NovelToon NovelToon

My Naughty Uncle

Ze Dan Jimmy

"Ehm ...." Seorang gadis muda menggeliatkan tubuhnya di atas sebuah tempat tidur yang empuk berukuran King Size tersebut. Namun, ia merasa ada yang aneh saat itu.

Tempat tidurnya terasa berbeda dari tempat tidur yang biasa ia gunakan setiap malam. Kalau biasanya ia tidur di kasur yang sudah tipis, setipis tubuhnya.

Namun, kali ini kasurnya terasa begitu empuk dan membuat Ze enggan membuka mata. Eits, jangan lupakan sebuah benda berat tengah melingkar di perut Ze yang rata.

Ze nama panggilan gadis itu. Ia meraba benda tersebut yang ternyata adalah sebuah tangan. Hah, Tangan? Ya, sebuah tangan kekar seorang laki-laki.

"Laki-laki? What?!" pekik Ze dalam hati.

Hei, status Ze masih seorang gadis, jangankan suami, kekasih pun ia belum punya. Ehm, baru pedekate, sih sebenarnya. Lalu bagaimana bisa ada tangan seorang laki-laki yang melingkar di perutnya saat ini? Seperti itulah kira-kira yang ada di benak gadis itu

Perlahan Ze membuka matanya dan ... "Akhhh!" pekik Ze bersamaan dengan laki-laki yang ternyata tidak kalah terkejutnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, ha?!" pekik lelaki itu. Namanya Jimmy William, seorang lelaki dewasa berusia 35 tahun yang masih berstatus jomblo. Jomblo ngenes sebenarnya, sih.

"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Om! Kenapa aku bisa berada di kamar ini!" seru Ze yang tidak mau kalah. Ze seorang gadis manis bertubuh rata tanpa gundukan-gundukan maut yang biasa membuat mata lelaki melotot. Tahu 'kan apa itu?

Ze segera mengintip bagian tubuhnya yang masih tertutup selimut tebal berwarna putih tersebut. Gadis itu membulatkan matanya dengan sempurna setelah sadar bahwa saat itu dirinya sama sekali tidak berpakaian.

Bahkan tak sehelai benangpun yang menempel di tubuhnya. Tiba-tiba saja tangisnya pecah. Ia memukul-mukul tubuh lelaki yang masih menatapnya dengan bingung dengan menggunakan bantal.

"Dasar gatel! Bilangnya tidak suka sama gadis bertubuh rata, lah kenapa sekarang diembat juga!" kesal Ze yang masih terisak.

Jimmy mencoba menahan serangan brutal dari Ze dengan wajah bingung. Ia sendiri bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi tadi malam hingga akhirnya ia dan gadis bertubuh rata tersebut bisa tidur bersama.

Seingatnya, tadi malam sehabis pesta peluncuran produk terbaru di perusahaan yang dipimpin oleh keponakannya, ia kelelahan dan langsung tidur di kamar ini. Dan anehnya, kenapa sekarang ia malah tidur bersama Ze padahal saat itu tidak ada sesiapapun. Hanya Jimmy seorang diri.

Huaaa ...! Tangis Ze terdengar semakin nyaring dan membuat telinga Jimmy memekak dan rasanya mau pecah.

"Hush! Nangisnya jangan keras-keras, nanti kedengaran orang-orang, loh! Memangnya kamu dinikahkan denganku?" ucap Jimmy mencoba menenangkan Ze.

"Jangan sentuh aku!" sahut Ze dengan wajah sangar.

"Ya, Tuhan! Sangar sekali," gumam Jimmy sembari menarik tangannya kembali.

Ze menarik selimut yang masih menutupi tubuh mereka berdua. Gadis itu ingin menggunakan selimut tersebut untuk menutupi tubuh polosnya. Ia ingin segera ke kamar mandi dan mengenakan kembali pakaiannya.

Namun, Jimmy tidak ingin melepaskan selimut tersebut karena saat ini kondisi tubuhnya pun hampir sama dengan Ze. Hanya saja, Jimmy masih mengenakan celana boxernya.

"Berikan selimut ini padaku!" bentak Ze dengan mata membulat menatap lelaki itu.

