kelulusan adalah penantian Jenifer karena ia sudah tidak sabar memasuki masa-masa yang akan ia habiskan di bangku kuliah. selama ini ia hanya mendengar bahwa kuliah adalah tempat yang luar biasa dengan segala keindahannya.
Jenifer semangat mengikuti ujian menuju kelulusan. Ia belajar dengan sepenuh hati agar hasilnya memuaskan.
"Jen... tolong bantu donk jawaban no 21..." bisik Ikhsan.
"Bentar dulu aku masih ngitung ini..." Jeni ikut berbisik.
"no berpa yang sudah..." Edward ikut nimbrung.
"20 ke bawah sudah co..."
" ya sudah yang ada saja...."
Jeni memberikan jawaban dengan teman di kelasnya dengan kode tangan tentu dengan berbisik.
Jeni bukan orang yang terlalu pintar tapi ia cukup di andalkan dikelas karena ia adalah orang yang cukup kreatif dan aktif .
ujian selesai Jeni menarik nafas panjang ingin melepaskan ketegangan di pundaknya setelah berkutat dengan soal yang cukup hampir meledakkan kepalanya.
ia duduk di bangku taman di bawah pohon rindang halaman sekolah nya.
"lagi ngapain yang......" sapa Ilmi.
"yang yang palamu peang...." sungut Jeni.
Ilmi teman satu kelasnya Jeni di Jurusan IPA. ia suka menggoda Jeni dengan panggilan sayang.
" ya namanya juga usaha..."
" dari mana kamu?"
" nda ada cuma jalan jalan saja. kamu ngapain disini nangkring aja kaya burung pelatuk"
" enak aja kalau ngomong burung pelatuk... kamu yang punya burung aku yang di bilangin burung" jawab Jeni asal
" waw...... pernah lihat kah kamu punyaku" jerit Ilmi menutupkan tangannya di bagian sensitifnya.
" ahh .. bukan itu maksudku kan bilangan orang banyak begitu..." Jeni kaget dan mencoba menjelaskan maksud ucapannya.
" hahahaha...... aku tau maksud mu nda usah panik gitu juga kali.." Ilmi tertawa dengan sikap polosnya Jeni.
mereka berbicara panjang lebar mengenai soal ujian dan beberpa mimpi yang akan mereka raih nanti. tak terasa waktu untuk pulang mereka berpisah dan Jeni menuju rumahnya dengan ikut ojek langganan nya setiap hari. setelah membayar sejumlah uang Jeni memasuki rumahnya. Belum sempat ia mengetuk pintu, ia mendengar sebuah pertengkaran dari dalam.
" kamu harusnya lebih pintar mengatur pengeluaran dirumah kok bisa sampai seperti ini" pa Marsel meninggikan suaranya.
" papa fikir mama dirumah hambur-hamburkan uang saja. Mama juga berupaya semaksimal mungkin meminimalisir pengeluaran dirumah pa" Bu Nety tak kalah tinggi suaranya.
" ini harus bagaimna lagi Jeni akan masuk kuliah dan adiknya juga akan masuk ke sekolah swasta. pengeluaran kita kedepannya lebih banyak lagi " pa Marsel duduk di sofa dengan meletakkan kedua tangan di kepalanya, seperti memijat.
" dengan papa berteriak apa akan menyelesaikan masalah pa" Bu Nety menurunkan suaranya dan memberi pengertian.
" papa cuma bingung mah.. papa selama ini tenang karena papa fikir yang tabungan yang di simpan mama masih ada. tapi rupanya semua tabungan kita sudah terpakai untuk kebutuhan kita sehari-hari." pa Marsel menurunkan nada suaranya juga.
" apa kah mungkin kita coba menjual sedikit aset kita untuk bisa bertahan hidup pah. ?"
"sampai kapan kita akan menjual aset kita mah."
