NovelToon NovelToon

Football : King Of Penalty Area

Ch. 01 - Kembali dan Pemandu Bakat

Pagi Pukul 06.30, Kota Yogyakarta, Indonesia.

Seorang anak kecil berusia sekitar 16 tahun sedang duduk termenung di sebuah Taman di Kota Yogyakarta. Dia memandang matahari terbit dengan tatapan kosong, saat ini dia merasa banyak hal konyol yang terjadi padanya.

Namun yang tidak diketahui orang lain adalah anak ini bukan hanya seorang anak lelaki berusia 16 tahun biasa, tetapi seorang pria berusia 31 tahun yang kembali ke masa mudanya. Namanya adalah Raynaldi Indrasta, seorang anak muda yang berkewarganegaraan Indonesia.

Hampir semua hal yang ada di dunia ini dan dunia asalnya sangat mirip\, hanya saja hal-hal yang berhubungan dengan sepak bola dan ekonomi sangat berbeda dari ingatan aslinya. Di dunia ini tidak ada yang namanya B*rc*lona FC maupun R*al M*drid\, melainkan Catalan United dan Madrid Kings. Dan juga perusahaan terkenal di dunia juga memiliki nama yang berbeda dari tempat asalnya.

“Benar-benar konyol, siapa yang berpikir aku akan mengalami hal bodoh seperti yang dibuat dalam novel-novel online itu?” Raynaldi terkekeh saat mengingat apa yang terjadi padanya.

Sebelumnya, Raynaldi Indrasta (31 Tahun) baru saja kehilangan semua harta kekayaannya setelah dia mengalami kebangkrutan karena salah perhitungan dalam grafik pasar bursa saham NASDAQ dan akhirnya mengalami kebangkrutan setelah kehilangan total 25 Juta USD.

Karena mengalami kehilangan yang luar biasa, Raynaldi yang mengalami tekanan berat dan depresi saat itu pergi ke salah satu bar dan menenggelamkan dirinya dalam minuman keras. Setelah minum beberapa botol wishky dan vodka, Raynaldi yang tidak kuat menahan mabuk akhirnya pingsan dan tak sadarkan diri.

Namun siapa yang menyangka saat dirinya bangun, bukannya mendapati dirinya berada di bar melainkan di kamar tidurnya sewaktu muda. Raynaldi masih mengingat kebingungannya saat pertama kali bangun dan melihat semua hal yang sangat familiar untuknya.

Banyak poster dan benda-benda yang berhubungan dengan sepak bola di kamar tidurnya, lagi pula Raynaldi adalah seorang penggemar berat sepak bola sejak muda. Bahkan saat kecil dia sempat berpikir untuk menjadi pemain sepak bola saat dia tahu kemampuan belajarnya yang tidak terlalu baik.

Saat Raynaldi mengecek waktu dan tanggal dia berada sekarang, dia menemukan bahwa dirinya kembali ke 15 tahun yang lalu karena tanggal sekarang adalah 28 Desember 2006. Selain itu dia menemukan bahwa tubuh yang ditempatinya memiliki nama yang sama dengannya bahkan latar belakang dan identitasnya sama persis.

“Sepertinya aku benar-benar kembali ke 15 tahun yang lalu, yang berbeda hanyalah keputusan yang aku dan ibu ku ambil untuk pergi ke jerman atau tidak.” Raynaldi bergumam pelan sambil memikirkan masa lalunya.

. . . .

Waktu berlalu secara perlahan dan Raynaldi menjalani hidupnya seperti anak normal lainnya. Namun, saat bulan Januari 2007, seorang pencari bakat dari Leverkusen, Jerman yang sedang berlibur di kotanya, secara tidak sengaja menemukan bakat Raynaldi dalam sepak bola. Andre Thomas, yang merupakan pencari bakat untuk Leverkusen SC melihat Raynaldi memiliki kemampuan finishing yang luar biasa.

