...~•Happy Reading•~...
Ambar Kirania adalah seorang Ibu muda yang sudah memiliki seorang putra bernama Juha Enoch. Saat ini, Juha memasuki usia 5 tahun, dan sudah mulai bersekolah di TK.
Setiap pagi Juha ke sekolah di antar oleh Papanya, Rulof Kardasa. Karena sekolahnya berada di arah yang sama, Papanya berangkat ke kantor. Pulang sekolah baru dijemput oleh Mamanya, Ambar.
Seperti hari ini, Ambar sudah pulang menjemput Juha dari sekolah. Mereka baru turun dari commuterline di Stasiun B. Dari stasiun mereka berjalan kaki ke rumah, karena komplek perumahan tempat tinggal Ambar tidak jauh dari stasiun.
"Mamaa, ayooo, cepat jalannya. Juha sudah haus dan lapar." Juha berkata sambil menarik tangan Mamanya, karena sudah tidak sabar tiba di rumah.
"Iyaaa, Juha. Sabar, sebentar lagi sudah sampai." Ambar berkata sambil menghapus keringatnya, karena Juha mengajaknya berjalan sangat cepat.
Walaupun menggunakan payung, tetap merasa panas, karena matahari di atas jam 11.00 bersinar terik. Ketika sampai di rumah, Ambar mengambil minuman untuk Juha dan dirinya. "Juha, ini minum dulu, lalu ganti baju. Setelah itu baru kita makan." Ambar memberikan segelas air mineral kepada Juha. Dia juga minum segelas air yang sudah diambil untuknya.
^^^Setelah minum, Juha masuk ke kamarnya untuk mengganti baju seperti yang dikatakan Mamanya. Dengan cepat dia mengganti baju, karena sudah sangat lapar.^^^
"Seni, kalau masakannya sudah matang, tolong disiapkan, yaa. Juha sudah lapar sekali." Ambar berkata kepada ART yang berada di dapur, sebelum dia ke kamar untuk mengganti pakaiannya.
"Masakannya sudah matang Bu, tetapi sekarang sudah habis." Jawab Seni pelan, dan mengatakannya dengan ragu-ragu sambil mendekati nyonyanya.
"Sudah habis? Siapa yang menghabiskan?" Tanya Ambar, terkejut dan heran, sambil berbalik melihat Seni yang mendekatinya.
'Seni tidak mungkin bisa menghabiskan semua ayam dan sayur yang tadi telah dimasak jadi satu.' Pikir Ambar, karena masakkannya lumayan banyak, bisa untuk makan malam juga.
^^^Tadi sebelum berangkat jemput Juha, Ambar telah menyiapkan semua dengan bumbunya. Seni tinggal mematangkan saja, sambil menunggunya pulang jemput Juha.^^^
"Tadi Kakaknya bapak datang dan makan, Bu. Terus sisa masakannya di bawa pulang juga." Seni menjelaskan apa yang terjadi saat nyonyanya pergi dan mengapa masakan bisa habis sebelum dimakan oleh mereka.
"Oooh, tadi Kak Inge datang ke sini? Kenapa Kak Inge ngga kasih tau saya, yaa?" Tanya Ambar, kemudian mengambil ponsel untuk melihat, mungkin Inge sudah kirim pesan atau menelponnya. Ternyata tidak ada panggilan tidak terjawab atau pesan dari Inge.
"Yaa, udah Seni, masak yang ada saja deh, yang bisa cepat matang. Mungkin bisa ceplok telur saja dulu, karena Juha sudah lapar. Saya mau ganti baju, baru masak lagi untuk kita.
"Bu, telurnya juga sudah habis." Ucap Seni, makin pelan.
"Habis? bukankah tadi masih ada beberapa butir telur di kulkas?" Tanya Ambar heran, sambil menuju kulkas untuk memastikan. Karena dia tahu, tadi saat menyiapkan masakan, masih ada beberapa butir telur di kulkas.
"Iyaa, Bu. Tadi masih ada, tapi sudah dibawa juga sama kakaknya bapak." Seni menjelaskan lagi.
Ambar langsung menatap Seni seakan tidak percaya. Namun setelah melihat isi kulkas yang kosong, Ambar melongo, tidak percaya dengan yang dilihatnya. Tidak ada yang bisa dimasak lagi. Ayam yang dimasak tadi, adalah ayam terakhir yang ada dikulkas. Sedangkan sedikit ikan yang tersisa sudah tidak berbekas.
