"Pergilah, aku sedang sibuk..." kata Vira dingin.
"Ck, aku akan menunggu, lagi pula sepertinya aku suka dengan anak-anak," kata Firlan yang notabene masih menjadi kekasih bayangan Vira.
"Terserah," ucap Vira meninggalkan Firlan dan berjalan ke arah satu meja untuk melihat hasil karya anak didiknya.
Vira yang dulu bekerja menjadi perawat, kini beralih profesi. Sekarang ini dia membuka kelas rajut dan melukis bagi anak-anak. Bukan hanya itu, ada juga seni clay yang bisa membuat anak-anak betah berlama-lama di ruangan itu. Apalagi Vira merupakan sosok ceria yang suka dengan anak-anak.
Dalam satu kelas, Vira hanya menangani 5 orang anak. Selain supaya lebih privat, Vira juga bisa lebih mudah mengajari mereka. Firlan memandangi wajah wanita dengan rambut pendek sebahu.
"Huffh, sulit sekali mengajaknya untuk bersama kembali," ucap Firlan.
"Hey, Nora ... apa kamu perlu bantuan?" tanya Vira mendekat pada seorang anak perempuan yang sepertinya dari tadi merusak kembali clay yang sudah terbentuk.
"Hu'um ini sulit sekali," keluh gadis kecil itu yang memakai baju pink.
"Coba berikan clay yang ada di tanganmu itu. Kira-kira kita bisa bikin bentuk apa, ya?" Vira membuat sesuatu dengan clay berwarna coklat pasir di tangannya.
"Kakak, aku juga mauuuu..." seorang gadis berlari dan menabrak tubuh Firlan yang sedang berjalan mendekati Fira.
"Jalan yang benar, Om! kaki Flo jadi sakit nih,"
"Kamu panggil aku apa?" Firlan berkacak pinggang.
"Om! dasar Om Om galak!" seru gadis kecil itu sembari mengusap kepalanya menjauh dari Firlan.
"Astaga, menyebalkan sekali anak itu!" ucap Firlan.
"Lagian katanya kakinya yang sakit, tapi kepala yang dia usek-usek! dasar bocah aneh!" gerutu Firlan. Baru saja dia akan melangkah ada seorang bocah yang kejar-kejaran dan menginjak jempolnya yang hanya menggunakan kaos kaki.
"Aaaaaawhhh!" pekik Firlan. Vira hanya menoleh sesaat lalu kembali masa bodoh.
"Hahahhahahahaha," suara lengkingan seorang anak perempuan yang tertawa kejar-kejaran sambil menakut-nakuti temannya dengan clay berwarna hijau dan membuat bentuk mirip ulat.
"Aaaaaaaaaaa!" teriak anak perempuan yang sedang di kejar.
"Jelas-jelas itu hanya ulat buatan, kenapa dia begitu ketakutan?" gumam Firlan yang berniat akan duduk di satu kursi kecil namun seseorang menariknya. Sehingga Firlan terjengkang.
"Ini kursi anak-anak bukan untuk orang tua!" hardik gadis kecil itu pada Firlan yang kini memegang pinggangnya yang sakit.
"Astaga, mereka sungguh sangat menyebalkan!" gumam Firlan.
Vira tak memperdulikan Firlan yang jatuh terjengkang dari atas kursi yang gagal pria itu duduki. Wanita itu malah memperhatikan dua anak yang sedang berlarian.
"Kamu lanjutkan ya, Nora..." ucap Vira sambil mengusap tangannya dengan tisu basah.
Dengan cepat ia menangkap salah satu anak yang sedang menjerit dikerjai temannya.
"Hap!" seru Vira menangkap si kecil berkucir kuda. Gadis itu memeluk pinggangnya.
"Nah, sekarang giliran kamu yang kakak tangkap!" ucap Vira seraya memeluk gadis kecil berambut pendek yang senang sekali menjahili teman yang lain.
"Hahahahah, ampun! ampuuun..." seru gadis itu.
"Jangan mengerjai temanmu lagi, ya?" kata Vira.
Melihat kedua teman mereka dipeluk akhirnya ketika gadis yang duduk dikursinya pun segera beranjak dan memeluk Vira beramai-ramai.
"Bukankah dia lebih mirip guru playgroup?" gumam Firlan melihat anak-anak kecil yang mengerubungi kekasihnya seperti semut yang berebut gula.