" ya setidaknya sampai keuangan kita stabil lagi. nanti mama juga akan coba bantu bekerja untuk bisa sedikit meringankan Beban keluarga." Bu Nety menjelaskan.
keluarga Marsel sekarang menjalankan usaha dalam bidang pabrik yang mengolah biji coklat untuk bisa di jadikan bahan mentah produksi yang mengirim keberbagai daerah. namun bukan tanpa sebab kemerosotan perekonomian pa Marsel karena ketidak telitian dia dalam berinvestasi, menyebabkan ia kerugian besar. hal itu juga berimbas pada keuangan di rumahnya.
sudah sekitar 6 bulan belum ada peningkatan dan akhirnya pa Marsel pelan-pelan merumahkan beberapa pegawai agar mengurangi pengeluaran. karena permasalah itulah pa Marsel seringkali marah pernah sekali waktu menghancurkan perabot rumah.
Jeni yang sedari tadi berada di balik pintu mengurunkan niatnya untuk masuk kedalam rumah dan memilih meninggalkan teras depan rumahnya. ia enggan menyaksikan pertengkaran mama dan papanya. karena itu ia memilih untuk meninggalkan rumah sebentar.
ia berjalan tanpa tau kemana arah tujuannya agar menghilangkan sedikit beban kepalanya. saat di perjalanan Jeni bertemu dengan Edward yang membawa beberapa temannya dengan mobil sedan warna putih.
"Jen .... mau kemana bukannya rumahmu berlawan arah "
"aku cuma cari angin sebentar. " jawab Jeni datar.
"yuk ikut kami yuk ..."seorang gadis seumuran Jeni keluar dari jendela mobil. pakaian nya sedikit terbuka hanya mengenakan kaos tipis lengan pendek warna putih size kecil sehingga jika ia mengajar tangannya perutnya tepampang jelas.
"kemana....?" Jeni tidak begitu tertarik.
"sudah ikut saja " yang lain ikut membujuk.
"aku mau main basket nanti sore jadi nda bisa ikut kalian"
" kan nanti sore kita sudah balik kok... tenang aja... ini kan baru jam 9 " Edward ikut membujuk Jeni dan turun dari mobil untuk membawanya ikut bersama mereka.
Jeni akhirnya ikut Edward dan yang lain. berkeliling kota dengan mengunakan mobil. sambil bercerita Jeni yang tadi masih terpukul karena mendengar percakapan orang tuanya mampu sedikit melupakan apa yang terjadi tadi.
"kamu mau makan apa...? " tanya Serly gadis yang tadi membujuknya.
"apa saja ku makan ser...." jawab Jeni.
"wah hebat donk..... bisa donk nanti punyaku di makan..." Edward menimpali sembali melirih dibalik spion mobil.
" hah...." jeni bingung dengan muka polosnya.
namun yang lain tertawa lepas mendengar ucapan Edward. di dalam mobil ada Edward dan Jeni di bangku depan. bangku tengah di isi Serly dan Romi. bangku belakang di isi Elly dan Hendrik.
mereka menertawakan kepolosan Jeni yang sedari tadi tidak faham apa yang mereka bahas.
"mau makan apa Yang...?" tanya Romi kepada Serly.
" apa aja yang yang penting sama kamu " Serly bergelayut manja di lengannya Romi.
" kalian pacaran ya ?" tanya Jeni dengan polongnya kepada mereka yang ada di belakang.
" endak kok Jeni kami sudah nikah....." jawab Serly.
"mereka bukan hanya pacaran tapi dah kawin..." Elly menimpali dan di barengi tawa yang lain.
" ******.... kaya elo juga nda sering kawin aja saja Hendrik." jawab Serly sedikit kesal.
" sudah -sudah kalian ini jangan gitu donk temenku ini memang polos. ia pintar tapi kalau soal yang begini dia tu bodoh. bodoh banget malahan." Edward mencoba menjelaskan.
"hah.... jadi kamu nda pernah pacaran ya...." selidik Serly.
" hemmm" sahut Edward.
"kalau ciuman...?" Elly ikut penasaran.
"apalagi......." Edward masih yang menjawab pertanyaan membuat wajah Jeni memerah.
Serly maju kebangku depan dengan melangkah bangku yang ada di depannya.
