NovelToon NovelToon

Cinta Belum Usai (Hamil Diluar Nikah)

Episode 1

DI SEBUAH PERKAMPUNGAN DI PINGGIRAN KOTA.

Waktu menunjukkan pukul 07:00 Pagi.

Terlihat rumah yang sangat kecil dan sederhana yang tak lain adalah rumah peninggalan dari kedua orang tua Diki, terlihat dua orang anak remaja yang sedang sarapan sambil ngobrol dengan raut wajah panik.

"Kak, gimana kak.? Kakak udah ngomong belum sama Bang Diki.?" Ucap Dimas dengan suara pelan.

DIMAS.

Dimas adalah adik dari Diki, usianya sekarang ini 17 tahun, ia duduk di bangku SMA, ia adalah anak yang baik, cerdas, dan sangat menyayangi Diki sebagai Abangnya, namun sayang ia sedikit bandel.

"Belum Dim, kakak enggak enak mau ngomong sama Bang Diki nya, takut Bang Diki nya enggak punya uang." Ucap Siska serius, namun entah apa yang sebenarnya sedang mereka ceritakan itu.

SISKA.

Siska juga sama, ia adalah adik dari Diki, usianya sekarang ini 21 tahun, ia adalah seorang mahasiswi, ia baik, penurut, cerdas, cantik dan ia pun sama seperti Dimas sangat menyayangi Diki sebagai Abangnya.

"Tapi kita harus ngomong sama Bang Diki sekarang kak.! Kalau kita enggak ngomong sama Bang Diki sekarang, nanti gimana kuliah kakak.? Sekolah Dimas juga giman,,,,,,,," Seketika ucapan Dimas terpotong karena tiba-tiba ia melihat Diki Abangnya yang baru saja keluar dari kamarnya.

DIKI.

Ia adalah seorang pria yang sangat tampan, cerdas, mandiri, dewasa, dan mudah bergaul, namun ia sedikit tengil. Dan Ia juga adalah sosok seorang kakak yang sangat tegas terhadap adik-adiknya, dan juga sangat bertanggung jawab terhadapnya, namun ia terlahir dari keluarga yang kurang mampu, sehingga setelah kepergian kedua orang tuanya, ia menjadi tulang punggung demi untuk mencukupi kebutuhan hidup adik-adiknya itu.

"Sssssttt.! Itu Bang Diki nya udah keluar dari kamar." Bisik Dimas sambil mencubit pinggang Siska kakaknya.

"Aw.! Sakit tau.!" Ucap Siska sedikit kencang.

"Sssttttt jangan berisik.! Itu Bang Diki nya udah keluar.!" Bisik Dimas lagi sambil menatap kearah Diki Abangnya yang sedang berjalan menghampirinya.

"Ia kakak juga tau.!" Bisik Siska kesel, karena tadi Dimas mencubitnya cukup kencang sehingga ia pun kesakitan.

"Ada apa, kok kalian bisik-bisik.?" Ucap Diki yang sekarang ini sudah duduk di meja makan bersama mereka.

"Oh e, e, enggak kok Bang, enggak ada apa-apa." Ucap Dimas gugup karena ia sedang berbohong, kemudian mereka berdua pun kembali berbisik-bisik lagi.

"Udah kakak aja yang ngomong duluan.!" Bisik Dimas.

"Loh kok kakak sih.? Udah kamu aja yang ngomong duluan.!" Bisik Siska menolak perintahnya.

"Ya udah kalau kakak enggak mau ngomong, Dimas juga enggak mau ngom,,,,,," Lagi-lagi ucapan Dimas terpotong.

"Ehemm.! Ehemm.!" Suara Diki pura-pura batuk agar adik-adiknya itu berhenti berbisik-bisik.

"E, e, ehhh Bang Diki." Ucap Dimas gugup dan panik, sambil tersenyum kearahnya.

"Eh Bang Diki, eh Bang Diki.! Kalian itu sebenarnya pada kenapa sih.? Dari tadi bisik-bisik mulu, ada apa.? Ngomong sama Abang.!" Ucap Diki dengan tegas.

"Oh i, i, itu Bang,,," Ucap Siska gugup.

"Iya apa.?" Ucap Diki lagi penasaran.

"I, i, itu Bang, kemarin Siska dipanggil Dosen Siska di kampus, katanya Siska suruh cepet-cepet melunasi biaya semester kemarin, soalnya temen-temen Siska yang lain udah pada bayar semua Bang." Ucap Siska mencoba untuk menjelaskan apa yang dari tadi sedang ia dan Dimas bisikan, ia tidak berani berbicara kepada Diki Abangnya, karena ia tau betul kondisi keuangannya itu seperti apa, dan ia juga tidak enak karena terus-terusan merepotkannya.

"I, i, ia Bang, Dimas juga sama. Kemarin Dimas dipanggil kepala sekolah, katanya Dimas disuruh cepet-cepet melunasi uang SPP, kalau Dimas enggak cepet-cepet melunasi uang SPP, katanya Dimas enggak bakalan dapat Rapot." Ucap Dimas serius, ia pun juga sama seperti Siska, sama-sama mendapat tagihan dari sekolahanya, karena mereka semua memang tekat dalam pembayarannya.

Mendengar ucapan dari adik-adiknya, seketika Diki pun langsung terdiam, kemudian ia pun langsung menarik nafas pelan dan membuangnya kasar.

"Oh itu, ya udah kalau gitu kalian tenang aja.! Besok Abang akan lunasi semuanya." Ucap Diki dengan raut wajah yang sangat serius, sehingga membuat Siska dan Dimas pun kaget.

"A, a, abang serius.? Besok Abang akan lunasi semuanya.?" Ucap Dimas gugup dan tak percaya karena tidak biasanya Diki Abangnya berbicara seperti itu.

"I, i, ia Bang, Abang serius Bang.?" Ucap Siska yang juga gugup dan tak percaya mendengar ucapannya itu.

"Iya." Ucap Diki singkat.

"T, t, tapi besok Abang bisa dapat uang sebanyak itu dari mana.? Bukannya sekarang ini aja Abang masih nganggur yah.? Soalnya kemarin itu Siska lihat di kamar Abang, Abang lagi sibuk bikin lamaran kerja, ia kan Bang.?" Ucap Siska penasaran Diki Abangnya akan mendapatkan uang sebanyak itu dari mana, karena ia tau betul kalau Diki Abangnya itu kemarin sedang sibuk untuk mencari-cari pekerjaan dan masih nganggur.

"Udah kalian tentang aja.! Sekarang Abang udah kerja di kantor Pak Erik.! Ayahnya kak Devano, dan gajih Abang juga lumayan." Ucap Diki serius, kalau sekarang ini ia sudah resmi bekerja di kantor orangtua Devano.

DEVANO.

