penuh kemenangan.

"Gue benci Matematika, Vin. Kalau belajar sama pelajaran itu, gue butuh waktu berjam-jam supaya ngerti." Elsa menatap iba ke belakang. Tepat ke arah Vina yang sedang duduk tenang.

"Kita belajar sama-sama deh nanti!" ajak Vina dengan dua alis yang terangkat bersamaan. Itu mudah dilakukan, karena dia tinggal seatap dengan Elsa.

Bukannya menjawab, Elsa justru berlagak pura-pura tertidur. Pertanda dia menolak mentah-mentah ajakan Vina. Saat itulah Raffi mencubit hidung mancungnya dengan kuat. Hingga membuat Elsa mengaduh kesakitan. Aliran oksigennya tersendat akibat ulah Raffi.

Plak!

Elsa membalas Raffi dengan pukulan keras. Raffi hanya tertawa geli terhadap balasan yang diberikan Elsa.

Tidak lama kemudian, sampailah Raffi, Elsa dan Vina di sekolah. Seperti biasa, kehadiran Raffi dan Elsa selalu saja menarik perhatian. Dua sahabat itu sama-sama rupawan serta populer. Pesona mereka bertambah, ketika keduanya hanya memiliki hubungan sahabat.

"Raf! Sini nggak lo!" seorang lelaki berambut cepak menyambut kedatangan Raffi dengan sangar.

"Kenapa, Ndul?" Raffi bertanya sambil mengangkat dagunya.

Sosok lelaki berambut cepak menghampiri dengan memasang ekspresi cemberut. Berkacak pinggang. Lalu menangkup wajah Raffi secara tiba-tiba.

"Gimana pelajaran mengenai reproduksi lo tadi malam?" tanya si lelaki berambut cepak. Dia tidak lain adalah Gamal. Salah satu sahabat sekelas Raffi yang bandelnya minta ampun.

Pipi Raffi menggembul karena perlakuan Gamal. Matanya meliar ke segala arah. Sebab Raffi merasa malu saat Gamal membicarakan perihal privasinya di depan umum. Dengan cepat Raffi menghempaskan tangan Gamal.

"Lo bisa diem nggak? Gue korek kepala gundul lo nih!" ancam Raffi seraya menggertakkan gigi.

"Kenapa lo masih malu sih? Coba lo tanya separuh siswa yang ada di sekolah ini. Mereka sama aja kayak kita," sahut Gamal. Bibir bawahnya sedikit memaju.

"Pelajaran reproduksi? Apaan tuh? Video bokep ya?" Elsa yang sedari tadi menguping, menatap Raffi dan Gamal secara bergantian. Sedangkan Vina, sudah lebih dahulu pergi ke kelas.

Raffi memandang sinis Elsa. Kemudian mendorong Elsa untuk menjauh. "Ke kelas sana! Cewek mending ngomongin make up aja," hardiknya, mengusir Elsa pergi.

"Awas lo ya, Raf. Gue bilangin nyokap lo tahu rasa!" seru Elsa. Lalu berbalik badan sambil cengengesan. Dia yakin Raffi pasti panik.

"Tuh cewek nyebelin benget sumpah!" gerutu Raffi.

Berbeda dengan Raffi, Gamal justru menatap penuh akan ketertarikan kepada Elsa. Dia perlahan membawa Raffi masuk ke dalam rangkulan. Mereka segera pergi ke kelas bersama.

Gamal dan Raffi menyusuri koridor sekolah. Dua lelaki itu terkenal mempunya sifat yang berbanding terbalik. Raffi anak teladan, sementara Gamal siswa paling bandel. Tetapi anehnya mereka memiliki hubungan pertemanan yang sangat dekat. Meskipun begitu, keduanya sama-sama populer di sekolah. Gamal sebenarnya juga memiliki wajah yang cukup menawan.

"Kak Raffi! Dona bilang, I LOVE YOU!!!" tiba-tiba seorang siswi kelas sepuluh berteriak. Menyebabkan Raffi dan Gamal sontak menoleh.

