"Maafkan saya, Mr. Vasquez. Saya tidak bisa membuktikan bahwa saya tidak bersalah. Tapi percayalah kepadaku, bukan saya yang mengkhianatimu dan melakukan kecurangan. Saya tidak mungkin menikammu-"
"Well, kau tidak bisa membuktikan alibimu, Harry. So, kau harus menerima konsekuensinya." Seorang pria yang tengah duduk di atas kursi roda dengan posisi membelakangi pria yang sedang berlutut, Harry.
Pria paruh baya itu tampak pucat dan gemetar. Beberapa minggu yang lalu ia dituduh menggelapkan sejumlah uang dan juga membocorkan rahasia penting perusahaan sehingga rival mereka memenangkan proyek besar yang mengakibatkan mereka mengalami kerugian. Kerugian yang dialami meski cukup besar tapi tidak lantas membuat perusahan mengalami kebangkrutan. Butuh usaha besar untuk menjatuhkan seorang Glend Vasquez hingga ke dasar.
Meski hal itu tidak mempengaruhi keuangannya, tetap saja ia murka. Glend benci pengkhianat. Apa pun bentuk pengkhianatannya. Sebelumnya Harry Kingston adalah orang kepercayaannya. Pria paruh baya itu sudah mengabdi di perusahaan Vasquez sejak Glend berusia 20 tahun dan sekarang Glend sudah berusia 31 tahun.
Pengabdian selama 11 tahun tidak lantas membuat Glend berlembut hati. Seperti yang sudah ia katakan, ia benci pengkhianat.
"Mr. Vasquez, saya ..."
"Satu minggu, kurasa aku sudah berbaik hati, Harry. Berikan satu alasan yang masuk akal agar aku bisa membebaskanmu dari hukuman yang layak kau terima. Kemiskinan dan penjara."
Wajah Harry pucat seketika. Ia mungkin bisa menerima kemiskinan walau dengan berat hati, tapi bagaimana dengan istri dan kedua putrinya. Rose dan Lizzie, ia bisa membayangkan jika keduanya akan histeris. Kehidupan keduanya selalu glamor dan mereka bergaul dengan kaum sosialita. Menjadi rakyat jelata, Harry yakin Rose dan Lizzie tidak akan mampu. Putri sulungnya, Bella, gadis itu mungkin akan terpukul tapi ia yakin Bella akan bisa menerima keadaan mereka dengan cepat.
Harry tidak bisa berpikir lagi. Pikirannya kalut dan bercabang. Ia dijebak dan yang melakukan hal itu terlalu pintar dan licin. Harry tidak mempunyai gambaran sama sekali. Bagaimana bisa dana itu ditransfer ke dalam rekeningnya lalu raib begitu saja.
"Bagaimana jika kau menyerahkan asetmu yang paling berharga kepadaku, Harry. Aku mendengar kau memiliki dua putri yang sangat manis."
Wajah Harry merah padam menahan amarah. Tapi ia tidak berdaya untuk menunjukkan kemarahannya. Ia mengenal Glend dari berita yang beredar. Hasrat pria itu tidak pernah puas hanya dengan satu wanita dan jika wanita tersebut tidak berhasil memuaskannya maka Glend tidak segan-segan untuk menyakiti wanita tersebut. Memangnya siapa yang bisa memuaskan hasrat Glend, disaat setiap wanita yang melihat wajahnya yang mengerikan mendadak takut dan jijik.
Harry tidak tahu seberapa buruk rupa pria itu karena ia tidak pernah melihatnya secara langsung. Hanya saja beberapa kali ia menyaksikan beberapa wanita berlari terbirit-birit dari ruangan pria itu dengan wajah pucat.
"A-apa maksudmu Mr.Vasquez?" Jiwa kebapakannya tidak bisa membayangkan bahwa salah satu putrinya akan menjadi budak sek's pria itu.
"Dua hari, kuberi kau waktu dua hari, Harry." Glend menjentikkan jarinya dan asistennya pun segera mendekat dan mendorong kursi rodanya meninggalkan Harry di sana dengan perasaan yang berkecamuk. Marah, malu, takut, berbaur jadi satu.
______
"Bella, hari ini kau belum membaca dongeng untuk kami." Seorang bocah cilik berlari menghampiri gadis cantik dengan rambut panjang yang diikat ponytail. Gadis itu berbalik dan manik indahnya seketika berbinar melihat bocah yang langsung memeluk kakinya yang jenjang.