Tak terasa kelas pun telah selesai. Anak-anak sudah dijemput para orangtuanya kini tinggalah Vira dan Firlan yang berada di dalam ruangan yang sama.
Ruangan yang di design ramah anak ini dilapisi puzzle lantai yang empuk sehingga aman bagi anak-anak.
Vira sedang membereskan clay yang ada di meja, ia mengacuhkan Firlan yang duduk bersila menatapnya.
"Kenapa kamu melakukannya sendiri?" tanya Firlan memecahkan keheningan diantara keduanya.
"Ngomong sama aku?" Vira menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan! tapi sama setan," ucap Firlan kesal.
"Oh, sama setan? hem, berarti lagi ngomong ke diri sendiri, ya?" sindir Vira. Firlan mendesis, ia sungguh kesal dengan sikap Vira yang sudah semakin acuh dengannya. Memerlukan lebih dari 365 hari untuk mencapai kedekatan ini.
"Vira," panggil Firlan.
"Aku mau ngomong," lanjut pria itu.
"Bukannya dari tadi ngomong, ya?" sahut Vira sambil membereskan ruangan itu agar kembali rapi. Ia merapikan masing-masing gulungan benang rajut dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak.
"Astaga, kenapa dia berubah seperti ini?" gumam Firlan dalam hatinya.
"Ehm, Vira?" panggil Firlan.
"Hmm," Vira hanya berdehem.
"Bukannya ini jam kantor, ya? oh, nggak! jam minum kopi sama siapa? Alia," Vira pura-pura mikir.
"Asisten dari wanita yang dulu mau jadi pelakor suami temanku," tiba-tiba Vira menyindir.
"Ini hari sabtu kalau kamu lupa," jawab Firlan.
"Hari aja aku lupa apalagi kamu," celetuk Vira yang membuat bunyi kretek-ketek di hati Firlan.
Sulit sekali untuk menggapai hati Vira saat ini. Seakan gadis ceria itu sudah menutup pintu hatinya untuk pria bernama Firlan Anggara, pria yang memberikan cinta dan luka disaat yang bersamaan.
Firlan mencoba mengatur nafasnya, ia tak boleh emosi menghadapi Vira anugerah putri dari Raharjo.
"Vira? udah lama kita nggak makan siang bareng, gimana kalau..."
"Nggak. Karena aku ada kegiatan lain setelah ini," ucap Vira yang sudah selesai merapikan tempat itu dan mengambil tasnya di dalam loker.
Firlan segera bangkit dan mendekat pada Vira.
"Kita break bukan putus, sikapmu ini seakan-akan kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi," Firlan mencekal lengan Vira.
"Karena aku udah menyerah dengan hubungan kita," ucap Vira menatap tajam pada Firlan, wanita itu melepaskan tangan Firlan dari lengannya.
"Kamu boleh menyerah, tapi aku nggak! kita belum putus jadi jangan coba-coba untuk pergi dariku!" kata Firlan tegas.
Vira tak menjawab, dia berjalan meninggalkan Firlan yang sedetik kemudian langsung mengejarnya.
"Apa lagi yang dia inginkan?" kata Vira yang menguci pintu sementara Firlan masih menungguinya.
"Aku antar," kata Firlan seraya menggandeng tangan Vira.
"Nggak perlu, karena aku ada urusan lain..." ucap Vira.
"Urusan sama siapa?" Firlan menatap Vira menuntut sebuah jawaban.
"Kamu nggak perlu tau," ucap Vira santai.
Sesaat ponselnya berdering. Ia mengusap layar ponselnya. Vira melihat nama Amartha, sahabatnya yang juga istri dari Satya bosnya Firlan.
"Ya kenapa, Ta? jadi kok! iya aku ke situ bentar lagi, kamu mau nitip apa? jangan cimol! nanti aku kepalaku digetok sama suami kamu, karena dituduh nyekokin kamu pakai jajanan pinggir jalan! yang lain aja," ucap Vira yang Firlan membuat pria itu menautkan kedua alisnya.
"Apa? boba? ya udah, aku beli dulu. Agak lamaan berarti, ya? soalnya rame banget pasti week end kayak gini. Ya udah, bye!" kata Vira, setelah itu memasukkan kembali ponsel ke dalam tas.
Vira akan pergi namun tangan Firlan dengan secepat kilat menarik tangan Vira agar mengikutinya masuk ke dalam mobil.
