NovelToon NovelToon

Antara Senja Dan Air Mata

Episode 1

Hembusan angin menerbangkan rambut Listi sore itu. Betapa dinginnya suasana senja saat itu. Listi terdiam disalah satu kursi teras rumahnya. Dipandanginya mentari yang kian tenggelam diterpa malam. Kini langit semakin pekat. Semua tampak hitam. Hijaunya dedaunanpun tak nampak lagi.

Sesaat Listi memandang langit dengan ribuan bintang yang memancarkan cahayanya. Dia tersenyum. Kemudian beranjak menuju kamarnya. Diambilnya buku pelajaran kelas XII di meja belajarnya. Lembar demi lembar dia membacanya. Sampai suara gadis kecil tiba-tiba saja terdengar didepannya.

"Kakak lagi sibuk ya?" tanya gadis itu.

Listi menoleh dan tersenyum padanya. Hal yang biasa bagi Listi dengan kehadiran sang adik yang selalu datang dengan alasan yang sama. Sang adik selalu merengek meminta Listi menemaninya tidur dikamarnya jika dia tidak bisa terlelap seorang diri dikasurnya.

"Nggak kok. Novi pasti ga bisa tidur kan? Kakak temenin ya, sayang."

Novi tertawa bahagia sembari berlari-lari kecil menuju kamarnya. Sedangkan Listi berjalan dibelakangnya. Novi menghempaskan tubuhnya di ranjangnya. Sementara itu Listi mengambil posisi disamping kanan sang adik.

"Tidur ya."

"Kakak..."

"Yaa?"

"Besok kakak libur kan?"

Tak jarang pertanyaan itu muncul setiap kali Listi menemaninya tidur. Listi paham betapa gadis kecil seperti adiknya yang baru berusia empat tahun ini selalu merasa kesepian tanpa seorang teman bermainnya. Kadang Listi merasa iba. Tapi kewajibannya demi masa depannya juga tak bisa ia lewatkan.

"Sayang, kakak sudah tidak ada waktu libur lagi. Sebentar lagi kakak akan menghadapi ujian. Yang ada kakak harus ikut pelajaran tambahan sampai sore."

Raut wajah sang adik jelas terlihat setelah itu. Listipun paham, jawabannya akan selalu membuat adiknya kecewa.

"Kita main kalau hari minggu ya, sayang. Kakak pasti ada waktu buat Novi dan akan selalu ada. Sekarang tidur. Besok kalau kakak pulang lebih awal, kita main sama-sama ya." Lanjut Listi yang seketika bisa membuat adiknya tersenyum.

"Kakak janji?"

"Janji, sayang. Sekarang tidurlah."

Listi menyelimuti dan mengelus rambut sang adik sampai benar- benar tertidur. Dan benar saja, beberapa saat kemudian, adiknya terlelap.

Kantuk masih belum menghampiri Listi. Sedangkan waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Listi kembali memastikan bahwa adiknya sudah tertidur pulas dan beranjak setelahnya. Ia kemudian berjalan menghampiri ibunya yang masih sibuk di dapur.

Ya,keadaan memang kadang memaksa seseorang untuk lebih keras dalam bekerja. Ayah Listi hanyalah seorang sopir angkot dan untuk menutupi kekurangan dari penghasilan suaminya, ibu Listi menjual kue-kue basah dengan berkeliling dari kampung ke kampung. Ibu Listi harus berangkat pagi sekali dan pulang sore hari. Di malam harinya masih harus membuat bahan untuk jualan di hari selajutnya. Dan keadaan inilah yang membuat Listi sadar untuk ikut tidur larut malam demi mrmbantu ibunya.

"Listi bantu ya, bu."

"Tidak perlu, nak. Ibu tinggal buat adonan ini saja. Setelah itu ibu mau mandi dan isturahat. Entah kenapa ibu sangat lelah hari ini."

Batin Listi seolah tersayat mendengar kata lelah yang jarang sekali diucapkan oleh ibunya. Namun, Listi tak bisa membantu lebih seperti yang ingin ia lakukan saat itu.

"Bu,kenapa ibu tidak jualan didepan rumah saja? Lebih sedikit tenaga dan ibu tidak akan kelelahan."

"Sayang,rumah ini jauh dari keramaian, kalau ibu jualan di depan rumah, mana mungkin laku? Ibu tidak terlalu memperhatikan lelah, karena lelah hanya butuh istirahat. Lagipula, hidup itu tentang perjuangan, nak. Seperti apapun keadaannya, tetap ibu harus melakukannya. Meskipun kadang ibu mengeluh, kaki ibupun kadang rapuh, tapi ibu tetap harus berusaha. Kamu tahu kenapa? Karena ibu sangat menyayangimu dan juga adikmu. Ibu melakukan ini supaya kebutuhan dan keinginan kalian terpenuhi. Tidak peduli seberapapun lelah ibu, karena kecil harapan ibu, ibu hanya ingin menyekolahkan kalian setinggi mungkin. Angkat derajat orang tua kalian dengan segala kesuksesan kalian."