Terlihat sekumpulan siswi sudah adu mulut. Gadis yang bernama Dona tampak malu-malu. Dia juga sibuk memarahi temannya yang berteriak tadi. Namun ketika dia sadar Raffi sedang menatap, Dona reflek melangkah mundur. Matanya membulat sempurna. Sementara teman-temannya berteriak histeris. Kegirangan karena berhasil mencuri perhatian Raffi. Apalagi kala senyuman merekah di wajah Raffi.

"Eh, nggak ada i love you buat Kak Gamal nih?" pungkas Gamal sembari mengusap rambut cepaknya dengan jari-jemari.

"Fika, Kak! Dia suka sama Kakak."

"Enggak, enggak. Erin sering ngomongin Kak Gamal. Katanya Kakak macho--" Sekumpulan siswi itu kembali heboh. Gadis yang bernama Erin dengan cepat menutup mulut temannya yang ember.

Gamal terkekeh geli. Hal serupa juga dilakukan oleh Raffi. Mereka kembali melangkah menuju kelas.

"Raf, lo nggak pengen punya pacar?" tanya Gamal.

"Kagak dulu deh, Mal. Gue pengen fokus sekolah," jawab Raffi.

"Idih! Sok banget ya lo. Anak teladan emang." Gamal bermaksud sarkas.

"Tobat lo, Mal. Jangan nonton bokep mulu. Gue bilangin Bu Lestari mati kutu lo." Raffi yang mengerti dengan sindiran dibalik pujian, tak ingin kalah.

"Idih! Kayak sendirinya enggak," tanggap Gamal. Raffi lantas hanya bisa mendecakkan lidah kesal.

..._____...

*Catatan Author :

Novel ini bakalan menceritakan kasus, karakter, dan keseharian yang ada di sekolah menengah atas zaman sekarang. Fokus ke masalah kenakalan remaja. Ya sudah itu saja, terima kasih. Semoga betah! :)

Bab 2 - Video Misterius

...༻☆༺...

Raffi baru memasuki kelas. Sebagai ketua kelas, dia harus menulis absensi. Lalu menyerahkan daftar absensi ke guru yang kena tugas piket.

"Raf, lo mau nyalon jadi ketua osis ya?" tanya Ratna. Ia adalah teman dekat Elsa. Tetapi justru satu kelas dengan Raffi.

"Nggak deh. Capek gue. Jadi ketua kelas capeknya udah minta ampun. Gue niat jadi anggota aja kayaknya," jelas Raffi sembari sibuk menulis nama-nama temannya yang tidak hadir hari ini.

"Ca elah... sok banget sih." Ratna menopang dagu dengan satu tangan. Dia salah satu orang yang juga mengagumi sosok Raffi.

"Lo aja yang daftar gih!" balas Raffi.

"Gue ikut, kalau lo juga ikut." Ratna mengarahkan jari telunjuk ke wajah Raffi. Sekarang Raffi hanya bisa memutar bola mata sambil tersenyum.

Semenjak awal masuk kelas, Gamal sudah berkumpul dengan dua orang teman lainnya. Dia yang melihat Raffi hendak beranjak ke tempat guru piket, bergegas mengekori.

"Tunggu, Raf!" Gamal berlari laju. Dia langsung melingkarkan tangan ke pundak Raffi.

"Pasti ada maunya nih," sindir Raffi. Tanpa menoleh ke arah Gamal. Dia berlagak sibuk dengan kertas yang dipegangnya.

"Iya dong. Gue mau minta izin pergi sama guru piket. Bantuin gue ya. Lo mau ikut nggak? Gue perginya pas selesai istirahat pertama," ujar Gamal. Dua alisnya terangkat dua kali.

"Gila! Lo pengen gue bantuin lo bolos? Enggak kali!" tolak Raffi seraya melepas rangkulan Gamal.

"Sekali ini aja, Raf. Gue janji ini yang terakhir." Gamal mengatupkan dua tangan menjadi satu. Melakukan pose memohon dengan raut wajah memelas.

"Begitu aja terus sampai tahun depan." Raffi tetap pada pendiriannya.

"Oke, kalau gitu. Lo mau apa? Gue bakal kasih apapun yang lo mau, asal bantuin gue kali ini ya?" Gamal sengaja memberikan tawaran yang menggoda.