Saat melihat Raynaldi bermain dengan teman-temannya, Andre seolah melihat sosok legenda Italia, Fillipe Nesta yang merupakan pencetak gol terbanyak dalam sejarah tim nasional Italia dengan 68 gol dalam 68 pertandingan.

Namun, yang membuat Fillipe Nesta menjadi istimewa adalah kondisi fisiknya yang biasa-biasa saja, selain itu tekniknya hanya bisa dibilang sedikit diatas standar, dia juga tidak cepat maupun tinggi, tetapi selalu bisa menemukan celah di kotak penalti lawan dan terbebas dari jebakan offside kemudian mencetak gol dengan tingkat konversi yang luar biasa. Fillipe Nesta akhirnya terkenal sebagai orang yang hidup di garis offside dan anomali dalam sepak bola.

Andre tidak tahu apa yang membuatnya melihat bayangan Fillipe dalam Raynaldi, tetapi dia masih mempercayai instingnya sebagai pencari bakat dan akhirnya merekrut Raynaldi untuk mencoba bermain di eropa. Setelah melihat Raynaldi dan teman-temannya selesai bermain sepak bola, Andre langsung menghampiri Raynaldi dengan pemandu dan penerjemahnya lalu menyatakan minatnya untuk mengundang Raynaldi melakukan uji coba di Leverkusen SC.

Raynaldi yang mendengar perkenalan dari Andre merasa agak was-was dan tidak percaya dengan apa yang disampaikan Andre, dia bahkan sempat berpikir kalau Andre adalah seorang penipu yang berniat menculik anak-anak dan kemudian menjual mereka.

Namun sebelum Raynaldi sempat menolak, salah satu temannya yang lebih tua justru berlari kearah Andre dan meminta tanda tangannya. Raynaldi menanyakan tentang siapa Andre, dan kenapa dia meminta tanda tangannya. Temannya pun menjawab, Andre adalah mantan pemain tim nasional Jerman, dan dia sudah pensiun sejak 5 tahun yang lalu.

Akhirnya Raynaldi memutuskan untuk membawa Andre dan penerjemahnya untuk menemui ibunya di rumah. Meski Raynaldi masih merasa kalau Andre mencurigakan tapi dia memutuskan untuk melihat bagaimana tanggapan ibunya terlebih dahulu. Lagi pula sebagai seorang pelajar selain kemampuan bahasanya yang luar biasa, dia hanya biasa-biasa saja di pelajarannya yang lainnya, jadi terkadang dia juga memikirkan untuk menjadikan pemain sepak bola sebagai karir masa depannya.

Selain itu, Raynaldi juga mempercayai penilaian ibunya yang merupakan seorang Psikolog yang sudah bekerja selama lebih dari sepuluh tahun. Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah berukuran sedang dengan eksterior yang sederhana. Raynaldi memimpin untuk membuka pintu dan memasuki rumah.

“Ibu, Lisa, aku pulang dengan tamu!” Raynaldi berteriak setelah masuk ke rumah, sementara Andre dan penerjemahnya mengikuti.

Tak lama berselang, seorang wanita berusia pertengahan 30-an dan seorang gadis kecil berusia 10 tahun masuk ke ruang tamu. Ibu Raynaldi bernama Anita Indrasta dan adik perempuan Raynaldi bernama Lisa Indrasta. Anita terkejut saat melihat ada orang asing yang mengunjungi rumahnya, kemudian dia menatap Raynaldi seolah menanyakan apa yang terjadi.

“Ibu, paman ini bernama Andre Thomas, dia mengaku sebagai seorang pencari bakat dari sebuah klub sepak bola di jerman dan berniat merekrut ku untuk melakukan uji coba di klubnya. Sementara paman yang disebelahnya adalah penerjemah yang disewa Paman Andre.” Raynaldi menjelaskan tujuan Andre dengan singkat.

