NovelToon NovelToon

KANTIL IRENG NIRMALA

Part 1 : Omah Panti

Maret 2005, pertama kali Nirmala menginjakkan kaki kecilnya disebuah panti asuhan yang nantinya akan menjadi tempat tinggal barunya. Nirmala diantar oleh tetangga rumahnya yang iba melihat Nirmala. Kedua orangtua Nirmala meninggal karena kecelakaan, beruntung Nirmala hanya mengalami luka ringan. Karena kala itu Nirmala tinggal dilingkungan yang kurang berada, dan orang tua Nirmala sendiri hanyalah pendatang, sehingga tak ada saudara yang mengurus Nirmala. Ibu panti menyambut kedatangan Nirmala dengan hangat, diraingnya tangan kecil Nirmala sembara mengelus pipi Nirmala.

“Cah ayu, namanya siapa?”

“Nirmala,bu”.

“ohh…Nirmala, cantik namanya seperti orangnya. Nama ibu Laksmi, tapi anak-anak ibu disini suka manggi bu panti”.

Nirmala mengangguk mengiyakan.

“Mari masuk….ndak usah takut, Nirmala pasti kerasan disini. Disini banyak temannya”.

Bu Laksmi membuka sebuah pintu, dalam ruangan itu cukup ramai. Rata-rata usia mereka hampir sama dengan Nirmala. Bu Laksmi menyuruh mereka berkumpul sembari memperkenalkan Nirmala. Mereka menyambut Nirmala dengan senyuman khas anak-anak seusia mereka.

“Nak, kamu bisa istirahat disini bareng yang lain”.

Bu Laksmi, meninggalkan Nirmala bersama teman-teman barunya.

Nirmala duduk di ranjangnya menatap kosong kearah jendela. Ia seperti melihat ayah dan ibunya sedang memandangnya sembari tersenyum. Nirmala mengelap air matanya, mencoba memperjelas pandangannya. Ia melihat ayahnya melambaikan tangan, saat itu juga Nirmala berlari kearah jendela sembari berteriak (bapak…..ibu……..). Teriakan Nirmala membuat teman-temannya yang melihatnya kebingungan. Nirmala berteriak sembari menangis , hingga membuat suaranya serak. Tangannya mencoba meraih ayah dan ibunya. Dela yang khawatir dengan kondisi Nirmala segera berlari mencari Ibu panti.

Ibu panti segera menarik tangan Nirmala, menggendongnya kembali ke ranjangnya. Ibu panti memeluk tubuh Nirmala sampai tangisan itu mereda.

“Bukk….disana ada bapak sama ibu, bapak melambai-lambai buk sama Mala”.

Dipandangi wajah Nirmala dalam-dalam, kehilangan dua orang yang dicintai sekaligus memang tidak mudah bagi anak sekecil Nirmala. Bahkan ia melihat dan terlibat langsung dengan kejadian yang mengakibatkan kedua orangtuanya meregang nyawa, trauma yang dialami Nirmala begitu dalam.

Sudah satu bulan Nirmala berada di panti, tapi ia masih mengurung dirinya. Bahkan Nirmala selalu menolak jika diajak main teman-temannya. Makin hari tubuh Nirmala semakin kurus. Bu Laksmi selalu gusar jika memikirkan soal Nirmala, dirinya takut jika Nirmala jatuh sakit.Bu Laksmi meminta Dela untuk mendekati Nirmala, mengapa Dela? Karena dari sekian banyak anak yang berada di panti hanya Dela yang bisa mengerti keadaan,ya bisa dibilang Dela ini dewasa sebelum umurnya. Dela menyetujui permintaan bu Laksmi.

Disuatu malam Dela mendengar suara tangisan, Dela menyibak selimutnya melihat sekeliling mencoba mencari siapa anak yang sedang menangis.

“Mala???kenopo awakmu nangis?”.(Mala?kenapa kamu menangis?)