Ia adalah sahabat terdekat Diki dari sejak ia masih duduk di bangku SMA, ia baik, tampan, dan ia juga sudah memiliki seorang istri. Namun ia memiliki nasib yang sangat jauh berbeda darinya, karena ia terlahir dari keluarga yang sangat kaya dan orang tuanya pun memiliki perusahaan dimana-mana, namun mengapa ia bisa berteman dengan Diki yang setatusnya jelas berbeda jauh dengannya, itu karena dulu Diki sempat mendapatkan beasiswa di sekolahan tempat dimana ia sekolah, dan disitulah persahabatan mereka terjalin.

"Hah.! Serius Bang.? Abang udah kerja di kantor orangtuanya kak Devano.? Kak Devano yang suka main ke rumah kita kan Bang.?" Ucap Siska kaget, sambil tersenyum bahagia.

"Iya." Ucap Diki yang juga ikut tersenyum, ia mencoba untuk meyakinkannya.

"Jadi mulai sekarang kalian jangan khawatir.! Kalian belajar aja yang bener.!" Ucap Diki mencoba untuk menasehti adik-adiknya itu.

"Ya udah Abang mau berangkat kerja dulu." Ucapnya lagi sambil buru-buru melangkah keluar menuju motornya.

DI KANTOR ORANG TUA DEVANO.

Terlihat Diki yang baru saja sampai dan masuk kedalam kantor tersebut.

"Aduh Diiiik, untung loh udah nyampe." Ucap Devano yang dari tadi sedang menunggunya, dengan raut wajah yang sangat panik.

"Eh loh Dev, ada apa.?" Ucap Diki kaget dan penasaran.

"Loh bisa bantuin gw enggak.? Sekarang loh coba selidiki ini orang.! Loh cari tau sebenarnya ini orang itu siapa.? Atau kalau enggak loh tangkap deh ini orang.! Soalnya ini orang itu dari tadi berdiri di depan kantor Bokap gw, dengan penampilan yang bener-bener mencurigakan banget, gw cuma takut kalau ini orang adalah pesaing bisnis papah yang sedang mata-matain perusahaan papah." Ucap Devano serius, sambil memberikan satu buah foto seorang laki-laki tersebut, ia berbicara seperti itu karena memang pak Erik ayahnya itu mempunyai cukup banyak pesaing dalam berbisnis, mungkin karena mereka semua iri akan keberhasilannya.

"Ya gw sih mau-mau aja.! Tapi yang jadi masalahnya, gw itu harus selidiki ini orang dimana.? Gw kan enggak kenal ini orang sama sekali." Ucap Diki bingung, karena ia memang tidak mengenalnya sama sekali.

"Oh iya, gw lupa.! Nih ada alamat kantor tempat dimana ini orang kerja.! Loh coba selidiki aja di kantor ini.!" Ucap Devano lagi sambil memberikan satu buah kertas yang berisikan alamat dimana orang tersebut bekerja.

"Oh iya, jangan lupa.! Loh selidiki pakai mobil gw aja.!" Ucapnya lagi sambil memberikan kunci mobilnya.

"Siap bos.!" Ucap Diki sambil tersenyum menggodanya.

"Ya udah, kalau gitu gw cabut dulu yah.?" Ucapnya lagi, kemudian ia pun langsung buru-buru melangkah keluar dari kantor menuju parkiran mobil.

DI DEPAN KANTOR TEMPAT ORANG TERSEBUT BEKERJA.

Waktu menunjukkan pukul 12:00 Siang.

Terlihat Diki yang sedang duduk didalam mobil, sambil menunggu orang tersebut yang tak lain adalah targetnya keluar dari dalam kantor tersebut.

"Aduuuh.! Mana sih si ini orang.? Lama banget keluarnya. Padahal kan ini udah jam istirahat." Ucap Diki sambil terus memperhatikan pintu keluar kantor tersebut.

"Ini orang beneran kayak gini kan bentuknya.? Tapi kok lama banget sih enggak keluar-keluar orang yang bentuknya kayak gini.!" Ucapnya lagi sedikit kesal, sambil menatap foto orang tersebut yang tadi sempat Devano berikan kepadanya.

"Eh tunggu dulu.! Kayaknya itu deh orangnya.!" Ucapnya sambil menatap kearah orang tersebut yang baru saja keluar dari dalam kantor dengan motor gedenya.

"Oh ia bener, itu orangnya.! Gw harus ikuti dia sekarang.!"

Ucapnya lagi sambil buru-buru melajukan mobilnya dan mengikutinya dari belakang.

"Aduuuh, sial.! Siapa lagi yang berani-beraninya ngikutin gw." Ucap orang tersebut kesal, sambil menatap ke belakang ke arah mobil Diki.

"Hmmmm.! Tapi enggak papa, lebih baik gw kerjain aja itu orang.!" Ucapnya lagi sambil tersenyum, kemudian ia pun langsung mengendarai moge nya dengan kecepatan yang sangat tinggi, karena ia sedang mengerjainnya.

"Hmmmm, kejar gw nih kalau loh bisa.!" Ucapnya lagi sambil terus tersenyum dan melajukan moge nya dengan kecepatan yang lebih tinggi lagi.

"Eeeh.! Kok itu orang ngebut sih.?" Ucap Diki dari dalam mobil.

"Ooohhh, ini orang mau main-main rupanya sama gw, its Ok.!"

Ucapnya lagi dengan santainya, kemudian ia pun langsung ikut melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lebih tinggi dari orang tersebut untuk mengejarnya.

"Aduuuh.! Itu orang sebenarnya siapa sih.? Kok kenceng banget bawa mobilnya, kalau kayak gini bisa ke kejar gw." Ucap orang tersebut sedikit panik.

"Apa jangan-jangan.! Itu orang suruhan pak Erik lagi.?" Ucapnya lagi semakin panik, karena orang tersebut ternyata memang benar pesaing bisnisnya.

"Aduuuh.! Kalau bener itu orang suruhan pak Erik, sekarang juga gw harus cepet-cepet kabur dari itu orang.!" Ucapnya lagi masih panik.

"Tapi lewat mana yah gw sekarang.? Apa gw belok kesitu aja biar itu orang kehilangan jejak gw." Ucapnya sambil buru-buru belok untuk menghilangkan jejak darinya namun sayang rupanya ia salah jalan.

"Aaahhh SIAL.! Kenapa gw lupa sih kalau disini ada lampu merah." Ucapnya lagi marah sambil menatap kearah lampu merah tersebut, kemudian ia pun menghentikan mogenya secara perlahan, dan kemudian langsung lari meninggalkan moge nya itu, karena ia berniat untuk kabur darinya.

"Woy.! Mau lari kemana loh.?" Teriak Diki sambil buru-buru keluar dari mobil untuk mengejarnya.

"Aduuuh, gawat.! Itu orang masih ngejar gw lagi. Sebenarnya itu orang beneran suruhan pak Erik apa bukan sih.?" Ucap orang tersebut kesel sambil terus berlari melewati depan rumah sakit.