"Jen... yang benar kamu nda punya pacar..?" Serly sedikit berbisik.
" endak ada...."
" masa sih aku saja SMP udah punya pacar.. dan tebak mantanku ada berpa...15 loe sekarang...." Serly bercerita dengan semangat seperti mantan banyak adalah sebuah prestasi yang bisa di banggakan.
"memang kamu nda malu kah punya pacar segitu banyak." jeni dengan lugunya menanyakan hal itu.
"haha....." seisi mobil menyambut ucapan Jeni dengan tawa
"haha... kalian ini kok jahat betul sich Jeni ku ini memang begitu bentukannya. jadi harap di maklumlah nanti kalau ia sudah tau apa itu cinta aku yakin kamu dan kamu bakalan kalah sama Jeni." Edward menjelaskan sambil menunjuk Serly dan Elly.
"huh..... dasar pahlawan kesiangan " sungut Serly yang kembali kebangku belakang.
dari penjelasan Edward Jeni tau kalau Sely dan Elly mereka beda sekolah namun mereka satu kumpulan karena Hendrik dan Romi satu sekolah di SMA yang sama.
sampai mereka di salah satu warung makan karena ada dua pasang sejoli maka Edward memperlakukan Jeni seperti pacarnya juga.
itu semua membuat Jeni risih dan sedikit menjaga jarak dengan Edward karena duduknya dia terlalu rapat dan tepat duduk mereka cukup kecil jika untuk dua orang.
jeni meminta ijin untuk kekamar mandi. bukan tanpa alasan agar ia tidak duduk berlama-lama dengan Edward.
dikamar mandi ia berdiri di depan kaca dan meniti setiap jengkal badannya. Di merasa apa kekurangan nya sehingga ia sampai sekarang masih belum mempunyai tambatan hati dmyang bisa ia sebut pacar. kembali terngiang ucapan dan celotehan Serly dkk. tentang dia yang sudah hampir selesai SMA belum punya pacar bahkan tidak pernah...
derr... derr. derr
ponsel Jeni bergetar..
' halo selamat siank.' Jeni mengangkat telpon tanpa memeriksa siapa yang menelpon.
" sayang kamu dimana kok belum pulang teman mu yang lain sudah pulang kok kamu belum sampai." cecar Bu Nety
" maaf ma ada kumpulan teman ini jadi Jeni ikut sebagai salam perpisahan karena kan sebentar lagi mau lulus.." Jeni mencoba mencari alasan.
" teman kamu yang mana tadi ada teman main basket kamu kesini mau ajak main"
"ohh.." Jeni tergagap karena alasannya langsung terbantahkan.
" Edward ma teman satu kelas kami lagi makan " jawab Jeni sedikit terbata.
" mana di coba vedio call " jelas Bu Nety dan langsung mematikan telpon.
jeni berlari keluar dan menemui Edward juga menjelaskan semuanya dan tak lupa meminta dia agar bisa bekerja sama. Edward mengangguk tanda setuju.
jeni mengangkat telpon Bu Nety
" hallo ma...." sapa Jeni
" mana dia.." Bu Nety penasaran.
" hallo Tante..mohon maaf Tante saya bawa Jeni tanpa ijin soalnya tadi rencananya jemput dia dirumah.. tapi karena hari ini kami pulang cepat jadi pulang sekolah kami langsung jalan .maaf Tante." jawab Edward dengan menyatukan tangan tanda minta maaf.
" kalian hanya berdua ya..?"
" tidak kok Tante ada yang lain juga Jeni mengarahkan hp nya agar bisa menangkap gambar Serly dan Elly juga tak ketinggalan Romi dan Hendrik yang sudah di atas duduknya tidak berpasangan.
" oh.... ya sudah .. jangan lama-lama ya pulang nya Jeni itu masih pakai baju sekolah... kalau bisa langsung antar pulang saja." Bu Nety menasehati.
setelah mengucapkan salam Jeni segera mematikan telpon.
