Gedung perusahan ABA Corp.
Di lantai sembilan, di sebuah ruangan rapat yang pintu ganda nya terbuka salah satu. Terdengar orang berteriak dan membentak dari ruang rapat tersebut. Bahkan terlihat juga peserta rapat yang jumlahnya lima orang terlihat menunduk ketakutan karena telah melakukan kesalahan.
"Kemarin kalian minta waktu tambahan satu minggu dan ini hasil yang kalian tunjukkan pada saya. Hah."
SRAAKKK
Sebuah proposal dilempar begitu saja oleh seorang pria dewasa matang yang berstatus duda. Pria yang memiliki wajah tampan dan tatapan setajam elang. Rahang yang mengeras sampai otot di sekitar leher begitu nampak jelas terlihat menonjol.
Rendy
Dialah Rendy Yudha Pratama. Seorang duda beranak satu, mantan suami dari mendiang Mutia Amalia Azmi. Dia menyandang status duda itu sudah ada lima tahun, namun tak ada satupun yang berani mendekati pria tampan dan dingin itu. Bahkan lelaki itu sekarang semakin kaku daripada yang dulu. Namun, pesona yang dimiliki sang duda itu semakin hari semakin membuat para wanita menjerit walah hanya melihatnya. Bahkan mereka sampai menggigit bibir mereka saat melihat sikap hangatnya saat bersama sang anak. Berbeda jauh kalau sudah berhadapan dengan pekerjaan dan orang lain.
Tak hanya anak kandung yang bernama Candra Bayu Pratama yang berusia lima tahun. Rendy juga memiliki seorang anak angkat yang masih menempuh pendidikan di pondok pesantren. Dia adalah Rafandra Aditya Pratama yang kini berusia lima belas tahun.
Rendy berdiri dari duduknya dengan cepat hingga membuat kursi yang didudukinya tadi langsung terjatuh kebelakang. Dia menopang kan kedua tangannya pada pinggiran meja dan menatap kelima orang yang masih menundukkan kepalanya itu secara bergantian.
"Apa ada uang puluhan dolar dibawah sana sampai membuat kalian tidak ada yang menghargai atasan kalian yang tengah berbicara."
BRAKKK
Kelima orang itu tersentak kaget dan langsung mengangkat kepalanya menatap atasan mereka yang tengah murka karena kesalahan yang mereka buat sendiri.
Bahkan, Lisa. Sekertaris yang masih setia menemani Rendy mengurus semua pekerjaan Rendy juga terlihat kaget saat Rendy menggebrak meja. Entah apa yang Bosnya itu alami saat ini. Karena sejak tadi dirinya juga kena marah terus sama Rendy. Padahal hanya karena lupa menutup pintu ruangan Rendy.
"Sabar..sabar..sabar...Mungkin Bos Rendy saat ini tengah kedatangan tamu, makanya uring-uringan tidak jelas." batin Lisa sambil mengusap dadanya perlahan.
"Saya tidak mau tahu. Revisi proposal itu dalam waktu satu kali dua puluh empat jam atau kalian sendiri yang langsung berhadapan dengan Nona Freya juga Tuan Bryan."
Rendy langsung melangkah pergi keluar dari ruang rapat yang membuat darahnya mendidih panas. Dia juga melonggarkan sedikit dasinya sambil melangkah menuju lift yang akan membawanya ke lantai dimana ruang kerjanya berada.
"Lisa!! Bukannya ini proposal yang diminta sama Bos Rendy? Kenapa proposal nya ditolak? Padahal Bos kemarin sudah setuju saat melihat kerangkanya." tanya Wisnu, salah satu orang yang tadi terkena amarah Rendy menahan Lisa untuk tidak pergi terlebih dahulu.
"Iya aku tahu. Proposal itu sebenarnya sudah benar dan sesuai yang diminta sama Bos. Tapi kesalahan kalian hanya karena salah dalam menempatkan tanda baca saja. Lebih baik kalian perbaiki. Aku harus segera kembali sebelum kena semburan naga api."