Anita yang mendengarkan ucapan putranya merasa agak bingung, dia juga sudah melihat bahwa putranya menyukai sepak bola sejak kecil dan sering bermain sepak bola dengan teman-temannya yang beberapa tahun lebih tua darinya. Anita juga tahu kalau Raynaldi sering bermain bersama dengan anak-anak mahasiswa dari kampus yang tak jauh dari rumahnya. Tetapi bermain dengan anak-anak yang lebih tua dan bermain di tim yunior klub prfesional adalah dua hal yang berbeda.

Setelah menenangkan dirinya, Anita akhirnya menatap Andre dan berbicara dalam Bahasa Jerman yang fasih. “Jadi, Tuan Andre. Bagaimana menurut anda tentang kemungkinan anak ku menjadi pemain sepak bola professional?”

Andre yang mendengar betapa fasihnya Anita berbahasa Jerman tertegun sesaat, sebelum menjawab. “Putra anda memiliki bakat yang luar biasa sebagai seorang pencetak gol di area penalti, tentu saja baik itu kemampuan fisik dan tekniknya hanya berada di tingkat rata-rata para pemain yunior di klub kami, tapi mengingat usianya yang baru 16 tahun. Saya merasa bahwa selama dia bisa memperbaiki tekniknya maka dia akan menjadi pemain top di lima liga utama eropa.”

Ch. 02 - Keluarga dan Negosiasi

“Putra anda memiliki bakat yang luar biasa sebagai seorang pencetak gol di area penalti, tentu saja baik itu kemampuan fisik dan tekniknya masih dibawah rata-rata para pemain yunior di klub kami, tapi mengingat usianya yang baru 16 tahun. Saya merasa bahwa selama dia bisa memperbaiki tekniknya maka dia akan menjadi pemain top di lima liga utama eropa.” Ucap Andre.

Anita yang mendengar penuturan Andre merasa agak terkejut, lagi pula dia juga cukup paham tentang liga eropa dan lima liga utama eropa memiliki level yang jauh berbeda dari liga-liga lainnya. Selain itu, Andre juga mengatakan bahwa putranya bisa menjadi pemain top di lima liga utama, selama mau berusaha meningkatkan tekniknya.

“Tuan Andre, jujur saja saya merasa apa yang anda ucapkan agak sedikit berlebihan bagi saya. Meskipun saya tahu bahwa anak saya memang berbakat dalam sepak bola tapi itu tidak sampai pada tingkatan yang anda jelaskan.” Anita yang sudah menenangkan dirinya membalas ucapan Andre.

“Saya tahu, apa yang saya ucapkan memang terdengar konyol untuk anda. Tetapi saya sendiri juga pernah menjadi pemain professional dan saya tahu bahwa bakat yang dimiliki putra anda yang paling utama adalah kemampuannya dalam berlari tanpa bola, kemampuan ini hanya bisa didapat dari permainan yang berulang atau bakat alami yang dimilikinya sejak lahir. Saya merasa putra anda memiliki bakat alami dalam hal ini.” Andre menjelaskan dengan tenang.

Anita yang hanya punya pengetahuan yang terbatas tentang sepak bola professional akhirnya memutuskan untuk percaya pada penjelasan Andre, lagi pula sebagai seorang Psikolog, Anita juga bisa melihat bahwa Andre tidak berbohong. Setelah memikirkan pro dan kontra selama beberapa saat, akhirnya Anita menanyakan pendapat putranya.

“Jadi, bagaimana menurut mu Ray? Jika kau ingin pergi ke Jerman untuk bermain sepak bola, maka ibu akan mendukung mu sepenuh hati.” Anita tersenyum saat meminta pendapat Raynaldi.

“Bu, jujur saja. Saya hanya biasa-biasa saja dalam belajar, juga selain kemampuan saya untuk mempelajari bahasa baru dengan cukup cepat, saya hampir tidak bisa melakukan hal lainnya di bidang akademis. Jadi menurut saya, pergi ke luar negeri untuk bermain sepak bola juga adalah keputusan yang baik.” Raynaldi mengutarakan pendapatnya.