" tuh kan.... kamu salah culik orang Er... yang di culik anak rumahan yang begini jadi nya.." Hendrik merasa keseruannya sedikit terganggu.
"heh... aku bukan anak rumahan ya... kalian mau apa aku ikut..." Jeni menantang Hendrik karena merasa di anggap anak rumahan.
"ahhh .... yang benar...." ejek Serly
" betul aku serius..." jelas Jeni
" jangan Jen... kamu tidak usah terpancing ucapan mereka .. lebih baik kamu ku antar pulang saja..." Edward merasa tidak enak.
" tidak apa Erd.. aku ikut... anggap saja ini salam perpisahan sebelum kelulusan kita . "
Jeni merasa tertantang karena ucapan Serly dkk. ia ingin membuktikan bahwa ia juga bisa seperti mereka....
Jeni meminta bantuan Serly dan Elly untuk menganti pakaian nya namun dari berbagai potong pakaian yang di sodorkan padanya tidak satupun yang pas untuknya.
karena postur tubuh Jeni lebih tinggi dari mereka berdua. akhirnya Jeni di belikan setelan baru oleh Edward.
Jeni mengenakan celana Levis panjang dan kaos lengan pendek warna pink tidak lupa dibelikannya topi untuk mengantisipasi jikalau Jeni malu jika bertemu teman lain. Jeni menguncir rambutnya dan di masukkan di sela topi bagian belakang nya. saat keluar dari dari ruang ganti mampu membuat 3 pasang mata laki-laki yang menunggunya
Hendrik terperangah melihat tampilan Jeni badan yang tinggi dan berisi kulit putih dengan rambut panjang sepunggung dan di kuncir rapi di sela topi. seperti pemain bola tenis yang akan bertanding...
" woy.... biasa aja matanya kalau melihat...." Elly mulai kesal melihat tatapan Hendrik ke Jeni.
" apa sih... aku kan cuma kaget saja kok bisa pakai pakaian sekolah dan pakai pakai santai Jeni kaya langit dan bumi.." jawab Hendrik jujur.
" iya puji saja... puji..... " Elly tambah gusar.
" sudah ah.. kalian berdua kan ada pacar masing-masing jadi Jeni hanya akan sama aku... titik." Edward menegaskan.
" jadi mau kemana kita...." tantang Jeni.
" kita ke klub di wilayah Kemang." jawab Serly santai.
" ngapain kita kesana " tanya Jeni agak bingung.
" kita jual cereng... " jawab Serly asal. di sambut tawa yang lain.
" oh.... jadi ambil cereng nya dimna terus kita bawa apa....?" tanya Jeni lugu.
mendengar jawaban Jeni sontak mereka berlima tertawa...
"hahahaha..... Jeni ku sayank.. kita kesana mau happy happy lah.... masa iya betulan jual cereng ... " jawab Edward lembut. " dan kamu Serly kalau ngomong di saring dikit donk Jeni ini bukan cewe model kamu."
'iya lugu lugu aja nda usah bego..' batin Serly.
akhirnya mereka sampai di klub yang dijanjikan semua menikmati musik yang DJ mainkan dan pencahayaan disana menurut Jeni sangat minim, maka dari itulah Jeni memegang lengan atas Edward dengan kuat. ia takut jika nanti ia tersesat dan tidak bisa menemukan arah jalan pulang.
Serly dan Elly sudah turun di lantai dansa mereka bergoyang mengikuti irama musik yang DJ mainkan. Hendrik dan Romi hanya duduk di meja sambil menikmati minuman mereka. Edward mengajak Jeni dimeja yang lain. ia takut Romi dan Hendrik mencurangi minuman Jeni.
namun seusai Serly dan Elly berdansa Elly langsung menarik Jeni untuk bergabung dengan mereka. saat mereka datang di meja sudah ada 6 minuman semua berwarna oranye. Jeni ingin memesan yang lain namun di tahan sama Elly.
"Jen coba dulu lah minuman ini pasti kamu suka ." jelas Elly.
mereka bersamaan menegak minuman yang dipesan
"achh.. " jawab mereka bersamaan hanya Jeni yang hanya memegang gelasnya.
