Wulan sudah menyiapkan semua keperluan keluarga kecilnya, mulai dari baju dan juga sarapan.
sedang Raka sedang membantu menyapu halaman bersama putra tertuanya.
Aryan bocah itu selalu meniru semua yang di lakukan oleh sang ayah, dan Raka sering mengajari yang tidak-tidak.
sedang putra yang satu lagi, sedikit menghawatirkan bagi Wulan terlebih bocah itu selalu saja tak bisa mengendalikan semua kekuatan yang di miliki.
"Arkan, sedang apa nak?" tanya Wulan yang masuk ke kamar sang putra.
"sedang menyiapkan buku Amma, apa butuh bantuan di dapur?" tanya Arkan memaksakan senyumnya.
Wulan pun melihat ada sosok merah yang memeluk putranya dari belakang, dan tersenyum menunjukkan gigi tajamnya.
Wulan pun langsung memeluk sang putra, dan mencekik mahluk yang ada di belakang putranya itu.
"Allahu la ilaha illa huw, al-hayyul-qayyum, la ta khuzuhu sinatuw wa la na um, lahu ma fis-samawati wa ma fil-ard, man zallazi yasyfa’u ‘indahu illa bi ‘iznih, ya’lamu ma baina aidihim wa ma khalfahum, wa la yuhituna bisyai’ im min ilmihi illa bima sya, wasi’a kursiyyuhus-samawati wal-ard, wa la ya’uduhu hifzuhuma, wa huwal-aliyyul-azim.”
Arkan masih memeluk tubuh sang Amma, sedang Wulan berhasil membakar mahluk itu.
"Arkan kamu baik-baik saja?" tanya Wulan melihat putranya itu masih terisak.
"aku takut Amma, tolong buat aku tak bisa melihat mereka, mereka terus menganggu," tangis bocah yang baru SMP itu.
"sayang ini adalah kelebihan yang kamu miliki, seperti halnya Amma dan ayah, begitu juga dengan Arkan dan Aryan," lirih Wulan.
"tapi mereka sering membisikkan aku untuk membunuh atau menyakiti hewan dan orang yang bahkan tak aku kenal," kata Arkan.
Wulan pun ingat dengan sebuah benda yang pernah di berikan oleh Nyai Nawang.
"selalu baca nama Allah dan berdzikir, dan gunakan ini, ini adalah tasbih milik Amma," kata Wulan.
"terima kasih Amma," jawab Arkan yang kembali memeluk tubuh Wulan.
"ya Amma, aku juga mau hadiah, kenapa kakak saja," protes Aryan yang ikut memeluk tubuh Wulan.
"ya Allah, kalian berdua ini, iya nanti Amma ambilkan, dan Aryan berhenti mendengarkan ucapan ayah mu," kata Wulan melirik sang suami.
Raka hanya tertawa dan berlalu pergi begitu saja, "kenapa Amma, padahal ayah itu romantis loh,"
"kan jangan mulai deh, sudah kalian berdua siap-siap untuk sekolah, biar Amma yang akan mengantarkan kalian," kata Wulan yang meninggalkan kedua putranya.
"siap Amma,"
Wulan pun segera ke kamar miliknya dan melihat Rama yang sedang melepas bajunya.
"eh Amma, kenapa tak ketuk pintu, ayah kan malu, dasar ih mesum," kata Raka pura-pura malu.
"ayah berhenti bersikap seperti itu," kata Wulan mencubit pinggang suaminya.
"ha-ha-ha, sakit sayang, Amma jahat deh, padahal ayah suka Amma yang lemah lembut, bahkan selembut salju yang turun di awal musim dingin," kata Raka memeluk tubuh Wulan.
"jangan gombal deh ayah, memang kapan ayah tau bagaimana salju yang turun, jangan bercanda deh," kata Wulan tertawa.