Anita tahu bahwa putranya cukup cerdas, tetapi karena pandangan orang-orang saat ini yang melihat kepintaran dan kecerdasan seseorang hanya dari nilai raport yang dimiliki membuat Raynaldi merasa agak rendah diri. Hal ini juga yang membuatnya membiarkan Raynaldi bermain sepak bola setiap pulang sekolah, karena itu bisa membuatnya melupakan rasa rendah diri karena nilainya yang pas-pasan di sekolah.

“Kalau memang kau sudah memutuskannya seperti itu, maka ibu akan mendukung mu sepenuh hati. Tapi ibu juga memiliki pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan disini, jadi ibu akan menghubungi sepupu ibu di Jerman untuk menjadi wali mu untuk sementara waktu.” Jawab Anita sambil tersenyum.

“Baik, bu. Terimakasih.” Raynaldi merasa sangat bahagia saat dia berpikir bisa menjadi bintang sepak bola di masa depan.

“Baiklah, Tuan Andre. Sepertinya putra saya juga memiliki keinginan untuk bermain sepak bola di eropa, jadi saya juga akan mendukungnya.” Anita kembali berbicara pada Andre dalam Bahasa Jerman.

“Sekarang mari kita bahas tentang akomodasi yang akan diberikan pihak klub anda untuk putra saya, jujur saja saya hanya berharap bahwa kehidupan putra saya disana akan tercukupi dan juga untuk biaya transportasi dan kebutuhan lain untuk perjalanan dari Indonesia ke Jerman dan juga sebaliknya jika putra saya gagal dalam uji coba, saya juga ingin pihak klub anda bertanggung jawab untuk mengirimnya pulang kembali.” Anita menyatakan kondisinya pada Andre.

Andre yang mendengar permintaan dari Anita, merasa permintaannya cukup masuk akal dan tidak berlebihan. Akhirnya atas nama klub Andre menyetujui secara lisan permintaan Anita dan kemudian akan menyampaikannya pada pihak klub, lalu menunggu jawaban dari bagian departemen pelatihan pemuda klub.

Setelah menyelesaikan negosiasi dan mencapai kesepakatan dengan pihak klub melalui telpon, pihak klub mengirimkan email tentang kontrak pemuda dan akomodasinya dalam tiga bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Jerman dengan masing-masing satu salinan.

Anita memeriksa semua dokumen kontrak dengan teliti dan setelah memastikan bahwa tidak ada masalah dalam dokumen kontrak, akhirnya Anita menandatangani dokumen kontrak atas nama wali dari Raynaldi. Kemudian secara resmi Raynaldi akan menjadi bagian dari tim yunior Leverkusen SC setelah lolos dari uji coba perekrutan klub.

Andre yang akhirnya berhasil mendapatkan kontrak Raynaldi merasa sangat senang, lagi pula sebagai orang yang pernah bermain di klub yang sama dengan Fillipe Nesta dia benar-benar merasa bahwa Raynaldi sangat mirip dengannya. Penemuan pemain ini juga akan membuat klub memiliki penyerang masa depan mengingat penyerang utama klub sekarang sudah berusia lebih dari 30 tahun.

Setelah semua prosedur diselesaikan, akhirnya Andre dan penerjemahnya meninggalkan Rumah Raynaldi setelah berpamitan dengan Raynaldi dan keluarganya. Sementara itu, Raynaldi yang melihat Andre meninggalkan rumahnya merasa bersemangat dengan masa depannya.

Seminggu kemudian, Anita dan Raynaldi disibukan untuk mengurus keperluan Raynaldi untuk menetap di luar negeri. Anita membantu mengurus Pasport dan Visa Pelajar bagi Raynaldi dan juga menghubungi sepupu jauhnya yang sekarang menetap di Jerman. Selain itu, Anita juga menyiapkan Pasport dan Visa Liburan untuk dirinya dan putrinya Lisa, setelah memutuskan untuk menemani putranya agar lebih mudah beradaptasi di luar negeri.