" kenapa nda diminum" tanya Serly
"apa tidak apa-apa ini di minum? " tanya Jeni sambil berkali-kali ia mencium aroma minuman di tangannya. ia juga mengutarakan pandangannya di sekeliling banyak yang sudah sempoyongan dan ada juga berjoget tanpa tau alunan lagu.
"katanya bukan anak rumahan....?" Hendrik mulai memancing.
Jeni Mulai meminum minumannya. ia merasa pahit dan panas langsung menyerbu tenggorokannya. namun karena tidak tahan dengan ejekan Hendrik ia memaksa masuk minumannya. Tamun hanya seperempat gelas Jeni merasa mual dan pusing.
melehat reaksi Jeni Edward segera menangkap badan Jeni yang hampir ambruk karena pusing.
" kalian ini keterlaluan ya.... " Edward melotot kearah Romi dan Hendrik.
Edward membawa Jeni ketempat yang jauh dari kebisingan. ia memberikan air mineral dan mencoba menyadarkan Jeni.
ada penyesalan di hatinya atas apa yang temannya lakukan terhadap Jeni. saat hilang kesadaran Jeni tidak melakukan yang aneh-aneh cuma menangis sambil memaki. kedua orangtuanya. Edward mencerna apa yg dikatakan Jeni dan tau kalau orang tua Jeni bertengkar. ia membiarkan Jeni sambil tetap menunggu ia untuk sadar.
tak lupa ia kirimkan pesan singkat via WhatsApp untuk Bu Nety orang tuanya Jeni agar tidak khawatir.
'maaf maa Jeni menginap di tempat Serly besok pagi Jeni baru pulang. dan maaf ma nda bisa telpon mamah karena hp Jeni lowbet dan lupa bawa charger 🙏🙏🙏' Edward mengirimkan pesan dan ia langsung mengubah profil mode penerbangan agar Jeni tidak bisa di hubungi.
sekitar dua jam lebih akhirnya Jeni kembali sadar matanya sembab karena manangis. ia mengitari pandangan nya di sekeliling namun ia tidak mengenali ruangan tersebut.
Edward datang dengan membawa gelas berisi teh dan irisan lemon.
"kita dimna ini Erd ...?"tanya Jeni.
"dirumah om ku... dia tidak ada di rumah keluar kota jadi rumahnya kosong"
" yang lain mana kok cuma kita berdua?"
" nda usah cari mereka... nanti kalau urusan mereka selsai nanti juga kesini .." jawab Edward santai
"bruakkk.... " suara pintu di tutup kasar. Elly keluar kamar dengan tampilan yang berantakan. kaos yang ia kenakan agak Kumal.
"berapa kali...." tanya Edward.
" banyak kali lah Hendrik saja sampe ketiduran..!" jawab Elly dengan senyuman mengejek.
Elly dan Serly memang sering menghabiskan waktu di rumah om Edward untuk bercinta dengan pacar mereka masing-masing. dan itu hal biasa bagi mereka.
rumah om Edward cukup besar memiliki 4 kamar dan ruang tamu yang menghadap ke4 kamar tersebut.jadi saat ada yang keluar dari setiap kamar akan nampak oleh Edwar dan Jeni yang berada diruang tamu.
jeni melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore.
"ya ampun sudah sore yuk antar aku pulang nanti mamaku nyariin."Jeni bergegas.
"nda usah aku sudah wa mamah kamu kalau kamu menginap" jawab Edward dingin.
"Apa........!"
Jeni memeriksa handphone nya dan benar ada pesan yang Edward kirimkan untuk mamah nya. ia menarik nafas lega.
" aku siap-siap dulu ya 30 menit lagi kita jalan." Elly menuju kamar dan mau bersiap sebelum masuk ia menggedor salah satu pintu kamar.
Duk duk Duk.....
"woy... sudah ... nanti lagi di sambung kita mau jalan ini ..." teriak Elly.