"Polly! Kau sudah sembuh? Oh Sayang, aku senang melihatmu kembali. Aku sangat khawatir saat mendengar kau mengalami cacar air dan menjauh dariku Polly, aku sangat kotor dan bau, sampah-sampah itu menjijikkan!" Ya, Bella sedang membuang sampah saat Polly datang menghampirinya.
"Ya, aku sudah sembuh dan aku tidak akan marah kepadamu karena tidak datang menjengukku, Lionel mengatakan akhir-akhir ini kau sangat sibuk. Apakah nenek sihir dan putri pengacau itu menyulitkanmu lagi?" Polly melirik ke arah pagar besi yang menjulang tinggi di hadapan mereka.
"Baiklah, sebagai permintaan maaf dariku, aku akan membaca dongeng untukmu dan yang lain." Bella menggandeng tangan Polly menuju taman bermain yang tidak jauh dari rumahnya. Di sana sudah ada Lionel, Messi, Anna, dan Meimei. Kelima bocah itu adalah sahabatnya.
"Bella!" pekik semuanya secara bersamaan dan berlari menghambur ke arahnya.
"Kalian merindukanku?"
"Tentu saja!" jawab semuanya serempak. Selama satu minggu ia memang tidak menemui teman-temannya, semua karena saudari tirinya Lizzie yang selalu menghalanginya setiap kali hendak keluar. Ia terkurung di rumahnya sendiri. Lizzie melakukannya karena gadis nakal itu tidak ingin Bella ikut berpartisipasi dalam drama musikal yang diadakan oleh universitas dalam rangka perayaan ulang tahun university of Cambridge. Hari sebelumnya, Bella ditunjuk untuk memerankan Juliet bersama Matteo Dominic, si pangeran kampus yang mendapatkan peran Romeo. Lizzie tergila-gila kepada pria tersebut dan ingin ia menjadi Juliet.
"Ayo Bella, ceritakan kepada kami satu dongeng." Anna si gadis pirang merengek manja dan menarik Bella agar duduk di atas rumput.
"Hm, katakan kepadaku, dongeng apa yang ingin kalian dengar kali ini."
"Tentang pangeran buruk rupa yang bertemu dengan itik buruk rupa." Lionel menyahut dengan wajah antusias.
Dahi Bella mengernyit bingung, mencoba mengingat daftar dongeng yang pernah dibacakan mendiang ibunya kepadanya. Judul itu tidak asing tapi terasa janggal.
"Itik buruk rupa? Hm, mungkin maksudmu adalah dongeng si cantik dan si buruk rupa." Bella menerka-nerka tidak yakin. Mungkin saja judul dongeng yang disebutkan Lionel adalah cerita baru dalam generasi mereka. Generasi 2022.
"Aku tidak tahu." Lionel mengidikkan bahu tidak acuh. "Ceritakan apa saja."
"Pada suatu hari di sebuah istana sang pangeran sedang mengadakan pesta. Ketika sedang bersorak kebahagiaan menikmati pesta, tiba-tiba datang seorang nenek meminta pertolongan kepada sang pangeran untuk berteduh di istana." Bella mulai bercerita dengan mimik wajah berubah-ubah dan anak-anak tersebut tampak semangat dan tenang mendengarkannya.
"Karena sedang terjadi hujan badai nenek itu menawarkan setangkai mawar merah sebagai tanda terima kasihnya. Namun sang pangeran tidak mengijinkan nenek tersebut untuk berteduh di istana dan malah mengusirnya untuk pergi segera. Ukhh, Pangeran jahat sekali, bukan?" Anak-anak tersebut kompak mengangguk membenarkan apa yang dikatakan Bella.
"Sakit hati dengan penolakan yang dilakukan pangeran, nenek itu mengutuk pangeran menjadi buruk rupa dan pelayan-pelayannya menjadi perabot rumahtangga juga menghapus kenangan istana itu dari orang-orang yang mencintainya. Kemudian si nenek memberitahukan kepada sang pangeran bahwa dia dan pelayannya bisa kembali normal jika ada orang yang dicintai si buruk rupa dengan tulus dan membalas cinta tulusnya sebelum tangkai terakhir gugur. Jika tidak mereka akan kekal selamanya seperti itu." Bella menggeleng-gelengkan kepala dengan sengaja untuk mendramatisir.
"Pangeran tersebut pantas mendapatkan kutukan!"
"Kasihan pangerannya."
"Lalu bagaimana selanjutnya, Bella? Apakah ada putri baik hati yang mencintai pangeran dengan kondisinya yang mengerikan?"