Listi begitu trenyuh mendengar tutur kata ibunya. Dia menangis dan memeluk sang ibu.

ibuuu.. Listi janji, bu. Listi akan buktikan suatu hari nanti, pasti sukses,buat ayah ibu.

iya, sayang. Sudah,jangan menangis. Sekarang pergi tidur. Malam sudah larut.

Oh, iya, bu. Ayah mana? Dari tadi aku belum melihat ayah.

"Akhir- akhir ini ayahmu pulang lebih malam, nak. Supaya ayah bisa memperoleh hasil tambahan."

Listi hanya terdiam. Merenungkan betapa besar perjuangan kedua orang tuanya. Dari situlah Listi belajar untuk menghargai sebuah perjuangan. Mengerti tentang sebuah pengorbanan dan usaha.

...

Pagi itu sambil menunggu bel berbunyi, Listi duduk bersama Ran, Rinda, dan Lin. Ya, mereka adalah sahabat Listi sejak SD dulu. Memang mereka selalu bersama dimanapun dan kapanpun. Bahkan kemanapun. Sampai-sampai salah seorang kakak yang pernah PKL di Sekolah Dasarnya dulu mengingatkan untuk berteman dengan semuanya. Bukan karena apa,tapi jika salah satu berpaling atau ada masalah lain, mereka pasti akan merasa sakit hati. Tapi keempat sahabat ini selalu menyikapi masalah dengan baik dan tidak pernah membesar-besarkannya.

"Aku punya sesuatu buat kalian." Kata Ran.

"Sesuatu? Apa?" Tanya Listi.

Ini! Jawab Ran sambil menunjukkan sesuatu kepada ketiga sahabatnya. Semuanya tertawa melihat benda yang dipegang, Ran. Kecuali Listi.

"Gelang karet??? Hahahaha.... Ran jangan becanda deh, kamu tahu kan ibu aku jual nasi uduk? Dan ibu punya begitu banyak gelang karet seperti ini. Hahaha..." kata Lin sambil tertawa.

"Ran tolong deh.. Hahaha... Gurauan kamu terlalu konyol!" tambah Rinda.

"Aku tahu mungkin ini terlihat sangat lucu bagi kalian. Tapi aku hanya ingin menjadikan sesuatu yang terlihat tidak ada harganya menjadi sesuatu yang sangat istimewa untuk kita. Ini tanda persahabatan kita. Apapun yang terjadi nanti, ingat ini! Ingat bahwa kita adalah sahabat. Semoga benda ini bisa selalu mempersatukan kita. Kalian tahu kenapa aku memilih benda ini untuk ku berikan kepada kalian? Karena kadang sesuatu yang terlihat konyol akan menjadi suatu hal yang tidak akan terlupakan dalam hidup kita. Dan aku ingin kalian mempunyai pemikiran yang sama. Menjaga dan menyimpannya dengan baik. Membedakannya diantara gelang karet lainnya."

"Aku mengerti maksudmu, Ran." Terimakasih. Kata Listi.

Bel masuk telah berbunyi. Listi melihat seisi ruang kelasnya. Tidak ada Randy. Ya, Randy adalah sosok yang mungkin sudah dianggap spesial oleh Listi. Meskipun sampai sekarang belum ada kejelasan apapun tentang hubungan mereka.

Randy adalah salah satu siswa yang sangat rajin. Tidak pernah terlambat datang ke sekolah dan tidak ada alasan untuknya tidak masuk sekolah bahkan sakit sekalipun. Begitu juga dengan sebuah kabar, apapun yang sedang terjadi dan apapun yang sedang ia lakukan, Randy selalu memberi kabar pada Listi. Tapi hari ini? Tanpa kabar apapun Randy menghilang begitu saja.

" Cari Randy? " Tanya Ran.

" Ya, biasanya dia sudah lebih dulu datang dibanding aku. Tapi hari ini."

" Telat mungkin. "

" Dia tidak pernah begitu, Ran. Aku tahu dia. Pasti ada sesuatu."

" Ya sudah. Kalau hari ini dia tidak datang kita ke rumahnya saja sepulang sekolah. Lagipula jangan terlalu dipikirkan. Randy juga belum memberi kejelasan apapun padamu. Jangan terlalu dikhawatirkan."

" Tapi aku sayang..."

" Iya iya sudah! Sekarang kita fokus belajar. Nanti pulang sekolah kita langsung ke rumahnya."

Pelajaran demi pelajaran dilewati oleh Listi. Waktu menunjukkan pukul dua siang dan bel pulang sekolahpun berbunyi. Listi dan Ran langsung menuju rumah Randy sedangkan Rinda dan Lin langsung pulang karena rumah mereka yang berlawanan arah.

Listi berdiri didepan pintu rumah Randy dan mengetuknya berulang kali. Aka tetapi tidak ada jawaban apapun. Mencoba mengintip dari luar jendela namun terlihat sangat sepi. Listi mencoba memanggil nama Randy berulang kali namun tetap saja tak ada jawaban apapun. Akhirnya dengan perasaan kecewanya Listi dan Ran pulang ke rumah mereka masing-masing. 