"Aku antar, kamu mau ke rumah Amartha, kan? kebetulan aku juga ada urusan sama Tuan Satya. Jadi kita satu arah, sama-sama satu arah jangan saling mendahului," oceh Firlan yang membuat Vira memutar bola matanya malas.
...----------------...
Percayalah, wanita itu makhluk yang bisa memaafkan namun sulit untuk melupakan. Otak mereka akan menampung semua kenangan buruk dan apa saja yang membuatnya kecewa di masa terdahulu dan menyimpannya dengan sangat baik dan rapi. Bahkan tak jarang mereka akan sangat detail mengingat suatu peristiwa. Hal ini yang membuat kaum pria dibuat pusing tujuh keliling, delapan tanjakan dan sembilan turunan.
Seperti saat ini, setelah mendapatkan boba milk tea sesuai pesanan sahabatnya, tak sengaja Vira menoleh ke arah jendela dan melihat sebuah restoran tempat dulu Firlan berkencan dengan Alia.
"Kenapa? kamu pengen makan disana?" tanya Firlan saat Vira nampak melihat ke arah jendela sampai ia memutar sedikit badannya dan hanya untuk melihat tempat itu.
"Kamu pengen makan disana?" tanya Firlan lagi.
"Nggak," jawab Vira yang kemudian mengeluarkan smart phone dari dalam tas.
Dia tersenyum sangat manis bahkan ia tak bisa menahan tawanya saat melihat sesuatu di layar yang sedang menyala itu.
"Liat apa, sih?" tanya Firlan penasaran.
"Yang jelas bukan ngeliatin kamu," celetuk Vira yang malah tertawa lepas.
"Hahahahahahah,"
"Astaga, harus sabar banget ngadepin Vira!" gumam Firlan sambil sesekali yang melihat Vira tengah asik dengan benda yang ada di genggamannya.
"Hahahahhaah, kok bisa kayak gini? hahahahahah," Vira tertawa lagi.
"Hem!" Firlan berdehem. Vira tak menggubrisnya.
"Ehemmmm!" Firlan berdehem lebih keras.
"Kalau batuk itu mulutnya ditutup! kalau bisa disumpal sekalian pakai sapu tangan atau sendal biar nggak nularin ke orang lain, terutama aku!" ucap Vira dingin seraya memasukkan ponselnya ke dalam tas.
"Kalau pakai tangan kamu aja gimana, atau pakai..."
"Nggak sudi!" serobot Vira.
"Dih, nggak sudi-nggak sudi juga dulu bucin," kata Firlan menyindir bagaimana dulu Vira mengejar-ngejar dirinya.
"Oh, itu jaman sebelum masehi. Sebelum otak aku ini dapat sinyal-sinyal fakboi dari laki-laki yang jadi pacarku waktu itu," kata Vira menohok.
"Kalau gitu sebutan yang pantas buat kamu apa dong buat cewek yang mesra sama cowok lain di rumah sakit waktu pacarnya sendiri lagi pergi?"
"Kalau gitu, lepasin cewek itu, move on dan cari yang lain. Sesimpel itu," jawab Vira.
Firlan ingin memukul kepalanya saat ini berikut dengan mulutnya yang malah membuat keadaan semakin runyam. Pertemuannya dengan Vira hari ini untuk meraih kembali simpati wanita itu. Bukan untuk berdebat dan mengulas masa lalu.
"Astaga, bukan bikin dia luluh tapi malah bikin nih cewek emosi," ucap Firlan.
"Vira, aku nemuin kamu bukan untuk berdebat," kata Firlan.
"Kalau boleh jujur sebenernya aku nggak pengen kamu temuin apalagi diajak flash back on," ujar Vira.
"Kamu pengen apa lagi? cake?" tanya Firlan.
"Udah jalan aja, nggak usah banyakan mampir. Yang ada boba-nya keburu nggak enak," kata Vira.
"Baiklah tuan puteri..." ucap Firlan mencoba lebih manis.
"Betewe namaku bukan puteri tapi Vira! jangan suka ganti nama orang seenak jidat," celetuk Vira.
"Astaghfirllah, nih cewek bikin aku stress!" gumam Firlan dalam hatinya. Ia ingin menjambak rambutnya supaya senut-senut di kepalanya bisa hilang atau minimal mendingan.
Vira acuh saja tak memperdulikan wajah Firlan yang sudah sangat kesal. Pria kaku dingin dan suka emosian itu tak tahu dengan cara apa lagi dia bisa mendapatkan hati Vira.