"Mana gw udah capek banget lagi.! Gw harus ngumpet di mana ini.?" Ucapnya lagi dengan suara ngos-ngosan sambil menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat yang aman untuknya sembunyi dari Diki.

"Mau lari kemana loh.! Udah loh nyerah aja.! Loh enggak bakalan bisa kabur dari gw." Teriak Diki lagi yang sudah semakin mendekat ke arahnya.

"Aduuuh gimana nih.! Itu orang udah deket banget lagi, gw harus giman,,,,,,,,," Seketika ucapan orang tersebut terpotong

"Eehhhh tunggu dulu.! Kalau enggak salah, ini kan rumah sakit tempat Renata kerja.?" Ucapnya lagi serius, ia baru sadar kalau jalan yang ia lewati sekarang ini ternyata melewati depan rumah sakit tempat Renata yang tak lain adalah adiknya bekerja.

RENATA RAHARJA.

Ia adalah putri dari Pak Edo Raharja dan Ibu Lia Raharja pengusaha terkaya dan tersukses di Indonesia, yang tak lain adalah adik dari Marcell Raharja yang sekarang ini sedang Diki kejar-kejar, ia Marcell Raharja, nama kelaki tersebut adalah Marcell Raharja pesaing bisnis pak Erik yang tak lain adalah ayah dari Devano.

Renata Raharja adalah seorang Dokter kandungan yang sangat cerdas, baik, cantik dan sangat berprestasi, mungkin ia seperti itu karena ia adalah sosok seorang anak yang sangat penurut kepada kedua orangtuanya, namun sayang ia masih sangat polos dan sedikit manja, mungkin ia seperti itu karena dari sejak kecil hidupnya itu selalu berkecukupan, jadi apa saja yang ia mau selalu dituruti oleh kedua orangtuanya.

"Iya bener.! Ini tuh rumah sakit tempat Renata kerja." Ucap Marcell dengan sangat yakin.

"Nah itu Renatanya.!" Ucapnya lagi sambil tersenyum senang menatap kearah Renata adiknya, yang sedang berdiri tepat di depan rumah sakit tersebut.

Karena ia hendak pergi ke suatu tempat.

"Renata.!" Teriak Marcell, kemudian ia pun langsung lari untuk menghampirinya.

"M, m, mas Marcell.?" Ucap Renata gugup dan kaget.

"Renata, tolongin mas Marcell Ren.! Pleaseeeeee.!" Ucap Marcell tergesa-gesa dan panik.

"Eh mas.! Ada apa mas.? Mas kenapa.? Terus itu orang siapa.? Kok itu orang ngejar-ngejar mas.?" Ucap Renata tergesa-gesa dan panik sambil menatap kearah Diki yang masih terus mengejar-ngejar Marcell Kakaknya.

"Woy.! Mau lari kemana loh.!" Teriak Diki sambil terus mengejarnya.

"Udah yah Ren, loh enggak usah banyak tanya dulu.! Nanti mas jelasin.! Sekarang loh mau kemana.? Mas ikut yah, pleaseeeeee.?" Ucap Marcell tergesa-gesa dan panik sambil buru-buru masuk dan ngumpet kedalam mobil Renata adiknya yang sedang terparkir tepat hadapannya, karena seperti yang kita tau tadi Renata adiknya itu hendak pergi ke suatu tempat.

"Ya udah mas cepetan masuk.! Cepetan.! Cepetaaan.! Nanti keburu orang itu lihat mas lag,,,,,,," Seketika ucapan Renata terpotong.

"Maaf mba, boleh enggak saya ngecek mobilnya.?

Ucap Diki yang baru saja sampai tepat dihadapan Renata, ia berbicara seperti itu karena ia melihat dengan jelas kalau tadi itu Marcell masuk kedalam mobilnya itu.

"Eh.! A, a, ada apa yah mas.?"

Ucap Renata gugup, karena ia pura-pura tidak tahu dengan apa maksud dari ucapannya itu.

"Tadi saya lihat ada orang masuk kedalam mobil mba, boleh enggak saya cek mobilnya.?" Ucap Diki lagi dengan sopan.

"E, e, enggak kok.! Enggak ada orang yang masuk kedalam mobil saya, lagian ngapain mas mau ngecek-ngecek mobil saya.? Mas mau maling yah.?" Ucap Renata nyolot, sehingga membuat Diki pun tersenyum kesal karena mendengar ucapannya yang tidak masuk akal itu.

"Mbaaa, saya ini serius. Tadi itu saya beneran lihat ada orang masuk kedalam mobil mba.! Kalau mba enggak percaya, sekarang juga ayo kita cek bareng-bar,,,,,,," Seketika ucapan Diki terpotong, kemudian ia pun langsung teriak dengan begitu kencangnya.

"Awwww.! Aduh, aduh.!" Teriak Diki sambil memegangi juniornya dengan erat, karena tiba-tiba Renata menendang juniornya itu dengan sangat kencang, sehingga membuat ia pun kesakitan, kemudian dengan segera Renata pun langsung masuk ke dalam mobil miliknya itu.

"Ayo Ren cepetan.! Cepetan jalanin mobilnya.!" Ucap Marcell yang dari tadi masih ngumpet di dalam mobil tersebut dengan suara tergesa-gesa karena saking paniknya.

"Ia mas, ini juga Renata mau jalanin mobilnya.! Lagian itu orang siapa sih mas.? Kok mas bisa berurusan sama orang enggak jelas kayak gitu.!" Ucap Renata heran, sambil buru-buru melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi meninggalkan Diki yang sedang kesakitan hanya sendiri.

"Aaaahhhh SIAL.! Sebenarnya itu perempuan apa laki-laki sih.? Gede banget tenaganya." Ucap Diki marah, sambil mendang gerbang rumah sakit yang ada dihadapannya.

"Aduuuh.! Sakit banget lagi INI gw." Ucapnya lagi kesakitan, sambil terus memegangi juniornya dengan erat.

######

Jangan lupa like coment dan vote yah guys.!

Episode 2

DI RUMAH DEVANO.

Waktu menunjukkan pukul 04:00 Sore.

Terlihat Devano dan Alana, yang tak lain adalah istrinya, yang dari tadi sedang duduk di ruang tamu, sambil menunggu seseorang.

"Mas Devano, kok Dokter Renata nya lama banget sih enggak datang-datang.? Padahal kan kita janjian ketemu sama Dokter Renata dari tadi siang, tapi kok sampai sekarang belum datang-datang juga.?" Ucap Alana sedikit kesel, karena ia sudah menunggu Renata cukup lama, ia Renata. Karena seseorang yang sedang ia dan Devano tunggu-tunggu sekarang ini ternyata adalah Renata, perempuan yang sama yang sudah menendang junior Diki tadi siang, mereka berdua bisa kenal dengan Renata, karena ternyata Renata itu adalah sahabat Devano waktu ia masih sama-sama kuliah di Korea, dan tujuan mereka berdua mengundangnya ke rumah, karena mereka berdua ingin melakukan program kehamilan sekaligus konsultasi masalah kehamilan kepadanya, karena tanpa sepengetahuan dari kita, ternyata Devano dan Alana itu sudah bertahun-tahun menantikan kehadiran seorang anak, namun mereka berdua gagal lagi dan gagal lagi.