...

Listi masih saja memandangi handphone yang ada di genggamannya. Berharap ada pesan masuk dari Randy. Tapi tidak ada pesan sama sekali sedari lama Listi menunggunya. Tepat pukul sembilan malam ada sebuah pesan masuk dan betapa bahagianya Listi melihat pesan itu dari Randy. Listi kemudian membaca pesan itu.

 Listi maaf, kamu pasti khawatir tanpa kabar aku. Pagi tadi aku pergi ke Bandung karena ada acara keluarga yang benar-benar tidak bisa kutinggal. Aku bahkan tak sempat memegang handphone. Ini juga baru selesai. Maaf ya....jangan tidur malam-malam..

Aku sayang..

Listi sedikit lega setelah membaca pesan itu. Setidaknya Listi tahu alasan Randy tak mengabarinya satu hari ini. Beberapa saat Listi membalas pesan itu dan sesaat kemudian Listi tertidur.

Sementara ditempat lain, Randy tengah membuka jendela kamarnya lebar -lebar. Dipandanginya titik-titik terang di langit pekat. Indah dengan cahaya bulan malam itu.

" Listi, suatu saat nanti aku akan menjadi bintangmu yang tak dapat kau sentuh....tanpa menyentuh..." Gumam Randy.

Raut wajah Randy tampak begitu sedih. Namun entah apa yang sedang dipikirkannya. Apa juga maksud dari kalimatnya?

...

Hari ini tepat tanggal 20 April adalah hari ulang tahun Listi. Karena hari ini juga hari sekolah, Listipun bersiap untuk bersekolah seperti biasanya. Namun, hari ini Listi berangkat seorang diri tanpa Ran. Ran sedang sakit dan surat sudah dititipkan padanya.

Terasa ada yang aneh pada hari itu. Biasanya saat Listi sampai di sekolahnya, pintu ruang kelas sudah terbuka lebar dan suara candaan teman\-temannya biasa terdengar dari luar kelas. Tapi sekarang, kelas terlihat begitu sepi dengan lampu yang belum menyala terlihat dari jendela dan pintu juga masih tertutup rapat.

 

Listi membuka pintu perlahan dan tiba-tiba saja lampu menyala bersamaan dengan teman-teman yang berdiri dihadapannya. Sudah ada sahabat-sahabatnya juga disana termasuk Ran.

" Happy birthday Listi." Ucap teman-teman sekelasnya.

Listi sangat terharu dengan kejutan ini. Diantara nyanyian lagu ulang tahun Listi menutup mata dan beberapa saat kemudian ia meniup lilin ulang tahunnya. Riuh tepuk tangan terdengar begitu keras pagi itu.

" Makasih ya semuanya..makasih juga Ran udah rela bohong sama aku buat semua ini." Kata Listi sedikit kesal pada Ran.

" Hehehe...sama-sama." jawab Ran.

Listi kembali menatap seluruh isi ruang kelas. Tidak ada Randy lagi. Berbagai kemungkinan muncul dalam benak Listi Apa dia masih sibuk? Apa ada urusan? Dan apa dia lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Listi? Entahlah. Tak ada yang tahu apa yang dilakukan Randy sebenarnya.

Sepulang sekolah, Listi duduk dikursi teras rumahnya dengan handphone diatas meja. Berharap akan ada satu pesan atau bahkan Randy datang ke rumahnya hanya untuk memberi ucapan selamat ulang tahun padanya. Namun, tak ada apapun. Tak ada siapapun. Bahkan sampai malam menjelang, tak ada satupun harapan yang dikabulkan di hari istimewa Listi saat itu.

...

Listi memandang langit yang semakin pekat. Maasih saja Listi menunggu pesan dari Randy yang belum ada dan mungkin memang tak akan ada.

Listi mengambil buku hariannya dan menulis sesuatu disana

Randy...

Untuk kesekian kalinya lembaranku menceritakan tentangmu.

Kamu tahu Randy? Kamu ingat? Bahwa hari ini adalah hari istimewaku.

Hari bertambahnya usiaku, dan apa kamu paham? Aku herharap kamu menjadi orang pertama yang mengucapkannya padaku. Meskipun hanya sekedar ucapan, tapi aku sangat berharap. Apakah kau tahu bahwa satu ucapan darimu adalah salah satu hadiah terindah untukku?

Tapi apa Randy? Kamu menghancurkan harapan itu. Mungkin aku kecewa,dan memang benar adanya

Harusnya kamu mengerti bahwa ini adalah hari bahagiaku. Tapi kenapa kamu merusaknya dengan menghilang tanpa ucapan apapun?

Randy.....

Setetes air mata mengalir dipipi Listi mewakili perasaan kecewa dalam batin Listi. Serasa sesak dadanya jika mengingat kejadian ulang tahunnya. Memang bahagia dengan segala kejutan sahabat dan teman- temannya. Tapi akan lebih berarti jika ada sosok yang sangat disayanginya. Tapi Randy? Bahkan satu pesanpun tak ada yang diucapkan olehnya.

