NovelToon NovelToon

Stuck With An Old Man (Tahap Revisi)

BAB 1 : Calon Suami

(Cover by Pinterest)

Jakarta, tahun dua ribu sepuluh, Ladang Pekuburan Keluarga Lincoln.

Gadis kecil berusia delapan tahun sedang terisak di bawah pohon ketapang sembari meratapi dua pusara yang bertuliskan Ray Jack Lincoln dan Elyora Kristina Lincoln. Dua pusara yang ada di depannya merupakan tempat peristirahatan ayahanda dan ibunda gadis cantik itu.

Dari kejauhan seorang pria tampak mengawasi gadis kecil itu sedari tadi. Pria itu berpakaian serba hitam dengan kacamata hitam yang menghiasi maniknya. Pria yang bernama Gala Zayn Rodderick turun dari dalam mobil dan berjalan mendekat ke arah gadis kecil itu dengan buket bunga di kedua tangannya.

Setibanya, Gala menekuk kedua kakinya dan bertumpuh pada jemari kakinya. Ia meletakkan buket bunga di atas pusara Ray dan Elyora. Gadis yang tengah terisak itu menghentikan tangisannya dan melempar pandangan kepada pria bertubuh kekar yang bercangkung di sebelahnya.

"Om, siapa?" tanya gadis kecil itu dengan tersedan.

Gala tak menggubris ucapan gadis kecil itu. Ia masih menatap kedua pusara yang ada di depannya dengan tatapan nanar yang tertutupi kacamata hitam. Sedangkan gadis kecil yang bernama Yara, masih memandangi lelaki asing yang ada di sebelahnya.

"Aku, Gala," ucap pria itu sembari melepas kacamata hitamnya.

"Om Gala? Aku sepertinya pernah melihat wajah Om," ujar Yara, mendongakkan kepala ke atas dan menatap wajah tampan milik Gala.

"Aku dan kedua orangtuamu adalah sahabat karib."

"Ya, aku ingat. Wajah Om tampak tak asing bagiku karena aku pernah melihat foto Om bersama Ayah dan Bunda."

Gala menatap Yara dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Dress putih dengan kembang berwarna ungu sampai lutut di tambah dengan rambut panjang Yara yang di kepang dua, membuat Gala bergumam dalam hatinya.

Benar-benar mirip Elyora. Aku menemukan calon istriku!

***

(Sepuluh tahun kemudian)

Gala mengepalkan jemarinya saat Shanks, asisten pribadinya memberitahu mengenai kedatangan Yara ke Indonesia. Urat-urat kecil mulai mengerat di leher Gala, ia naik pitam karena gadis itu tidak meberitahu Gala jika dirinya sudah tiga hari berada di Indonesia.

“Di mana dia?” tanya Gala.

“Di rumah orangtua mendiang Tuan Ray,” jawab Shanks.

“Aku jadi penasaran, alasan mengapa gadis itu pulang secara diam-diam tanpa memberitahuku!” gumamnya.

“Tuan, apa aku menjemputnya saja?”

“Tidak usah. Biarkan saja dulu. Aku akan memberi waktu padanya sampai besok malam. Jika dia tidak mengabariku sampai batas waktu yang sudah kutentukan, maka aku akan menjemputnya secara paksa!”

Sementara di tempat lain, di rumah kediaman keluarga Lincoln, tampak Yara sedang berbincang dengan Nyonya Amber Lincoln, ibunda dari mendiang Ray Lincoln.

“Oma senang kau bisa kembali dengan selamat,” mengelus puncak kepala Yara.

“Aku juga senang bisa ketemu Oma lagi. Oma tahu tidak, aku sangat bosan tinggal di Inggris. Aku juga tidak memiliki teman sefrekuensi denganku di sana. Aku harus mengikuti kehidupan ala Barat dan hidup dibawah tekanan keluarga Rodderick!” berdecak kesal.

Oma Amber terkekeh. “Yara, cucuku. Berkat keluarga Rodderick kau tumbuh dengan sangat baik. Kau cantik, cerdas, tangguh dan mandiri. Selama sepuluh tahun kau di sana, Tuan Gala selalu mengawasimu. Dan bahkan Tuan Gala banyak kali mengunjungimu di sana.”