Lisa langsung bergegas pergi dari ruang rapat dan kembali ke meja kerjanya. Dia harus membuat laporan hasil rapat tadi dan diserahkan pada Bos nya yang sekarang makin hari makin galak.
Contohnya tadi. Hanya karena salah tanda baca saja, semua orang terkena omelan sang duda.
🌷
🌷
🌷
BRAKKK
Rendy membanting pintu ruang kerjanya. Dia melangkah menuju kursi kebesarannya dan menjatuhkan tubuhnya yang kekar dan tegap itu pada kursi. Nafasnya memburu, bukan karena tadi habis memarahi karyawannya di ruang rapat. Melainkan memikirkan perkataan Candra, sang putra yang kini berusia lima tahun.
Tiap pagi dan hampir selama satu tahun ini, anaknya itu selalu meminta dirinya untuk mencari Ibu baru buat dirinya dan malamnya selalu ditagihnya sebelum tidur.
Rendy semakin pusing saat tak hanya Candra saja yang meminta dirinya mencari Ibu baru untuk anaknya itu. Tapi Mama Asti juga Nino, bahkan Rafa pun yang masih berada di pondok pesantren juga meminta dirinya menikah lagi supaya Candra dan Rafa memiliki seorang Ibu. Memiliki sosok Ibu dalam kehidupan mereka. Karena pastinya mereka merindukan sosok Ibu meski Freya sudah menganggap dan memperlakukan Canda juga Rafa seperti anaknya sendiri tanpa dia bedakan.
"Aku tidak mungkin menikah lagi. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri juga mendiang istriku untuk tidak menikah lagi. Hanya Mutia istriku. Istriku hanya Mutia seorang. Tidak ada yang lain." gumam Rendy pelan sambil memejamkam kedua matanya.
Nafasnya sudah kembali normal, namun dirinya enggan untuk membuka kedua bola matanya. Dia mengingat kebersamaan dirinya dengan Mutia dulu yang begitu singkat itu.
Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum tipis saat mengingat kebahagian mereka dulu saat mengetahui kabar Mutia tengah hamil anak kembar. Lantas senyum itu langsung surut dan lenyap dari wajah tampan Rendy saat mengingat kebahagiaan itu hanya sesaat. Karena istrinya itu harus meregang nyawa karena terjatuh dari kamar mandi dan harus melahirkan saat itu juga.
Rendy mengambil nafas dalam dan menghembuskan nya perlahan. Dia membuka matanya dan menegakkan tubuhnya. Dia melihat ada tiga bingkai foto di atas meja kerjanya. Dia mengambil bingkai foto yang terdapat potret Mutia saat hamil dulu. Diusapnya foto itu dengan lembut seolah yang dia sentuh adalah barang yang paling berharga dalam hidupnya.
"Hanya kamu yang selalu ada di hati aku. Hanya kamu, Mutia. Aku tidak akan menuruti keinginan Candra. Karena hanya kamu Mamanya Candra. Ibu kandungnya Candra."
Rendy menggenggam erat bingkai foto itu untuk meluapkan protes dan kekesalannya karena Candra hampir satu tahun terakhir ini meminta Ibu baru namun tidak dia turuti sama sekali permintaan anaknya itu.
Drrttt Drrrtttt Drrrtttt
Rendy meletakkan bingkai foto itu kembali ketempat nya dan segera mengambil ponselnya yang ada di saku jas. Dilihatnya tertera nama Evan tengah memanggil.
Muhammad Evan Sastrodirdjo
Asisten baru Rendy yang baru bekerja selama tiga tahun terakhir ini atas ijin Bryan tentunya. Karena Evan adalah salah satu orang yang dulu dekat dengan dengan Freya dan memiliki perasaan suka pada Freya. Dia kena PHK di kantornya dan langsung dipungut sama Rendy mengingat kinerja Evan yang sangat baik meski harus ditest beberapa bulan sama Bryan terlebih dahulu sebelum menjadi asisten Rendy.