Listi menutup buku hariannya dan kemudian berbaring dikasurnya. Setetes air mata kembali mengalir namun Listi mengusapnya. Dia berusaha untuk melupakan rasa kecewanya dan berusaha memejamkan matanya agar pikirannya bisa istirahat sejenak dari beban dan segala keresahan hatinya.

...

Episode 2

Siang itu Listi dan ketiga sahabatnya belajar kelompok di rumah Rinda. Diantara pelajaran yang sedang mereka pelajari, ada saja candaan yang dilontarkan oleh mereka. Kecuali dengan Ran. Entah mengapa Ran terlihat begitu pendiam hari itu. Dan ketika ditanya, dia hanya menjawab sedang ingin belajar saja.

Listi, Rinda, dan Lin asyik bergurau. Dan diantara gurauan mereka, ibu Rinda datang dan duduk di salah satu kursi disana.

"Ujian Nasional kalian tinggal menghitung hari. Seriuslah belajar,jangan hanya asyik bergurau saja. Semoga sukses nantinya."

"iya ma."

"iya tante." Tambah Listi.

"Ya sudah, lanjutkan belajar kalian! Jangan terlalu asyik membicarakan hal yang tidak penting."

Ibu Rinda kemudian meninggalkan mereka. Dan merekapun mulai serius dalam belajar mereka.

Saat waktu tepat menunjukkan pukul tiga sore, Ran membereskan buku-bukunya dan pamit pulang.

"Aku pulang dulu, ya."

"loh..Pulang barengan aja Ran,lagian aku juga udah mau selesai kok. Kan nanti mau ngerjain matematika juga yang tugas kelompok di rumah aku." Kata Listi.

"Nanti aku ke rumah kamu, ada kerjaan di rumah yang belum aku selesaiin. Duluan ya."

"Ya, sudah. Hati- hati, Ran." Kata Rinda.

...

  Sore itu hujan turun dengan lebat. Ibu Listi menggendong putri kecilnya. Penyakit flex yang ada dalam diri putrinya sejak berumur dua tahun itu membuat ibu Listi selalu gelisah. Ditambah lagi keadaan suaminya yang sedang sakit.

Petir menyambar dengan begitu kerasnya. Karena tak tega melihat kondisi putrinya seperti ini, ibu Listi membawa putrinya masuk ke kamarnya, karena begitu gelap, dinyalakan lampu olehnya. Namun tiba-tiba saja abangnya datang dan mematikan lampunya.

"Kamu pikir menyalakan lampu ini gratis? Kamu kira bayar listrik itu murah? Lihat! Suamimu sakit-sakitan. Siapa yang akan membayar semuanya kalau kamu boros seperti ini? Apa kamu ga ada malu dengan terus mengandalkan hutang dan jualan keliling begitu? Belajar irit! Masih sore sudah menyalakan lampu. Ingat! Kamu numpang disini." Kata abangnya yang terlihat begitu marah.

Ibu Listi hanya bisa menangis mendengar perkataan abangnya itu. Siapa hati tak akan terluka jika dalam keadaan seperti ini abang kandungnya bahkan malah mengucapkan kata- kata kasar kepadanya. Tak ada uluran tangan sedikitpun dari abangnya.

"Ibu jangan nangis." Kata Novi lirih.

"Sayang.. "ibu Listi semakin terisak.

"Sudahlah, Ratri. Biarkan saja. Sekasar apapun dia kepada kita tetap kita harus berterima kasih karena dia sudah mengijinkan kita tinggal disini. Itu merupakan kebaikan yang begitu besar meskipun sikapnya kepada kita tidak sesuai dengan harapan kita."kata suaminya.

"iya, mas."

Ibu Listi mengusap air matanya dan berusaha tersenyum kembali. Meskipun hatinya masih begitu pedih dengan perkataan abangnya tadi. Bahkan saat Listi pulang dari belajar kelompoknya, Ibu Listi tetap bersikap sama seperti biasanya seolah semuanya baik-baik saja.

...

Pagi itu, Listi berangkat sekolah seperti hari- hari biasanya. Ketika Listi membuka pintu rumahnya, dia sedikit kaget. Bukan karena apa. Listi kira Ran masih bersikap sama seperti belajar kelompok kemarin. Tapi ternyata hari ini Ran sudah bersikap sama lagi. Sudah tidak dingin lagi dan bahkan candaannya melebihi canda Rinda dan Lin kemarin.

Langkah demi langkah menuju ke sekolah diiringi oleh candaan Ran yang lebih tidak masuk akal. Tapi Listi bahagia, Ran sudah seperti ini lagi. Meskipun Listi heran karena selama bersahabat, baru kali ini Ran mudah berubah sikap. Dulu Ran selalu sama. Dan Listi mengharapkan Ran yang seperti itu.

Tak terasa langkah mereka sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah. Mereka terus berjalan melewati taman sekolah. Tanpa sengaja Ran melihat Randy duduk di sebuah kursi panjang bersama dengan seorang perempuan.

"Listi, itu Randy kan?" tanya Ran.

"iya.."