"Ya sabar dong sayang.! Mungkin sekarang ini Dokter Renata nya masih di jal,,,,,,,," Seketika ucapan Devano terpotong.

"Ya ampun Devano, Alana.! Maaf banget yah.? Gw telat. Soalnya tadi tuh gw ada sedikit masalah di jalan." Ucap Renata yang baru saja sampai dan berdiri tepat di hadapan mereka berdua.

"Eh Dokter Renata.! Ia enggak papa kok Dok." Ucap Alana sambil tersenyum dengan sangat ramah.

"Enggak papa gimana.? Orang kamu dari tadi marah-marah terus nungguin Dokter Renata enggak datang-datang." Ucap Devano sambil tersenyum.

"Iiiihhh, mas itu apaan sih.?" Bisik Alana kesel, karena ia merasa tidak enak kepada Renata dengan ucapannya itu.

"Ya ampuuun, sorry banget yah kalau gitu.! Soalnya tadi itu gw bener-bener ada sedikit masalah dijalan, jadinya gw telat deh kesininya, sorry yaaah.?" Ucap Renata merasa bersalah.

"Ia enggak papa, santai aja kali Ren.! Gw juga cuma bercanda kok.!" Ucap Devano sambil tersenyum, ia berbicara menggunakan bahasa loh, gw, karena ia dan Renata memang sudah terbiasa dengan bahasa seperti itu saat dulu ia masih kuliah di Korea, karena memang persahabatan mereka itu cukup dekat.

"Ya udah kalau gitu langsung aja.! Apa yang mau loh sama Alana tanyakan.? Nanti biar gw jawab." Ucap Renata sambil tersenyum dengan sangat ramahnya, ia mengajaknya untuk langsung konsultasi, hingga akhirnya mereka berdua pun langsung konsultasi kepadanya.

1 Jam kemudian,,,,,,

Devano dan Alana pun sudah selesai berkonsultasi, dan sekarang ini adalah waktu Renata untuk pulang.

"Ya udah yah Dev, Alana juga, gw pulang dulu. Semoga pertemuan kita hari ini bermanfaat." Ucap Renata sambil tersenyum.

"Iya Ren, makasih yah loh udah mau datang ke rum,,,,," Seketika ucapan Devano terpotong, karena tiba-tiba ponselnya berdering karena ada yang meneleponnya.

"Eh sebentar yah Ren.! Gw angkat telepon dulu." Ucapnya lagi sambil buru-buru mengangkat telepon tersebut, namun belum juga telepon tersebut diangkat, sudah mati terlebih dahulu.

"Siapa emang mas yang nelepon, kok langsung dimatiin.?" Ucap Alana penasaran.

"Mas juga enggak tau, no baru soalnya." Ucap Devano serius, kalau no itu no baru yang tidak ia kenal.

"Eh tunggu dulu.! Ini kok ada chat dari Diki banyak banget, dia chat gw kapan yah.? Kok gw enggak denger." Ucapnya lagi bingung sambil buru-buru membuka dan membaca isi chat tersebut.

"Dev, loh lagi ngapain sih.? Dari tadi gw teleponin enggak diangkat-angkat. Mobil loh mogok nih.! Jemput gw di bengkel yah, SEKARANG.!" Ucap Devano membacakan isi chat tersebut.

"Ya ampun maaas, kasihan amat. Mas jemput gih sekarang.!" Ucap Alana.

"Enggak bisa sayaaaang, ini itu chat udah dari dua jam yang lal,,,,,," Seketika ucapan Devano terpotong, karena tiba-tiba Diki pun datang sambil ngoceh-ngoceh.

"Aduh Deeeev.! Loh itu dari mana aja sih.? Apes banget tau enggak gw hari ini.! Udah mobil loh yang gw bawa mogok, gw kehilangan jejak, dan yang paling bikin gw kesel, tadi itu gw ketemu sama cewek enggak jelas. Gilaaaa itu cewek asal main tendang-tendang gw aj,,,,,,,," Seketika ucapan Diki terpotong, karena ia kaget bukan main melihat Renata yang tak lain adalah perempuan tersebut, yang juga sedang berada di dalam rumah Devano.

"P, p, perempuan itu.! Bukannya itu perempuan yang tadi udah nendang INI gw yah.? Kok itu perempuan bisa ada disini.?"

Ucapnya dalam hati, kaget dan tak percaya sambil terus terbengong, menatap kearah Renata yang juga sedang menatap kearahnya.

"L, l, loh.!"

Ucap Renata yang juga kaget bukan main melihat Diki, lelaki tidak jelas yang sudah mengejar-ngejar Marcell kakaknya bisa berada di dalam rumah Devano sahabatnya.

"Loh ngapain di sini.? Loh sengaja yah ngikutin gw dari belakang.?" Ucap Renata menuduhnya dengan nyolot.

"Emang kalian udah pada kenal.?" Ucap Alana bingung.

"Iya Dik, Renata juga.! Emang kalian udah pada saling kenal.?" Ucap Devano yang juga bingung melihat Diki dan Renata yang seperti sudah saling mengenal.

"Ini Dev, Alana juga.! Dia ini orang yang tadi udah buat gw telat ke rumah loh.! Jadi kalau loh mau marah, marahin aja itu orang.!" Ucap Renata kesel, sambil menatap sinis kearahnya.

"Eehhh enggak bisa.! Enak aja asal main marah-marahin gw aja, emang gw salah apa.?" Ucap Diki tak terima dengan ucapannya itu.

"Ya salah lah.! Tadi kan loh yang udah ngajakin gw ribut di jalan. Jadinya gw telat deh kesini.! Lagian loh ngapain sih ada disini.? Loh sengaja yah ngikutin gw.?" Ucap Renata lagi-lagi ia menuduhnya seperti itu.

"Eeeehhh enak aja gw ngikutin loh.! Emang gw enggak ada kerjaan apa.?" Ucap Diki tak terima.

"Udah deh, lebih baik loh ngaku aja.! Loh pasti ngikutin gw kesini kan.?" Ucapnya lagi-lagi menuduhnya seperti itu.

"Udah Dev, kalau loh mau marah, marahin aja itu orang enggak jel,,,,,," Seketika ucapan Renata terpotong.

"Sssssttt.! Renata udah.! Udah jangan pada ribut terus.! Dia itu namanya Bang Diki, dan Bang Diki ituuuu, sahabatnya mas Devano." Ucap Alana mencoba untuk memberi tahu siapa Diki itu sebenarnya.