Melihat wajah-wajah antusias para bocah tersebut, Bella merasa terhibur. "Ya, seorang putri baik hati-, akh...." Bella menjerit kesakitan saat rambutnya yang dikuncir ditarik kuat dari belakang.
"Lizzie! Lepaskan rambut Bella!" Polly berdiri dan berlari mendekati Lizzie, memaksa Lizzie melepaskan tangannya dari rambut cantik Bella. "Kau menyakitinya," tangan mungil gadis cilik itu menarik-narik tangan Lizzie yang justru membuat tarikan di rambut Bella semakin kuat.
"Itulah tujuanku, Sayang. Dan kalian berhenti mendengarkan cerita dongeng murahan seperti ini. Hidup tidak seindah dongeng, anak-anak. Dan kau babu betina, kenapa kau membiarkan Matteo menghubungimu! Kau ingin menggodanya?!"
Hari ini adalah perayaan ulang tahun universitas Cambridge. Akan ada pesta dansa dan juga drama musikal yang seharusnya ia perankan saat ini bersama Matteo. Tapi karena ancaman dari saudari dan ibu tirinya, Bella melepaskan peran tersebut. Bukan karena ia takut, tapi karena ia tidak ingin berdebat. Sesungguhnya, ia juga tidak berminat untuk memerankan drama tragis tersebut. Bella menyukai segala sesuatu yang berakhir dengan bahagia. Untuk itulah ia juga mensugesti dirinya bahwa tiba waktunya ia juga akan berakhir happy ending. Ia yakin itu.
Meski tidak menyesal melepaskan peran tersebut, bukan berarti ia tidak berminat mengikuti acara tersebut. Ia ingin berpesta, menari bebas di lantai dansa. Dari gosip yang beredar, pemilik universitas itu akan akan datang sebagai tamu kehormatan. Dan tanpa sengaja Bella mendengar jika pemiliki universitas tersebut masih sangat muda dan tampan. Dari sekian banyak wanita yang antusias mendengar hal itu, Bella tidak termasuk di dalamnya. Merayu dan mencari perhatian bukan sifat dasarnya. Ia hanya ingin berpesta, itu saja.
Hanya saja ia tidak dibolehkan untuk menghadiri pesta tersebut. Siapa lagi yang melarangnya jika bukan ibu dan saudari tirinya. Bella bukan cinderella yang akan diam dan menerima ketidakadilan yang dialaminya. Ia memberontak. Tapi sialnya, ibu dan anak itu menguncinya di dalam kamar yang berada di lantai tiga.
Bella tidak tahu apa alasan Lizzie melarangnya untuk menghadiri pesta tersebut disaat ia sudah merelakan peran Juliet kepada Lizzie. Jika hanya kerena Matteo, ayolah, ia tidak mempunyai kekuasaan untuk menghentikan perasaan seseorang yang tertuju kepadanya.
Ponselnya berdering mengalihkan fokusnya yang sedang memikirkan cara untuk keluar dari kamarnya.
"Daddy!" Bella memekik girang. "Kau sedang di mana, Dad? Kau sudah pulang dari perjalanan bisnismu?" Berharap Daddy-nya akan seger sampai di rumah. Dengan begitu ia akan bisa pergi menghadari pesta tanpa hambatan.
Terdengar helaan napas dari seberang telepon membuat senyum di wajah Bella menghilang secepat senyum itu terbit.
"Kau terdengar lelah sekali? Apa semuanya baik-baik saja, Dad?"
"Ya, Honey, semuanya akan baik-baik saja. Kau masih di rumah, Sayang?"
"Akan baik-baik saja? Artinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ada apa, Dad?"
Kembali terdengar helaan napas panjang. "Daddy belum bisa pulang, Bella. Daddy menghubungimu hanya untuk memastikan kau menikmati pesta malam ini. Bukankah malam ini acaranya?"
"Ya, hari ini."
"Daddy meminta maaf tidak bisa menonton drama yang akan kau mainkan, Sayang."
"No prob, Dad. Peran itu tidak bisa kumainkan. Aku tidak cocok menjadi Juliet. Itu menyedihkan."
"Ya, kisahnya memang menyedihkan." Harry membenarkan. "Lalu kau hanya akan menikmati pesta, menari dan berdansa."
"Ya, begitulah rencanaku dan aku akan kembali sebelum jam 12 malam, Dad, sebelum roda-roda itu berubah menjadi labu dan sopirku berubah menjadi tikus dan aku senang dengan sepatu yang kau kirim beberapa hari yang lalu, Dad. Itu indah sekali dan sangat cocok dengan gaun yang akan kukenakan."