Yara tertegun. “Benarkah? Om Gala selalu mengunjungiku? Tapi kenapa dia tidak pernah mengabariku selama sepuluh tahun, dan bahkan tidak pernah menemuiku di sana?” memanyunkan bibirnya.

“Mungkin saja Tuan Gala memiliki alasan,” tutur Amber melempar senyuman.

“Hmm, aku penasaran dengan wajah Om Gala. Pria dingin dan cuek itu, apakah dia sudah keriput dan beruban ataukah dia semakin tampan dan berkarisma?” mendongak ke atas, menatap langit-langit ruang tamu.

“Yara, kau sudah dipilih Tuan Gala menjadi istrinya semenjak kau berusia delapan tahun. Amanat mendiang orangtuamu juga telah menitahkan jika kau akan menikah dengan Tuan Gala Zayn Rodderick. Jadi kau harus bersiap menjadi Nyonya Muda keluarga Roddercik.”

“Ishh, aku belum siap Oma. Lagi pula usiaku masih delapan belas tahun dan baru saja tamat sekolah. masa iya, aku harus menjadi ibu-ibu! Di luar sana masih banyak wanita cantik, berpendidikan tinggi berasal dari keluarga terpandang yang sepadan dengan Om Gala. Mengapa harus aku dari sekian banyak wanita berkelas yang hidup di sekeliling Om Gala?!”

Amber menyunggingkan bibir saat mendengar rengekkan Yara yang manja. “Karena …” menjeda ucapannya. Amber menyimpan suatu rahasia yang tak bisa ia katakan pada cucunya. Nanti saja Tuan Gala yang memberitahumu secara langsung.

“Kenapa berhenti Oma? Yara ingin mendengar alasannya!”

“Nanti juga kau akan tahu sendiri,” mengacak rambut Yara.

***

Pengenalan Karakter

Gala Zayn Rodderick, lelaki berusia tiga puluh delapan tahun yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam dunia bisnis. Ia merupakan president dari Blackfire Company. Gala memiliki perawakan tampan. Bola mata indah berwarna hitam, hidung mancung, alis tegas dan dagu belah dengan janggut tipis yang tumbuh di sana. Tak hanya tampan dan mapan, Gala adalah pria yang memiliki segudang prestasi. Ia sangat cerdas sehingga dapat memimpin perusahaan dengan penuh karisma yang luar biasa. Meski demikian, Gala memiliki aura gelap yang mengelilinginya. Ia memiliki hati beku, cuek dan kejam terhadap siapa pun yang mengusik kehidupannya. Sejak umur lima belas tahun, Ayah Gala telah menjadikannya sebagai direktur utama sehingga ia cepat dewasa sebelum waktunya. Gala memiliki seorang wanita yang sangat ia cintai, namun kenyataan pahit melanda asmaranya. Cinta Gala bertepuk sebelah tangan. Wanita yang sangat ia cintai menikah dengan sahabat dekatnya sehingga membuat Gala menutup pintu hatinya kepada setiap wanita.

Yaraline Lincoln. Gadis yang akrab di sapa Yara. Berasal dari keluarga Lincoln, keluarga terpandang dan high class pada masa kepemimpinan Ray Jack Lincoln, ayahanda Yara. Soal penampilan, Yara tidak kalah menarik dengan model-model tanah air yang molek dan rupawan. Memiliki bentuk tubuh proporsional, tinggi badan semampai, rambut berwarna hitam yang tergerai rapi sampai di pinggang. Sejak umur delapan tahun Yara telah hidup sebagai gadis yatim piatu. Orangtuanya meninggal karena sebuah virus aneh yang menyerang organ tubuh ayah dan bundanya. Ia kemudian tinggal bersama dengan Omanya sampai seorang pria datang mengambilnya dan mengaku sebagai calon suaminya. Yara pun menghabiskan masa kanak-kanak dan masa remajanya di luar negeri karena harus menimbah ilmu di negara asing, dalam pengawasan keluarga Rodderick. Yara memiliki sifat periang namun sedikit manja. Meski Yara terlahir dari keluarga konglomerat, namun segala tuntutan hidupnya dibiayai oleh keluarga Rodderick, yang merupakan calon suaminya.