"Sayang, bukannya biarin aja enggak usah dikasih tau.! Biar mereka berdua pada ribut, biar rame." Ucap Devano sambil tersenyum.

"Iiiihhh mas apaan sih.? Orang temennya pada ribut, malah seneng.* Ucap Alana.

"Ya lagian, mereka pada nyrocos sendiri-sendiri aja, enggak tanya-tanya dulu sama mas.!" Ucap Devano.

"Ya udah lah terserah.! Yang penting gw kesini bukan ngikutin loh.! Gw kesini ke Rumah Devano, sahabat gw. Denger kan loh.!" Ucap Diki kesel sambil menatap sinis kearahnya.

"Ya udah lah Dev, gw cabut dulu.! Enggak betah gw lama-lama disini.! Ada orang enggak jelas dan sok tau kayak dia tuh.!" Ucapnya lagi sambil menunjuk ke arahnya.

"Ih emang gw juga mau apa lama-lama disini bareng sama loh.! Ogah." Ucap Renata mencoba untuk membalas ucapannya.

"Kalian itu sebenarnya pada kenapa sih.? Dari tadi ribut mulu." Ucap Devano bingung sambil tersenyum karena lucu melihat tingkah laku mereka.

"Tau nih.! Kalian itu pada kenapa sih.? Hati-hati loh, nanti jatuh cinta." Ucap Alana sambil tersenyum menggodanya.

"Iiiihhh amit, amit, amit, amit, amit.! Jangan sampai deh gw jatuh cinta sama cowok enggak jelas kaya dia.!" Ucap Renata sambil menunjuk ke arahnya.

"Kalau ngomong itu hati-hati.! Jatuh cinta beneran sama gw baru tau rasa loh.!" Ucap Diki mencoba untuk mengingatkannya, namun sayang Renata malah justru menertawakannya.

"Gw, jatuh cinta sama loh.? Iiiihhh ogah." Ucapnya dengan percaya dirinya.

"Ya udah lah terserah loh aja.! Gw capek ngurusin cewek enggak jelas kayak loh.!" Ucap Diki mengalah, karena hari ini ia memang benar-benar sudah sangat capek dan lelah.

"Ya udah yah Dev, gw cabut dulu.!" Ucapnya lagi.

"Eh Dik, emang loh mau pulang sama siapa.? Motor loh kan ada di kantor. Udah mendingan loh pulang bareng Renata aja.! Rumah kalian searah kok.!" Ucap Devano sambil tersenyum menggodanya, ia sengaja menawarkannya seperti itu agar mereka ribut lagi.

"Gila kali loh Dev.! Masa gw pulang sama,,,,," Seketika Diki pun terdiam dan langsung menatap kearah Renata.

"Apa.?" Ucap Renata nyolot sambil menatap sinis kearahnya.

"Ya udah Dev, Alana juga, gw yang pulang duluan.! Panas ini muka.! Lihat cowok enggak jelas kayak dia.!" Ucapnya lagi kesel, sambil berjalan keluar untuk pulang.

"Woy.! Yang panas muka apa hati woy.! Hati-hati.! Jatuh cinta beneran nanti loh sama gw." Teriak Diki sambil tersenyum menggodanya.

Episode 3.

"Gilaaaa, bisa banget loh godain itu perempuan.! Hati-hati loh, nanti loh loh yang jatuh cinta duluan." Ucap Devano sambil tersenyum menggodanya.

"Tau nih Bang Diki, hati-hati loh.! Nanti Bang Diki loh yang jatuh cinta duluan sama Renata." Sambung Alana sambil tersenyum.

"Apaan sih kalian.! Enggak lah, enggak mungkin." Ucap Diki dengan percaya dirinya.

"Eh tunggu dulu.! Tapi kalau dilihat-lihat, loh itu cocok juga tau Dik sama Renata, iya kan sayang.?" Ucap Devano mencoba untuk menjodohkannya dengan Renata.

"Ia juga yah mas, kalau dilihat-lihat.! Bang Diki ini cocok juga sama Renata, lagian Renata juga baik lagi Bang orangnya." Ucap Alana serius, ia pun ikut-ikutan menjodohkannya dengan Renata.

"Aduh Deeev, Alana.! Kalian itu pada ngomong apa sih.? Gw itu enggak kenal yah sama Renata, gw itu cuma kenal sepintas doang sama dia, dan itu juga rusuh.! Masa udah dibilang cocok-cocok aja. Lagian gw juga enggak ada perasaan apa-apa sih sama itu perempuan.!" Ucap Diki serius kalau ia memang tidak mempunyai perasaan apa-apa kepadanya.

"Kenapa emang, Anita.?" Ucap Devano sedikit nyolot.

"Loh kok jadi ke Anita sih Dev.?" Ucap Diki sedikit kesel, karena ia tau betul kalau Devano paling tidak suka jika ia berhubungan dengannya.

"Ya lagian dari sejak kita masih sekolah, loh itu susah banget tau enggak sih move on dari itu cewek.! Padahal kan loh juga udah tau sendiri kalau itu cewek cuma mempermainkan loh doang.! Dia bisanya cuma memberi loh harapan palsu tau enggak.? Asal loh lagi deket sama cewek lain aja, dia ikutan deketin loh.! Giliran loh udah enggak deket sama siapa-siapa, dia cuek lagi sama loh.! Apa coba yang bisa loh harapin dari cewek kayak gitu.!" Ucap Devano mencoba untuk menasehatinya, kalau Anita cewek pujaan hatinya dari sejak ia sekolah itu hanya mempermainkannya saja, dan itu sebabnya Devano tidak suka jika Diki berhubungan dengannya.

"Anita.? Anita siapa sih mas.?" Ucap Alana bingung dan penasaran, karena ia memang tidak mengenalnya.

ANITA.

Anita adalah tetangga Diki sekaligus teman dari Siska adiknya, dari sejak kecil ia memang suka main ke rumahnya, dan Anita adalah cewek matre yang terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja sama seperti Diki, tapi ia gengsi jika harus memiliki kekasih yang biasa-biasa saja dan tidak kaya, itu sebabnya dari dulu ia tidak mau menerima cinta Diki dan hanya memberinya harapan palsu meskipun ia memiliki perasaan kepadanya, namun jika ada perempuan lain yang sedang dekat dengannya, ia tidak terima dan langsung ikut mendekatinya, karena yang ia mau Diki hanya tergila-gila kepadanya saja, akan tetapi ia bebas dengan laki-laki manapun yang ia mau.

"Aduuuh, udah lah Dev.! Gw lagi males banget bahas masalah kayak ginian.!" Ucap Diki, ia berbicara seperti itu karena sebenarnya ia pun sangat tau kalau Anita hanyalah mempermainkannya saja, namun entah mengapa ia tidak bisa move on darinya.