"Hmm..Kenapa?" tanya Rendy setelah menggeser tombol warna hijau pada layar ponselnya.
"Maaf Bos. Saya langsung ke rumahnya Tuan Bryan. Candra nya minta diantar kesana. Ini juga sekalian mengantar Tuan Muda Attar pulang." kata Evan di seberang sana.
"Hmm..Bilang sama Candra untuk menunggu disana sampai aku datang. Dan kamu cepat kembali setelah mengantar mereka." pinta Rendy.
"Sia-" tut tut tut..Panggilan diakhiri sepihak oleh Rendy padahal Evan belum selesai berbicara.
Evan mengumpat pelan pada Bosnya itu. Suka sekali Bosnya itu memutus sepihak panggilan telephone darinya.
"Kalau aku tidak perlu uang untuk melamar dan menikahi Caca sudah dari kemarin-kemarin aku risegn." gumam Evan pelan yang kesal sendiri.
🍁🍁🍁
UCCHHHH PAPA RENDY SANG DUDA YANG GALAK DAN DINGIN JUGA KAKU
🌻🌻🌻
AUTHOR KEMBALI LAGI DENGAN CERITA BARU
SEMOGA KALIAN SUKA YAAA
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK
DUKUNG AUTHOR DENGAN MEMBERI GIFT, VOTE, LIKE AND COMMENT
BIG HUG 🤗🤗
Setelah mobil terparkir sempurna dan pintu terbuka otomatis, dua anak kecil berseragam sekolah taman kanak-kanak juga berseragam sekolah dasar. Yang satu berusia lima tahun dan satunya lagi berusia enam tahun segera turun dari mobil.
"Terima kasih Paman Evan!" seru anak berusia enam tahun.
Dia adalah Abrisam Attar Ar-Rifqie. Anak kedua dari pasangan Abrisam Bryan Alvaro dengan Freya Almeera Shanum. Dia segera berlari menuju kedalam rumah karena anak satunya lagi yang berusia lima tahun, Candra, telah hilang dari balik pintu yang terbuka begitu lebar.
Evan segera melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah mewah tiga lantai itu setelah kedua anak yang dia antar masuk dengan selamat dan utuh sampai dalam rumah.
"Bunda!!! Assalamualaikum!!!"
Teriak Candra diikuti Attar yang baru memasuki rumah. Kedua anak itu langsung melempar tas mereka keatas sofa dan duduk dilantai untuk melepas sepatu mereka.
"Bunda!!!"
Teriak Attar lagi karena tidak mendapati sahutan dari Bundanya.
"Bunda kemana ya Cand?" tanya Attar pada Candra yang masih berusaha membuka sepatu.
Attar menggeser duduknya dan mendekat pada Candra. Dia dengan telaten membantu Candra melepaskan sepatunya karena Candra sampai saat ini masih belum bisa memakai maupun melepas sepatu yang bertali. Padahal sudah dia ajari dan Bunda Freya juga sudah mengajarinya. Namun saudara satu ibu susu itu tidak kunjung bisa juga.
"Walaikumsalam!! Anak-anak Bunda sudah pulang?" Freya berjalan mendekati kedua jagoan kecilnya itu yang masih duduk dilantai.
"Sudah Bunda. Bunda dari mana tadi?"
Attar berdiri dan mencium tangan kanan sang Bunda dengan takzim. Diikuti Candra yang juga melakukan hal yang sama seperti Attar lakukan pada Bunda Freya. Perempuan yang memiliki paras cantik meski usianya tidak muda lagi karena saat ini usia Bunda Freya sudah lebih dari kepala tiga.
