"Saya terima nikah dan kawinnya Jessica Evelin binti Hermanto dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai." ucap mempelai pria mantap dengan satu tarikan napas.
"Bagaimana para saksi, Sah?" tanya Pak Penghulu yang duduk tepat disamping ayah mempelai wanita.
"Sah" Semua yang hadir dalam ruang tersebut menjawab serentak.
"Alhamdulillah" Pak Penghulu pun mengucapkan doa syukur.
Seiring terucapnya kata sah dari para saksi, seorang gadis yang ikut mengambil bagian dalam acara pernikahan tersebut meneteskan air mata. Hatinya terasa begitu sakit, ia menatap sendu pada pria yang baru saja sah menjadi milik orang lain itu.
Meski ia tahu hal ini akan terjadi dan meski ia juga sadar kehadirannya tidak dianggap sama sekali, tetapi sebagai wanita normal yang berstatus istri sah, ia tidak rela jika harus berbagi suami dengan wanita lain.
Gadis itu menyangka air matanya, walau hatinya terluka, ia harus tetap terlihat kuat dan tegar. Ingin mengadu, tetapi pada siapa? Kembali tersenyum dan tampil seolah tidak terjadi apa-apa, hanya itu yang bisa ia lakukan.
Semua rasa sakit yang ia alami belum seberapa dibandingkan dengan kehidupan keras yang dijalani sebelumnya, ia akan tetap bertahan demi orang yang ia sayangi.
"Kamu harus kuat Vio, ini lebih baik dari pada kamu harus pontang panting di jalanan dan mengorek sampah setiap hari." batin si gadis, berusaha menguatkan dirinya.
Viona Anandita, gadis cantik berusia dua puluh satu tahun. Enam bulan lalu, Viona terpaksa menikah dengan seorang lelaki yang sama sekali belum ia kenal. Keadaan sang nenek yang mengidap penyakit gagal ginjal, membuat Viona tak punya pilihan lain untuk tidak menerima tawaran pernikahan tersebut.
Ditambah lagi, janji pemberian fasilitas untuk sang nenek yang sangat menjanjikan. Viona tidak berpikir panjang lagi, asal sang nenek bisa cuci darah tiap minggu, asal sang nenek bisa dapat tempat tinggal yang layak dan yang paling penting adalah asal sang nenek sembuh, Viona rela melakukan apapun karena Nenek Utari adalah keluar satu-satunya yang Vio punyai saat ini.
Enam bulan hidup dibawa atap yang sama, sekali pun Viona tidak pernah ditatap ataupun berbicara langsung dengan pria yang telah sah menjadi suaminya itu. Meski demikian, tak bisa dipungkiri, diam-diam Viona telah menyimpan rasa pada suaminya.
Pria yang ia kenal bernama Alex, berperawakan tinggi, bertubuh atletis. Memiliki alis mata tebal, hidung yang mancung dan sedikit bulu-bulu halus yang melekat pada rahang tirusnya membuat wajah pria itu terlihat sangat sempurna.
Dimata kaum hawa, Alex merupakan makhluk ciptaan Tuhan paling seksi. Sebagai wanita normal, tentu Viona juga tertarik dengan ketampanannya, apalagi status mereka adalah suami istri. Namun, Viona cukup tahu diri, gadis itu memilih mengubur perasaannya dalam-dalam.
*******
Semua acara telah usai, para tamu undangan satu persatu mulai berpamitan pulang. Bukan tamu, lebih tepatnya kerabat dekat kedua mempelai, karena pernikahan mereka diadakan secara tertutup.
Kini tinggalah keluarga inti yang masih berbincang ria di ruangan tengah. Rona bahagia terpancar jelas dari wajah mereka, rupanya semua keluarga menyambut hangat akan pernikahan kedua Alex.
Viona duduk termenung di tepi kolam renang, kursi santai yang terbuat dari anyaman rotan itu seakan menjadi saksi bisu kepahitan yang ia rasakan saat ini, matanya menatap sendu pada mereka semua. Meski hatinya cemburu, tapi ia turut senang melihat kehangatan keluarga itu. Viona semakin sadar diri, tidak ada tempat untuk dirinya di rumah mewah itu.
"Nak, kau baik-baik saja?"