"Oke, gue mau lo nggak bolos hari ini. Bisa nggak lo kasih permintaan gue itu?" timpal Raffi. Kemudian melingus pergi meninggalkan Gamal. Kini Gamal hanya bisa menggaruk kasar tengkuknya. Meskipun begitu, dia paham betul kalau sikap Raffi terhadapnya adalah sebagai bentuk kepedulian.

Dalam perjalanan menuju ruang guru, atensi Raffi teralih ke arah sekumpulan siswi di depan toilet. Mereka tampak sibuk melihat sesuatu dari ponsel.

"Astaga... nggak nyangka gue. Bukannya Zara orangnya pendiam ya? Kok dia bisa gini sih?"

"Miris gue lihatnya, sumpah."

"Guru-guru udah pada tahu belum ya?"

"Kayaknya enggak deh. Kalau tahu, pasti Zara udah dipanggil ke kantor buat di interogasi."

Raffi dapat mendengar jelas pembicaraan sekumpulan siswi tersebut. Dia mencoba tidak peduli dan melanjutkan langkahnya.

Sesampainya di meja piket, guru yang bertugas menyapa Raffi dengan ramah. Kebetulan guru yang berjaga adalah Bu Salsa. Guru yang mengajar jam pelajaran pertama di kelas Raffi.

"Raf, jangan lupa bawa buku latihan kalian kemarin. Semuanya sudah Ibu nilai. Tinggal dibagikan saja sama semua temanmu," ujar Bu Salsa.

"Oke, Bu." Raffi mengangguk seraya meminta izin masuk ke ruang guru. Dia segera membawa tumpukan buku latihan miliknya dan teman sekelasnya.

Di kelas, Raffi langsung membagikan buku kepada teman-temannya. Jujur, seluruh teman-teman sekelasnya sebagian besar menyukai Raffi. Tidak hanya karena pandai berteman, tetapi juga karena tidak pelit jawaban.

"Mal, nih buku lo!" Raffi menyodorkan buku kepada Gamal. Akan tetapi Gamal tidak hirau sama sekali. Dia sepertinya sedang berpura-pura marah.

Raffi berseringai. Dia diam-diam memeriksa nilai yang didapatkan Gamal di buku latihan. Raffi memperhatikan baik-baik tulisan tangan Gamal yang terlihat seperti cacing penggal. Sudah jelek, asal-asalan lagi. Jelas Gamal bersekolah hanya untuk kewajiban. Belum lagi nilai-nilainya yang kebanyakan berada di bawah KKM.

"Ya ampun, Mal. Lo dapat 50. Bukannya gue kemarin kasih tau jawabannya ke elo ya?" ucap Raffi, keheranan.

"Udah ah, Raf. Lo tahu kan gue sekolah cuman karena dipaksa nyokap!" seru Gamal sambil merebut bukunya dari Raffi.

"Tapi nggak gitu juga kali." Raffi mendengus kasar seraya duduk ke kursi. Ia duduk bersebelahan dengan Gamal.

"Nggak usah lah lo pikirin hidup gue yang serampangan ini. Oh iya, lo udah lihat video tentang Zara belum?" Gamal tiba-tiba merubah topik pembicaraan.

"Video apaan?" Raffi mengernyitkan kening.

Gamal segera mengambil ponsel dari dalam tas. Belum sempat dia memperlihatkan kepada Raffi, Bu Salsa sudah keburu masuk ke dalam kelas. Alhasil Gamal menyimpan ponselnya terlebih dahulu.

"Lo belum lihat, Raf?" tanya Danu. Dia salah satu teman dekat Raffi dan Gamal. Duduk tepat di belakang Raffi.

"Enggak! Kalian ngomongin video apaan sih? Kepo gue jadinya," ujar Raffi. Bukan hanya dia yang sibuk bicara, namun juga teman-teman lainnya.

Bu Salsa mengamati seluruh murid di hadapannya. Padahal dia baru menyibukkan diri membuka buku pelajaran. Namun semua anak didiknya justru ribut seperti keadaan di pasar tradisional.

Bruk!