"bagaimana jika kita berlibur Amma, lumayan kan jika kita memiliki bayi lagi," kata Raka
"berhenti ayah, aku tak ingin hamil lagi, terlebih dengan semua yang kita lakukan selama ini, dan lagi bagaimana kamu menjelaskan semua pada dua putra ku itu," kata Wulan tertawa.
"apa? kenapa harus aku, kamu kan tau jika dua bocah itu bisa mengamuk jika aku bicara masalah adik, terlebih setelah tau jika Jasmin sedang hamil.
"assalamualaikum, Amma dan ayah," sapa Faraz yang baru datang.
"tumben bang Faraz datang duluan, biasanya nunggu di jemput," sapa Arkan.
"mau bagaimana lagi, soalnya aku di tinggalkan sendiri di rumah, ayah mengantarkan bunda ke rumah sakit untuk periksa," kata Faraz.
"wah bagus dong, kira-kira anak bunda laki-laki atau perempuan ya? jadi penasaran," kata Aryan yang ikut duduk bersama kedua kakaknya.
"kenapa kamu gak minta adik sendiri pada Amma dan ayah," kata Faraz menggoda Aryan.
"hei aku tanya tentang jenis kelamin adik kak Faraz, bukan malah aku minta adik, aku benci penjahat kecil seperti itu," kata Aryan.
"memang kenapa sih Aryan yang ganteng ini tak mau memiliki adik, padahal ayah ingin punya ank perempuan loh," kata Wulan yang keluar setelah berganti baju.
"ayah apa benar itu, jangan pernah berpikir untuk punya anak lagi, aku tak mau itu," kesal Aryan.
"sudah sudah Amma cum bercanda, hari ini kalian berangkat bersama ayah, karena Amma harus ikut rapat pemilik yayasan," kata Wulan mengambilkan sarapan untuk semua orang.
"baiklah Amma," jawab ketiga bocah itu.
mereka pun berangkat bersama Raka setelah sarapan, sedang Wulan berangkat dengan motor miliknya.
selama perjalanan menuju sekolah Raka terus memperhatikan Arkan dari kaca spion.
"Arkan, apa ada sesuatu nak?"
"tidak ayah," jawab Arkan sekilas.
"kakak jangan takut, aku akan melindungi mu, karena aku adalah pelindung keluarga kita," kata Aryan dengan sombong.
"Aryan kucing!" teriak Faraz menunjuk bagian bawah kursi
"mana!" teriak Aryan kaget.
Faraz pun tertawa melihat reaksi dari Aryan, "dasar penakut, dengan kucing saja panik, bagaimana bisa kamu melindungi semua orang, ha-ha-ha,"
"huh dasar ksk faraz suka ganggu- ganggu- hachi..."
sebuah ular jatuh di pangkuan Aryan, sedang Faraz kaget melihat itu, pasalnya setiap Aryan bersin pasti akan ada ular yang jatuh.
"ya! bersin mu gak lucu, buang itu ularnya!" teriak Faraz yang kaget.
"kemarikan," minta Arkan.
"memang mau apa kak?" tanya Aryan.
Arkan pun menutup mata sambil membaca mantra yang di ajarkan tumenggung Wira Sanjaya.
dan ular itu pun menghilang di telapak tangan Arkan, "lain kali jangan ceroboh Aryan, ingat kekuatan mu bisa menakuti orang, terlebih jika yang keluar adalah ular beracun,"
"maaf kak," kata Aryan.
"sudah-sudah gak usah ribut, sekarang kita sudah di sekolah, dan ingat ya kalian bertiga jangan berulah," kata Raka sebelum ketiga bocah itu keluar.
"baik ayah," jawab ketiganya yang turun dari mobil.
Arkan pun bisa melihat bagaimana ramainya sekolah mereka, tapi beruntung itu bukan mahluk jahat.
melainkan semua mahluk muslim karena orang tua mereka sudah melakukan pagar ghaib untuk melindungi semua murid.
Rafa baru pulang dari mengantarkan Jasmin periksa kandungan, saat tak sengaja melewati sebuah batu besar yang terukir gambar ular.