Viona terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Gadis itu tersenyum kecil sambil mengangguk, memberi isyarat bahwa dirinya baik-baik saja.
Kakek Volcan mendekat, lalu mendudukan pantatnya disamping Viona. Kakek Volcan menepuk pelan bahu Viona, hatinya terasa hancur mengapa gadis itu masih saja berpura-pura kuat di hadapannya. Pria tua itu merasa telah gagal, awalnya ia pikir, waktu enam bulan cukuplah untuk Viona menaklukan hati Alex. Tetapi kakek salah, cucunya sangat keras kepala. Bahkan Alex tidak pernah menganggap Vio ada.
Kakek akan menyetujui hubunganmu dengan wanitamu, tapi setelah enam bulan pernikahanmu dan Viona. Kakek tua mengingat ucapanya pada Alex saat itu. Pria tua itu semakin merasa bersalah, niat awal ingin melihat Viona bahagia, mala membawa gadis dalam kehancuran.
"Maafkan kakek" kakek tua tak dapat lagi membendung air matanya, tetesan buliran bening pun jatuh membasahi wajahnya yang semakin keriput.
"Kenapa Kakek minta maaf? Vio tidak apa-apa, Kek. Vio baik-baik saja, bukankah semua ini sudah seharusnya terjadi?" Viona menggenggam erat tangan sang kakek.
"Jangan menangis Kek, nanti Vio juga ikutan nangis" ucap Vio sambil tersenyum, matanya mulai berkaca-kaca.
"Menangislah, Nak. Dengan menangis kamu akan merasa lebih baik"
Mendengar ucapan kakek, Viona tak mampu lagi menahan diri. Ditamba elusan lembut dari sang kakek di kepalanya. Seketika Viona menumpahkan segala kesedihannya, gadis itu menangis sesenggukan dalam pelukan sang kakek. Meski baru enam bulan menikah, meski Alex tidak pernah menatap dirinya. Viona telah menaruh hati begitu dalam, sakit rasanya. Bahkan lebih sakit dari kehidupan keras yang ia jalani sebelumnya.
Viona mengendurkan pelukannya ketika menyadari aksinya dan kakek tua menjadi pusat perhatian orang-orang yang sedang mengobrol di ruang tengah, Viona cepat-cepat melepas pelukannya dan mengajak sang kakek ke dalam kamar.
"Ayo, Kek. Sudah waktunya Kakek istirahat" ucap Vio dan langsung menuntun kakek menuju kamar.
"Lihatlah perempuan murahan itu, bahkan sekarang dia berani terang-terangan menggoda kakek di depan kita" ucap Nyonya Veronika yang tak lain adalah ibunda Alex.
"Entah pelet apa yang dia gunakan, sampai papa menurut seperti itu sama dia" sambung Tuan Lukas yang diketahui adalah ayah tiri Alex.
"Sudah, Mah. Tidak perlu mengurusnya." Alex berusaha menenangkan ibunya.
"Benar kata Alex, Mah. Nggak usah pikirkan dia, sebaiknya Mama, Papa sama Aluna juga istirahat sekarang" timpa Jessica dengan penuh kelembutan, wanita itu mulai menjalankan perannya sebagai menantu yang baik.
"Baiklah, mama sama Papa akan istirahat sekarang. Bersenang-senanglah pengantin baru, Mama tidak sabar menunggu kabar baik." Usai menggoda anak dan menantunya, Nyonya Veronika langsung mengajak Aluna dan suaminya ke kamar.
Tuduhan-tuduhan seperti itulah yang sering didengar oleh Viona, bahkan terkadang Nyonya Veronika berbicara terang-terangan saat Viona sedang tidak bersama Kakek Volcan.
****
Winston Alexander Emeraldi, pria tampan berusia tiga puluh empat tahun. Terlahir sebagai anak miliarder membuat Winston tidak tersentuh oleh siapapun, bertumbuh dalam pengawasan ketat, disiplin dalam segala hal. Wiston terbentuk menjadi kepribadian yang ambisius tapi penurut. Namun, semuanya berubah ketika Winston mengenal sosok Jessica, pria itu menjadi pembangkang dan suka menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak jelas.
Inilah alasannya mengapa sang kakek menatang keras hubungannya dengan Jessica. Menurut kaca mata kakek, wanita itu hanya akan membawa pengaruh buruk pada cucunya.