Blurb

President dari Blackfire Company tiba-tiba mengatakan jika ia telah memiliki calon istri yang usianya terpaut jauh darinya. Calon istrinya adalah seorang gadis kecil berusia delapan tahun. Gala yang tengah berusia dua puluh delapan tahun kini tertarik dengan seorang gadis kecil yang usianya dua puluh tahun lebih muda darinya. Gala harus menunggu sepuluh tahun lagi agar ia bisa menikahi gadis itu.

“Aku menunggumu selama sepuluh tahun, jadi bersiaplah untuk menikah denganku!”

Yara memundurkan langkahnya secara perlahan. Tubuh tegap milik Gala semakin mendekat sehingga Yara tampak kesulitan untuk bergerak. “Om, jangan lakukan itu padaku. Aku sudah menganggap Om sebagai Ayahku sendiri,” tutur Yara dengan menatap raut Gala yang begitu dingin.

“Jangan lupakan tentang amanat dari mendiang orangtuamu! Apa kau akan mengecewakan mereka?” bisik Gala sehingga menggelitik gendang telinga Yara. Deru napas Gala begitu tarasa di leher mulus milik Yara sehingga membuat tubuh kecil itu menggeliang.

To be continued ...

Jangan lupa tambahkan ke favorit, like, komen dan vote yang banyak 🥰😘

BAB 2 : Bertemu Kembali

Keesokan paginya, Yara tampak sudah bersih dan wangi. Selama beberapa hari ia di Indonesia, setiap paginya gadis cantik itu selalu berkunjung dan meletakkan bunga di makam kedua orangtuanya. Dan pagi itu seperti biasanya ia melakukan aktivitas di sana. Namun pagi itu suasana tampak berbeda, Yara mengernyitkan dahi sembari melempar pandang ke segala arah, seperti mencari sesuatu.

"Siapa yang datang berkunjung pagi-pagi buta begini?" gumamnya sembari mencium aroma bunga mawar yang masih segar itu. Yara jelas merasa heran lantaran ada seseorang yang lebih dulu berkunjung di makam mendiang orangtuanya sebelum ia datang. Dan pada saat itu Yara tiba di makam keluarga Lincoln pukul setengah tujuh pagi.

"Tidak mungkin kalau Oma. Karena Oma belum bangun saat aku tiba di sini," lirihnya lagi.

Setelah merasa pusing dengan rasa penasarannya, Yara pun memilih untuk tak menghiraukan. Gadis itu meletakkan bunga hidup yang sama persis dengan bunga yang di bawah seseorang sebelum dirinya berkunjung sehingga kedua bunga itu bersebelahan. Ia pun mengusap lembut makam Ray dan Elyora, kemudian berlalu meninggalkan pusara itu.

Tak memakan waktu setengah jam, Yara kembali ke rumah Oma Amber. Dan lagi-lagi ia dibuat heran dengan semua pelayan yang ada di rumanhnya. Bagaimana tidak, pelayan-pelayan itu terlihat sibuk berbenah. Para koki juga tampak sibuk menyiapkan hidangan. Dan beberapa orang asing berada di depan rumah Oma Amber sembari membawa barang-barang dekorasi.

"Mana Oma?" tanya Yara pada salah satu pelayan rumahnya.

"Nyonya Besar sedang bertemu seseorang," ucap pelayan itu.

"Siapa?" tanya Yara lagi membuat pelayan wanita itu terdiam.

Tidak dapat menjawab pertanyaan dari Yara, pelayan itu langsung berlalu begitu saja dari hadapannya.

"Hey ... tunggu!" ketus Yara.

Pelayan itu tak menggubris. Wajahnya tampak panik, dahinya berkeringat dingin.