"Seni, ini tolong beli telur 1/4 kg di warung yaa, nanti dibuat mata sapi untuk kita bertiga." Ambar berkata sambil mengeluarkan uang Rp.10.000 dari dompet dan memberikannya kepada Seni.
Ambar berjalan ke kamar untuk mengganti pakaiannya. Hatinya jadi sedih, karena anaknya akan makan telur dan nasi lagi. Hal ini sering terjadi, menjelang akhir bulan. Tetapi sekarang baru melewati pertengahan bulan, semua stock makanan satu bulan telah ludes.
...*((**))*...
Menjelang waktu makan malam, Rulof belum pulang dari kantor. Ambar langsung mengirim pesan untuk suaminya. "Mas, pulang dari kantor jam berapa?" Isi pesan Ambar kepada Rulof. Dia sudah tidak sabar menunggunya untuk makan.
"Aku sedang lembur, pulangnya malam." Balasan pesan dari Rulof. Ambar langsung tertunduk lesu. Dia berharap suaminya akan cepat pulang, sehingga bisa pesan makanan untuk makan malam mereka.
^^^Ambar berjalan keluar dari kamarnya dengan hati yang makin sedih dan tidak enak hati kepada Seni. Mereka akan makan dengan apa yang masih ada atau diada-adakan.^^^
"Seni, uang yang tadi siang masih ada kembaliannya?" Tanya Ambar kepada Seni, tentang uang kembalian beli telur.
"Masih ada, Bu. Itu saya letakan di atas kulkas." Seni menjawab sambil menunjuk dengan jempolnya ke atas kulkas.
"Tolong Seni tambahin, agar bisa beli telur untuk makan malam kita, ya." Ambar berkata tanpa melihat Seni, sebab tidak enak terhadapnya.
"Baik, Bu. Saya akan pergi ke warung." Seni berkata cepat, lalu mengambil uang di atas kulkas dan masuk ke kamarnya untuk mengambil uang tambahan. Kemudian keluar dari rumah untuk beli telur di warung.
^^^Ambar tertunduk malu dan sedih di ruang tamu. Untuk beli telur saja, dia harus minta tambahan uang dari ART. Uangnya yang tersisa, hanya selembar Rp. 10.000,- yang sudah diberikan untuk Seni tadi siang.^^^
Setelah Seni pulang dari warung, Ambar segera ke dapur untuk membuat telur dadar. Karena tadi siang mereka sudah makan nasi dengan telur mata sapi, malam ini dengan telur dadar.
"Seni, tolong panggil Juha untuk makan, yaa." Ucap Ambar, setelah makanan telah disajikan di meja makan. Juha datang dan duduk di meja makan tanpa suara, karena melihat wajah Mamanya yang tidak senang.
"Juha, berdoa, lalu makan. Nanti selesai makan, kita belajar sebentar di kamar, ya. Juha ceritakan, tadi belajar apa saja di sekolah." Ambar mengajak Juha bicara, karena melihatnya hanya diam.
"Iyaa, Ma." Jawab Juha singkat, seperti makannya yang singkat. Setelah makan, Juha masuk ke kamarnya lagi.
"Seni, masih ada susu Juha?" Tanya Ambar.
"Masih, Bu. Mau saya buatkan sekalian?" Tanya Seni.
"Tidak sekarang, Seni. Sedikit lagi baru saya buatkan." Ucap Ambar lagi.
^^^Setelah berbicara dengan Juha di kamarnya dan menemani dia belajar, Ambar keluar ke dapur untuk membuat susu sebelum Juha tertidur.^^^
'Syukur, masih ada susu. Kalau ngga, kasihan anakku.' Ambar membatin, sambil membuat susu.
Setelah minum susu, Ambar menemani Juha berbaring sambil membaca sebuah cerita sebelum tidur. Setelah selesai mendengar cerita, Juha memeluk Mamanya. "Mama, betis Juha sakit sekali." Ucap Juha, sambil menunjuk betisnya.
"Kalau begitu Juha bangun dan berdoa, yaa. Setelah itu baru berbaring. Mama akan pijit betismu." Ucap Ambar, karena khawatir Juha tertidur saat dipijit.