Freya menyunggingkan senyum tipis pada kedua anaknya itu sambil mengusap kepala mereka dengan pelan.
"Bunda tadi di kamar mandi. Sekarang kalian cuci tangan, cuci kaki dan ganti baju dulu. Habis itu makan sama Bunda. Bunda tadi sudah masak buat kalian."
Keduanya mengangguk dan segera mengambil tas juga sepatu mereka tadi yang sudah mereka lepas. Keduanya naik tangga menuju kamar milik Attar untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh sang Bunda sambil bercerita tentang kegiatan mereka tadi di sekolah.
🌷
🌷
🌷
"Bunda, adik Nadia sama adik Shaqila mana? Kok Candra dari tadi tidak melihat adik Nadia. Oma Can juga tidak terlihat." tanya Candra yang saat ini tengah menikmati makan siangnya dengan ayam kecap juga sayur sup. Menu sederhana yang sangat enak karena dimasak langsung dari tangan Bunda Freya.
Shaqila Risya Az-Zahwa, anak ke empat dari pasangan Bryan dan Freya yang berusia satu setengah tahun. Saat itu, Bryan berharap anak ke empatnya bergenre lelaki, tapi lagi-lagi yang keluar bergenre perempuan.
Dan untuk Oma Can. Attar juga Candra memanggil Mama Lea dengan panggilan Oma Can, yang artinya Oma Cantik. Mereka berdua memanggil Oma Can semenjak keduanya lancar dalam berbicara.
"Adik Nadia sama Shaqila juga Oma Can ada di rumahnya Kak Alexa, di tempatnya Aunty Anelis melihat baby Anton. Mungkin sebentar lagi juga pulang."
Freya menjawab pertanyaan Candra sambil memisahkan duri ikan nila yang akan dimakan Attar sebagai lauknya.
Alexa berusia 3,5 tahun dan Anton berusia 1 tahun, anak dari pasangan Anelis juga Alex.
"Pakai sayurnya sayang. Bunda ambilin ya." tawar Freya saat melihat Attar yang makan tidak pakai sayur.
Attar menggelengkan kepalanya, "Nanti aja Bun. Attar gado nanti. Ada bakso nya kan itu Bunda sayur sup nya?" tanya Attar sambil melihat isi piring Candra yang sudah hampir habis karena memang saudara lelakinya itu tadi sudah mengeluh lapar.
"Ada sayang ada."
Freya segera berdiri setelah memisahkan duri ikan nila buat Attar. Dia mencuci tangannya dan mengambil mangkuk kecil untuk Attar.
Setelah mengambil sayur sup buat Attar, Freya sendiri mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Dia juga lapar karena jam sudah menunjukkan pukul satu siang waktu setempat.
"Bunda!! Cari Ibu itu dimana sih? Candra sudah minta sama Papa tapi tidak dicarikan juga. Padahal Candra sudah lama mintanya."
Freya tersedak kuah sup yang baru saja masuk ke dalam mulutnya saat mendengar pertanyaan yang belum pernah sama sekali Candra tanyakan kepada dirinya.
Cari Ibu?
Sudah minta sama Papa?
Sudah lama?
Apa Candra minta Ibu baru, pikir Freya. Karena selama Candra sudah bisa berbicara, anak kecil itu tidak pernah meminta Ibu baru. Karena yang dia tahu, dirinya memiliki seorang Mama yang sudah ada di surga dan seorang Bunda yang menyayanginya. Tapi kenapa anak itu sekarang menanyakan sosok Ibu?
Setelah meneguk sedikit air untuk menghilangkan rasa pedas pada tenggorokannya. Freya menatap lekat Candra yang tengah memakan buah pisang karena makanannya yang ada di piring sudah habis.
"Candra kan sudah punya Mama sama Bunda. Kenapa sekarang minta Ibu juga? Bunda kan juga sama seperti Ibu juga, tidak ada bedanya."