Listi tersenyum dan hendak menghampiri Randy. Namun senyumnya pudar dan langkahnyapun terhenti ketika melihat gadis berambut panjang duduk disamping Randy. Bahkan ketika Randy melihat Listipun dia langsung berpaling mukaseolah tak mengenal Listi sama sekali.

Listi menunduk dan beberapa saat kemudian dia berlari menuju toilet sekolahnya. Bahkan dia mengabaikan sura Ran yang memanggilnya berulang- ulang.

Listi berhenti di depan sebuah kaca. Disana dia menangis sejadi-jadinya. Isak tangis tak mampu disembunyikannya lagi. Yang bisa dia lakukan hanya menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Ran datang dari belakang Listi dan kemudian memeluknya.

"Listi, tenangkan dirimu. Mungkin mereka hanya sebatas teman."

"Aku tidak yakin,Ran. Tidak mungkin mereka hanya teman. Setelah menghilang dan tidak mrngucapkan apapun dihari ulang tahunku, sekarang dia mengejutkan aku dengan hal ini.

Apa? Ran terkejut mendengar tutur kata Listi.

Bahkan dia menghilang saat itu, Ran." Jelas Listi disertai isak tangisnya.

"Itulah, Listi. Sedari dulu aku menyarankanmu dengan Rivan yang sudah jelas ingin berstatus denganmu. Sedangkan Randy? Tanpa kejelasan apapun dia berani menyakitimu. Tapi aku juga tahu Listi, hati tetaplah hati. Tidak ada yang bisa memaksakan perasaan. Kamu memilih bertahan dengan Rndy saat itu tanpa ada status dalam hubungan."

"Ran, aku sudah berjanji untuk tidak mencari siapapun selama Randy bersamaku. Meskipun tanpa status apapun. Tapi kita punya komitmen. Kita sudah berjanji untuk menjaga hati sampai saat yang tepat nanti Randy mengucapkannya padaku."

"Janji? Dan sekarang dimana janji Randy itu? Apakah dia menepatinya? Bahkan tanpa rasa berdosa dia memamerkan seorang perempuan dimatamu. Lihat saja tadi. Apa dia berniat mengejarmu? Aku tahu dia melihatmu! Tapi dia berpura-pura seolah kalian tidak ada apa-apa. Sudah cukup Listi.. Jangan menangis lagi. Air matamu terlalu mahal untuk menangisi seorang lelaki sepertinya. Tuhan selalu ada, Listi. Ketika Tuhan menunjukkanmu dengan sesuatu yang salah, yakinlah bahwa suatu saat nanti Tuhan akan menunjukkanmu dengan sesuatu yang tepat. Berterimakasihlah karena Tuhan menunjukkannya sekarang. Sebelum rasamu terlalu jauh, listi."

"Aku menyayanginya, Ran."

"Listi, percayalah. Rasamu akan lapuk termakan waktu. Biar sekarang menjadi pelajaran untukmu membuka hati pada seseorang. Mungkin aku tak bisa memberi ketenangan untukmu sekarang. Kalau kamu ingin merasa sangat tenang, cobalah kamu bercerita pada ibumu. Karena seperti apapun sahabatmu, tetaplah hanya seorang ibu yang benar-benar mengerti perasaan putrinya."

Listi tak mampu berbicara. Yang terdengar hanya isak tangisnya. Ran kemudian memeluknya lagi.

"Listi tenanglah. Kamu menangis disini dan apakah Randy peduli? Dia bahkan mengabaikanmu,Listi! Sekarang cukup,usap air matamu. Jangan buat air matamu seolah tak ada artinya."

"Makasih, Ran. Kamu ada saat aku seperti ini."

"Aku akan selalu ada, Listi. Pasti! Aku selalu bersamamu."

...

Listi duduk dikursi teras rumahnya sore itu. Memandang langit senja yang begitu indah. Dan samakah senja itu dengan kisah Listi saat ini? Yang diberi warna kemerah-merahan indah dalam hidupnya namun beberapa saat kemudian dihitamkan kembali dengan tenggelamnya mentari. Samakah dengan dedaunan yang awalnya terlihat kehijauan kini diterpa gelap tanpa warna lagi? Yang ada hanya pekat. Semua terasa hitam, dan memang hitam.

" Randy, pernah aku ingin menjadikanmu sebagai matahariku yang memberiku secercah cahaya. Memberiku harapan untuk melihat banyak warna. Tapi aku salah. Kau juga bisa tenggelam membawa cahayamu kembali bersamamu. Dan duniakupun akan kembali gelap. Aku salah memilih itu." Gumam Listi.

Listi kemudian ke kamarnya dan diambilnya buku harian miliknya.

Randy...

Lembaranku masih menceritakan tentangmu., Ran. Tentang betapa pedihnya aku berjuang dengan ujung yang pahit seperti ini. Kau tahu Randy? Aku lebih kecewa sekarang. Setelah kau tak mengucapkan apapun dihari ulang tahunku, sekarang kau mengejutkan aku dengan pemandangan itu. Aku menangis Randy. Tapi aku bersembunyi darimu. Aku selalu berusaha untuk tidak terlihat lemah di matamu.