"Kalian bisa diam nggak?! Lihat Ibu ada di sini kan?" timpal Bu Salsa. Setelah memukul meja dengan keras. Semua murid otomatis terdiam. Memusatkan perhatian kepada Bu Salsa.

"Kalian pikir Ibu makhluk gaib apa? Kalau ada guru di kelas itu ya dihormati!" omel Bu Salsa. Kemudian menghela nafas panjang. Dia kembali tenang dan bersiap menerangkan materi ke depan kelas. Kebetulan Bu Salsa mengajar mata pelajaran Kimia.

Di tengah Bu Salsa sibuk menjelaskan materi, Gamal malah mengambil ponsel. Dia mengirimkan sesuatu kepada seseorang.

Ponsel Raffi sontak bergetar. Menandakan ada pesan baru masuk. Pesan tersebut tidak lain dari Gamal.

"Kalau sedang belajar, tolong matikan smartphone-nya!" tegur Bu Salsa kepada Gamal. Dia berhasil memergoki Gamal yang asyik memainkan ponsel dari balik meja. Raffi yang tadinya hendak mengambil ponsel, mengurungkan niatnya.

"Gamal! Serahkan handphone kamu sama Ibu!" Bu Salsa menghampiri Gamal dengan keadaan mata menyalang.

"Maaf, Bu..." Gamal tampak tenang saja. Dia malah cengengesan tidak karuan. Membuat pitam Bu Salsa kian membara.

"Cepat serahkan ponsel kamu!" desak Bu Salsa.

"Tapi saya punya informasi tentang murid di sekolah ini loh, Bu. Semua guru harus tahu ini." Bukannya menuruti perintah Bu Salsa, Gamal malah berceloteh.

"Mal! Serahin aja handphone lo, jangan bikin masalah deh. Nanti satu kelas yang kena batunya," bisik Tirta. Dia duduk di belakang Gamal. Salah satu orang yang masuk dalam lingkaran pertemanan Raffi.

Akibat sudah merasa geram, Bu Salsa merebut begitu saja ponsel Gamal. Lalu kembali berjalan ke depan kelas. Dia tidak lupa menyuruh Gamal untuk mengikutinya.

"Berdiri di sini sampai pelajaran selesai!" titah Bu Salsa. Menyebabkan Gamal seketika memohon ampun.

"Huuuuuu..."

"Ajal memang si Gamal, Bu."

"Jangan nangis ya, Mal. Nanti gue kasih permen deh. Hahaha."

Semua orang menyoraki Gamal yang harus menerima hukuman. Gamal hanya bisa mengarahkan bogem ke arah teman-temannya yang mengejek.

"Gue kebiri mulut lo nanti ya!" ancam Gamal. Perkataannya tentu membuat perhatian Bu Salsa kembali dicuri olehnya.

"Gamaaaaal!!!" panggil Bu Salsa. Berusaha memperingatkan. "Kamu aja yang aku urus setiap kali masuk ke kelas ini!" keluhnya sambil berkacak pinggang.

"Maaf, Bu. Khilaf, manusia tidak ada yang bisa lepas dari kesalahan," kata Gamal. Memasang mimik wajah sok polos.

"Bacot lo, Mal!" geram Danu. Kemudian dilanjutkan oleh sorakan dari Raffi dan Tirta.

Bab 3 - Tim Basket Berseragam

...༻☆༺...

Bel istirahat berbunyi. Seluruh murid menghambur keluar dari kelas. Termasuk Raffi dan teman-temannya.

"Main basket yuk! Gue punya bola simpenan," ajak Gamal. Masalah pemberontakan, dia memang selalu di depan. Semua orang tahu, murid yang berolahraga dengan menggunakan seragam akan mendapat poin minus dari guru. Peraturan itu sudah lama ditetapkan, bahwasanya hanya murid berpakaian olahraga saja yang boleh bermain di lapangan. Setidaknya peraturan tersebut berlaku di SMA Angkasa Jaya.

"Gue sih nggak masalah. Palingan Raffi nih yang nggak setuju," jawab Danu. Melirik ke arah Raffi. Sedangkan Tirta lekas mengangguk untuk mengiyakan pendapat Danu.

"Gue nggak masalah kalau di lapangan indoor," sahut Raffi. Menyebabkan mata Gamal memutar jengah.