Freya mengerutkan keningnya saat melihat Candra menggelengkan kepalanya.
"Beda Bunda. Candra itu maunya Ibu yang selalu ada untuk Candra, yang selalu mengantar jemput Candra ke sekolah, mengajari Candra saat di rumah, memasak makanan kesukaan Candra juga menemani Candra bobok." jelas Candra panjang lebar sambil membalas tatapan Bunda Freya.
"Bunda kan juga melakukan itu juga sama Candra." sahut Freya yang memang melakukan apa yang Candra inginkan meski tidak tiap hari, karena Candra sekarang sudah jarang tidur di rumah ini.
"Bunda seperti itu maksudnya Bunda. Maksud Candra itu yang selalu ada untuk Candra. Setiap hari dari Candra membuka mata sampai menutup mata kembali." Attar berusaha menjelaskan kepada Bundanya apa yang Candra inginkan saat ini.
"Iya Bunda. Yang setiap hari ada untuk Candra. Carinya dimana ya Bunda?" tanya Candra lagi dengan tampang polosnya seakan sosok Ibu itu mudah untuk dicarinya.
Freya menatap piringnya yang tinggal sedikit lagi makanannya mau habis. Dia kembali menatap Candra juga Attar bergantian.
"Bunda selesaikan makanan Bunda dulu ya. Nanti akan Bunda kasih tahu."
Candra juga Attar mengangguk dan segera turun dari atas kursi dan berlari menuju ruang keluarga untuk menonton tv sambil bermain tentunya.
Freya menghembusakan nafas kasar melihat kedua anak kecil itu berlalu dari hadapannya. Dia tidak menyangka kalau Candra begitu merindukan dan menginginkan sosok Ibu yang selalu ada untuknya setiap saat. Dia pikir, selama ini Candra sudah meraskan cukup kasih sayang yang sudah dia berikan untuk Candra sebagai sosok Ibu meski tidak tiap hari ada untuknya.
Rendy
Apa dia mau mencari Ibu baru buat Candra?
Freya begitu tahu bagaimana cintanya Rendy untuk Mutia. Tidak mungkin duda itu akan dengan mudahnya membuka hati untuk wanita lain. Apalagi hati Rendy saat ini sudah beku.
🍁🍁🍁
Si kecil Candra yang meminta Papanya untuk mencarikan Ibu baru
Anak laki-laki satu satunya Tuan Muda Abrisan Bryan Alvaro
🌻🌻🌻
AUTHOR KEMBALI LAGI DENGAN CERITA BARU
SEMOGA KALIAN SUKA YAAA
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK
DUKUNG AUTHOR DENGAN MEMBERI GIFT, VOTE, LIKE AND COMMENT
BIG HUG 🤗🤗
Rendy menghembuskan nafas kasar. Tubuhnya dia baringkan di atas sofa panjang yang ada di dalam kamar miliknya. Matanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan sendu. Dia memikirkan omongan Freya tadi sore saat dirinya menjemput Candra untuk pulang ke rumah.
Ternyata anaknya itu juga bercerita pada Freya kalau saat ini anak kecil itu tengah meminta pada dirinya untuk mencarikan seorang Ibu baru. Dia tidak habis pikir, kenapa anaknya itu harus bercerita dengan Freya juga. Dan dapat dipastikan, Freya juga akan bercerita pada Bryan.
"Maaf kalau aku ikut campur. Selama ini kita mengira kalau Candra tidak lagi merasa kekurangan kasih sayang dari seorang Ibu. Karena aku sudah menganggap Candra seperti anak aku sendiri. Aku juga tidak membedakan dia dengan anak anak aku sendiri. Aku mencurahkan kasih sayang dan cinta yang aku miliki untuk Candra seperti anak aku yang lainnya. Tapi..."
"Namanya juga anak-anak. Dia ingin sosok Ibu yang selalu ada untuk dirinya setiap saat. Menemani dirinya kapanpun yang dia inginkan. Dan aku tidak bisa melakukannya untuk Candra setiap saat seperti yang dia inginkan."