"apa ayah merindukan khodam milik ayah?" tanya Jasmin yang tau apa yang berada di dalam batu itu.
"tidak bunda, dia bukan khodam ayah, khodam ayah tak pernah ada yang membangkang, terlebih dia bisa membahayakan dia bocah kecil," kata Rafa yang masih belum lupa semua kejadian itu.
Faraz menang beberapa tahun lebih tua dari Arkan dan Aryan, tapi karena dia telat sekolah jadilah pria itu juga kini satu kelas dengan kedua adik sepupunya.
Arkan merasa sedikit sesak di dalam kelas, terlebih kelas mereka memang cukup angker di banding jelas lain.
sedang Aryan tak peduli dengan semua mahluk yang ada di sekitarnya, sedang Faraz memang tidak bisa melihat semua mahluk karena kejadian terakhir.
kemampuan Faraz di tutup oleh Rafa, karena tak ingin putranya itu menjadi ancaman untuk kedua saudaranya yang memiliki kekuatan.
terlebih kekuatan Faraz berlawanan dengan kemampuan Arkan. "mas, udah bikin pr belum, pinjam dong," kata Aryan pada Arkan.
"kamu kebiasaan, udah nih cepetan, sebelum gurunya masuk," kesal Arkan pada saudara kembarnya itu.
"terima kasih,"
Faraz ternyata juga belum mengerjakan PR, ya kedua pria itu semalam sedang asik main hingga lupa waktu.
Arkan sekilas melihat seseorang melintas tanpa kepala, Arkan sempat kaget melihatnya.
arwah itu tau jika ada yang bisa melihatnya, tapi saat ingin mendekat, tiba-tiba arwah itu terbakar dan hilang.
Arkan pun menghela nafas, setidaknya dia aman di sekolah, tak lama terdengar suara bel sekolah masuk.
jam pelajaran pertama mereka ada jam olahraga, Aryan begitu hebat dalam futsal.
Faraz hebat dalam basket sedang Arkan sudah menjadi ketua tim atletik dan beberapa bulan lagi akan menghadapi perlombaan.
Raka hanya mengawasi ketiga orang itu dari ruang kelas, dia tau jika putranya Arkan bekerja keras untuk melawan ketakutannya.
Rafa mengirimkan pesan pada Raka, "apa harus sekarang sekali," gumam Raka yang membaca pesan dari saudara kembarnya itu.
Raka pun menghubungi istrinya, "waalaikum salam Amma, tolong pulang sepertinya Rafa dalam masalah dan ayah belum bisa pulang karena masih ngajar," kata Raka.
"....."
"baiklah, hati-hati," kata Raka lagi.
Wulan merasa ada yang aneh, terlebih Rafa sudah tak mengobati orang setelah selama ini.
tapi dia pun segera pulang setelah dapat telpon itu, dan beruntung rapat yang dia pimpin juga sudah selesai.
sesampainya di rumah terlihat rumah itu nampak sepi-sepi saja, "assalamualaikum... mas Rafa!" panggil Wulan yang kebingungan.
"selamat datang dan selamat jalan wanita sial," maki Nurul yang menatap Wulan dengan mata merah.
tapi Wulan malah tersenyum saat pisau itu menancap di dadanya, "sayangnya ku salah sasaran, aku bukan Wulan,"
Nurul pun di pukul hingga mental dan menabrak dinding rumah, bahkan pisau itu di cabut dengan mudah.
ternyata itu adalah nyai Nawang yang Malih Rupo, dan tak lama Wulan yang asli datang sedang nyai Nawang hilang ke tubuh Wulan.
kini Nurul kesakitan Karena ayat yang di baca Rafa, dan akhirnya wanita itu muntah darah hitam bercampur paku dan silet yang sudah berkarat.
"sepertinya ada yang tak suka dengan keluarga om, dan kiriman itu nyasar ke Tante," kata Wulan yang membantu Nurul.
bahkan Wulan sempat menyentuh ujung kuku Nurul untuk memastikan kiriman itu sudah pergi.
saat sedang berlatih, tiba-tiba jantung Arkan berdetak dengan cukup keras dan terasa begitu sakit.