Yara semakin penasaran dengan apa yang terjadi di rumah Oma Amber. Semua orang tampak sibuk lalu lalang, tak satupun yang mengajak Yara berbincang. Jika orang-orang itu sempat berpapasan dengan Yara mereka hanya bisa menunduk dan kemudian segera menjauh dari bayang Yara.

"Apa yang terjadi di sini?! Apa Oma akan mengadakan acara? Tapi kenapa Oma tidak memberitahuku?!" Pertanyaan demi pertanyaan terus menggerogoti benaknya. Ia mencoba mencari keberadaan Omanya, namun tak kunjung ketemu. Ia juga mencoba bertanya pada orang-orang disekelilingnya, tapi nihil. Semuanya bungkam. Ingin rasanya gadis itu mengancam pelayan-pelayan itu namun ia mengurungkan niatnya.

Tiba-tiba sosok yang tak asing bagi Yara muncul di hadapannya bersama dengan Oma Amber. Betapa terkejutnya Yara saat ia melihat pria yang sangat ingin dijauhinya. Mata gadis itu melebar dan tanpa disadari Yara mulutnya pun ikut menganga. Beberapa saat kemudian Yara mencoba untuk bersikap tenang. Ia mengatur napasnya dan melangkahkan kaki mendekat ke arah pria yang tak lain adalah Gala Zayn Rodderick.

"Yara, kau sudah pulang rupanya," ucap Amber memecah keheningan.

"Ehm, iya Oma. Oma dari mana saja?" tanya Yara pura-pura tidak memperhatikan lelaki dengan postur tubuh bak atletis di sebelah Oma Amber.

"Oma dari halaman belakang dan lagi berbicara suatu hal yang penting bersama Tuan Gala," ucap Amber menunjuk posisi tubuh Gala.

Sial! Pakai disebut segala lagi namanya! Aku 'kan jadi kehilangan cara untuk mengacuhkannya. Batin Yara.

"Hari ini kita akan menggelar upacara pernikahan," tutur Gala dengan suara berat miliknya.

Gadis itu tertegun. Ia menelan salivanya dengan kasar. Ucapan Gala benar-benar menjadi panah yang kini mendarat tepat di jantungnya. Yara serasa terkena serangan jantung mendadak. "Me--menikah? Siapa yang akan menikah?" tanyanya reflek. Ia tiba-tiba menjadi kikuk.

Gala masih menatap manik Yara dengan tajam. Benar-benar mirip Elyora! ucap Gala dalam hati.

Pertanyaan Yara berlalu begitu saja. Tidak ada yang menjawab pertanyaan yang ia lontarkan. Merasa canggung dengan suasana, Yara pun kembali membuka suara. "Apa Oma akan menikah lagi?" tanyanya pura-pura tidak tahu.

Amber terkekeh. "Nenek tua berusia tujuh puluh lima tahun seperti ini memangnya masih bergairah untuk menikah?"

Yara menggeleng kepalanya dengan cepat. Ahh sial! Apa yang harus aku katakan!

Lama terdiam. Kini Yara memandangi tubuh dan wajah calon suaminya. Tanpa disadari gadis itu sebenarnya ia merasa terpukau dengan pria tiga puluh delapan tahun yang sedang meliriknya dengan datar. Yang benar saja! Apa Om Gala memakai susuk atau sejenisnya? Wajahnya sama sekali tidak berubah saat terakhir aku bertemu dengannya sepuluh tahun lalu.

"Yara bersiaplah. Siang ini kau dan Tuan Gala akan menuju ke gereja untuk diberkati dalam pernikahan," tutur Amber, kembali mematahkan hatinya.

"Tapi Oma ... " lirihnya lemas. Sia-sia sudah aku bersembunyi darinya! Tetap saja dia menemukanku.

"Aku berikan waktu selama satu jam. Jika lewat dari itu aku akan membawamu secara paksa!" Kalimat-kalimat Gala menjadi perintah bagi Yara dan Yara adalah gadis yang sama sekali tidak suka diperintah oleh siapa pun, kecuali Omanya. Itu pun kalau Oma Amber benar-benar memaksa.