"Eh, enak saja!" Jimmy mempertahankan selimutnya.

"Aku ingin ke kamar mandi, Om! Aku ingin mengenakan pakaianku lagi," kesal Ze yang masih berusaha merebut selimut itu dari Jimmy.

"Heh, aku tidak percaya! Jangan-jangan ini hanya akal-akalanmu saja. Benar 'kan? Bilang saja kamu penasaran dengan tubuh kekarku. Atau ... kamu penasaran ingin melihat ular pitonku, ya! Ayo, ngaku! Ssssttt ... Sssttt ... " Lelaki dewasa itu mendesis persis seperti ular dan itu membuat Ze semakin kesal.

"Kalo ngomong jangan suka mengada-ada ya, Om! Dasar bangkotan! Pantas saja tidak laku-laku, ternyata kelakuannya enggak banget," gerutu Ze sembari bergidik ngeri.

"Apa kamu bilang!" pekik Jimmy dengan wajah kesal menatap Ze.

Karena saking kesalnya lelaki dewasa itu melepaskan pegangannya di selimut tersebut. Alhasil, Ze yang saat itu masih menarik selimutnya dengan erat, terjengkang ke lantai bersama selimut tersebut.

"Akhh!" Gdubrakkk!

"Aduh, bokkongku!" Ze mengusap bokongnya yang sakit karena mendarat lebih dulu ke lantai.

Jimmy menyambar bantal milik Ze untuk menutupi daerah terlarangnya. "Ha, rasakan! Kualat 'kan kamu. Makanya sama orang tua itu jangan macam-macam! Masih ingusan sudah berani macam-macam," gerutu Jimmy.

***

Digerebek

Brakkk!

"Nah, itu mereka! Benar 'kan?!"

Tiba-tiba pintu kamar terbuka, beberapa pasang mata terbelalak melihat kebersamaan pasangan bukan muhrim tersebut. Dan, yang lebih parahnya lagi, saat ini mereka sama-sama dengan kondisi tidak berpakaian.

Mata Ze dan Jimmy membulat sempurna setelah sadar bahwa saat ini mereka sedang digerebek oleh orang-orang tersebut. Jimmy yang tidak merasa bersalah pun memberanikan diri membuka suaranya untuk membela diri.

"I-ini tidak seperti yang kalian pikirkan. Serius! Kami tidak melakukan apapun!" ucap Jimmy dengan wajah panik menatap orang-orang disekitarnya.

Hmm, tentunya tidak semudah itu meyakinkan orang-orang itu. Apalagi setelah melihat bukti yang tampak di depan mata kepala mereka sendiri bahwa saat itu baik Ze maupun Jimmy sama-sama tidak mengenakan pakaian sehelai benang pun.

"Sudah terciduk, masih saja ngeles! Sini mana Kartu Tanda Pengenal kalian!" ucap salah seorang lelaki bertubuh besar yang kemungkinan besar adalah seorang Polisi.

Walaupun tubuh Jimmy jauh lebih besar, lebih kekar dan lebih keren (seperti model-model iklan 'L-M-N'), tetapi karena saat ini bukan ajang untuk bergulat, Jimmy pun mengalah saja. Ia mencoba menghiba kepada lelaki itu agar percaya kepadanya.

"Saya serius, Pak. Kami tidak melakukan apapun. Kalian bisa cek sendiri," sahut Jimmy seraya meraih dompetnya yang tergeletak di lantai samping tempat tidur bersama celana formal miliknya.

"Eh, kenapa jadi begini? Lalu di mana Evan?!" bisik Ardi dengan setengah berbisik kepada temannya Daniel yang ikut dalam penggerebekan Ze dan Jimmy.

"Kamu tidak salah kamar 'kan, Di?!" kesal Daniel sambil melototkan matanya menatap sahabatnya itu.

"Serius! Aku sudah benar, inilah kamarnya! Evan sendiri yang bilang," sahut Aldi.

"Hhh, lalu bagaimana sekarang?!" celetuk Daniel seraya menggaruk tengkuknya.

"Mana aku tahu," jawab Aldi.