"argh..." teriaknya dengan keras.
"mas ada apa?" kaget Aryan mendengar teriakan dari saudaranya.
"dada ku sakit sekali!" jawab Arkan yang memegangi dadanya sambil kesakitan.
Raka berlari keluar kelas dan menghampiri putranya, terdengar suara sayup-sayup dari kejauhan sus gamelan.
tiba-tiba semua murid mulai kerasukan satu persatu, Raka pun kaget dan tak mengira dengan semua kejadian buruk itu.
Raka mulai menghentakkan kakinya ke tanah dan berhasil membuat semua murid yang kesurupan itu sadar.
sedang Arkan masih kesakitan, ternyata gambar keris di kening bocah itu berpendar terang.
"apa ini sudah waktunya," gumam Raka yang berusaha untuk membuat putranya tidak kesakitan.
akhirnya cahaya itu lenyap dan semua murid sudah tak sadarkan diri, dan dari jauh Raka bisa melihat seseorang tersenyum kearahnya.
pria dengan aura hitam pekat, dan pria itu pergi menjauh dari sekolah milik keluarga Noviant.
akhirnya Raka memulangkan semua murid, begitupun dengan ketiga bocah itu.
tapi mereka di antar oleh wali kelas mereka karena Raka masih harus membahas masalah kesurupan masal itu.
tapi sayang mobil yang di gunakan untuk mengantar mereka seperti di lempar sesuatu.
brak...
"apa itu!" kaget pak Hilman.
"sudah pak, ayo jalan," kata Arkan yang tau apa yang mengenai mobil mereka.
"tunggu Arkan, biar bapak lihat dulu," kata pak Hilman.
"hachi.."
sebuah ular cukup besar jatuh keatas mobil dan mengejutkan pak Hilman.
"aku bilang cepat pergi!" teriak Arkan yang tak bisa melihat lagi.
sedang Faraz tiba-tiba merasa jika bulu kuduknya berdiri padahal ini masih pagi.
ular itu seperti tak mau pergi dari kap mobil, dan terbawa hingga ke rumah.
di rumah, Rafa dan Wulan sudah membawa bambu kuning menunggu ketiga putra mereka datang.
Wulan langsung berjalan dan memeluk tubuh Arkan dan Aryan. dan pak Hilman kebingungan karena ular di kap mobil itu tiba-tiba hilang.
Rafa memeluk putranya Faraz dan membisikkan sesuatu, "Amma, ada kepala yang mengikuti kami ..." lirih Arkan.
"Aryan satukan kening kalian, biar Amma yang melawan hal jahat ini," kata Wulan yang langsung meninggalkan kedua putranya.
tanpa di duga, Wulan seperti memukul angin, nyatanya dia memukul hantu yang datang tanpa tubuh.
"hahahaha... kamu tak bisa membunuhku, aku datang untuk merenggut tubuh yang sudah seratus tahun jadi incaran dari ratu," kata hantu itu yang tak mempan.
"tapi sayangnya kau bukan tandingan ku," kata Wulan menusuk mata hantu itu dengan bambu kuning yang sudah di bacakan.
Rafa membantu dari jauh dan hantu itu pun meledak cukup keras, hingga mengejutkan semua orang.
Rama pulang setelah meneliti dan menelusuri pagar ghaib di sekolah yang tak rusak.
tapi kenapa bisa terjadi kesurupan masal seperti tadi, dia pun terlihat begitu lelah karena mengunakan hampir seluruh kekuatannya.
sesampainya di rumah, terlihat kedua putranya sedang mengerjakan PR dan Wulan sedang duduk sambil menjaga kedua putra mereka.
"assalamualaikum Amma," sapa Raka
"waalaikum salam, ayah baru pulang? sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Arkan bisa di ikuti mahluk ghaib, apa perlu kita melakukan pemagaran lagi?" tanya Wulan.