Setelah semua persyaratan untuk pergi ke luar negeri selesai, Anita langsung menghubungi Andre untuk menentukan waktu keberangkatan mereka ke Jerman. Setelah beberapa saat berkomunikasi, akhirnya diputuskan bahwa mereka akan berangkat ke Jerman, tanggal 15 Februari 2007. Selain itu, pihak Leverkusen SC juga berniat membayar tiket pesawat untuk Anita dan putrinya sebagai tanda ketulusan klub untuk Raynaldi.

. . . .

15 Februari 2007, Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia. Anita, Raynaldi, Lisa dan Andre bertemu di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.

“Bagaimana perasaan mu Ray? Apakah kau bersemangat untuk pergi keluar negeri?” Andre berbicara dalam Bahasa Inggris yang cukup fasih.

“Sebenarnya saya, merasa agak gugup Tuan Andre.” Raynaldi menjawab dengan Bahasa Inggris yang juga cukup fasih.

“Tidak perlu gugup, bagaimana pun juga ini pertama kalinya kau pergi ke tempat yang jauh... hahaha...” Andre menenangkan Raynaldi sambil tertawa.

“Iya, Ray. Kau hanya perlu menikmati pengalaman pertama mu terbang ke luar negeri dengan pesawat.” Anita juga menenangkan Raynaldi yang terlihat gugup.

Raynaldi hanya mengangguk mendengarkan nasehat mereka, tapi dia masih merasa gugup karena ini kali pertama dia pergi ke tempat yang begitu jauh. Saat Raynaldi merasa gugup, adiknya Lisa menarik kaosnya sambil menatapnya dengan mata yang polos.

“Ada apa Lisa? Apa kau mau mengatakan sesuatu pada kakak?” Raynaldi menunduk dan membuat tingginya sejajar dengan Lisa.

“Kakak tidak perlu gugup, karena Lisa akan menemani kakak juga.” Ucap Lisa sambil meletakan kedua tangannya di pinggul dan memasang wajah bangga yang malah terlihat sangat lucu.

Anita, Raynaldi, dan Andre tertawa lepas saat melihat tingkah lucunya.

Ch. 03 - Jerman dan Uji Coba

20 Februari 2007, Koln, Jerman.

Sudah sekitar tiga hari sejak Raynaldi dan keluarganya datang ke Jerman. Saat ini mereka menetap di rumah sepupu jauh Anita yang merupakan keturunan Indonesia-Jerman bernama Leona Schmidt. Ibu dari Leona adalah adik bungsu dari kakek Raynaldi, jadi mereka masih bisa dibilang kerabat sedarah.

“Anita, ini benar-benar mengejutkan ku. Aku tidak menyangka kalau keponakan kecil ku bisa menarik pencari bakat Leverkusen SC.” Leona memiliki sifat yang riang mengingat usianya baru 22 tahun.

“Sebenarnya aku juga tak mengira akan ada kejadian seperti ini. Jujur saja aku masih merasa aneh saat mendeengar evaluasi mereka tentang kemampuan Ray.” Anita menggelengkan kepalanya saat mengingat hari itu.

“Iya, lagi pula siapa yang akan berpikir seorang pencari bakat yang sedang berlibur malah menemukan seorang anak yang menurutnya berbakat dalam sepak bola.” Leona mengangguk pelan.

Beberapa saat kemudian terdengar pintu terbuka, dan seorang anak lelaki dengan pakaian kotor sambil memegang bola sepak memasuki ruang makan. “Selamat pagi, bu, Bibi Leona.” Anak itu tak lain adalah Raynaldi.

“Bocah kecil, apa kau panggil aku tadi? Sudah ku bilang untuk memanggil ku Kakak Leona!” Leona pura-pura marah dan mulai menarik pipi Raynaldi.

“M-m-maaf, bi- ah- maksyud kuu Kaaak Leeonuaa.” Raynaldi yang pipinya dimainkan Leona menjawab dengan tidak jelas.