Sementara kedua lelaki itu berbincang dengan serius, Polisi yang memimpin penggerebekan itu terlihat lebih serius lagi memperhatikan KTP milik Ze dan Jimmy.

"Nah, terbukti 'kan? Kalian sama-sama masih berstatus single. Masih mau mengelak, ha?!" gerutu Polisi tersebut. "Sebaiknya kalian ikut saya ke kantor dan jelaskan di sana," lanjutnya.

"Apa, kantor?!" pekik Ze dan Jimmy secara bersamaan.

Mata Ze berkaca-kaca. Ia tidak mengerti bagaimana kemalangan ini bisa terjadi padanya. Hanya satu yang sangat ia khawatirkan saat ini. Bagaimana reaksi Ibunya jika tahu bahwa anak semata wayang yang selama ini selalu ia banggakan, ternyata kedapatan bersama seorang pria dewasa dalam sebuah kamar hotel mewah.

Bukan hanya Ze yang dibuat pusing dengan kejadian ini, Jimmy pun tidak kalah pusing.

"Ayo, kenakan pakaian kalian sekarang!" titah Polisi tersebut dengan wajah sangar menatap Ze dan Jimmy secara bergantian.

Ze bergegas meraih pakaiannya yang tergeletak di lantai kamar tersebut kemudian membawanya ke dalam kamar mandi bersama selimut yang masih menutupi tubuh polosnya. Begitu pula Jimmy, ia pun segera meraih kemeja serta celana formal miliknya kemudian mengenakannya.

Setelah beberapa menit kemudian, Ze pun keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Begitu pula Jimmy, lelaki itu sudah selesai mengenakan pakaiannya dan sekarang meraka berdiri tepat di hadapan Pak Polisi yang masih memasang wajah sangar.

"Ayo, ikut!" titah Pak Polisi.

"Kita akan diapain, Om?" bisik Ze kepada Jimmy dengan bibir bergetar.

"Dikawinkan," sahut Jimmy dengan wajah masam.

"Aku tidak mau, Om! Ayolah, Om, lakukan sesuatu," ucap Ze sembari memeluk lengan kekar Jimmy. Ze tidak menyadari hal itu karena saking ketakutannya.

Jimmy menoleh dan memperhatikan tangan mungil Ze yang kini sedang memeluk lengannya dengan erat. "Aku pun tidak ingin menikah denganmu dan kamu ingin aku melakukan sesuatu, sesuatu seperti apa?!"

"Hajar saja mereka, Om! Mereka 'kan hanya ada satu ... dua ... tiga ... empat! Nah, hanya empat orang! Hajar mereka sampai babak belur, kemudian kita lari dari sini," lanjut Ze dengan wajah memucat.

Jimmy ingin tergelak mendengar ucapan bodoh Ze saat itu. Ia memperhatikan raut wajah Ze dan ternyata gadis itu serius ketika mengucapkannya. "Kamu serius?!"

"Ya, Om! Nanti aku bantu deh," lanjutnya.

Jimmy menghembuskan napas kasar sembari membuang pandangannya ke arah lain. Ia tidak mengerti bagaimana cara berpikir gadis itu sebenarnya. Pak Polisi memberi kode kepada mereka agar segera mengikutinya dan baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamar tersebut.

"Barhenti!" titahnya.

***

Jebakan Batman

"Berhenti sebentar," ucap seorang laki-laki yang memiliki tampang rupawan dan wanita manapun yang menatapnya pasti akan terpesona. Termasuk Ze, gadis itu bahkan sudah lama memendam perasaan kepada lelaki itu.

Ze dan Jimmy terkejut setelah tahu siapa yang datang saat itu. "Evan?!" pekik mereka bersamaan dengan ekspresi wajah heran.

"Tuan Evan." Pak Polisi tersebut menghampiri Evan kemudian mengulurkan tangannya kepada lelaki itu.

"Sebenarnya ada apa ini?" tanya Evan, menyambut uluran tangan Pak Polisi tersebut sambil menatap orang-orang yang ada di ruangan itu secara bergantian.