"aduh Amma yang cantik, satu satu dong kalau tanya, ayah bingung mau jawab yang mana," kata Raka tersenyum.
"ih ayah ini, Amma tanya beneran nih," kata Wulan.
"sepertinya, ada seseorang yang sengaja mengincar putra kita, dan tadi murid-murid juga kerasukan, jadi lusa biar kita melakukan ruqyah massal lagi," kata Raka.
"baiklah-baiklah, aku mengerti biar besok aku menuju ke tempat ustadz Arifin untuk mengajaknya," kata Rafa yang datang.
"tapi sebelum itu, boleh aku tanya, kenapa aku melihat batu di pinggir desa seperti ulat, dan selalu saat lewat sana, aku merasa jika begitu familiar dengan aura ditempat itu," tanya Aryan pada Rafa.
"sudah ayah Rafa bilang, jangan pernah main kesana, karena itu tempat yang tak baik, terutama Arkan," kata Rafa.
sedang Wulan melihat Raka, dan suaminya itu hanya mengangguk memberikan pengertian.
terlebih itu terjadi karena khodam itu hampir saja membuat kedua putranya berada dalam masalah besar.
"baiklah, dan jangan pernah kesana lagi oke," kata Raka.
"iya ayah," jawab kedua putranya itu.
"sudah kalian berdua lekas mandi dan segera berangkat ke mushola untuk mengaji," kata Wulan.
"iya Amma," jawab keduanya.
mereka pun pergi untuk mandi, sedang Wulan masih tak bisa mengatakan tentang ratu.
"ayah lebih baik masuk dan makan dulu, ajak mas Rafa juga,"
"baiklah Amma ku tersayang, kami kebelakang dulu, ayo Rafa," ajak Raka yang ingin membicarakan hal yang lain.
Wulan pun membawa dua piring berisi makanan kepada kedua saudara itu, karena keduanya memilih menikmati suasana dari kebun bambu.
di belakang rumah Raka memang kini di tanami bambu kuning karena keluarganya begitu banyak bergantung pada jenis bambu itu.
selain bambu kuning, ada juga bambu Jawa dan bambu petung yang cukup banyak tumbuh dan membuat suasana begitu adem.
"apa butuh sesuatu lagi ayah?" tanya Wulan
"Amma, tolong ambilkan kapak dan clurit ya, buat ambil bambu muda ya, enak nih kayaknya di buat jangan santan," kata Raka.
"iya ayah," jawab Wulan tersenyum.
tak lama saat dia ke rumah, ternyata Jasmin datang bersama Faraz. "loh mbak ipar kesini, suami mbak ada di kebun bambu,"
"aduh ayah ini memang ya, masak iya istrinya sedang hamil di tinggalin sendiri, dan kakak nanti berangkat sama dua adik mu ya," kata Jasmin yang sedikit mencubit putranya itu gemas.
"iya bunda, dan Amma mana kedua adik ku? kenapa mereka begitu sepi-sepi aja," tanya Faraz.
"kami disini, ayo berangkat kak," ajak kedua saudara itu.
"hei, kalian bertiga harus pamit sama ayah dulu, jangan sampai kedua ayah kalian marah lagi," kata Jasmin yang langsung menarik ketiga orang itu.
sesampainya di kebun bambu, dan pamitan pada kedua ayahnya itu, dan segera berangkat ke mushola untuk mengaji.
Wulan pun datang dengan pesanan dari Raka, dan membuat Jasmin terkejut.
"Wulan kamu mau apa, kenapa bawa kapak, serem ah," kata Jasmin.
"tau nih, sepertinya suamiku ingin buat tempat duduk bambu lagi sepertinya," kata Wulan melihat Raka.
"gak lah Amma, buat apa buat bayang lagi, aku mau ambil bung itu, supaya besok bisa makan jangan lodeh," jawab Raka yang mengambil kapak dan sabit dari tangan istrinya.
sedang Jasmin gemas melihat suaminya yang malah sedang asik makan di tempat adik iparnya.