“Hm... hm... baguslah kalau kau tau...” Leona mendengus dan tersenyum bangga.

“Haish... kalian berdua ini...” Anita menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah mereka berdua.

“Ray, bukankah kau akan ada uji coba besok? Sebaiknya kau beristirahat dengan baik hari ini, dan jangan terlalu banyak bermain sepak bola.” Anita menasihati Ray.

“Baik, bu. Aku akan pergi mandi dulu.” Raynaldi bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang penuh debu dan keringat..

. . . . .

21 Februari 2007, Haberland Stadion, Leverkusen, Jerman.

Raynaldi dan keluarga berangkat dari Koln yang berjarak sekitar 15 km dari Leverkusen. Jarak ini tidak terlalu jauh dan mengingat lalu lintas jerman yang agak lenggang perjalanan hanya membutuhkan waktu kurang dari setengah jam.

Saat ini Raynaldi sedang berada di stadion pemuda milik Leverkusen SC, Haberland Stadion. Di dekatnya juga ada tiga orang lain yang akan mengikuti uji coba untuk bergabung dengan tim yunior Leverkusen SC.

Tak lama berselang, Andre Thomas masuk ke dalam stadion bersama dengan dua orang lainnya. “Semuanya, perkenalkan nama saya Andre Thomas, Kepala Pencari Bakat Leverkusen SC. Dan yang bersama saya adalah Timo Mayer dan Tony Wener yang masing-masing adalah pelatih kepala dan asisten pelatih dari tim yunior Leverkusen SC.” Andre memperkenalkan dirinya dan dua orang lainnya.

“Sekarang, kalian akan mengikuti seleksi tim yunior Leverkusen SC. Masing-masing dari kalian akan dimasukan ke dalam tim yunior sesuai dengan posisi kalian masing-masing, lagu tim yunior akan dibagi menjadi dua sisi, yaitu tim merah dan tim hitam. Saya harap kalian bisa menunjukan kemampuan terbaik kalian disini.” Andre menjelaskan uji coba secara ringkas.

Setelah itu ada 18 anak-anak lain yang memasuki stadion dengan seragam Leverkusen SC, mereka tak lain adalah anggota Leverkusen SC Youth yang berlaga di Kejuaran Pemuda Jerman. Setelah beberapa saat penjelasan akhirnya tim dibagi menjadi dua sesuai dengan arahan Timo Mayer dan Tony Wener.

Raynaldi dan seorang anak kulit hitam, bernama Victor Ogbona bergabung dengan Tim Hitam. Sebelumnya Raynaldi sudah mengenal ketiga orang yang mengikuti uji coba bersamanya dan Victor adalah seorang seorang Gelandang Bertahan dengan kewarganegaraan ganda Republik Demokratik Kongo dan Jerman. Sementara Raynaldi sendiri diposisikan sebagai Penyerang Tengah sesuai dengan permintaan Andre.

Sebenarnya Tim Hitam yang dibela Raynaldi, sebagian besar anggotanya adalah penghuni bangku cadangan Leverkusen SC Youth jadi bisa dibilang komposisi pemain Tim Hitam lebih lemah daripada Tim Merah. Namun mengingat ini hanyalah tim pemuda, jaraknya pasti tidak terlalu banyak.

Setelah mengatur posisi dan strategi permainan untuk masing-masing tim, Andre yang menjadi wasit dalam pertandingan uji coba ini meniup peluit tanda dimulainya pertandingan uji coba Leverkusen SC Youth.

Raynaldi menendang bola kick-off kemudian mulai bergerak ke depan. Tim Hitam dengan tenang memainkan ritme bola seperti yang diminta pelatih, bola bergerak ke depan secara perlahan dengan kontrol dan umpan yang baik dari gelandang Tim Hitam. Setelah bola berkeliaran di lini tengah selama beberapa menit, Victor Ogbona yang melihat posisi berlari Raynaldi mengirim umpan terobosan ke kotak penalti Tim Merah.