"iya..... sebentar lagi...." jawab Serly yang berada di atas perutnya Romi sambil terengah-engah. mereka segera menyelesaikan permainan mereka dan bersiap untuk jalan lagi.
"biasa saja itu Jen... mereka sudah sering begitu disini jadi tidak usah heran." Edward menjelaskan karena tampak dari muka Jeni yang bingung dengan apa yang ia saksikan.
setelah bersiap mereka meninggalkan rumah Om Edward untuk mencari makanan. selesai makan mereka mampir di sebuah salon yang lumayan besar. Jeni sedikit bingung mau apa kesana, namun ia simpan pertanyaan itu di kepalanya.
Serly langsung menuju sebuah ruangan khusus di ikuti yang lain. ia bertemu dengan seorang laki-laki dewasa yang lengan kiri dan kanannya penuh dengan tato.
" hai... ser.... sama siapa....?" tanya lelaki itu
" biasa.... " Serly memperkenalkan semua satu. persatu.
"gaes.... kenalkan ini Tony dia pengukir tatto profesional dan gambarnya tidak pernah mengecewakan."jelas Serly
"hai... hallo semua.... salam kenal " Tony menyapa hangat.
"gaes..... silahkan pilih model yang kalian mau dan tenang saja aku yang bayar." Serly menunjukkan foto foto tatto yang telah Tony buat.
Serly adalah anak orang berada jadi tak heran uang di ATM pribadinya tidak pernah kosong karena orang tuanya selalu mengirimkan uang lebih setiap bulannya.
Elly dan yang lain bersemangat memilih model untuk di tatto.sedang Jeni masih berada di tempatnya tanpa bergeming. Edward memilihkan model untuk Jeni sebuah kupu-kupu sebesar koin. Elly memilih mawar merah yang akan di tatto di perut bagian kanannya. Romi seekor naga yang melingkar di sebilah pedang. sedang Serly memilih mentato namanya sendiri di punggung sebelah kanan dengan hiasan bunga mawar hitam. Edward memilih model lambang bajak laut yang sering digunakan Ace pada film one piece, yang di letakkan di bahu kirinya.
semua sudah selesai. hanya tinggal Jeni yang masih tertegun dan masih tak percaya apa ia lakukan sekarang. namun saat ia di suruh duduk ia menurut.
"bagian mana yang mau di tatto Jeni..?" tanya Tony.
" disini saja .." jawab Jeni datar, ia menyodorkan pergelangan tangan kirinya bagian dalam karena jika disana akan tertutup oleh jam tangan nantinya.
Jeni menahan sakit dan panas yang pada pergelangan tangannya. Tapi ia tidak mau menangis dan berteriak walaupun ia sangat ingin.
"tahan ya cantik .. ini cuma sebentar kok...." ucap Tony halus.
belum selesai Tony dengan pekerjaannya Jeni segera menarik lengannya.
" kenapa dek .. itu belum selesai jelek nanti kalau cuma begitu . " Tony yang sedang bekerja kaget.
"tidak apa-apa biarkan saja begini" Jeni langsung berdiri dan meninggalkan ruangan tersebut. di susul Edward dan yang lain Serly menyelesaikan pembayaran dan segera menyusul juga.
ada penyesalan besar yang Jeni rasakan. ia melihat kembali gambar kupu-kupu yang belum sempurna di pergelangan tangannya. Ia coba menggosok gosok berharap itu bisa hilang. namun sayang itu permanen.
"ada apa Jen....?" Edward memastikan.
"Erd ..... tolong antar aku pulang .... " jeni menatap Edward dengan memelas matanya menganak sungai.
"ok.. aku bilang dulu sama yang lain ya ..." Edward berlari kedalam dan menemui Serly dkk. untuk mengantar Jeni.
"yuk .. Jen.. mereka masih mau semir rambut lagi disana. jadi kita tinggal saja."
Edward mengantarkan Jeni kerumahnya dengan selamat di perjalanan pulang Jeni tidak berbicara apapun. ia bergulat dengan fikirannya. Bahkan saat mobil sudah berhenti di depan rumahnya Jeni masih tak bergeming.