“Lungooooo…., “(Pergi)

“Aku rak bakal lungo tekoh kene”.(Aku gak akan pergi dari sini)

“Maumu apa? Aku rak pernah ganggu awakmu”.

“Mala aku ngerti opo sing mbok rasakke”.(Mala aku tau apa yang kamu rasakan).

“Kowe rak reti, rak usah keminter….’.(Kamu gak tau, gak usah sok pinter).

“Aku podo mbi kowe, aku kelangan wong tuoku. Bapakku sedo mergo loro jantung”.(aku sama kayak kamu, aku kehilangan orangtuaku. Bapakku meninggal karena serangan jantung).

Mendengar itu batin Mala tersentak.

“Setidaknya kamu masih ada ibu”.

“Emmm, gak Mala ibukku memang masih hidup tapi hanya raganya. Sejak kematian bapak, ibu hanya melamun terkadang menangis kadang tertawa, kadang juga berteriak.”

“Ibukmu……”. (Mala enggan melanjutkan kalimatnya)

“Iya Mala ibukku gila. Emm tapi ndak apa-apa ini udah jadi takdirku. Awalnya aku emoh tinggal disini tapi sakitte ibukku makin parah , hampir-hampir aku dibikin celaka. Terusane pak RT gowo aku mrene iki”.

”Westah…Mala ojo mbok tangisi ibuk bapakmu, di ikhlaske ben wongtuamu tenang”.

Mala dan Dela saling memeluk satu sama lain.

Part 2: Awal Persahabatan

“Malaaaa….mreneo!!!!”(Mala kesini)

Mala berjalan mendekati Dela.

“Mala kenalke iki jenenge Nur lan Anggun. Nur , Anggun iki Nirmala”.

“Hy Mala….”.(Nur dan Anggun serentak).

Mala hanya diam tak sedikitpun merespon sapaan Nur dan Anggun.

“Mala mereka iki juga koncoku sing bakale dadi koncomu juga”.(Mala mereka ini juga temanku yang nantinya juga akan jadi temanmu).

“Del, kok bocahe aneh to….?”(Del kok dia aneh sih)

“Hmmm wes ayok dolanan bareng”.

Mereka berempat bermain bersama, memainkan permainan cublak-cublak suweng.

Permainan yang dimainkan minimal empat orang , sebelum bermain mereka berempat gambreng dan yang kalah akan jadi pak Empo. Dia berbaring telungkup di tengah, anak-anak lain duduk melingkar. Buka telapak tangan menghadap ke atas dan letakkan di punggung Pak Empo. Salah satu anak memegang biji/ kerikil dan dipindah dari telapak tangan satu ke telapak tangan lainnya diiringi lagu Cublak-Cublek Suweng. “Cublak cublek suweng, suwenge ting gelenter, mambu ketundung gudel. Pak empo lirak-lirik, sapa mau sing delekke. Sir sir pong dele gosong, sir sir pong dele gosong”. Pada kalimat ”Sapa mau sing delekke” serahkan biji/ kerikil ke tangan seorang anak untuk disembunyikan dalam genggaman. Di akhir lagu, semua anak menggenggam kedua tangan masing-masing, pura-pura menyembunyikan kerikil,  sambil menggerak-gerakkan tangan. Pak Empo bangun dan menebak di tangan siapa biji/ kerikil disembunyikan. Bila tebakannya benar, anak yang menggenggam biji/ kerikil gantian menjadi Pak Empo. Bila salah, Pak Empo kembali ke posisi semula dan permainan diulang lagi. Saat giliran Mala yang menjadi pak Empo, Mala hanya diam seolah enggan menjadi pak Empo.

“Mala, awakmu sing dadi “,(Mala kamu yang jadi)

Mala tak bergeming, ia hanya menatap tajam kearah anggun.

“Mala ngopo awakmu mendelikki aku? Kan bener to yen awakmu sing giliran dadi pak Empo”.(Mala kenapa kamu melototin aku? Kan benar kamu yang giliran jadi pak Empo).