Mereka belum putus, hanya rehat sejenak. Tapi bagi Vira hubungan mereka sudah selesai. Dan wanita itu sedang tak ingin menjalin cinta dengan siapapun saat ini.
Selama di perjalanan Vira hanya menjawab seperlunya saja apa yang ditanyakan oleh Firlan.
"Papa gimana, sehat? masih rutin kontrol?" tanya Firlan.
"Ya," jawab Vira sambil memperhatikan kuku-kukunya yang dipotong pendek.
"Papa nggak nanyain aku?" tanya Firlan lagi.
"Nggak! kan udah putus," ucap Vira cuek.
"Astaghfirllah anaknya pak Raharjo kayak gini amat, ya Allah!" Firlan bicara dalam hatinya, ia yang kesal mencoba menormalkan ekspresinya.
"Kalau kesel nggak usah ditahan kali," celefuk Vira yang sudah hafal tabiat Firlan yang gampang emosi.
"Nggak, siapa juga yang kesel. Aku kan sabar," kata Firlan, membuat Vira tertawa mengejek.
"Sabar dari Hongkong?" cicit Vira.
"Aduh, nih mobil jalannya lambat amat, ya? nih mobil udah rusak apa gimana, nih?" Vira menegakkan tubuhnya.
Firlan memang sengaja memperlambat laju kendaraannya, hal itu dilakukannya supaya bisa ngobrol dengan Vira. Beberapa waktu yang lalu Firlan sibuk ke luar kota jadi baru kali ini dia ada waktu luang untuk menemui Vira. Tapi ternyata tak semudah itu mengubah mode break menjadi mode pacaran lagi. Sudah lebih dari setahun ini mereka menjalani hubungan yang tidak jelas.
"Wah, dari luarnya aja yang bagus, ternyata jalannya kayak naik becak," ucap Vira lagi.
"Jangan sembarangan kamu, Vira! ini mobil mahal pemberian tuan Abi. Oke, kalau kamu mau ngebut, aku jabanin nih!" kata Firlan yang mau menginjak dan memperdalam gasnya.
"Katanya sabar? kayak gitu aja udah emosi, astaga..." sindir Vira.
"Ya Allah, ini hati cewek terbuat dari apa sih ya Allah!" keluh Firlan yang hanya bisa ia pendam dalam hatinya.
Setelah memakan waktu yang cukup lama, akhirnya mereka sampai juga di kediaman Amartha.
Pintu gerbang dibuka, dan Firlan segera memarkirkan mobilnya. Vira langsung mengambil boba yang ia taruh di cool box yang ada di dalam mobil Firlan. Tanpa menunggu Firlan membukakan pintu untuknya, Vira sudah keluar terlebih dahulu meninggalkan Firlan yang terpaku melihat wanitanya sudah ngibrit duluan. Firlan mengunci mobilnya dan menyusul Vira.
Vira mengetuk pintu dan tak lama pintu utama pun dibuka oleh bik Surti.
"Haaaai, cantiik!" seru Vira.
"Ya ampun Mbak Vira, kalau ada yang denger kan bibik malu! masa tua dipanggil cantik, Mbak Vira ini suka aneh-aneh aja," kata bik Surti.
"Eh, ada Mas Firlan juga! mari masuk, Mas Firlan Mbak Vira..." kata bik Surti seraya memberi jalan.
"Bik, Amartha ada di mana?" tanya Vira.
"Lagi di dalam, nidurin Non Evren di kamar bayi " ucap bik Surti.
Tiba-tiba saja Satya turun dengan pakaian yang sudah rapi.
"Tumben kesini, Lan?" tanya Satya sontak membuat Vira dan Firlan menoleh. Sementara bik Surti ke dapur untuk membuat minuman untuk tamu majikannya.
"Ehem, ada hal penting, Tuan!" ucap Firlan gugup, ia mengedipkan matanya pada Satya.
"Mata kamu kenapa, Lan? kok kedip-kedip gitu? wah jangan-jangan ada masalah serius dengan mata kamu, Lan! coba kamu periksa ke dokter siapa tahu bahaya," celetuk Satya menahan tawanya. karena berhasil membuat asistennya itu jengkel.
"Vira, itu boba pesanan istri saya? ditunggu tuh di kamar Evren! langsung naik aja," kata Satya.
"Makasih," kata Vira seraya melangkah meninggalkan kedua pria itu di ruang tamu.
"Ada hal penting apa, Lan?" tanya Satya sok serius.