"Iyaa, Ma." Ucap Juha, langsung bangun dan berdoa. Ambar mengambil minyak hangat untuk memijit betis dan kaki Juha.
"Sekarang Juha berbaring, Mama akan pijit betis dan kakimu." Ucap Ambar, dan Juha kembali berbaring.
^^^Ambar memijit betis dan kaki Juha dengan hati yang makin sedih karena tahu, Juha merasa pegal dan sakit di kakinya karena jalan kaki dari stasiun ke rumah.^^^
Ketika melihat putranya telah tertidur, Ambar berhenti memijit betis dan menyelimutinya dengan selimut. Kemudian mencium keningnya dengan sayang, lalu keluar kamar sambil memikirkan kondisi putranya.
...~●○♡○●~...
...~•Happy Reading•~...
Setelah keluar dari kamar Juha, Ambar menuju dapur untuk mengambil minuman sebelum ke kamarnya. Ambar melihat Rulof sudah pulang dari kantor dan telah mandi. Ternyata, Rulof sudah pulang ketika Ambar masih berada di kamar Juha.
"Sudah makan, Mas?" Tanya Ambar, ketika melihat Rulof sedang duduk di kursi meja makan sambil minum air mineral.
"Sudah'lah, masa jam segini belum makan?" Jawab Rulof dengan santai.
^^^Ambar tidak menghiraukan ucapan Rulof yang tidak menyenangkan. Dia ingin membicarakan kejadian yang terjadi di rumah tadi siang, karena sudah tidak tahan dengan tindakan Inge dan melihat kondisi putranya yang sering tidak bahagia.^^^
"Ooh iyaa, Mas. Tolong bilang sama Kak Inge, kalau mau bawa makanan dari rumah ini, tolong bilang dulu sama aku, ya." Ambar berkata pelan, menahan nada bicaranya tetap tenang dan sabar.
"Kak Inge sudah bilang sama aku. Tetapi karna sibuk seharian, aku lupa ngasih tau kau." Rulof tetap berkata santai, tetapi Ambar terkejut dan menatapnya dengan heran. 'Nii, orang perasaannya lagi nyangkut di mana?' Tanya Ambar dalam hati.
"Nanti kalau ada bilang lagi sama Mas, bilang sama Kak Inge, jangan bawa makanan yang sudah dimasak. Bawa saja yang masih mentah." Ucap Ambar yang mulai emosi, karena melihat Rulof menanggapi keluhannya dengan santai.
"Kau itu, makanan saja diributkan. Kau hanya tinggal di rumah dan juga ada pembantu. Apa tidak bisa memasak lagi?" Tanya Rulof, mulai emosi melihat Ambar terus membahas soal makanan.
"Ini bukan soal bisa memasak lagi, ini soal lapar. Kak Inge sudah makan di sini, kenapa tidak membawa pulang makanan yang masih mentah saja? Biarkan makanan yang sudah matang itu untuk kami." Ucap Ambar, sudah mulai naik level emosinya.
"Kenapa dari tadi, kau ribut soal makanan terus? Kak Inge bukan orang lain. Dia itu Kakakku." Ucap Rulof mulai naik level emosi juga.
"Siapa yang bilang Kak Inge bukan Kakakmu? Siapa yang ribut soal makanan? Yang aku persoalkan itu, laparrr. Karna tidak ada yang bisa dimakan." Ucap Ambar, sambil melihat Rulof dengan emosi.
"Kau tidak pikirkan anakmu? Apakah aku harus mengikat perutnya dengan tali, supaya dia tidak merasa lapar?" Ucap Ambar, sudah benar-benar emosi.
"Ada apa denganmu? Kau seorang Ibu, masa membiarkan anak sendiri lapar? Kau bikin apa saja di rumah ini?" Rulof ikut emosi dan langsung berdiri meninggalkan Ambar yang sedang marah.
Rulof emosi, tetapi terkejut melihat Ambar bisa marah. Karena selama ini, Ambar tenang-tenang saja. Tidak pernah ribut, jika saudaranya datang dan tinggal atau mengambil sesuatu dari rumah.
"Tinggalkan uang di situu...!" Ucap Ambar singkat dan tegas, sambil menunjuk meja ruang tamu.
"Kau butuh uang untuk apa? Semua keperluan sudah aku beli dan sediakan di rumah ini." Rulof melihat Ambar dengan emosi yang meningkat.