"Indoor? Panas kali, Raf. Lapangan yang ada di tengah sekolah lah. Sekalian tebar pesona. Gue mau cari cewek kelas sepuluh yang benar-benar suka sama gue." Gamal menjelaskan sambil cengengesan. Mengusap dagunya dengan ekspetasi tinggi.

"Astaga! Dasar lo, Mal. Bukannya lo deket sama Ratna ya?" Danu mendorong kesal kepala Gamal.

"Ish! Ratna? Nggak banget. Pacaran satu kelas sering kena masalah sama guru BK," tanggap Gamal sinis.

Saat itu atensi Raffi tertuju ke arah kelas XI MIPA 2. Di sana Elsa terlihat bercanda dengan seorang cowok dari kelasnya. Mereka saling tertawa memperebutkan sesuatu. Entah kenapa momen tersebut membuat perasaan Raffi terganggu. Pembicaraan ketiga temannya hanya terdengar samar di telinga.

Raffi sebenarnya tidak pernah tertarik kepada Elsa. Sahabat kecilnya itu agak tomboy. Namun ketika Elsa memanjangkan rambutnya akhir-akhir ini, semuanya berubah. Elsa lebih feminin dan cantik.

"Raf? Raffi!" panggil Gamal. Berhasil menyadarkan lamunan Raffi dalam sekejap.

"Eh, apaan dah?" Raffi dengan cepat menatap temannya yang berambut cepak itu.

"Mau ikut nggak lo?" Gamal menatap penuh harap. Hal serupa juga dilakukan oleh Danu dan Tirta.

Raffi menoleh ke arah Elsa lagi. Entah setan jenis apa yang mempengaruhinya, hingga Raffi berniat untuk ikut bermain basket. Alhasil anggukan kepala dilakukan olehnya. Menyebabkan Gamal, Tirta dan Danu berseru senang. Mereka bergegas mengambil bola basket simpanan Gamal. Kebetulan Gamal menyimpannya di belakang sekolah. Di bawah tumpukan bangku-bangku tidak terpakai.

Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Raffi bermain basket sambil mengenakan seragam. Walau merupakan anak teladan, Raffi tahu saat yang tepat untuk melanggar peraturan. Dia biasanya melakukannya saat jam istirahat. Dimana para guru akan sibuk berkumpul di dalam kantor.

Semenjak berteman dengan Gamal, Raffi memang tidak bisa lepas dari pengaruh buruk. Meskipun begitu, Raffi tahu batas sampai mana melanggar aturan. Dia bertekad tidak akan melakukan hal yang terlalu berlebihan seperti Gamal. Apalagi sesuatu hal layaknya membolos.

"Jumlah orangnya kurang nih. Tambah enam orang lagi lah!" ungkap Tirta sembari mengamati tiga teman dekatnya. Dia sibuk memantulkan bola basket ke tanah.

"Oke, gampang itu. Kita suruh adik kelas aja," sahut Gamal seraya menengok ke deretan kelas-kelas sepuluh. Tampak murid-murid kelas sepuluh bergerombol di depan kelas.

"Ridwan! Sini lo!" panggil Gamal. Kepada siswa kelas sepuluh berbadan jangkung. Siswa yang bernama Ridwan itu bergegas menghampiri Gamal.

"Kenapa, Kak?" tanya Ridwan.

"Ajak teman lo ikut main basket. Empat orang ya!" titah Gamal. Lagaknya memang selalu seperti seorang Bos.

"Oke, Kak. Sip!" Ridwan mengacungkn jempolnya ke depan wajah. Lalu segera memanggil empat teman pilihannya.

"Loh, gimana sama kita? Cuma ber-empat gitu?" tanya Raffi keheranan.

"Ah, suruh Yoga aja buat gabung kita." Gamal melambaikan tangan ke arah teman sepantarannya itu. Yoga kebetulan teman dekat Gamal yang berada di kelas XI IPS 1.

Gamal meraih bola dari lemparan Tirta. Dia mengalihkan manik hitamnya ke arah Raffi yang sibuk menutupi wajah dari terik matahari.