“Wes..uwes ben aku wae sing dadi”.(Sudah sudah biar aku aja yang jadi)

“Lah Del, kat mau bocah iki rak gelem kalah rak gelem dadi pak Empo.”.(Lah Del, dari tadi anak ini gak mau kalah gak mau jadi pak Empo).

“Aku wegah dolanan karo bocah iki meneh”.(Aku gak mau main sama anak ini lagi).

“Nur, awakmu isih pingin ning kene opo melu aku?”(Nur kamu masih mau disini apa ikut aku)

“Sepurane yo Dela, Mala aku uwisan leh dolanan”.(Maafin ya Dela, Mala aku udahan mainnya).

Dela mengangguk mengiyakan.

Anggun dan Nur pergi meninggalkan Dela dan Mala. Sesekali Anggun mencuri pandang melihat Mala, tatapan Mala begitu mengerikan dan aneh untuk Anggun.

“Maafin aku Del, kayane Anggun rak seneng karo aku”.(Maafin aku Del, sepertinya anggun gak suka sama aku).

“Endak, Mala mungkin awakmu loro durung akrab. Mengko suwe-suwe lakyo akrab”.(Enggak, Mala mungkin kalian berdua belum akrab. Nanti lama-lama juga akrab).

Malam itu seperti malam biasanya, seusai anak-anak panti melakukan kegiatan rutin yang sudah dijadwalkan ibu panti setiap harinya mereka kembali kekamar masing-masing. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras yang entah dari mana asalnya. Dengan cepat asap menyebar keseluruh ruang, karena rumah panti masih terbuat dari kayu menjadikan api dengan mudah merambat. Bu Laksmi segera keluar dan memanggil semua anak pantinya untuk menyelamatkan diri. Syukurlah semua anak panti dan bu Laksmi bisa keluar rumah dengan cepat. Diluar sudah ramai warga yang membantu memandamkan api. Desa dimana panti ini berada masih sangat terpencil sehingga fasilitas seperti damkar belum tersedia, sehingga warga memadamkan api dengan alat seadanya. Hingga teriakan Dela membuat bu Laksmi dan semua warga yang berada disana panic.

“Bukkk…. Mala isih ning jeroooo….”(Buk, Mala masih didalam)

“Ya allah, Malaaaa”. Bu Laksmi yang panic segera berlari ke dalam rumah panti, sebelum sampai depan pintu pak RT segera menarik tangan bu Laksmi menjauh dari sana.

“Enten nopo bu?”(Ada apa bu?)

“Mala pak…Nirmala masih di dalam. Saya takut dia kenapa-kenapa pak”.

“Ning jero bahaya buk, genine wes mbulat-mbulat. Bu Laksmi ning kene wae jagani bocah liyane ben aku lan warga sing mlebu goleki Nirmala”.(Didalam berbahaya buk, apinya sudah membara. Bu Laksmi di sini saja jagain anak-anak biar aku dan warga yang masuk nyari Nirmala).

Hampir lebih dari satu jam warga dan pak RT yang masuk ke dalam untuk mencari Nirmala tak kunjung keluar, perasaan bu Laksmi semakin gelisah. Ia merasa sudah gagal menjaga anak-anak. Dela, Nur dan Anggun tak henti-hentinya menangis sambil menyebut-nyebut nama Nirmala. Meski terkadang sikap Nirmala aneh tapi jauh di hati Dela, Nur dan Anggun mereka menyayangi Nirmala. Mereka semua berdoa kepada Allah agar Nirmala bisa segera ditemukan dalam keadaan baik.

Maha baik Allah yang maha mendengar doa anak-anak yatim dan piatu, doa mereka terkabul. Salah seorang warga berhasil menemukan Nirmala, namun kondisi Nirmala kurang baik karena separuh wajahnya mengalami luka bakar yang cukup serius, sehingga bu Laksmi segera membawa Nirmala ke klinik desa agar segera di beri pertolongan.