"Om Gala, aku rasa ini terlalu cepat. Aku saja baru tamat sekolah, masa iya aku harus berubah status dari lajang lalu langsung menikah! Berpacaran pun aku belum pernah. Apalagi menikah!" ketus Yara sedikit menekankan kalimat akhir yang ia ucapkan.

"Yara, aku sudah menunggumu selama sepuluh tahun. Aku sengaja mengirimmu bersekolah di luar negeri agar kau mandiri dan dewasa dalam berpikir."

Yara terdiam. Ia mengepalkan tangannya. Dan benar saja, pada saat Yara berusia delapan tahun, dia adalah gadis yang manja dan cengeng. Gala sama sekali tidak menyukai tipe wanita seperti itu. Makanya Gala dengan terpaksa menjauhkannya dari Oma Amber agar dirinya tidak manja. Karena seorang pewaris tunggal perusahaan bergengsi harus tangguh, cerdas dan mandiri. Oma Amber pun menyetujui itu.

"Dan asal kau tahu saja, aku juga tidak ingin menikahimu. Bocah ingusan yang tidak tahu apa-apa! Namun aku sudah terikat janji dengan kedua orangtuamu untuk menikahimu. Jadi aku tetap memenuhi janjiku apapun yang terjadi!"

Yara menyentak kakinya, tanda tak suka dengan ucapan Gala. Ia berlari menuju kamarnya, dan di susul beberapa maid yang akan mendandaninya.

"Oma, maaf kalau aku terlalu keras padanya," ucap Gala.

"Sama sekali tidak apa-apa, Tuan Gala. Malahan Oma senang jika Tuan Gala membimbing Yara supaya menjadi wanita tangguh dan pekerja keras."

"Trima kasih Oma. Namun akan terasa kaku jika Oma memanggilku dengan sebutan Tuan. Jadi panggil saja aku Gala."

"Baik Gala. Oma teringat waktu dulu. Saat Ray dan Elyora masih hidup dan belum menikah. Kalian bertiga selalu bersama datang ke rumah Oma dan main ke sini. Kau juga selalu memanggil Oma dengan sebutan Ibu, karena kau sebaya dengan anakku, Ray."

Gala menarik sudut bibirnya. "Iya, Oma."

Dan pada saat itu aku sangat menyukai Elyora. Sangat-sangat mencintainya! Aku terlihat bego karena selalu menuruti segala keinginannya, padahal aku tahu dengan pasti jika Elyora mencintai Ray, dan tidak ada tempat bagiku, sedikitpun di hatinya.

To be continued ...

Jika suka dengan cerita ini jangan lupa untuk ditambahkan ke daftar favorit dan beri like, komen dan vote ya gaiss ...

BAB 3 : Pria Dewasa yang Normal

Malam hari, sebelum Gala datang di kediaman Keluarga Lincoln.

"Tuan, apa kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Shanks sembari mengatur beberapa dokumen yang porak poranda di atas meja Gala.

Gala mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menyandarkan tubuhnya di kepala sofa ruang kerjanya. Saat itu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Tuan?" panggil Shanks kembali dengan sedikit nyaring sehingga Gala bedecak.

"Ck! Mau bagaimana lagi! Kalau tidak besok, ya kapan?! Aku tahu jika gadis itu akan terus menjauhi pernikahan ini. Jadi aku akan mempercepat pernikahannya."

"Kalau Tuan merasa itu lebih baik, maka yang bisa aku lakukan hanyalah mempersiapkan segala tuntutan pernikahanmu," ucap Shanks dengan nada yang sedikit lelah.

"Kau pulanglah lebih dulu. Aku akan tidur di kantor," membaringkan tubuhnya di sofa.

"Kalau begitu, aku juga akan tidur di sini, bersama Tuan."

"Terserah kau saja."

Tak lama setelah percakapannya dengan Shanks. Ia pun terlelap dalam tidurnya. Shanks mengambil selimut dari dalam kamar dan membalut tubuh Gala. Di kantor itu, sebenarnya memiliki kamar tidur khusus president Blackfire, namun Gala lebih nyaman tidur di sofa dari pada di kasur dan ia memiliki alasan atas hal tersebut.