"Ooooh ya udah kalau gitu.!" Ucap Devano mencoba untuk mengalah dan diam.

"Ya udah yah Dev, Alana juga.! Gw cabut dulu.! Udah malem nih soalnya, Siska sama Dimas pasti udah pada nungguin gw nih di rumah." Ucap Diki, kemudian ia pun langsung melangkah keluar dari rumah tersebut.

"Woy.! Ati-ati loh.! Jangan lupa.! Sekalian ambil mobil gw di bengkel." Teriak Devano.

DI RUMAH DIKI.

Waktu menunjukkan pukul 11:00 Malam.

Terlihat Dimas yang sedang ngobrol dengan teman-temanya di depan teras rumahnya sambil asyik bermain gitar, karena di rumah Diki lah tempat yang paling asyik untuk nongkrong, nongkrong selayaknya orang-orang perkampungan pinggiran kota.

"Woy ngopi nih bro.!" Ucap Dimas yang baru saja keluar dari dalam rumahnya sambil membawa kopi buatannya.

"Gw mau dong satu." Ucap salah satu temannya yang sedang asyik bermain gitar.

"Gw juga mau ya Dim, sat,,,,,,," Seketika ucapan salah satu teman dari Dimas lagi terpotong.

"Dim, udah malam kayak gini Bang Diki belum pulang juga.?" Ucap Siska yang baru saja keluar dari dalam rumahnya panik.

"Belum kak.!" Ucap Dimas singkat.

"Aduuuh.! kemana sih bang Dik,,,,,,,,," Seketika ucapan Siska terpotong.

"Woy, kak Siska, Dimas.! Lihat tuh.! Itu didepan mobil siapa.? Waaah bangus bangeeet." Ucap salah satu teman dari Diki sambil menatap kearah mobil mewah yang sedang berparkir tepat di depan rumah tersebut.

"Loh, kok itu mobil berhenti didepan rumah kita sih kak.?" Ucap Dimas bingung sambil terus menatap kearah mobil mewah tersebut yang berhenti tepat didepan rumahnya itu.

"Kakak juga enggak tau, emang itu mobil mewah punya siapa yah.?" Ucap Siska yang juga bingung melihat hal tersebut.

"Eh tunggu dulu kak.! Itu bukannya Bang Diki yah yang turun dari mobil mewah itu.!" Ucap Dimas sambil menunjuk kearah Diki Abangnya yang sedang turun dari dalam mobil mewah tersebut yang tak lain adalah mobil milik Devano.

"Oh iya bener Dim, itu Bang Diki." Ucap Siska.

"Ya udah deh kak.! Dimas mau samperin Bang Diki dulu" Ucap Dimas sambil buru-buru melangkah menuju ke arahnya.

"Gilaaaaa, ini mobil bagus banget." Ucap Dimas yang baru saja sampai di tempat tersebut, sambil terus menatap kearah mobil mewah tersebut.

"Mobil siapa nih Bang.?" Ucapnya lagi penasaran.

"Kenapa emang.? Baru lihat mobil sebagus dan semewah ini.!" Ucap Diki sambil tersenyum meledeknya.

"Ya bukan gitu Bang, Dimas cuma kaget aja lihat Abang turun dari mobil semewah ini.! Emang ini mobil punya siapa sih Bang.?" Ucapnya penasaran, lagi-lagi ia bertanya seperti itu.

"Punya kak Devano, Abang dipinjemin sama dia suruh pakai ini mobil.!" Ucap Diki mencoba untuk menjawabnya.

"Waaah yang bener Bang.? Kalau gitu besok Dimas ke sekolah pinjam mobilnya yah Bang.? Pasti banyak deh cewek-cewek yang bakal ngelirik Dimas." Ucap Dimas bercanda.

"Enak aja.! Emang motor loh kemana.?" Ucap Diki.

"Ada tuh.! Tapi dari tadi mati-mati mulu, capek Dimas benerinnya." Ucap Dimas serius karena motornya itu adalah motor tua.

"Ya udah.! Besok Abang anterin deh ke sekolah pakai ini mobil.!" Ucap Diki serius.

"Waaah yang bener Bang.? Kalau kayak gini ceritanya, bisa-bisa besok banyak cewek-cewek yang ngantri nih sama gw.." Ucap Dimas sambil tersenyum.

Pagi pun tiba,,,,,,,,

DI PERJALANAN.

Waktu menunjukkan pukul 07:00 Pagi.

Terlihat Diki yang sedang mengendarai mobilnya, untuk mengantarkan Dimas adiknya berangkat ke sekolah, karena seperti yang kita tau, kalau untuk hari ini ia memang sudah berjanji akan mengantarkannya menggunakan mobil mewah tersebut.

"Gilaaaa, jadi orang kaya itu ternyata enak banget yah Bang.?" Ucap Dimas.

"Berangkat ke sekolah pakai mobil mewah, mana adem lagi ada AC nya, enggak kepanasan, pengin apa-apa tinggal tunjuk.! Coba aja kalau Dimas ini jadi orang kaya." Ucap Dimas ngoceh-ngoceh sendiri, sehingga Diki yang sedang fokus mengendarai mobilnya pun tersenyum.

"Udah kamu belajar aja dulu yang bener.! Enggak usah ngehalu yang enggak-engg,,,,,," Seketika ucapan Diki terpotong, karena tiba-tiba ia melihat seorang perempuan seperti Renata yang sedang kesusahan mengecek mesin mobilnya ditengah-tengah jalan, karena sepertinya mobilnya itu mogok.

"Itu bukannya Renata yah.? Perempuan rese yang kemarin ada di rumah Devano.? Tapi ngapain itu perempuan berhentiin mobilnya di tengah-tengah jalan kayak gitu.! Apa mungkin mobilnya itu mogok.?" Ucapnya dalam hati penasaran, sambil terus menatap kearahnya yang masih terus kesusahan mengecek mesin mobilnya.

"Aduuuh.! Ini mobil kenapa harus mogok segala sih.? Mana cuaca mau hujan, jauh dari bengkel lagi.! Terus gw harus gimana nih.? Gw kan enggak ngerti masalah mobil." Ucap Renata kesel, sambil terus mengecek mesin mobilnya, hingga akhirnya Diki pun menyadari kalau perempuan tersebut memang benar Renata.

"Waaah kayaknya bener itu Renata.! Perempuan rese dan sok tau yang kemarin ada di rumah Devano." Ucapnya lagi dalam hati sambil tersenyum, karena seneng melihatnya kesusahan.

"Eeemmmm, gw cengin dia aaah.!" Ucapnya dalam hati sambil terus tersenyum, sehingga Dimas adiknya yang sedang duduk di sampingnya pun bingung melihatnya.

"Bang , Abang itu kenapa sih dari tadi senyum-senyum sendiri.?" Ucapnya sambil terus menatap kearah Diki Abangnya yang senyum-senyum sendiri seperti orang gila.