Hampir tiga hari lamanya setelah kejadian itu Nirmala tidak sadarkan diri, untung saja pada saat kejadian di klinik sedang ada mahasiswa koas dari kota sehingga luka yang dialami Nirmala dapat ditangani dengan baik.

“Dok, apa Nirmala bisa sembuh?”.

“Ibu tidak usah khawatir keadaan Nirmala sudah membaik tinggal menunggunya sadar, hanya saja luka diwajahnya tidak sepenuhnya bisa hilang bu. Mungkin saat Nirmala terjebak dalam kebakaran itu, ada kaya yang jatuh mengenai wajahnya karena lukanya agak dalam sehingga harus dijahit. Nah bekas jahitan itu yang nantinya akan menimbulkan bekas. Tapi selebihnya keadaan Nirmala baik-baik saja”.

“Baik bu Dokter, terimakasih”.

“Ya ibu, sama-sama”.

Terdengar suara tangisan dan teriakan dari Nirmala. Mala terus memanggil ibuk dan bapaknya.

Bu Dokter dan bu Laksmi segera keruangan Nirmala. Bu Laksmi mendekap Nirmala menenangkan Nirmala.

“Buk….sakit buk….sakit”.

Rintihan Nirmala membuat bu Laksmi tak kuasa menahan air matanya.

Nirmala merasakan luka yang begitu perih, panas dan perih di area wajahnya.

Part 3 : Nirmala

Hari ini Nirmala kembali ke rumah panti, wajahnya masih di perban.

“assalammualaikum”.

“waalaikumsalam”.

Anak-anak yang mendengar suara bu Laksmi segera lari berhamburan , tak lupa mereka menyalami tangan bu Laksmi. Mereka tak sabra ingin bertemu dengan Nirmala.

“Buk, Nirmalanya mana?”.

Nirmala bersembunyi di balik tubuh bu Laksmi, ia takut jika Dela dan yang lain melihat wajahnya mereka tak mau lagi bermain dengannya.

Dela yang melihat keberadaan Nirmala, langsung berlari kearah Nirmala dan memeluknya.

“Mala aku kangen”.

“Podo Del”.

“Dela, Nirmalanya ben rehat sik yo…nek wes enakan lagi dolan bareng”.(Dela, Nirmalanya biar istirahat dulu ya, nanti kalau sudah baikan bisa main bersama).

Dela mengangguk paham.

“Mala, ayok tak terke maring kamarmu”.(Mala , ayok aku anter ke kamarmu).

Mala dan Dela bersama-sama menuju kamar mereka.

“Mala, kowe gak opo-opo kan?”(Mala kamu gak apa-apa kan?)

“Ndak apa-apa Nur”.

Entah mengapa jika melihat wajah Anggun tatapan Nirmala berubah menjadi aneh, sebenarnya Nirmala tidak membenci Anggun malah ia mengagumi wajah anggun yang cantik di kedua pipinya ada lesung pipitnya. Memang diantara Nirmala , Dela, Nur dan Anggun , Anggun yang palinng cantik kulitnya putih bersih rambutnya hitam panjang. Setiap kali Nirmala melihat wajah Anggun , ia selalu teringat kecelakaan yang menimpa dia dan kedua orangtuanya. Siapa sebenarnya Anggun.

“Nopo sih Mala…delokki aku koyok ngono?’(Kenapa sih Mala ngelihatin aku kayak gitu).

“Yen awakmu rak seneng aku ning kene yo aku tak lungo”.(Kalau kamu gak suka akau disini aku akan pergi).

“Maaf anggun rak ngunu, mboh nopo wajahmu ngilingke aku mbi wong tuoku”.(Maaf anggun gak begitu, entah kenapa wajahmu mengingatkanku sama orang tuaku).

Anggun menatap Nirmala penuh Tanya.

Bu Laksmi datang membawa nampan, berisi makanan untuk Nirmala serta obat yang diberikan dokter untuk Nirmala.