Apa *kamu tahu Randy? Ada sesuatu yang hilang saat kau berubah seperti ini. Kau ingat? Betapa aku berusaha untuk selalu ada, aku selalu berusaha agar kau tak kesepian. Aku selalu mencarimu jika kau menghilang. Tak mengertikah sedikit perasaanku?

Mungkin tak kamu paham betapa kecewanya aku. Mungkin juga tak kamu mengerti akan arti amarah, kecemburuan, dan air mataku

Akupun tak pernah paham jika kisahku denganmu adalah tentang air mata. Yang aku tahu sekarang adalah bagaimana cara untuk melepas, bukan mempertahankan. Akan terasa sakit untuk dikenang dan akan lebih* sakit lagi untuk diperjuangkan.

Terimakasih pernah mengindahkan hari-hariku. Terimakasih pernah memberi warna hidupku dan terimakasih atas semua luka itu.

Listi menutup buku hariannya dan membuka jendela kamarnya. Dipandanginya ribuan bintang di langit pekat. Bulan purnamapun nampak turut menghiasi langit malam itu.

" Randy, aku tak pernah ingin menjadikanmu rembulanku yang hanya memantulkan cahaya matahari. Aku ingin kamu menjadi bintangku dengan sinarmu sendiri. Tapi kamu juga akan hilang ditelan pagi. Kamu tak abadi pada setiap harinya. Dan aku juga salah memilih itu."

Tanpa Listi sadari pintu kamarnya terbuka lebar dan ibunya melihat Listi sedamg berdiri dan bergumam seorang diri. Ibunya bahkan mendengar semua ucapannya.

Listi menangis lagi. Isak tangisnya sedikit terdengar. Namun dia berusaha menahannya. Ibu Listi perlahan menghampirinya.

"Belum tidur, nak?"

Listi kaget mendengar suara ibunya dari belakangnya. Segera ia menghapus air matanya dan berbalik pada ibunya.

"Ibu.. Kok disini?"

"Pintumu terbuka tadi. Sedang apa kamu malam- malam begini buka jendela?"

"Listi hanya melihat bintang saja, bu."

"Ingin mencoba berbohong pada ibu? Sayang.. Ibu dengar semuanya. Ibu mengerti rasamu. Tak perlu kamu sembunyikan dari ibu. Ada saatnya ibu akan menjadi sahabatmu. Bicaralah."

"Entahlah, bu. Semuanya terasa hancur sekarang. Untuk pertama kalinya Listi membuka hati pada seseorang. Tapi Listi telah gagal, bu. Katanya disertai isak tangisnya."

"Kamu tidak pernah gagal, sayang. Hanya saja cinta sedang mempertemukanmu dengan hati yang salah. Tak ada yang salah dengan rasamu. Ibupun pernah mengalami hal ini pada masanya dulu. Tapi, sayang, kamu harus tahu, jika kamu siap membuka hati untuk seseorang, kamu siap untuk jatuh cinta, maka kamu juga harus siap untuk terluka, kamu tahu kenapa? Karena cinta bukan hanya tentang bahagia. Didalamnya juga ada begitu banyak luka. Dan kamu juga harus tahu, sayang kumbang tak hanya menghisap satu bunga. Sekarang usaikan sedihmu. Tak apa kamu menangis disaat luka itu menancap, tapi setelahnya kamu lupakan dan bangkit lagi. Cinta yang kamu rasa sekarang masih bisa berubah-ubah. Perasaan dapat berpindah. Usah risaukan yang akan pergi. Tapi tunggulah yang akan datang."

"Aku hanya terluka, bu. Dan ini untuk yang pertama kalinya."

"Sayang, jadikan ini sebagai pengalaman dan pelajaran untukmu. Suatu saat kamu akan terbiasa dengan rasa itu. Kamu akan menjadi gadis hebat yang tak kenal tangis. Putri ibu tidak boleh sedih. Ada begitu banyak lelaki yang bisa kamu pilih. Jangan tangisi satu orang yang pergi. Mungkin kisahmu dengannya memang sudah usai. Jika kamu menyadari seseorang datang untuk pergi, kamu pasti bisa menerima kenyataan yang kamu hadapi. Tersenyumlah..akan ada sejuta cinta yang datang dibalik satu cinta yang hilang."

Ibu Listi mengusap air mata putrinya. Listi tersenyum dan memeluk ibunya. Rasanya begitu lega setelah mendengar penjelasan sang ibu.

Episode 3

Embun pagi menetes dari dedaunan hijau dihalaman rumah Listi. Bunga-bunga pagipun ikut bermekaran menyambut terbitnya mentari pagi. Listi bersiap- siap untuk pergi ke sekolah.

Listi bergegas lebih cepat karena ingin banyak bercerita pada Ran,tentang betapa tenangnya saat ia bisa bercerita pada ibunya,tentang kebenaran yang diucapkan Ran sebelumnya.

Listi berjalan cepat menuju halaman rumahnya dan berpikir bahwa Ran lasti sudah menunggunya. Tapi nyatanya kosong. Listi sedikit tercengang disana. Apa mungkin Ran terlambat hari ini? Pikir Listi. Listi bermaksud untuk ke rumah Ran, namun belum sempat Listi melangkah, ibunya memanggilnya.