"Anda tahu jika anda sangat menyebalkan, Tuan!" ucap Firlan dongkol.
...----------------...
"Firlan Firlan, jika kamu tidak bisa menentukan siapa yang kamu cintai, bersiap-siaplah jadi perjaka seumur hidup, hahahhaha!" kata Satya yang duduk di sofa empuknya.
"Kata-kata anda itu menusuk sampe ke tulang-tulang ya," celetuk Firlan tidak suka. Satya hanya tertawa mendengar ucapan asistennya itu.
"Dengar ya? wanita itu makhluk yang sulit-sulit gampang, Firlan. Berikan cintamu yang tulus maka dia akan memberikan kehidupannya untuk kamu. Ah, kamu memang perlu banyak belajar mengenai ini," ucap Satya menggurui.
"Cih, dia pikir dia sudah paling hebat urusan wanita? kotak makanan ketinggalan di kantor saja wajahnya sudah pucat," batin Firlan.
"Hahahahhahah," Satya tiba-tiba saja tertawa lagi.
"Wajahmu itu loh Firlan, hahahhahahaha!" lanjut Satya disela tawanya, dia tidak tahan untuk tertawa.
"Astaga resiko punya bos gendeng!" gumam Firlan.
"Memang sulit ya kalau mengejar orang yang sudah tidak ada rasa," celetuk Satya.
"Siapa mengejar siapa, Mas?" tanya seorang wanita.
"Sa-sayang!" pekik Satya. Ia melihat Amartha tiba-tiba saja muncul.
Suasana mendadak menjadi angker, hening dan hanya ada suara krik-krik diantara mereka.
"Rasain!" Firlan tertawa senang dalam hatinya.
"Kamu ngejar siapa, Mas? siapa yang nggak ada rasa?" rentetan pertanyaan muncul dari wanita itu.
"Ehm, itu ... Firlan, Sayang! aku lagi ngomongin Firlan," jawab Satya wajahnya pucat pasi. Firlan hanya terkekeh.
Amartha tak menggubris jawaban suaminya, ia keluar untuk memanggil Damian. Satya menghela nafas lega.
"Firlan, berhubung kamu kesini ikut saya bertemu pak Irwan," ucap Satya seraya beranjak dari duduknya.
"Astaga, ini hari libur, Tuan! jiwa saya butuh penyegaran," kata Firlan.
"Bukannya tadi kamu bilang kesini karena ada sesuatu yang penting? sudah jangan banyak alasan!" ucap Satya seraya melempar kunci mobilnya pada Firlan, pria itu segera menangkapnya.
"Rasain, kejebak sama omongan sendiri," gumam Satya yang sudah berjalan di depan lebih dulu.
Di depan rumah, Satya melihat istrinya sedang berbicara dengan Damian meminta untuk dibelikan kue cubit kesukaan Vira.
"Tolong ya, Dam?" ucap Amartha seraya memberikan beberapa lembar uang.
"Baik, Nyonya..."jawab Damian.
"Sayang, aku berangkat..." ucap Satya seraya mengecup kepala istrinya. Damian dan Firlan yang disuguhi pemandangan seperti itu langsung bubar jalan.
"Ya, hati-hati," ucap Amartha seraya melambaikan tangannya pada suaminya yang berjalan ke arah mobilnya.
Amartha kembali masuk, menemui Vira yang sedang menggendong Evren di kamar bayi.
"Evren, tidur?" tanya Amartha lirih sambil menutup pintu kamar dengan sangat pelan.
"Iya tidur," ucap Vira setengah berbisik.
"Ini anak cepet banget gedenya. Padahal kayaknya baru kemaren aku nganterin kamu ke rumah sakit buat brojolin anak ini," kata Vira melihat Evren yang berusia 1 tahun lebih berapa bulan.
Vira meletakkan Evren dengan sangat hati-hati di tempatnya Amartha memutar musik pengantar tidur, agar Evren tertidur dengan lelap. Amartha duduk diatas bean bag berwana oranye beralaskan karpet yang super empuk.
Vira melepas jubah yang ia pakai untuk melapisi bajunya saat menggendong Evren.
"Aku ganti baju dulu ya, Ta. Soalnya tadi aku habis ada kelas," ucap Vira yang mengeluarkan baju dari tasnya. Wanita menuju kamar mandi Evren yang ada di kamar itu. Tak lama, Vira keluar dengan pakaian yang berbeda. Vira pun duduk disamping Amartha.