"Aku tahu kamu tidak mungkin mencari pengganti buat Mutia. Aku tahu kamu sangat mencintai dia, bahkan kamu sampai ingin menyusulnya pergi."
"Tapi kamu harus ingat Rend. Kamu punya Candra yang masih kecil dan ingin selalu diperhatikan tak hanya dari kamu, tapi juga dari Ibu nya. Dan Rafa yang saat ini sudah beranjak remaja, pasti saat ini dia membutuhkan sosok Ibu sebagai tempat curhatnya, tempat dia berkeluh kesah. Karena anak laki-laki cenderung nyaman pada Ibunya daripada Ayahnya."
"Aku tidak memaksa kamu untuk menikah lagi. Tapi seenggaknya, pikirkan perasaan Candra juga Rafa. Mereka memang mendapat kasih sayang yang melimpah dari Papa mereka, tapi tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari Ibunya."
"Pikirkan lagi dan jangan gegabah mengambil keputusan. Jangan karena kamu lelah karena permintaan Candra juga Rafa yang ingin Ibu baru, kamu dengan terpaksa menikah dengan orang yang salah. Cari yang dengan tulus mau menerima kamu dengan status duda beranak dua dan yang pastinya dia juga tulus menyayangi anak anak kamu."
Rendy memijit pelan pangkal hidungnya. Dia bingung apa yang harus dia lakukan saat ini. Dia sudah berjanji untuk tidak menikah lagi dan membagi cinta Mutia dengan wanita lain. Dia tidak ingin menyakiti perasaan mendiang istrinya.
Tapi disisi lain. Rendy tak dapat memungkiri kalau dirinya begitu kasihan pada Candra yang memang sangat membutuhkan sosok Ibu untuk mendampinginya tumbuh kembang. Tapi dia selalu menepis perasaan kasihan itu pada anaknya. Karena menurutnya, Candra sudah mendapat limpahan kasih sayang dari dirinya juga Nenek dan Om nya, juga dari keluarga Bryan.
Bukannya seharusnya banyak yang iri dengan Candra? Karena dia banyak yang menyayangi. Bahkan Abah Sodiq dan istrinya juga menyayangi Candra.
Tok Tok Tok
Rendy membuka matanya dan menoleh ke arah pintu kamarnya yang diketuk dari luar dan sudah terbuka sendiri dari luar.
"Boleh Cand masuk, Pa?"
Rendy menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum tipis, dia segera duduk setelah memperbolehkan anak kecil itu masuk ke kamarnya.
Candra segera masuk dan menutup pintu perlahan sebelum akhirnya melangkah mendekati Papa nya yang tengah duduk di sofa.
"Bukannya Cand tadi sudah tidur? Kok bangun lagi? Kenapa?"
Rendy membawa tubuh Candra ke pangkuannya dan Candra hanya menatap Papa nya dengan senyum diwajahnya.
"Cand tadi kebangun dan tidak bisa tidur lagi. Cand boleh kan tidur sama Papa malam ini?"
Rendy tersenyum melihat buah hatinya dengan Mutia tengah menatapnya penuh harap. Bahkan anak kecil itu sampai harus menampilkan puppy eyes andalannya supaya apa yang dia inginkan terwujud. Meski keinginannya yang meminta Ibu baru tak kunjung sang Papa turuti.
"Kalau tidak boleh." goda Rendy pada sang putra.
"Kalau tidak boleh, Cand akan marah sama Papa. Tidak mau bicara lagi sama Papa. Cand juga akan mengajak Kak Rafa untuk membenci Papa. Nenek sama Om Nino juga akan membenci Papa." ucap Candra dengan penuh percaya diri memberi ancaman pada super hero nya itu. Dia bahkan sampai bersedekap tangan sambil melotot kan matanya pada sang Papa.