"Oh enggaaaak, Abang enggak kenapa-napa." Ucap Diki sambil buru-buru menghentikan mobilnya tepat disamping mobil Renata, sehingga Dimas pun lagi-lagi bingung dibuatnya.

"Bang, Abang ngapain berhentiin mobilnya di sin,,,,,,,," Seketika ucapan Dimas terpotong.

"Udah kamu diem aja.!" Ucap Diki sambil tersenyum menatap kearah Renata yang sampai sekarang pun masih kesusahan mengecek mesin mobilnya yang mogok itu.

"Aduuuh.! Gw harus minta tolong sama siapa yah.? Kalau kayak gini bisa-bisa telat gw ke rumah sakit, mana pasien gw sekarang lagi banyak banget lagi.?" Ucap Renata bingung dan panik, sehingga Diki yang masih berada di dalam mobilnya pun lagi-lagi tersenyum, kemudian ia pun langsung buru-buru membuka kaca mobilnya.

"Woy.! Mobilnya kenapa non, mogok.?" Teriak Diki dari dalam mobil, sambil tersenyum jahil kepadanya.

Mendengar teriakkan Diki, seketika Renata pun langsung menatap kearahnya.

"L, l, loh.!" Ucapnya kaget.

"Ngapain loh ada disini.? Loh sengaja yah dari kemaren ngikutin gw.!" Ucapnya lagi nyolot.

"Eeeeh asal main tuduh-tuduh aja loh.! Lagian ngapain gw ngikutin loh.!" Teriak Diki tak terima.

"Kalau loh enggak ngikutin gw, kenapa dong sekarang kita bisa ketemu lagi disini.!" Ucap Renata kesel.

"Lah.! Mana gw tau, mungkin kita jodoh kali." Ucap Diki sambil tertawa meledeknya, ia sengaja berbicara seperti itu karena ia sedang memancing emosinya.

"Iiiihhh ogah amat gw jodoh sama loh.! Dari pada gw jodoh sama loh.! Lebih baik gw enggak nikah seumur hidup gw." Ucap Renata yang sudah mulai terpancing emosinya, sehingga Diki pun lagi-lagi tersenyum.

"Udah loh enggak usah marah-marah terus.! Ngomong-ngomong loh mau enggak gw bantuin nyalain itu mobil.!" Ucap Diki sambil menunjuk ke arah mobil tersebut.

"Enggak usah.! Gw enggak butuh bantuan cowok enggak jelas kayak loh.!" Ucap Renata kesel sambil menatap sinis kearahnya.

"Ya udah.! Lagian gw juga cuma bercanda kok nawarinya, iya enggak Dim.?" Ucap Diki sambil tertawa kearah Dimas, kemudian ia pun langsung melajukan mobilnya kembali.

"Dadaaaaaaaah.!" Teriaknya sambil tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.

"Iiiiiihhhh.! Ngeselin banget sih itu cowok.! Jangan sampai deh gw ketemu lagi sama cowok enggak jelas kayak gitu.!" Ucap Renata penuh emosi, sehingga Dimas yang melihatnya pun merasa kasihan dan tak tega.

"Bang, Abang kok iseng banget sih jadi cowok.?" Ucap Dimas sedikit kesel.

"Itu cewek kan kasihan Bang.?" Ucapnya lagi sambil menatap kearah Renata yang masih kesusahan mengecek mesin mobilnya dari kaca spion mobil yang sedang Diki bawa.

"Udah biarin aja.! Lagian itu cewek rese yang semalam Bang Diki ceritain sama kamu dan juga Siska" Ucap Diki dengan santainya, ia berbicara seperti itu karena tanpa sepengetahuan dari kita, semalam ia sempat menceritakan kejadian kurang mengenakkan antara ia dan Renata, kepada Dimas dan juga Siska adiknya.

"Bang, tapi itu cewek sekarang lagi kesusahan loh Bang.! Masa Abang tega sih.? Lagian emang Abang enggak ngelihat, tuh.! Cuaca diluar udah mau hujan, dan sampai sekarang itu cewek masih belum bisa nyalain mobilnya. Ayolah baaang, bantuin dia.! Kasihan bang." Ucap Dimas memohon sambil mencoba untuk menyadarkan Diki kakaknya agar mau menolongnya.

"Tapi Dim, sekarang ini udah siang.! Entar kami telat lagi ke sekolah." Ucap Diki mencoba untuk menolak.

"Bang, Abang itu kenapa sih.? Emang Abang lupa apa pesan dari almarhum ibu.! Kalau kita ini harus membantu orang yang lagi kesus,,,,," Seketika ucapan Dimas terpotong.

"Iya, iya, Abang inget.! Udah enggak usah dilanjutin lagi. Nih.! Sekarang juga Abang muter balik." Ucap Diki, ia memang paling tidak bisa jika sudah mendengar pesan dari almarhum ibunya, kemudian ia pun langsung muter balik untuk menolong Renata.

"Ngapain itu mobil cowok enggak jelas balik lagi.? Belum puas apa dia udah bikin gw kesel dari kemaren.?" Ucap Renata kesel, sambil menatap kearah mobil Diki yang sudah terparkir tepat di belakang mobilnya.

"Mau ngapain loh kesini lagi.?" Ucap Renata jutek, sambil menatap kearah Diki yang sudah berdiri tepat dihadapannya.

"Kok mau ngapain, ya mau bantuin loh lah.!" Ucap Diki nyolot.

"Enggak, enggak usah.! Gw enggak butuh bantuan dari cowok rese kayak l,,,,,,,,," Seketika ucapan Renata terpotong, karena tiba-tiba Diki langsung mengecek mesin mobilnya.

"Eh.! loh mau ngapain ngecek-ngecek mobil gw.?" Ucap Renata masih kesel.

"Udah enggak usah banyak tanya, sekarang loh ambil alat-alatnya, cepetan.!" Ucap Diki menyuruhnya untuk mengambil peralatan untuk memperbaiki mesin mobilnya.

"Enggak mau.!" Ucap Renata masih jutek.

"Udah deh, loh itu enggak usah gengsi.! Ini itu udah mau hujan, emang loh mau apa hujan-hujanan sendirian disini, sambil benerin mesin mobil sendirian.?." Ucap Diki mencoba untuk menakut-nakutinya, sehingga Renata pun langsung terdiam.

"Tapi ada bebernya juga yah kata cowok enggak jelas ini.! Sekarang ini kan udah mau hujan, emang gw mau apa hujan-hujanan disini sendirian sambil benerin itu mobil.! Mana gw enggak ngerti masalah mobil, gw juga takut sama petir lagi." Ucapnya dalam hati serius, sambil terus terdiam dan terbengong.

"Eeehh.! Kok malah diem sih.? Udah cepetan ambil alat-alatnya.! Udah mau turun nih hujannya." Ucap Diki.