"Vira," panggil Amartha.
"Kamu sama Firlan gimana?" tanya Amartha.
"Gimana apanya?" Vira balik tanya.
"Hubungan kalian sejauh mana?"
"Nggak jauh-jauh, Ta..." jawab Vira.
"Ishh, aku tanya serius juga,"
"Aku juga serius ini jawabnya, aku sama dia emang ya nggak ada hubungan apa-apa. Semuanya udah berakhir," jelas Vira.
"Berakhir tapi sering jalan berdua?" celetuk Amartha.
"Mana ada jalan berdua, itu orang suka nyeret seenaknya sendiri dan itu bukan keinginan aku," kata Vira yang melipat bajunya dan memasukkannya kembali ke dalam tas.
"Ya sama aja, ujungnya kalian sering bareng," Amartha tak mau kalah.
"Ya gimana, ya? aku terlalu mempesona kali ya sampai dia nggak bisa move on, ngajakin flash back mulu," Vira malah tertawa.
"Jangan mainin perasaan orang,"
"Aku nggak mainin. Malah aku yang dimainin," kata Vira getir.
"Maksudnya?"
"Dia bilang kita break, tapi dia sering tuh ngopi-ngopi sama Alia mantan asistennya Ivanka. Cewek ambis yang ngejar suami kamu," jelas Vira.
"Mungkin urusan kerjaan, Vir..."
"Masa bodoh, Ta. Aku nggak peduli," kata Vira.
"Bibir kamu bilang nggak peduli, tapi sebenernya hati kamu bicara yang lain..." ucap Amartha.
"Ah, masa?" Vira malah terkekeh. Wanita itu sangat pandai menyembunyikan apa yang ada di hatinya. Ia tersenyum padahal di dalam hatinya cekit-cekit sakit.
Suara pintu diketuk menjeda obrolan kedua wanita itu. Sasa datang dengan membawa kue cubit dan dua gelas lemon tea.
"Kue cubitnya, Nyonya.." ucap Sasa.
"Ati-ati kamu Sa kalau makan kue ini, bisa jontor bibir kamu..." celetuk Vira sebelum Sasa pergi.
"Memangnya kenapa Mbak Vira?"
"Ya kan kue cubit, dia masuk ke mulut kamu dan nyubitin bibir kamu, hahahahaha..." seloroh Vira.
"Ah, Mbak Vira ada-ada aja, saya udah parno duluan tadi," ucap Sasa.
"Ya sudah kalau begitu, saya permisi..." lanjut Sasa.
Lama mereka berbincang sampai akhirnya baru ingat kalau dia ada janji dengan Gia anak dari Gusti.
"Astaga, aku hampir lupa. Aku ada janji sama Gia..." ucap Vira menepuk jidatnya.
"Gia?"
"Anaknya Gusti," jelas Vira sambil meneguk sisa lemon tea miliknya.
"Baru juga main, Vir ...udah mau pamit aja," kata Amartha.
"Kan masih bisa main lagi nanti,"
"Kamu kayaknya sayang banget sama tuh anak, Vir? emangnya ibunya Gia nggak marah kau sering kesana?"
"Ibunya udah nggak ada sewaktu dia lahir," jelas Vira.
"Aku nggak tega buat nolak anak itu, aku bisa ngerasain kesedihan dia dibalik tawa cerianya, Ta..." lanjut Vira
"Berapa umurnya?" tanya Amartha.
"5 tahunan," jawab Vira sambil memutar bola matanya mengingat-ingat.
"Kayaknya ada yang mau dapet duda, nih..."
"Sembarangan! aku sama bapaknya nggak ada urusan, aku kesana kalau nggak ada Gusti kok," jelas Vira.
"Tapi kan ini hari..."
"Orangnya lagi keluar kota, nggak ada di rumah untuk beberapa hari ke depan. Itu kata Gia kemarin, makanya aku iyain hari ini kesana," ucap Vira.
"Firlan tahu kalau kamu deket sama anaknya Gusti?" tanya Amartha. Vira menggeleng sebagai jawabannya.
"Ya udah, Ta ... aku pamit," ucap Vira seraya bangkit dari duduknya.
"Aku bisa keluar sendiri, kamu jagain Evren aja..." ucap Vira yang mencegah Amartha untuk mengantarnya keluar.
"Hati-hati," ucap Amartha. Vira berjalan ke arah pintu dan menutupnya dari luar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!