Sebelum Pak Polisi tersebut menjawab pertanyaan Evan, Jimmy langsung menyambar pertanyaan keponakannya itu. "Sebenarnya ini salah paham, Evan. Om dan gadis ini tidak melakukan apapun dan Om juga tidak tahu bagaimana gadis ini bisa tidur satu kamar dengan Om," tutur Jimmy mencoba menjelaskan kepada Evan.

"Jadi lelaki ini adalah Om Anda, Tuan Evan?" tanya Pak Polisi sembari memperhatikan tubuh besar Jimmy.

"Ya, Pak. Om Jimmy adalah Paman saya, Adik dari mendiang Ayah saya," jawab Evan.

"Maafkan saya, Tuan Evan. Walaupun Tuan Jimmy adalah Paman Anda. Namun, saya tetap akan membawanya ke kantor untuk dimintai keterangan lebih lanjut," tegas Pak Polisi.

"Tapi, Pak! Tidak bisakah kita selesaikan masalah ini di sini saja tanpa harus ke Kantor Polisi?" sambung Evan.

Pak Polisi menggelengkan kepalanya dan lelaki itu tetap teguh pada pendiriannya. "Maafkan saya, Tuan."

"Mari, ikuti saya!" titah Pak Polisi kepada Jimmy dan Ze.

Tubuh Ze lemas. Ia tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa dirinya akan digiring ke Kantor Polisi untuk kasus yang sangat memalukan seperti saat ini. Akhirnya mau tidak mau, pasangan itu pun terpaksa mengikuti langkah kaki Pak Polisi menuju mobilnya yang berada di depan halaman Hotel mewah tersebut.

"Tidak bisakah kamu menghajar Polisi yang satu ini, Om? Yang satu ini saja," bisik Ze kepada Jimmy yang berjalan di sampingnya.

"Dasar gadis tidak beres! Kamu ingin aku menghajar Polisi itu? Apa kamu ingin aku masuk penjara? Masalah satu belum selesai, malah ingin buat masalah baru!" gumam Jimmy sembari mendengus kesal.

Sementara itu jauh di belakang Ze dan Jimmy, Evan beserta kedua sahabatnya tengah berbincang-bincang dengan serius sambil melangkahkan kaki mereka mengikuti Ze dan Jimmy dari kejauhan.

"See? Aku selalu berada satu langkah dari kalian," ucap Evan sambil melirik kedua sahabatnya Aldi dan Daniel, yang berjalan di sampingnya.

"What?!" pekik Aldi dan Daniel secara bersamaan dengan mata membulat sempurna menatap Evan.

"Jadi ini perbuatanmu? Tapi, bagaimana bisa--" ucapan Aldi terhenti karena tiba-tiba Evan menyelanya.

"Ya, bisa lah! Aku sudah tahu rencana kalian berdua. Kalian ingin menjebakku bersama gadis cupu itu 'kan? Namun, sayangnya aku tidak sebodoh itu, Teman." Evan menyunggingkan senyuman sinisnya kepada Aldi dan Daniel.

Daniel dan Aldi saling tatap. Mereka merasa bersalah kepada Ze yang kini terjebak dalam sebuah masalah yang sengaja mereka ciptakan.

"Lalu, bagaimana sekarang?" tanya Daniel yang semakin kebingungan.

"Kita lihat saja, apa yang akan terjadi selanjutnya. Paling-paling mereka berdua akan dinikahkan, benar 'kan?" jawab Evan dengan santainya.

"Kamu benar-benar gila, Paman sendiri dijadikan umpan," celetuk Aldi sambil menggelengkan kepalanya.

"Heh! Yang gila itu kalian! Kalian yang memulai rencana bodoh ini dan aku hanya mengikuti permainan kalian, apa kalian sudah lupa?! Lagi pula Om Jimmy 'kan masih jomblo, jadi tidak masalah. Malah sebaliknya, seharusnya Om Jimmy berterima kasih padaku karena sudah membantu menemukan jodohnya," lanjut Evan sabil tertawa jahat.

Aldi dan Daniel hanya bisa menggelengkan kepalanya setelah mendengar penuturan Evan yang sama sekali tidak merasa bersalah.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!