"Kau pikir, aku dan Juha ngesoot dari sekolahnya sampai ke rumah ini?" Ambar tidak tahan dan sudah sangat marah mendengar ucapan Rulof.
"Makanya, belajar mengatur uang." Ucap Rulof tajam. Perkataan Rulof membuat Ambar lebih naik level lagi marahnya.
"Uang mana yang harus aku atur? Kapan terakhir kau memberiku uang? Apa aku harus membukanya di sini? Kalau bicara, pegang kepalamu. Supaya jangan sampai kepalamu bergeser." Ambar langsung berdiri.
^^^Rulof melihat Ambar dengan wajah memerah, karena menahan amarahnya. Tetapi Ambar sudah terlanjur marah, membuatnya tidak bisa berhenti.^^^
"Kalau belum bisa mengurus keluargamu, jangan mengharapkan orang lain untuk mengurus uang. Jadi sebelum tau urus istri dan anak, silahkan tidur sendiri. Mungkin guling bisa mengajarimu." Ucap Ambar yang sudah tidak terkendali amarahnya.
Begitu juga dengan Rulof yang langsung masuk ke kamar dan membanting pintu dengan keras. Ambar mengabaikan kemarahan Rulof. Dia berjalan ke dapur untuk mengambil minuman. Dia ingin menurunkan amarahnya dengan minum minuman dingin.
Setelah agak tenang, Ambar berjalan ke kamar Seni dan mengetuk pintu kamarnya. Karena ada yang mau dia bicarakan dengannya. Ketika membuka pintu, Seni terkejut melihat nyonyanya berdiri di depan pintu dengan wajah memerah.
"Seni, Ibu mau bicara sebentar denganmu." Ambar berkata sambil masuk ke kamar Seni.
"Seni, besok pagi tidak usah bikin kopi untuk bapak. Kasih saja air mineral panas atau hangat. Kalau ditanya soal sarapan, bilang saja cari di lemari atau kulkas." Emosi Ambar mulai turun level.
"Bu, memang sudah tidak ada kopi lagi. Tadi Kakaknya bapak sudah bawa semuanya. Katanya buat suaminya yang suka ngopi." Ucap Seni, pelan.
"Yang bubuk juga?" Tanya Ambar, tidak percaya dengan yang didengarnya.
"Iyaa Bu, semuanya. Katanya, nanti bapak akan beli lagi." Seni jadi tidak enak, karena tadi siang tidak kasih tahu nyonyanya.
"Astagaaa. Syukur susunya Juha tidak dibawa juga." Ambar berkata sambil menepuk dahinya, karena membayangkan jika hal itu terjadi.
"Oooh, yang itu juga mau dibawa, Bu. Untuk anaknya, tapi saya terus memeluk kaleng susunya. Saya bilang, Juha pulang sekolah suka minum susu. Kalau tidak ada susu, nanti menangis." Seni menceritakan kejadian yang terjadi.
"Astagaaa. T'rima kasih, Seni. Kalau kau tidak melakukannya, mungkin Juha tidak bisa tidur malam ini." Ambar langsung mengelus lengan Seni dengan perasaan tenang dan bersyukur.
"Ibu jangan marah lagi, jangan sampai Ibu sakit. Kasihan Juha." Seni berkata demikian, karena tahu nyonyanya sedang bertengkar dengan majikannya.
"Iyaa Seni, t'rima kasih sudah mengingatkan. Kau juga, segera tidur." Ambar mengangguk lalu meninggalkan kamar Seni.
^^^Seni sangat sayang kepada nyonyanya, karena sangat baik hati. Tidak pernah memperlakukannya seperti pembantu. Selalu bekerja bersamanya dan kalau makan, selalu mengajaknya makan bersama.^^^
^^^Tadi ketika mendengar suara ribut-ribut, Seni sempat keluar dari kamarnya. Dia berpikir ada apa, karena selama ini tidak pernah terjadi demikian. Akhirnya dia kembali masuk ke kamarnya, karena tidak sampai hati mendengar pertengkaran majikannya.^^^
Ambar tidak masuk ke kamarnya, tetapi kembali ke kamar Juha. Dia ingin tidur bersama putranya, karena hatinya begitu terluka dengan sikap dan ucapan Rulof, suaminya.