" Listi tunggu sebentar, nak! Ibu hampir lupa."

" Ada apa, bu?"

"Ibu Ran menitipkan surat ini pagi- pagi tadi. Sampaikan ke wali kelasmu. Katanya Ran sedang sakit."

" Sakit?" gumam Listi seolah tak percaya.

Ran, sahabatnya tak pernah menyembunyikan apapun darinya. Dan hal yang istimewa darinya, Ran tak pernah sekalipun tidak masuk sekolah dengan alasan sakit sekalipun. Sampai terlihat begitu pucatpun, Ran tetap ada dibangku sekolahnya. Namun, datangnya surat ini seolah membuat Listi tak percaya. Karena kemarin, Ran terlihat baik-baik saja. Tapi siapa bisa menyangka? Apapun bisa terjadi.

Terpaksa Listi berangkat seorang diri. Terasa sepi dalam kesendiriannya. Keramaian teman-teman bahkan sahabatnya terasa kurang tanpa adanya Ran disampingnya.

Listi beranjak dari duduknya dan berdiri di depan pintu kelas. Ia memandangi sekelilingnya. Tampak beberapa murid berlalu lalang dihadapannya. Satu pria lewat didepannya dan masuk ke kelasnya, membuat matanya berkaca- kaca seolah ingin menumpahkan air mata. Segera ia berlari menuju toilet sekolahnya.

Bukan lain, dia adalah Randy. Sosok yang pernah menjadi mimpi baru dalam hidupnya. Yang sekarang tanpa tahu sebab dan masalahnya, sikapnya begitu dingin padanya.

" Ran, andai kamu ada sekarang. Mungkin aku kamu bisa menggantikan figur seorang ibu saat aku keluar dari atap rumahku."

Listi terus meneteskan air matanya. Ternyata melupakan tak semudah itu. Setenang apapun, hal yang baru terjadi akan masih membuatnya kecewa. Bahkan tersenyum apapun Listi sebelumnya, teringat kejadian sebelumya masih tetap membuatnya rapuh,sekalipun dia meyakinkan diri bahwa dia sudah lupa, tetap air matanya jatuh tak tertahan ketika ia masih belum sepenuhnya mengikhlaskannya.

Segera Listi menghapus air matanya ketika mendengar bel masuk berbunyi. Ia berlari menuju kelasnya. Ternyata ada Rinda dan Lin yang menunggunya didepan pintu kelas.

"Listi, dari mana saja kamu? Kami mencarimu. Kami pikir kamu dikantin." Kata Rinda.

Listi menunduk takut matanya terlihat sembab oleh kedua sahabatnya. Namun, mereka tak mudah dibohongi. Tetap saja mereka tahu apa yang terjadi. Karena sahabat tetaplah sahabat.

" Listi, kamu nangis? Kenapa?" tanya Lin.

"Tidak, tak ada apa- apa."

"Ceritakan di kelas nanti, dan jika itu karena Randy, jangan terlalu larut bersedih. Mulai sekarang sedikit demi sedikit kamu lupakan dia. Cinta itu juga tentang keikhlasan, Listi. Cukupkan sedihmu. Kamu akan mendapatkan yang lebih baik setelahnya. Kata Rinda

Dan tambah lagi, jangan terlalu dipikirkan. Sebentar lagi akan ujian,jika pikiranmu masih terbebani olehnya, kamu akan terlalu banyak pikiran,sekarang fokuskan saja pada sekolahmu. Jangan yang lain." Tambah Lin.

" Ya, satu lagi. Ran kan ga masuk sekolah, dia sakit. Pulang sekolah nanti kita jenguk dia ya." Kata Rinda.

Pelajaran demi pelajaran mereka lalui. Dan saat pulang sekolah tiba, mereka langsung menuju rumah Ran. Dan betapa terkejutnya Listi dan kedua sahabatnya ketika mereka tiba di rumah Ran dan melihat ibu Ran tengah menangis histeris sembari memeluk Ran yang tengah terbaring di kasurnya dengan mata terpejam. Wajah Ran tampak pucat. Air mata mengalir membasahi pipi Listi dan kedua sahabatnya. Terlebih Listi, hatinya hancur ketika menyadari ibunya dan beberapa tetangga sudah ada disana.

" Listi.. "panggil ibu Listi yang kemudian memeluk Listi.

" Ran kenapa,bu? Apa yang terjadi dengan Ran? Dia baik- baik saja kan? "tanya Listi.

" Ikhlaskan Ran ya, sayang. Ran sudah tiada."

Listi sangat terkejut mendengar tutur kata ibunya. Ia kemudian mendekati Ran yang kini sudah tak akan membuka matanya lagi. Begitu deras air mata Listi melihat wajah pucat Ran. Sangat sakit hatinya mengingat hari-hari bersama Ran. Listi masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini.

" Ran bangun! Kamu hanya tidur kan, Ran?! Ran..kamu masih dengar suara aku? Ran, bangun!! Raaaaannn..!!!"