" Jen .... sudah sampai...." Edward membuyarkan lamunannya.
" oh.... iya terima kasih ya ...." Jeni tersenyum hambar.
Jeni berjalan lesu. jam tangan yang biasa ia kenakan di sebelah kanan ia pindahkan ke sebelah kiri. bukan tanpa alasan akan tetapi untuk menutupi jejak tatto di sana.
sebelum masuk rumah ia mengatur mood nya agar terlihat biasa saja.
"Jeni pulang...... mah..... pah......" ucap Jeni riang.
mama dan papanya Jeni menoleh bersamaan.
" syukurlah kamu pulang nak.... mamah kira kamu tetap menginap disana..." Bu Nety langsung berhambur ke arah Jeni dan memastikan tidak terjadi apa-apa pada anaknya.
"kamu ini.. kalau mau menginap paling tidak pulang dulu minta izin baru berangkat lagi.." pa Marsel menasehati
" iya pa mah... maafin Jeni.. tadi itu buru buru jadi tidak sempat pulang dulu izin mah...!"
"mamah telpon hp kamu nda aktif dan dari wa kamu bilang mau menginap di tempat siapa itu..... yang pakai baju kekecilan ... aduh.... membayangkan saja mamah merinding jika sampai kamu menghabiskan malam bersama mereka...." Bu Nety bergidik.
" iya maaf mah Jeni tau mamah khawatir makanya Jeni nda jadi menginap disana . maaf ya mah udah bikin mamah sama papah khawatir..." senyum Jeni terukir manis.
"ya sudah... segera bersihkan diri kamu... ini sudah jam 5 sore kita mau makan malam ada yang mau papah sampaikan sama kita semua." jelas Bu Nety.
" oh... iya mah....." Jeni tersenyum.. dan ia tau apa yang akan di bicarakan... pasti soal aset yang akan di jual batin Jeni.
**
Edward kembali menuju salon tempat Serly dkk. ia menuju ruangan pertama mereka datangi. Rupanya yang lain sudah menunggu.
" bagaimana sudah loe antar Jeni..." tanya Serly ketus.
" ehhh..." Edward menyahut enggan dan langsung duduk di salah satu kursi disana
" itu pacar kamu ya.....?" tanya Tony
" bukan .... dia nya mau tapi cewek nya sok jual mahal." Elly menjawab deselingi tawa mengejek.
" tapi Jeni memang cantik loe... body mulus seperti model aku loe juga naksir dia.." Tony sangat antusias.
"Erd.... pas dia mabok ada kau cicip nda.... bagaimna bibirnya..." Hendrik penasaran.
"heh.... kalau ngomong jangan sembarang ya.... aku bukan orang yang memanfaatkan peluang seperti kamu...." Edward mulai gusar dengan celotehan mereka.
" bodoh sekali kamu itu.... cewek se cantik itu nda sadarkan diri di tangan kamu..... dan kamu tidak gunakan wahhhh..... rugi banget ..." Romi ikut berkomentar.
"iya ... padahal bisa saja itu di.....emmm mantap dah tu..." Hendrik menyatukan telapak tangannya meumpamakan bersetubuh.
" hah..... otak kalian itu semua ************ saja.... udah aku cape mau pulang... kalian mau ikut atau mau disini...?" Edward berdiri dan tidak mau membahas lebih jauh tentang Jeni.
semua beranjak dari tempat duduknya dan segera meninggalkan salon tersebut. di perjalan Edward tidak berbicara. ia berselancar dengan fikirannya.
teringat lagi saat ia membopong Jeni ke rumah Om nya. ada getaran hebat dalam dadanya. juga aroma parfum yang Jeni gunakan sekan menari di hidungnya. Jeni yang terkulai lemah menangis ingin ia peluk dan berikan kecupan hangat dibibirnya. coba saja...... batin Edward yang merasa menyesal.