"Berani kamu marah sama Papa? Hmmm." dengan gemas Rendy membawa tubuh mungil Candra ke dalam pelukannya.
"Berani kalau Papa tidak mengijinkan Cand tidur disini sama Papa." ucap Candra yang hanya diam saja di pelukan sang Papa.
"Baiklah kalau gitu. Ayo kita tidur, sudah malam."
Candra langsung merangkul pada pundak sang Papa saat Papanya berdiri dan membawa dirinya kedalam gendongan Papa Rendy seperti koala.
"Cand jadi kangen sama Kak Rafa. Biasanya kita tidur bertiga disini saat Kak Rafa pulang. Dan Cand tidur di tengah karena takut jatuh kalau tidur dipinggir." celoteh Candra yang sudah Rendy turunkan di atas ranjang tempat tidur miliki yang memiliki ukuran king size.
"Kak Rafa kapan pulang ya, Pa? Kok perasaan Kak Rafa tidak pulang-pulang. Ini sudah...." Candra mencoba mengingat sambil menghitung dengan kedua jari tangannya.
"Satu..Dua...."
Rendy hanya menggeleng pelan melihat putranya yang bukannya tidur justru menghitung sudah berapa bulan Rafa tidak pulang ke rumah. Dia naik ke atas ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya juga sang putra yang masih asik duduk sambil berhitung.
"Sudah ayo tidur. Ini sudah malam."
Rendy menarik tubuh Candra hingga tubuh anak kecil itu akhirnya berada di pelukannya. Candra terlihat memberontak protes karena Papanya itu sudah mengganggu acara dirinya menghitung sudah berapa lama kakaknya pergi ke pondok dan belum pulang.
"Baru lima bulan, boy. Ayo tidur. Nanti saat libur tengah semester kita yang berkunjung ke pondok menemui Kak Rafa."
Candra mendongak menatap sang Papa dari bawah. Matanya mengerjap beberapa kali. Dia begitu senang kalau diajak ke pondok. Dia bisa mancing dan makan ikan nila maupun ikan gurame sepuas yang dia inginkan.
"Yang benar, Pa??" tanya Candra memastikan kalau Papanya itu benar akan mengajak dirinya ke pondok. Karena sudah lama banget dirinya tidak pergi ke pondok tempat kakaknya menuntut ilmu agama.
"Hmm..Sesuai keinginan my boy. Ayo berdoa dulu sebelum tidur."
Candra langsung melepaskan diri dari pelukan sang Papa. Dia lantas duduk dan menengadahkan kedua tangannya untuk berdoa.
"Ya Allah. Terima kasih untuk hari ini. Terima kasih sudah memberi Candra dan Papa kesehatan dan keselamatan. Terima kasih untuk semua kemudahan yang Allah berikan kepada Candra dan Papa hari ini."
"Ya Allah. Semoga Papa cepat menemukan Ibu baru buat Candra dan Kak Rafa. Ibu yang sangat menyayangi dan mencintai Candra juga Kak Rafa. Yang sayang dan cinta sama Papa juga."
"Ya Allah. Berikanlah kebahagiaan untuk Mama Candra dan adik Candra yang sudah ada di surga. Tempatkan lah Mama dan Adik Candra di surga mu, ya Allah. Aamiin."
"Bismillahirrahmanirrahim. Bismika Allahumma ahyaa wa bismika amuut."
"Selamat malam Papa."
CUP
Sebuah kecupan Candra berikan pada sang Papa yang hanya diam sambil menatapnya itu. Entah apa yang Papanya itu pikirnya, Candra tidak tahu. Lebih baik dia tidur karena sudah malam dan besok dia harus sekolah.
🍁🍁🍁
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK
DUKUNG AUTHOR DENGAN MEMBERI GIFT, VOTE, LIKE AND COMMENT
BIG HUG 🤗🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!