Mereka telah menjadi suami istri hampir 6 tahun, tetapi Rulof tidak mau mengerti apa yang terjadi dengan istri dan keluarganya. Kalau dulu Juha masih kecil, Ambar tidak terlalu menanggapi ketika direcokin keluarga Rulof. Tetapi semenjak Juha mulai sekolah, itu sangat mengganggunya.
'Tidak bisa seperti begini terus, kasihan anakku.' Ambar membatin lalu membaringkan tubuhnya di samping Juha. Kemudian dia teringat kepada Sari, teman kuliahnya.
Ambar mengirim pesan untuknya, menanyakan kabarnya. Sari tidak membalas pesannya, tetapi langsung menelponnya.
📱"Halloo, Ambar. Apa kabarmu?" Tanya Sari terkejut, menerima pesan Ambar.
^^^Karena komunikasi terakhir mereka saat Ambar mengirimkan pesan ucapan Selamat Idul Fitri kepadanya. Setelah itu, mereka disibukan dengan kesibukan masing-masing sehingga tidak berkomunikasi lagi.^^^
📱"Kabarku lumayan baik, Ri. Dan apa kabarmu juga?" Ambar balik bertanya.
📱"Lumayan baik juga, karena jam segini masih belum pulang rumah." Ucap Sari.
📱"Kau masih di restoran, Ri?" Tanya Ambar menebak, karena Sari belum pulang ke rumah.
📱"Iyaa. Ini sudah mulai dirapikan karyawan, sebentar lagi baru tutup." Sari berkata sambil melihat karyawannya sedang berbenah.
📱"Ri, apakah kau masih terima karyawan untuk restoranmu?" Tanya Ambar pelan dan ragu.
📱"Untuk siapa, Ar?" Tanya Sari, mendengar pertanyaan Ambar yang ragu-ragu.
📱"Untukku, Ri. Aku pingin kerja di tempatmu, kalau bisa." Ambar berkata pelan. Mendengar suara Ambar, Sari mengerti. Ambar tidak sedang bercanda.
📱"Kalau begitu, besok pagi kau ke restoranku saja. Kita bertemu di sini, baru dibicarakan." Sari langsung mengerti.
📱"Iyaa, Ri. T'rima kasih sebelumnya dan hati-hati pulangnya." Ambar berkata dengan hati yang sedikit tenang.
📱"Ok, Ar. Sampai ketemu besok." Lalu mengakhiri pembicaraan mereka.
Ambar duduk di tepi tempat tidur dan berdoa untuk Sari dan rencana pertemuan mereka di esok hari. Kemudian mengatur alaram dan tidur sambil memeluk putranya.
...~●○♡○●~...
...~•Happy Reading•~...
Bunyi alaram membangunkan Rulof. Ketika bangun dan melihat kamarnya kosong, dia menyadari, tadi malam Ambar tidak tidur bersamanya di kamar. 'Mungkin dia tidur dengan Juha.' Pikir Rulof, sambil mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.
^^^Setelah mandi dan berpakain, Rulof keluar kamar untuk sarapan. Dia akan berangkat pagi, karena harus mengantar Juha ke sekolah. Saat berjalan ke ruang makan, Rulof merasa heran dengan kondisi rumah yang sepi.^^^
Ketika melihat Seni, Rulof bertanya padanya. "Seni, ini pada kemana semua? Apakah Juha belum bangun?" Tanya Rulof, sambil melihat ke lantai atas.
"Ibu sedang keluar Pak. Kalau Juha sudah bangun, tetapi masih di kamar." Jawab Seni.
"Tolong buatkan sarapan dan panggil Juha, ya." Rulof berkata sambil duduk di meja makan untuk sarapan.
^^^Melihat hal itu, Seni terdiam. Dia merasa tidak enak untuk mengatakan pesan nyonyanya. Namun dengan berat hati, dia mengambil segelas air mineral panas lalu letakan di depan majikannya.^^^
"Apa ini, Seni? Saya tidak meminta air mineral. Saya mau minum kopi seperti biasanya." Rulof tidak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Seni. "Maaf, Pak. Tidak ada kopi lagi." Seni berkata pelan dan tetap berdiri di dekat majikannya.
"Apa maksudmu dengan tidak ada kopi lagi? Bukankah saya baru beli awal bulan ini?" Rulof tidak mengerti. "Dan mana sarapanku?" Tanya Rulof lagi, yang mulai emosi. Karena Ambar tidak menyiapkan sarapan untuknya.