“Anak-anak wes wayahe maem, ndang maem mengko laukke selak adem”.(Anak-anak sudah waktunya makan, cepat makan nanti lauknya adem)

“Inggih bu”.(iya bu)

Nur, Dela , dan Anggun melangkah keluar kamar.

“Buk…kapan perbane wes oleh di copot?’.(Buk kapan perbannya boleh dilepas?)

“Emmm, jare bu dokter kurang luwih seminggu”.(Emmm,kata bu dokter kurang lebih seminggu).

***

Hari ini Nirmala begitu tak sabar menunggu kedatangan bu Dokter, karena hari ini perban diwajah Nirmala sudah bisa di buka.

“Assalammualaikum”.

“Walaikumsalam”.

“Buk…ibuk ada bu dokter”.

Nirmala, Dela, Nur dan Anggun yang sedari tadi menunggu ke datangan bu dokter berlari ke pintu keluar. Diikuti bu Laksmi dari arah dapur.

“hallo Nirmala, gimana kabarnya. Apa lukanya masih sakit?’.

“eenggak bu, sudah ndak sakit cuma terkadang senut-senut saja”.

“obatnya rajin diminum kan?’.

Nirmala mengangguk mengiyakan.

“Lho…lo,,, kok bu dokternya ndak di suruh masuk? Mari bu dokter pinarak”.

“Matursuwun bu”.

“Dela…suwunke wedang ning mbak Rani kangge bu Dokter”.

“Inggih bu”.

“Nirmala duduk sini saying”.

Nirmala melangkah mendekati bu dokter. Dengan telaten bu dokter mulai membersihkan dan melepaskan satu persatu perban di wajah Nirmala.Dari awal bu dokter sudah memberitahu bu Laksmi bahwa luka diwajah Nirmala akan berbekas yang mungkin butuh waktu lama untuk hilang atau bahkan tidak bisa hilang dan akan terus membekas.

Dela yang baru saja datang membawa nampan ditangannya kaget melihat wajah sahabatnya, hampir saja segelas teh panas yang ada dinampan yang sedang iya bawa tumpah. Untungnya Dela masih bisa menyeimbangkan tubuhnya. Nirmala yang menyadari perubahan ekspresi wajah teman-temannya mulai panik.

“Bukkk….Mala ngampil benggolone”.(Buk Mala pinjem kacanya).

Dengan berat hati bu dokter meminjamkan cerminnya kepada Nirmala. Saat melihat wajahnya dicermin mata Nirmala terbelalak, pantas saja wajah yang lain berubah setelah melihat wajah Nirmala. Nirmala berlari sambil menangis ke kamarnya, ia mengunci pintu kamarnya rapat-rapat tak dibiarkan siapapun masuk. Hati Nirmala sangat terpukul, baru saja ia bisa menerima kenyataan atas kematian kedua orangtuanya, sekarang ia harus menerima menjadi wanita buruk rupa. Wajahnya begitu menakutkan, bahkan Nirmala sendiri merasa jijik melihat wajahnya yang sekarang. Nirmala menangis sampai dadanya terasa sangat sesak, ia merasa takdir begitu tidak adil terhadapnya. Kenapa harus Nirmala yang menanggung semua ini. Bu Laksmi, bu Dokter dan teman-teman Nirmala yang lain mencoba menggedok-gedok pintu, memanggil-manggil Nirmala tapi Nirmala tak menjawab panggilan mereka.

Hampir dua jam Nirmala menangis, hingga ia merasakan kepalanya begitu sakit hingga ia tak tahan lagi menahan rasa sakit itu. Nirmala mencoba memejamkan mata hingga akhirnya tertidur.

“mungkin Nirmala butuh waktu buk, untuk nerima keadaannya yang sekarang”.

“iya bu dokter”.

“kalau begitu saya mohon pamit ya bu, jangan lupa obatnya tetap diminumkan”.

“inggih bu dokter matursuwun, mari saya antar sampe depan”.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!