Gala kembali terbangun. Peluh kini menyucur di dahinya. Ia menyeka keringat dinginnya dengan telapak tangan. "Aku bermimpi hal yang sama lagi," gumamnya. Gala mengucek matanya yang masih sayu. Ia kemudian melirik jam tangan mewah yang melingkari pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul lima dini hari.

Masih dengan setengah sadar, Gala menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya agar tidak menguap lagi. Sekembalinya dari sana ia mendapati tubuh Shanks yang terbaring di lantai dengan kain tipis yang menjadi alas tidurnya.

"Oy bangun!" menendang kaki Shanks.

Shanks tersadar dan langsung beranjak dari lantai itu. "Apa sudah pagi, Tuan?"

"Sudah tengah hari." ucap Gala mengejutkan Shanks.

"Pernikahannya?!" gumamnya tiba-tiba. Ia percaya dengan apa yang diucapkan Gala. Shanks menjadi panik dan nyawanya yang masih meninggalkan raga, kini kembali bersatu.

"Bersiaplah, kita akan menuju makam Ray dan Elyora," tutur Gala.

Shanks menatap jam tangan miliknya yang masih menunjukkan pukul lima lewat tiga menit. Seketika jantungnya kembali berdetak dengan normal. Mengejutkan saja!

Kedua orang itu pun berangkat menuju makam keluarga Lincoln. Tak lupa Gala membelikan bunga hidup di toko pinggir jalan yang di buka selama dua puluh empat jam. Shanks melajukan kecepatan mobil di atas rata-rata karena mengingat jarak tempuh perjalanan mereka akan memakan waktu lebih dari setengah jam.

Empat puluh lima menit berlalu, Gala meletakkan bunga mawar itu di atas pusara kedua sahabatnya. Lama ia meratap di sana.

Ray, aku datang. Hari ini adalah hari pernikahanku dengan anakmu, sesuai dengan permintaanmu. Aku sebenarnya masih belum percaya jika aku adalah pria yang dipilih olehmu dan Elyora untuk menjadi suami anak kalian. Aku masih tidak habis pikir dengan permintaan kalian yang benar-benar tidak masuk akal. Elyora, tadi malam aku bermimpi tentangmu. Kau tersenyum begitu manis dan seperti berkata sesuatu. Aku tak bisa mendengar ucapanmu, makanya aku datang meminta petunjuk. Ahh! Sudah gila aku, meminta petunjuk kepada orang yang sudah meninggal!

Gala mengucapkan segala isi hatinya. Rasanya ia tidak ingin menuruti permintaan Ray dan Elyora yang menurutnya di luar nalar. Namun bukan Gala namanya jika ia tidak menepati janji. Ia begitu menjunjung tinggi harga dirinya sebagai pria. Tak ada satu janji pun yang tidak di penuhi Gala, ia sangat berwibawa dan tegas. Dari sikap inilah yang membuat orang-orang segan terhadapnya walaupun banyak orang juga yang mengklaim dirinya sebagai perjaka tua bermulut pedas yang tinggal di kutub utara.

"Tuan, sudah waktunya. Aku sudah menelepon semua orang yang bertanggung jawab di pernikahanmu. Dan saat ini mereka sedang menuju rumah Nyonya Amber," tutur Shanks.

Gala melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh. Ia beranjak dari makam itu dan berlalu. Saat hendak menaiki mobil tak sengaja ia melihat seorang gadis yang baru saja turun dari dalam mobil dengan membawa bunga di tangannya. Gadis itu adalah Yara. Seketika ia mengingat kenangan sepuluh tahun lalu saat pertama kalinya ia bertemu dengan Yara kecil yang masih berusia delapan tahun. Gala tersungging tipis dan berlalu meninggalkan tempat itu.

***

Tampan namum garang, ya siapa lagi kalau bukan Gala Zayn Rodderick. Ia duduk sambil menyilangkan kakinya dan menyandarkan kepalanya di kepala sofa. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana. Semua orang yang melihat penampakkan Gala, takjub dan terpesona. Bagaimana tidak, postur tubuh proporsional di tambah dengan wajah edisi terbatas membuat semua wanita ingin memiliki pria dingin itu seutuhnya.