.
.
.
Happy reading Guys.😍😍
Hari berganti hari, kini seminggu sudah Viona hidup seatap dengan madunya. Viona menjalankan tugasnya seperti biasa, merawat dan menemani kakek setiap saat. Beberapa kali, Viona tidak sengaja melihat Alex sedang bercumbu mesra dengan Jessica istri barunya, bahkan Alex memperlakukan wanita itu bak seorang putri raja.
Sakit? Tentu saja sangat sakit, bahkan hancur berkeping-keping hatinya. Apa istimewa Jessica? Apa perbedaan dirinya dengan wanita itu? Bukankah mereka sama-sama perempuan? Lalu mengapa Alex tidak bisa bersikap baik padanya walau hanya dikit saja?
Pagi ini, seperti biasa, semua keluarga berkumpul dimeja makan.
"Eehh, penganti baru, makin mesra aja" ucap Nyonya Veronika ketika melihat Alex dan Jessica bergandengan tangan menuruni anak tangga.
"Makin lengket, kek prangko nggak bisa lepas." timpa Aluna, anak perempuan Veronika dari pernikahan keduanya.
Aluna terkekeh kecil menampakan seluruh giginya ketika mendapatkan tatapan dingin dari Alex kakaknya.
"Pagi, Mah, Pah, Lun" sapa Jessica. Wanita itu menarik kursi dan mempersilakan Alex duduk.
"Pagi sayang" sahut Nyonya Veronika ramah, sementara Aluna dan papanya hanya memberi senyuman kecil.
"Makan yang banyak sayang, ini semua makanan sehat. Mama sendiri loh yang pilihin sayurannya" Wanita paruh baya itu mengambil beberapa sayuran dan lauk untuk menantunya.
"Makasih, Mah" Jessica tersenyum manis menyambut kebaikan mertuanya.
"Lex, Mama harap kalian tidak menunda untuk punya anak"
Uhuukkk uhukkkk, Jessica tersendat air yang baru saja ia teguk.
"Pelan-pelan minumnya" ucap Alex, tangannya menyapu-nyapu punggung Jessica yang masih terbatuk-batuk. Entah malu atau apa? Jessica langsung tersedak saat mendengar ucapan mama mertuanya.
"Aku nggak apa-apa, Lex. Aku ke belakang sebentar, ya."
"Mau ditemani?"
"Nggak usah sayang, aku bisa sendiri" sahut Jessica sambil memegang pundak Alex agar suaminya itu tidak khawatir. "Mah, Jessica ke belakang bentar ya."
Nyonya Veronika mengangguk sambil tersenyum, melihat kemesraan Alex dan Jessica, ditambah menantunya begitu ramah dan lembut saat berbicara. Nyonya Veronika semakin yakin Alex akan hidup bahagia kedepannya.
"Papahku mana?" tanya Veronika, ketika melihat Viona berjalan seorang diri kemeja makan.
"Kakek lagi tidak enak badan, kakek minta sarapan di kamar" sahut Viona sopan.
"Apa yang sudah kau lakukan sampai papaku bisa sakit, ha?" Veronika tampak tak terima dengan jawaban Viona.
"Maaf, Mah. Tapi Vio tidak melakukan apa-apa."
"Hentikan dramamu, cepat bawakan makan untuk papaku" bentak Veronika dengan nada sedikit meninggi.
"Iya, Mah" Viona langsung mengambil nasi dan lauk untuk Kakek Volcan.
Sementara yang lainnya melanjutkan makan, seolah tidak terjadi apa-apa. termasuk Alex.
****************
*Kamar Kakek Volcan*
"Bagaimana keadaan, kakek?"
Viona terperanjat, dirinya yang baru saja selesai menyuapi kakek dan hendak keluar untuk menaruh pikir bekas makan kakek, terkejut saat melihat Alex telah berdiri di depan pintu.
Sesaat pandangan kedua makhluk yang telah sah tapi belum pernah bersentuhan itu terkunci. Jantung Viona berdetak kencang seakan ingin melompat keluar, ini pertama kalinya ia berdiri dalam jarak yang dekat dengan Alex dan ini juga pertama kalinya ia beradu panda dengan Alex.