Isak tangis Listi pecah menerima kenyataan bahwa ia telah kehilangan satu sahabat yang sangat disayanginya. Ya, Ran memang tidur. Namun tidur untuk selamanya.

Ingin rasanya Listi melihat senyum terakhir Ran. Ingin memeluk Ran yang masih bisa berkata-kata indah kepadanya, ingin pula melihat wajah Ran yang selalu berseri-seri. Ingin juga melihat semua kebaikan Ran. Tapi sudah terlambat, semua telah berakhir. Kini Ran telah tiada.

...

Hari mulai malam. Sementara Listi masih terdiam di teras rumahnya,melihat bintang-bintang yang bertaburan menghiasi langit pekat.

"Ran, aku seperti melihatmu diantara ribuan bintang itu. Apakah itu benar kamu? Apa aku hanya berkhayal? Ran..aku tak pernah percaya kamu pergi. Bukankah ujian sudah diambang mata, Ran? Kita akan kuliah setelah ini. Bukankah itu yang kamu tunggu? Tapi apa, Ran? Kenapa kamu tinggalkan semua harapan itu? Siapa yang akan menjadi sandaran susah senangku, Ran? Siapa lagi yang akan menasehatiku dengan kata-kata indah itu? Ran... "gumam Listi disertai tetesan air matanya.

" Listi.." panggil ibunya yang tiba-tiba sudah duduk disampingnya.

"ibu."

Ibunya memberikan sebuah buku diary kepadanya.

" Ibu Ran sudah menceritakan semuanya pada ibu, dan satu hal yang harus ibu sampaikan padamu, nak. Ibu Ran bilang, katanya Ran ingin buku itu menjadi milikmu setelah dia tiada."

" Berarti ibu tahu semuanya? Apa yang diceritakan ibu Ran pada ibu? Dan apa yang sebenarnya terjadi pada Ran?"

"Kamu akan tahu setelah kamu membaca diary itu, sayang. Kata Ran pada ibunya, jangan biarkan kamu tahu dari orang lain, biar kamu tahu sendiri. Oh ya, didalam buku diary itu ada sebuah surat yang harus kamu baca pertama kali.

Ibu Listi meninggalkan Listi disana. Sementara Listi terdiam dan membuka buku itu. Sebuah lembaran surat sudah tertera halaman pertama buku itu dan terpisah dari bukunya. Listi membacanya. Hatinya tersayat memandang tulisan indah Ran.

*Listi, sebelumnya maafkan aku karena aku tak pernah bercerita apapun tentang aku dan deritaku. Sebenarnya aku sudah mengidap penyakit kanker otak selama dua tahun lebih. Tapi aku tak pernah menceritakannya padamu maupun Rinda dan Lin.

Dokter pernah berkata bahwa umurku tak akan bertahan lama, tapi aku beruntung karena Tuhan masih memberiku dua tahun untuk merasakan kehidupan bersama orang-orang yang aku sayang. Ibu, ayah, kamu, Rinda, Lin dan yang lainnya. Hariku terasa sempurna, aku merasa puas dan bahagia hidup di dunia.

Maaf juga untuk belajar kelompok hari lalu, aku sebenarnya ingin ikut bergurau bersama kalian, tapi ada sakit yang tak bisa kutahan. Sampai akhirnya aku hanya diam. kukira waktuku habis dihari itu, Listi. Tapi lagi- lagi Tuhan memberiku kesempatan untuk terakhir kalinya memelukmu, dan bergurau lagi bersama kamu dan dua sahabat lainku. Itu adalah salah satu kebahagiaan terbesar yang aku bawa sebelum aku pergi.

Listi, maafkan aku untuk hal ini. Bukan aku bermaksud membohongimu dan juga Rinda maupn Lin. Tapi aku tak ingin kalian khawatir akan diriku. Karena itu aku selalu berusaha terlihat baik-baik saja sekalipun kadang aku terasa sangat rapuh. Tapi kebersamaan dengan kalian adalah salah satu obat untuk mengurangi rasa sakit itu.

Berjanjilah padaku untuk tidak menangis hanya karena kisahmu dan kisahku di dunia sudah berakhir. Aku selalu ada, Listi. Pasti! Berjanjilah untuk tetap tersenyum meskipun tanpa aku.

Aku menyayangimu..sangat menyayangimu*.

Air mata Listi mengalir deras setelah membaca surat itu. Ran begitu kuat. Ran mampu merahasiakan luka yang lebih darinya.

" Ran, maafkan aku yang tak pernah paham akan keadaanmu. Betapa aku terlalu buruk untuk dianggap sebagai seorang sahabat. Kamu bisa menyembunyikan hal yang begitu besar. Sedangkan aku? Aku hanyalah Listi yang begitu lemah dimata semua orang. Dan sesalku.. Kenapa aku baru mengetahuinya sekarang? Kenapa aku tak mencari luka dibalik senyuman itu? Rann...Aku lebih menyayangimu, Ran. Selamat jalan.. Doaku selalu menyertaimu."

...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!