"Maaf, Pak. Kopinya sudah habis dan tidak ada sarapan juga, Pak." Seni berkata pelan dan ragu.
"Bicara yang jelas, Seni. Saya tidak mengerti. Mengapa kopi saya yang sudah saya beli untuk stock satu bulan bisa habis dan tidak ada sarapan pagi ini." Rulof yang tidak mengerti keadaan, mulai tidak sabar.
Melihat itu, Seni memberanikan diri untuk bicara. "Begini, Pak. Kemarin kopi bapak sudah di bawa oleh Kakak bapak."
"Semua kopinya dibawa?" Tanya Rulof, seakan tidak percaya.
"Iyaa, Pak. Semuanya." Ucap Seni tegas dan meyakinkan.
"Kalau begitu, buatkan sarapan saja. Saya minum dengan air mineral ini." Emosi Rulof mulai surut. "Maaf, Pak. Tidak ada sarapan juga, karena tidak ada yang bisa di masak." Ucap Seni lagi.
"Apa maksudmu, dengan tidak ada yang bisa dimasak? Awal bulan ini saya sudah stock ayam, ikan, telur, dan lain-lain. Kau sendiri yang memasukan semuanya ke dalam kulkas." Rulof segera berdiri untuk memeriksa kulkas. Seni hanya melihat dalam diam, reaksi majikannya. Dia bersyukur, nyonyanya sedang keluar.
"Kemana semua yang saya beli dan masukan ke sini, Seni?" Tanya Rulof, heran.
Seni jadi gemas melihat majikannya yang tidak mengerti juga. "Semuanya sudah dibawa oleh Kakak bapak." Ucap Seni tegas, biar majikannya mengerti keadaan yang sedang terjadi di rumah.
"Semuanya ini, dibawa kemarin juga?" Tanya Rulof, seakan tidak percaya. Karena kemarin kakaknya bilang mau bawa sedikit makanan dari rumah, karena suaminya sedang kesulitan.
"Tidak, Pak. Kakak bapak sudah beberapa kali kesini mengambilnya. Kemarin yang terakhir, Pak." Ucap Seni dengan suara jelas.
"Kenapa kau tidak kasih tahu saya, supaya saya bisa beli lagi, setelah pulang kantor? Akhirnya begini, tidak ada untuk sarapan." Rulof mulai kesal.
Mendengar yang dikatakan majikannya, Seni tidak terima disalahkan. "Maaf, Pak. Saya tidak kasih tau bapak, tetapi dua hari lalu, Ibu sudah bilang sama bapak di kulkas cuma tinggal sedikit ayam, ikan dan telur." Seni jadi berani, karena dia tahu nyonyanya sudah katakan.
^^^Sedikit ayam itulah yang dimasak oleh Ambar untuk makan siang mereka kemarin. Tetapi belum sempat mereka cicipi, kakak majikannya telah datang dan makan. Sisanya juga dibawa pulang. Hal itu membuat Seni kesal, karena sudah cape'-cape' masak berdua nyonyanya, tidak bisa mencicipinya.^^^
"Oooh, mungkin saya tidak mendengarnya. Kalau begitu, tolong panggil Juha. Nanti kami sarapan di luar saja." Rulof menurunkan nada suara.
^^^Kemudian Seni berjalan ke kamar Juha dengan hati berbatu.^^^
^^^'Sangat tidak berpengertian. Kalau mereka sarapan di luar, lalu yang di rumah sarapan apa?' Tanya Seni dalam hati sambil geleng kepala. 'Untung Juha sudah dikasih minum susu tadi pagi sama Ibu.' Batin Seni.^^^
Kemudian, Seni berjalan bersama Juha menuju ruang tamu di mana Papanya sedang menunggu. "Juhaaa, kau belum ganti baju sekolah?" Tanya Rulof terkejut, melihat Juha masih kenakan baju rumah.
"Juha tidak mau masuk sekolah, Pa. Juha belajar di rumah saja sama Mama." Juha berkata sambil menunduk.
"Kenapa, kau tidak mau ke sekolah? Papa sudah bayar mahal TK mu." Rulof makin emosi, melihat Juha yang mulai rewel.