"huh dasar mas ini, kenapa malah makan pagi disini, lihat itu perutnya udah mau balapan sama perutku," kata Jasmin.
"tenang sayang, mulai besok aku akan merawat tubuhku agar kembali fit, terlebih kami sepertinya akan mulai sering melakukan pekerjaan alam lain lagi," kata Rafa.
Jasmin diam, dia sebenarnya ketakutan karena jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan bisa menimpa mereka.
sedang ketiga bocah itu berjalan menuju ke tempat ustadz Arifin mengajar.
sesampainya di tempat ngaji itu, mereka pun masuk dan berkumpul bersama temannya yang lain.
"ustadz, bukankah hari ini hari Kamis," kata seorang murid.
"ya kamu benar, kita sekarang bersiap ya, karena kita akan melakukan tahlilan di makam desa, karena ini kegiatan rutin," kata ustadz Rasyid.
"maaf bisakah aku tak ikut," kata Arkan yang memang merasa tak enak.
"hei adik kecil, kamu kenapa? ayo ikut saja dan jangan bilang putra pertama dari pasangan hebat malah jadi penakut," ledek Rania.
"aku bukan penakut, tapi aku merasa tak enak saja," jawab Arkan kesal.
"sudah-sudah, tak akan ada apa-apa nak, nanti kamu dekat ustadz saja, semuanya ayo kumpul dan mulai berjalan ke makam desa," kata ustadz Arifin.
"baik ustadz," jawab semua murid.
ustadz Arifin merangkul Arkan, dan mengajak bocah itu berjalan bersama.
mereka semua sampai di makam desa, dan mulai mencari tempat duduk dan ustadz Rasyid memimpin tahlil dan Yasin untuk semua warga yang telah meninggal dunia.
semua berjalan lancar, dan setelah tahlil mereka pun bersiap kembali ke mushola untuk melakukan setoran hafalan.
tapi saat mereka ingin kembali, tiba-tiba tiga orang sedang berdiri di depan semua murid ustadz Arifin.
ketiga orang itu memiliki mata merah dan wajah yang mengerikan, "ada apa ini?" marah ustadz Rasyid.
"serahkan mereka bertiga pada kami," kata pria itu menunjuk kearah Faraz, Aryan dan Arkan.
"ho-ho-ho, kami tidak mau, ya kali kami mau ikut orang aneh," saut Aryan tengil.
Rania yang kesal langsung memukul kepala adik sepupunya itu, "tutup mulutmu, kamu tak tau ini bahaya," kesal gadis itu.
"kenapa ih," kata Aryan.
tapi tak terduga Arkan maju begitu saja, bahkan ustadz Arifin tak bisa menghentikan bocah itu.
"kalian ingin aku kan, bawa kalau bisa," kata Arkan menantang ketiga orang itu.
"kalau begitu jangan salahkan kami jika kamu mati anak kecil," kata pria itu yang langsung berlari menerjang kearah Arkan.
Arkan langsung duduk bersila dan mengambil tanah di depan makam desa.
"Ki Adhiyaksa, aku bebaskan kamu dari hukuman, tapi lindungi kami semua!" teriak Arkan.
tiba-tiba angin bertiup kencang, bahkan petir menyambar baru besar itu hingga terbelah.
"Arkan!" teriak Rafa yang merasakan hal buruk.
tiba-tiba tubuh Arkan kerasukan, bocah kecil itu menyeringai melihat kearah ketiga pria itu.
Arkan langsung mengambil batu dan melemparkan batu itu kearah pria yang menyerangnya dan membuat pria itu kesakitan dan pingsan.
"kalian bukan tandingan ku, ha-ha-ha," kata Arkan.
tiba-tiba semua khodam milik orang tuanya, berkumpul di sekitar tubuh Arkan, dan Aryan kaget melihat itu.
"apa ini kekuatan Arkan yang sesungguhnya," gumam Aryan melihat sang kakak.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!