Raynaldi melihat bola datang ke arahnya, menghentikan bola dengan satu sentuhan kaki kirinya lalu menggesernya ke kanan dengan pelan dan melewati bek terakhir Tim Merah. Tanpa ragu Raynaldi berlari ke kotak penalti dan berhadapan satu lawan satu dengan kiper Tim Merah.

Setelah melihat posisi gawang sebentar, Raynaldi menendang bola dengan tenang ke sudut jauh gawang. Kiper Tim Merah mencoba meraih bola tapi sayangnya dia terlambat satu Langkah, dan bola dengan pelan menggelinding masuk ke dalam gawang.

Raynaldi yang melihat bola masuk ke gawang langsung melompat dan berteriak bahagia. “Goooaal” Raynaldi berlari ke sudut lapangan sebelum dijatuhkan rekan satu timnya.

“Gol yang hebat Ray.” Victor Ogbona memberi selamat pada Raynaldi sembari tersenyum dan memperlihatkan gigi putihnya yang sangat kontras dengan warna kulitnya.

“Terimakasih Victor. Umpan mu juga luar biasa.” Raynaldi merangkul teman satu timnya sambil merayakan gol mereka.

Setelah perayaan Tim Hitam selesai, pertandingan dilanjutkan dengan kick-off dari Tim Merah. Kali ini giliran Tim Merah yang menguasai bola, mereka menggunakan umpan-umpan pendek untuk mengacaukan pertahanan Tim Hitam. Tak perlu menunggu lama, bola berhasil mencapai kotak penalti Tim Hitam, namun sayangnya penyerang Tim Merah terlalu terburu-buru dan tendangannya melambung tinggi diatas mistar gawang.

Setelah itu tidak ada peluang yang muncul, baik dari Tim Hitam maupun Tim Merah dan pertandingan babak pertama berakhir dengan keunggulan sementara Tim Hitam 1-0.

“Andre, orang yang kau bawa kali ini cukup menarik. Meskipun, kemampuan teknis dan fisiknya tidak terlalu menonjol tetapi kemampuannya untuk mengonversi peluang menjadi gol benar-benar luar biasa.” Timo Mayer mengomentari penampilan Raynaldi.

“Timo, bukankah aku sudah mengatakannya sebelumnya? Dia mengingatkan ku pada Fillipe.” Andre menjawab komentar Timo Mayer dengan bangga.

“Yah, awalnya aku tak percaya saat kau mengatakannya. Lagi pula sebagai pensiunan pemain sepak bola dan seorang pelatih, aku tahu kalau seseorang seperti Fillipe Nesta adalah anomali di dunia sepak bola.” Timo Mayer menghela nafas pelan.

“Aku tahu bagaimana perasaan mu, lagi pula Fillipe selalu terlihat biasa-biasa saja diluar pertandingan resmi. Dia tidak punya keunggulan dalam hal apa pun selain kemampuannya menembak dan mencetak gol.” Andre yang pernah bermain di klub yang sama dengan Fillipe Nesta.

“Baiklah, sudah cukup nostalgianya. Mari kita lanjutkan pertandingan uji coba ini.” Tony Wener menghentikan percakapan mereka berdua dan mengingatkan untuk melanjutkan pertandingan uji coba.

Timo dan Andre akhirnya hanya tertawa kecil dan memanggil para pemain untuk melanjutkan pertandingan uji coba.

Saat babak kedua baru saja mulai, Raynaldi kembali mendapatkan kesempatan di kotak penalti. Dia dengan tenang mengecoh bek tengah lawan dan membuka ruang disebelah kanan kotak penalti, lalu menendang bola dengan keras.

Kiper Tim Merah yang tidak siap dengan tendangan Raynaldi terlambat beraksi dan gagal menghentikan tembakannya. Skor akhirnya berubah 2-0 untuk keunggulan Tim Hitam, pertandingan dilanjutkan dengan saling serang antar kedua tim, tetapi skor akhir tetap tidak berubah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!