"Pokoknya, Juha tidak mau sekolaaa... Juha cape' jalan, Papaaa. Sekarang saja masih cape'." Juha sudah mau menangis.
"Kenapa kau bisa cape? Kau cuma belajar dan bermain di sana. Papa mengantarmu dengan mobil sampai sekolah. Kalau malas, jangan alasan cape'." Rulof jadi marah, karena melihat Juha mulai rewel dan malas ke sekolah.
"Juha capeee, karna jalan kaki tiap hari dengan Mama dari stasiun. Pokoknya, Juha tidak mau sekolaaa..." Juha teriak, lalu berlari ke kamarnya sambil menangis.
"Seni, benarkah mereka jalan kaki dari stasiun?" Tanya Rulof. Dia meragukan yang dikatakan Juha, karena dari stasiun ke rumahnya lebih dari 500 m. Dari gerbang depan komplek ke rumahnya saja, bisa 500 m.
"Saya tidak tau, Pak. Karna saya tidak pernah melihat. Yang saya tahu, selesai mandi setiap sore Ibu memijit betis Juha." Seni menjelaskan.
"Keterlaluan Mamanya, sekarang ada banyak angkutan online tinggal pesan. Mala anaknya diajak jalan kaki." Rulof menggerutu.
Seni yang mendengarnya, langsung melihat majikannya dengan takjub. 'Ini Pak Rulof lagi halu atau mimpi? Memangnya, pesan angkutan online ngga pake bayar?' Seni berkata dalam hati.
'Mau beli telur saja, Ibu masih pinjam uang sama saya. Ini mau naik angkutan online.' Seni kembali membatin dan menggelengkan kepalanya.
^^^Selama ini, Seni mengira nyonyanya orang yang sangat irit. Karena nyonyanya sangat baik, tapi kalau soal uang terlalu hati-hati dan cendrung irit. Namun setelah dengar pertengkaran mereka tadi malam, Seni jadi mengerti. Bu Ambar bukan irit, tetapi memang tidak punya uang.^^^
^^^Sambil berjalan ke belakang untuk mencuci pakaian, dia berpikir sesuatu yang tidak masuk akal. Mana mungkin Bu Ambar tidak punya uang. Rumah mereka bagus, suaminya punya mobil bagus. Tapi dia jadi sadar, karena gajinya dibayar oleh majikannya, dia kini mengerti. Nyonyanya ternyata bukan saja baik hati, tetapi sangat sabar.^^^
^^^'Kalau dapat saya, sudah ta kucek-kucekkk' Ucap Seni dalam hati, sambil mengucek baju di tangannya, dan jadi tersenyum sendiri.^^^
"Seniii." Panggil Rulof, di belakang Seni.
"Eeeh, Iyaa, Pak." Jawab Seni terkejut, karena tiba-tiba dipanggil majikannya.
"Ini duit. Tolong beli makanan untuk Juha, karna saya mau ke kantor." Rulof berkata sambil menyerahkan selembar uang 50.000.
"Iyaa, Pak." Seni berdiri lalu mengeringkan tangannya untuk mengambil uang dari tangan Rulof.
^^^Kemudian dia mengikuti majikannya untuk membuka pagar, karena majikannya mau berangkat ke kantor. Seni menggelengkan kepalanya, karena majikannya tidak melihat atau pamit sama anaknya yang lagi sedih di kamar.^^^
Setelah majikannya berangkat, Seni masuk ke rumah dan menuju kamar Juha. "Juha, Mba' mau ke tukang sayur dulu yaa, jangan keluar." Seni melihat Juha sedang menangis. Hatinya jadi sedih, karena Juha anak yang baik dan penurut. "Atau Juha mau ikut Mba' ke tempat tukang sayur?" Tanya Seni lagi, untuk menghiburnya. Juha hanya mengeleng. "Kalau begitu, tunggu di sini, ya. Mba' akan pergi secepatnya, supaya kau cepat sarapan." Ucap Seni.
"Mba', bolehkah sekarang Juha makan telur dan nasi saja? Juha sudah sangat lapar." Juha, memelas. "Baik, Juha tunggu di sini ya, Mba' pergi secepatnya." Seni segera ke warung untuk beli telur. Seni akan membuat sarapan untuknya dan Juha terlebih dahulu, sebelum ke tempat tukang sayur.
...~●○♡○●~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!