"Maaf" Viona merasa malu saat menyadari perbuatannya, gadis itu segera menundukan kepala lalu cepat-cepat pergi tanpa berucap apapun.
Alex sedikit bingung melihat tingkah Viona, Ada apa dengannya? Alex menaikan sebelah Alisnya.
"Kakek," Alex melangkah masuk dan mendekat keranjang kakek. "Gimana keadaan Kakek?" tanya Alex. Tangannya terulur menggenggam jemari keriput sang kakek yang telah habis dimakan usia.
"Seperti yang kamu lihat, Nak. Kakek baik-baik saja" kakek tua berusaha membenarkan posisinya sontak Alex langsung membantunya.
"Katakan, apa yang kakek inginkan?"
"Keinginan kakek satu-satu hanya mau melihat kamu bahagia, Lex" Kekek menatap cucunya lekat. "Seminggu terakhir, kakek perhatikan kamu sudah sangat bahagia dengan pernikahan keduamu"
Alex terdiam, mencerna setiap ucapan sang kakek.
"Jika kamu sudah yakin dengan pilihanmu, kakek ikut bahagia. Kakek tidak punya alasan untuk tidak merestuimu, semoga kamu bahagia selalu"
Alex tersyum senang mendengar ucapkan kakek, restu dari kakek adalah kabar bahagia yang ingin didengar oleh Jessica, dalam hatinya, Alex sudah tak sabar ingin menyampaikan kabar gembira itu pada istrinya.
"Kakek sudah sangat lelah, Lex. Biarkan kakek istirahat" Kakek tua mulai membenah diri untuk tidur.
"Baiklah, Alex tinggal ya, Kek. Sore nanti Dokter Irwan akan kesini untuk periksa Kakek" ucap Alex sambil membenarkan selimut kakek.
"Alex!"
Panggilan kakek menghentikan langkah Alex yang hendak keluar. Pria itu berbalik dan kembali menatap sang kakek.
"Iyah, Kek."
"Berjanjilah satu hal pada kakek untuk yang terakhir kalinya"
"Kekek bicara apa? Katakan! Apapun keinginan Kekek, Alex janji akan turuti semuanya" Alex kembali menggenggam tangan Kakek Volcan.
"Berjanjilah untuk tidak mengusir Vio dari sini walau kakek telah tiada, ada nyawa yang sedang gadis itu perjuangkan.
Alex mengangguk pelan sambil mencerna ucapan sang kakek. Ada nyawa yang sedang diperjuangkan? Mungkinkah selama ini Alex beserta semua orang rumahnya telah salah menilai Viona?
.
.
.
Happy reading Guys😍😍
jangan lupa dukungannya, Like dan komen. thank you🥰
...Gedung Emerald Group...
Di dalam ruangan kerjanya, Alex tampak terganggu dengan ucapan sang kakek pagi tadi. Apa maksud dari ucapan kakek tentang 'gadis itu tak bersalah?' Selama ini, yang Alex tau Viona adalah gadis liar yang memanfaatkan kakeknya hanya untuk mendapatkan uang.
Sejak awal sang kakek memintanya menikahi Viona, Alex telah mencari tahu tentang identitas Viona, tapi tidak ada satu pun informasi yang ia dapatkan. Alex semakin yakin, Viona adalah salah satu pemain kelas kakap alias pemain senior yang telah ahli dalam menyembunyikan identitasnya.
Alex melupakan satu kenyataan pasti bahwa, sang kakek adalah Tuan Volcan Emeraldi, orang yang lebih berpengaruh pada masanya. Perkara menyembunyikan identitas seseorang kakek lah senior sesungguhnya.
"David? Keruanganku sekarang." ucap Alex, dari sebuah telepon kabel di atas meja kerjanya.
Tak butuh waktu lama, pria yang bernama David itu pun tiba.
"Bagaimana pencarianmu?" tanya Alex.
"Sorry, Boss. Sampai saat ini, orang-orang saya belum mendapatkan info apapun" sahut David.
"Cihhh, urusan kecil begini saja kau tidak becus. Apa perlu saya yang harus turun tangan ?"
"Maaf." Hanya kata maaf yang bisa pria itu ucapkan, David hafal betul karakter atasannya, jika sudah ada kata-kata seperti itu keluar artinya Alex telah berada dipuncak kesabarannya.