"Raf, keluarin baju lo dong. Nggak keren amat main basket bajunya masih dimasukkin ke celana," kritik Gamal. Menunjuk seragam atasan Raffi yang masih terlihat rapi.

Tanpa pikir panjang, Raffi segera mengeluarkan baju dari celana. Kini dia dan teman-temannya siap bermain basket.

Menyaksikan para anak populer yang bermain, murid-murid lainnya lantas mulai menonton. Terutama murid dari kaum hawa. Mereka membuat suasana pertandingan dadakan menjadi heboh. Ada yang menonton dari lantai dua, tiga, serta pinggiran lapangan.

"Terlalu heboh nggak sih?" tanya Raffi seraya menoleh ke arah ruang guru berada.

"Jangan mikirin itu deh. Lagian masih jam istirahat kok!" balas Gamal yang terkesan santai.

Raffi menurut saja. Dia, Gamal dan yang lain mulai menggiring bola. Menyerang lawan yang berasal dari siswa kelas sepuluh.

Dasi dan seragam putih yang dikenakan Raffi, berkibar ketika dia berlari. Raffi men-drible bola menuju ring lawan. Berpikir untuk memberi bola kepada rekan timnya.

"Mal!" Raffi memilih melemparkan bola kepada Gamal. Sebab temannya itu sudah berdiri di dekat ring.

Setelah menerima bola, Gamal langsung memasukkannya ke dalam ring. Badannya yang tinggi, memudahkan bola masuk ke ring dalam sekejap. Sorakan penuh kemenangan menggema. Baik dari tim Raffi maupun para penonton yang mendukung.

Raffi merekahkan senyuman hingga menampakkan gigi-giginya yang rapi. Dia tidak lupa melakukan high five kepada Gamal dan teman satu tim lainnya.

"Semangat, ayang Raffi!" suara pekikan dari Gita menarik perhatian. Dia merupakan siswi kelas XI IPS 3. Gita salah satu siswi yang tidak tahu malu dalam hal mengungkapkan perasaan. Dimana ada cowok tampan, disitulah dia berada.

"Huuuuuu..."

"Gita alay!"

"Ngaku-ngaku, tapi nggak di akui. Huuuuu..."

Gita harus menerima cemohan dari siswi lain. Namun dia tidak peduli. Atensinya hanya terfokus ke arah Raffi.

Tepat dimana Gita berdiri, ada Elsa yang memperhatikan. Dia tercengang dengan sikap genit Gita. Ada perasaan jijik dan juga kesal. Akan tetapi Elsa tahu betul, Raffi tidak pernah memperdulikan gadis ganjen layaknya Gita. Ia sangat tahu perangai sahabatnya dibanding orang lain.

"Semangat, bucin tempe!!" Elsa tak ingin kalah. Dia ikut memberikan dukungan kepada Raffi.

Bucin tempe, begitulah Elsa memanggil Raffi. Sementara Raffi memanggil Elsa bucin tahu. Dimana ada tahu, disitu juga terdapat tempe. Tetapi Raffi dan Elsa memiliki makanan favorit masing-masing. Sejak kecil sampai sekarang dua makanan itu menjadi hidangan favorit mereka.

Raffi mengalihkan pandangan ke arah Elsa. Dia reflek menjulurkan lidah, lalu kembali fokus dengan bola. Peluhnya mulai bercucuran akibat terik matahari serta aktifitas olahraga.

Elsa menarik sudut bibirnya ke atas. Matanya mengerjap lemah. Kemana Raffi bergerak, disitulah bola matanya mengikuti.

Lima menit berlalu. Raffi dan timnya telah sukses memasukkan bola ke ring tiga kali. Mereka belum berhenti bermain sebelum bel pertanda masuk berbunyi.

Lama-kelamaan penonton semakin bertambah. Murid kelas dua belas yang tak acuh, bahkan ikut bergabung ke kerumunan penonton. Suasana heboh akhirnya berhasil mencuri perhatian guru-guru di kantor.

"Keributan apaan tuh?" tanya Bu Salsa sambil mengunyah jeruk.

"Biar aku saja yang periksa." Pak Darto selaku guru Matematika sekaligus wakil kepala sekolah, mengajukan diri untuk memeriksa keributan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!