"Eh I, i, iya.! Alat-alat yah.? Bentar yah Renata ambilin dulu." Ucap Renata gugup sambil buru-buru mengambil alat-alat tersebut dari dalam mobilnya.

"Nih.!" Ucap Renata sambil memberikan satu buah kotak peralatan tersebut kepadanya.

"Udah loh pegangin aja dulu.!" Ucap Diki yang sudah mulai sibuk mengecek mesin mobil tersebut, tanpa menoleh ke arahnya sedikit pun.

"Coba mana gw ambilin Tang.!" Ucap Diki sambil terus sibuk mengecek mesin mobil tersebut.

"Tang, yang ini.! Apa yang ini.?" Ucap Renata bingung, sambil memegang dua buah peralatan mobil tersebut ditangannya.

"Yang ini bukan, yang itu juga bukan." Ucap Diki serius, kemudian ia pun langsung melanjutkan memperbaiki mesin mobil tersebut lagi.

"Oh bukan yah.? Ya udah Renata coba Ambil lagi.!" Ucap Renata sambil buru-buru mengambil satu buah peralatan mobil tersebut lagi.

"Kalau yang ini Tang apa bukan.?" Ucap Renata sambil menunjukan lagi satu buah peralatan mobil tersebut kepadanya.

"Ya ampun Rentaaaa.! Itu tuh Obeng Renata, masa loh enggak tau sih.?" Ucap Diki kesel.

"Ya mana gw tau, emang gw ngerti apa masalah kayak ginian.!" Ucap Renata sambil cemberut karena ia memang benar-benar tidak tau mana yang namanya Obeng dan mana yang namanya Tang.

"Ya udah deh mana alat-alatnya.! Biar gw yang ambil sendiri aja." Ucap Diki sambil buru-buru mengambil kotak peralatan tersebut dari tangannya.

"Udah lebih baik loh berteduh tuh disitu.! Soalnya sebentar lagi udah mau turun nih hujannya, nanti loh kehujanan lagi.! Anak manja kayak loh kan enggak bisa kehujanan." Ucap Diki meledeknya, sambil menunjuk ke arah warung yang berada tepat di seberang jalan tersebut.

"A, a, apa tadi loh bilang.?" Ucap Renata marah sambil menatap sinis kearahnya.

"Oh enggaaaak, gw enggak ngomong apa-apa." Ucap Diki berbohong.

"Enggak, tadi gw denger loh ngomong katanya gw anak manj,,,,,," Seketika ucapan Renata terpotong.

"Dimas.! Tolong ambilin jaket Abang di mobil.! Kasih tuh sama kak Renata.! Soalnya di luar udah gerimis." Teriak Diki serius, ia sengaja meminjamkan jaketnya untuknya agar ia tidak kehujanan, sehingga membuat Renata yang sedang marah pun seketika langsung terdiam.

"T, t, tadi cowok rese itu ngomong apa.? Cowok rese itu mau minjemin gw jaket, karena di luar udah gerimis.? Maksudnya apa.? Dia enggak mau kalau gw sampai kegerimisan.?" Ucap Renata dalam hati gugup karena saking kaget dan tak percayanya mendengar ucapan darinya, kemudian ia pun langsung tersenyum.

"Ternyata cowok rese itu baik juga yah.?" Ucapnya lagi dalam hati sambil terus tersenyum, karena ternyata cowok rese seperti Diki masih mempunyai sisi baik juga.

"Ok Bang.!" Teriak Dimas dari dalam mobil, kemudian ia pun langsung buru-buru mengambil jaket tersebut dan memberikannya kepada Renata.

"Nih kak jaketnya.!" Ucap Dimas sambil tersenyum.

"Oh i, i, iya.! Thanks yah.?" Ucap Renata gugup.

"Ya udah, kakak berteduh tuh disana.!" Ucap Dimas sambil menunjuk ke warung, tempat yang Diki tunjukkan kepada Renata untuk ia berteduh.

"Oh iya dek, kakak tinggal dulu yah.?" Ucap Renata sambil tersenyum, kemudian ia pun langsung buru-buru melangkah menuju warung tersebut, sesampainya ia di dalam warung, ia pun langsung menatap kearah Diki dan Dimas yang masih terus sibuk mengecek mesin mobilnya.

"Gimana Bang, udah nyala belum mobilnya.?" Ucap Dimas penasaran.

"Belum Dim. Eh tapi kamu coba dulu de nyalain mobilnya.! Siapa tau aja bisa, soalnya ini ada kabel yang putus udah abang sambung." Ucap Diki sambil terus sibuk mengecek-ngecek mesin mobil tersebut, sehingga Renata yang sedang duduk di warung pun tersenyum melihatnya.

"Gw bener-bener enggak nyangka, ternyata cowok rese itu enggak seperti yang gw kira, ternyata cowok rese itu baik juga."

Ucap Renata yang tidak sadar telah memujinya, sambil terus tersenyum menatap kearahnya.

"Ayo Dim, cepetan nyalain mobilnya.! Udah nyala apa belum.? Hujannya udah mau turun nih.!" Teriak Diki.

"Bentar yah Bang.! Dimas coba nyalain dulu." Teriak Dimas dari dalam mobil tersebut, kemudian ia pun langsung buru-buru menyalakan mobil tersebut.

"Bang, berhasil Bang.! Udah nyala Bang, udah nyala." Teriak Dimas tergesa-gesa karena saking senangnya.

"Ok, sip.!" Teriak Diki sambil tersenyum.

"Ya udah ayo Bang, kita kesana dulu.! Hujannya udah turun nih.!" Ucap Dimas sambil melangkah menuju warung tempat dimana Renata sedang berteduh, dan diikuti oleh Diki dari belakang.

"Mas, kopi dua yah mas.?" Ucap Diki yang sekarang sudah berada di dalam warung tersebut, kemudian ia pun langsung duduk tepat di samping Dimas dan juga Renata, sambil menikmati secangkir kopi yang ia pesan bersama-sama.

"Kalau dilihat-lihat, ternyata cowok rese ini ganteng juga yah.? Baik lagi."

Ucap Renata dalam hati sambil menatap kearah Diki, sepertinya sekarang ini ia sudah mulai terpukau akan ketampanan dan kebaikannya.

"Loh ngapain lihatin gw kayak gitu.? Udah mulai naksir loh sama gw.?"

Ucap Diki dengan tengilnya, sambil tersenyum kearahnya, sehingga Renata pun langsung salah tingkah dibuatnya.

"Oh e, e, enggaaak.! Siapa yang lagi lihatin loh.! Gw enggak lagi lihatin loh kok.!" Ucap Renata gugup karena ia sedang berbohong.

Melihat Renata gugup seperti itu, Diki hanya tersenyum, begitu juga dengan Dimas yang sedang duduk di sampingnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!