"Oh God! Sugar Daddyku!" celutuk seorang pelayan wanita pada teman yang ada di sampingnya.

"Kalau aku lebih ke Hot Daddy sih. Uhhh sangat-sangat hot dan ehmmm!" menjulurkan lidahnya dengan raut menggoda.

"Dasar mesum! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana malam pertamanya dengan Nona Yara. Secara Nona 'kan masih bocah! Masih sempit pula."

"Shtttt!" meletakkan telunjuknya di bibir temannya. "Jangan keras-keras! Kau mau mati?! Bilang-bilang aku mesum, eh sendirinya juga begitu," cibir pelayan yang membawa kemoceng.

Gala tiba-tiba beranjak dari duduknya dan itu mengejutkan kedua pelayan yang berbisik-bisik di sudut ruangan. Gala melemparkan tatapan membunuh kepada kedua wanita itu sehingga mereka langsung menundukkan kepala tak berani beradu pandang dengan Gala. Tampak tubuh kedua wanita itu gemetar. Jelas saja, bola mata Gala yang indah bisa berubah menjadi tatapan kematian bagi setiap orang yang tak disukainya.

"Tuan sudah saatnya," tutur Shanks.

Gala berjalan meninggalkan Shanks dan menuju kamar tempat Yara di rias. Setibanya di depan pintu, ia langsung menarik gagang itu dan masuk tanpa mengetuk. Untunglah Yara sudah selesai berpakaian.

Gadis itu terkejut saat Gala tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Namun ia langsung membuang pandangnya ke arah cermin. Raut Yara begitu masam. Tanpa bersuara, Gala menyuruh ke dua maid untuk keluar dari kamar itu dengan menggunakan isyarat tangannya.

"Apa Om Gala menyukaiku?" tanya Yara tiba-tiba dengan beranjak dari duduknya.

Gala sedikit terkejut. Ia menormalkan rautnya dan berjalan mendekat ke arah Yara yang sudah mengenakkan gaun pengantin berwarna gading. "Pertanyaan yang tidak berbobot," ucapnya sembari menatap mata Yara dengan tajam.

"Baiklah. Aku akan menikah denganmu. Tapi berjanjilah satu hal padaku," memberanikan diri bernegosiasi dengan pria beku di hadapannya.

"Katakan," tutur Gala datar.

"Om Gala tidak boleh menyentuhku! Karena pernikahan kita tidak berdasarkan cinta. Yang boleh menyentuhku hanyalah pria yang aku cintai dan yang mencintaiku!"

Gala masih menatap raut Yara dengan tajam. Perlahan kakinya mulai bergerak maju mendekat ke arah Yara. Semakin dekat dan ya! ujung jemari keduanya kini bertemu. Membuat tubuh Yara reflek bergerak ke belakang, namun sayangnya ada dinding yang menghalangi pergerakannya. Tubuhnya kini terhimpit antara dinding dan tubuh tegap Gala.

"Jangan dekat-dekat, Om!" ketus Yara dengan wajah yang mengarah ke samping kiri. "Ayo berjanjilah, Om. Jika tidak aku tidak mau menikah denganmu!"

"Kalau begitu aku akan membuatmu jatuh cinta padaku supaya aku bebas menyentuhmu!"

Degg!

Yara terbelalak. Ia menelan salivanya kasar. Wajah garang Gala tampak dekat dengan wajahnya. Gadis itu melemparkan pandangannya. Rautnya terlihat panik bukan kepalang. Melihat Yara yang sudah tak berkutik membuat Gala menarik sudut bibirnya. Ia tersungging dan berbisik kecil di telinga Yara. "Kalau tidak ingin itu terjadi, jangan pernah menggodaku. Aku pria dewasa yang normal!"

Dasar sinting! kau pikir aku sudi menggoda lelaki tua sepertimu!

To be continued ...

Tidak butuh ayang, butuhnya like, komen dan vote dari kalian 🥰🥰

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!