"Kosongkan semua jadwal sore nanti, kakek sedang sakit, saya akan pulang lebih cepat." ucap Alex. Entah kenapa? Firasatnya tidak enak sejak melihat kakek pagi tadi.
"Baik, Boss." David berpamitan keluar, ia menyadari suasana hati bosnya yang sedang tak baik.
****************
"Vid, lebih cepat lagi" ucap Alex dengan nada gelisa. Sebelumnya Alex berencana akan pulang jam tiga sore nanti, namun siapa sangka, lima menit yang lalu, ia baru saja mendapat kabar dari orang rumah bahwa keadaan kakek semakin memburuk.
Davin menoleh sejenak pada Alex yang duduk disampingnya lalu kembali fokus pada kemudi, David berusaha menerobos macet, beberapa kali ia menyalakan klakson agar pengendara lain memberi mereka jalan.
David bisa merasakan kegelisahan bosnya, Alex pasti ingin berada didekat kakeknya saat-saat terakhir seperti ini.
Ciiittttt.
Angin menghembus dan berlalu begitu saja.
Sedan hitam milik Alex telah terparkir sempurna di depan mansionnya. Pria itu terburu-buru turun dan melangkah cepat menuju kamar sang kakek.
Semua keluarga telah berkumpul disana, tampak jelas raut sedih dan gelisah diwajah mereka. Terutama Nyonya Veronika. Wanita tua itu menggenggam erat tangan sang papa.
"Kakekmu, Lex" ucap Nyonya Veronika saat Alex mendekat keranjang kakek, ia menangis sesenggukan dalam pelukan putranya.
Alex menarik napas dalam-dalam berusaha menetralkan perasaannya, apapun yang terjadi, dirinya tidak boleh terlihat lemah. Alex mengelus lembut pundak mamanya.
"Gimana keadaan, Kakek?" tanya Alex pada Dokter Irwan.
"Maafin gua, Lex." sahut Dokter Irwan sambil menggeleng pelan seolah memberi tanda, kakek sudah tidak ada harapan lagi.
Alex terdiam, ia paham maksud dari jawaban Dokter Irwan. Pria itu menatap ke atas dengan kedua mata terpejam. Alex membuang nafas kasar berusaha mengeluarkan sesak di dadanya, rasanya Alex belum siap kehilangan sosok ayah untuk yang kedua kalinya. Namun, takdir berkata lain. Alex harus mengikhlaskan sang kakek.
Alex melangkah maju dan duduk disisi ranjang kakek, seketika pertahanannya runtuh saat menatap wajah keriput sang kakek sudah tak bernyawa lagi.
"Maafkan Alex, Kek" Tubuh pria itu bergetar sambil mencium tangan sang kakek.
Disisi lain, Viona tak kalah sedihnya atas kepergian Kakek Volcan, ingin sekali Viona mendekat, memeluk, mencium tangan dan mengucap kata-kata terakhirnya.
Namun, gadis itu tak punya kuasa. jangankan mendekat, menangis pun harus bersembunyi. Untunglah saat disaat-saat terakhit Nyonya Veronika yang menemani sang papa, jika Viona yang bersama kakek saat itu, mungkin saja gadis itu akan langsung jeblos ke dalam penjara karena dituduh telah membunuh Kakek Volcan.
Andai Viona tahu kakek akan pergi hari ini, Viona akan menemani kakek sepanjang hari. Gadis merasa menyesal karena tidak berada didekat sang kakek saat-saat terakhirnya.
"Tidak perlu sedih berlebihan, dia bukan kakekmu" ucap Jessica dengan suara pelan tepat ditelinga Viona. Rupanya wanita itu memperhatikan Viona sejak tadi.
"Apa maksud kamu berkata begitu? Tidak bisakah kamu bersimpati sedikit saja disaat seperti ini?" tanya Viona dengan wajah penuh air mata, ia merasa Jessica sungguh tak masuk akal.
"Menangislah sepuasmu karena sebentar lagi kamu akan ditendang dari rumah ini. Pembelamu sudah me-ning-gal." Jessica sengaja mengeja kata meninggal agar lebih jelas ditelinga Viona.
Viona menggeleng tak percaya, wanita berkelas seperti Jessica benar-benar minim empati untuk orang sekitarnya, apa mungkin semua urat rasa wanita itu telah mati?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!