**
pukul 7 malam semua anggota keluarga pa Marsel sudah berkumpul di meja makan. semua menikmati makan malam tanpa ada pembicaraan berarti.
tiba-tiba
" Jeni kok jam tangan nya nda di buka.... ?" Bu Nety memperhatikan tangan kiri Jeni.
" oh... iya mah.. ini.. agar Jeni tidak lupa serial drama Korea yang akan tayang malam ini" Jeni berupaya berbohong.
"oh... dikira dari tadi nda mandi soalnya jam tangan nda di lepas.." Bu Nety manggut-manggut.
selesai makan malam meja di bereskan dan sambil menikmati makanan penutup pa Marsel membuka pembicaraan.
" Jeni, jermy. sekarang usaha papa di ambang ke bangkrutan. jadi selain kita harus mengirit mengeluarkan kita juga harus menjual beberapa aset yang kita punya untuk bertahan hidup." jelas pa Marsel.
" apa pah .... jadi jermy bagaimna pah... apakah juga gagal sekolah di swasta pah...?" jermy gusar.
" kalau itu papah usahan tetap namun kita harus menjual beberapa aset kita.."
" aset seperti apa pa....?" tanya Jeni.
"rumah kita ini..." jawab Bu Nety.
"Apaaaa........!" jermy dan Jeni menyahut bersamaan.
"iya sayang..." jawab pa Marsel
"apa harus rumah ini pa..." Jeni sock.
" iya sayang karena selain untuk kebutuhan kita papa juga harus membayar karyawan papa yang ada di pabrik. dan itu jumlahnya tidak sedikit." Bu Nety menjelaskan.
" kenapa jual rumah pa kenapa nda jual mobil sama motor jermy saja pa .." jermy masih berharap tidak meninggalkan rumah yang sudah ia tinggali sejak dulu.
"itu juga termasuk Jermy ... jadi kita bukan seperti dulu lagi yang mempunyai keuangan yang stabil. jadi tolong kita semua belajar hidup sederhana." Bu Nety menjelaskan.
" kalau ini di jual kita harus tinggal dimna pah... mah...?" tanya Jeni.
"kita akan tinggal dirumah nenek di kampung. nanti kita bisa ikut menanam padi disana." Bu Nety menjelaskan.
"jadi mulai besok kalian sudah mulai berkemas Minggu depan kita sudah pindah dari sini." jelas pa Marsel.
tidak ada pembicaraan lagi semua segera menuju kamar masing-masing. Jeni pun demikian ia menuju kamarnya dengan langkah gontai.sebwlum sempat ia menutup pintu kamarnya Jermy mendorong pintu.
"kak.... apa kakak mau tinggal di tempat nenek di sana kan kampung ka... jauh dari keramaian. aku nda mau tinggal disna ka nda mau...!"
" tidak bisa dek.. Kaka juga berat meninggalkan rumah kita ini namun mau apa lagi keuangan keluarga kita sekarang lagi susah... tapi tadi kan papah juga janji kalau keuangan kita kembali normal kita akan kembali tinggal disini .." Jeni mencoba menjelaskan kepada adiknya.
" tapi tetap saja ka.. aku tidak mau pergi...."
" ya kecuali kamu mau papah batalkan pengajuan sekolah kamu ke swasta..?" Jeni memancing.
" oh ... tidak tidak aku tidak mau itu di batalin. aku udah keterima dan lulus murni karena tes jadi kalau di batalin aku tidak mau..!"
" jadi kalau begitu kamu harus mengikuti saran kakak segera berkemas dan kita akan pindah Minggu depan."
Jermy tidak menyahut dan langsung meninggalkan kamar Jeni. Jeni segera menutup pintu. ia menyalakan shower di kamar mandinya dan menangis dengan keras disana. ia berupaya tegar dengan semua yang keluarganya hadapi namun hatinya hancur berkeping-keping.
rumah yang sudah menjadi tempat tinggal mereka dari dulu harus mereka tinggalkan setiap sudut ruangan menjadi saksi bisu semua kenangan yang terukir disana.
namun demi kebaikan semuanya maka merekapun harus segera meninggalkan rumah itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!