Terdengar kekehan dari seberang telepon. "Putriku sedang berlakon menjadi Cinderella."
"Yeah, Cinderella modern yang tidak bisa ditindas begitu saja."
"Sayang sekali Daddy tidak membeli sepatu kaca. Mungkin itu akan menyempurnakan penampilanmu malam ini, Sayang."
"Sepatu pemberianmu lebih indah dibanding sepatu kaca milik Cinderella, Dad. Dan itulah perbedaan versi Cinderella zaman now dan zaman old. Aku tidak akan meninggalkan sebelah sepatuku di pesta, Dad."
Ayahnya kembali tertawa mendengar ocehannya.
"Semoga kau menemukan pangeran di sana, Sayang."
"Ouh, Daddy, kau bosan denganku dan ingin aku cepat-cepat membagi perhatianku kepada pria lain?"
"Daddy hanya ingin kau menemukan pria yang tepat, Sayang. Tidak selamanya Daddy bisa bersamamu. Dan Daddy ingin memastikan kau bahagia."
"Kau sedang bersedih, Dad. Kau sedang ada masalah. Ada apa sebenarnya?" Bella adalah gadis yang sangat peka. Dari nada suara ayahnya ia tahu jika ayahnya sedang dalam suasana tidak enak.
"Tidak, Honey. Daddy hanya sedang merindukanmu. Selamat bersenang-senang, Sayang. Daddy harus menutup panggilannya."
"Aku juga merindukanmu, Dad. Ya, aku akan bersenang-senang."
Panggilan pun terputus dan Bella tidak bisa berhenti memikirkan ayahnya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang akan terjadi. Ponselnya kembali berdering dan kali ini dari salah satu temannya di kampus. Elizabet.
"Ya, Eli."
"Kau di mana? Aku tidak bisa mengenali orang-orang yang ada di sini gara-gara topeng sialan ini."
"Aku masih di rumah dan aku terkurung." Bella mendesah, matanya melirik topeng kupu-kupu yang terletak di atas meja riasnya. Ya, pesta ini mengharuskan semuanya mengenakan topeng, untuk itulah ia semangat menghadiri acara tersebut. Lizzie tidak akan mengenalinya karena wajah semuanya tersamarkan.
"Ouh, Bella yang malang. Ini pasti perbuatan Lizzie, bukan? Hais, semoga Matteo tidak tergoda dengan benalu sialan itu. Omong-omong soal Matteo, dia mencarimu dan berharap bisa berdansa denganmu. Ia berharap kau dan dia memenangkan gelar raja dan ratu kali ini."
"Aku tidak tertarik dengan semua itu, Eli. Aku hanya ingin menari dan berdansa. Berikan aku saran agar bisa terbebas dari kamarku."
"Kau tinggal menggunting rambut panjangmu dan menjadikannya tangga."
"Aku bukan Rapunzel tapi saranmu cukup bagus. Kututup teleponnya. Satu jam lagi kita akan bertemu."
Bella segera melancarkan aksi kaburnya dengan mengikat tirai-tirai jendela kamarnya dan turun dengan menggunakan benda tersebut.
Hap!
Ia berhasil mendarat di tanah. Bella segera menyelinap ke pintu samping dan melompati pagar. Nasib baik sedang berpihak kepadanya, sebuah taksi melintas di hadapannya.
"Tidak ada kereta kuda, yang ada hanya sebuah taksi," ia bermonolog lalu menghentikan taksi tersebut. Tidak membuang waktu, Bella segera naik ke dalam taksi dan menyebutkan arah tujuannya.
Lima belas kemudian ia sudah berada di kerumunan pesta, berbaur dengan orang-orang yang wajahnya ditutupi dengan topeng.
Bella memendarkan pandangan mencari temannya, Elizabet. Tetapi seperti yang dikatakan sahabatnya itu, semuanya tampak sama. Dan sepertinya drama musikal sudah selesai di tayangkan. Untunglah, ia juga tidak berminat untuk menyaksikan akting Lizzie saat memerankan Juliet.
"Bella?"
Mendengar namanya di sebut, Bella segera berbalik. "Eli?"
"Akhirnya kau datang. Untung saja aku mengenali wangimu yang khas. Omong-omong kau terlambat datang. Harusnya kau melihat pertunjukkan Romeo dan Juliet kita. Kisah tragis yang berakhir komedi. Matteo mendorong Lizzie saat Lizzie yang memerankan Juliet hendak mencium Romeo. Astaga, saudari tirimu itu sampai terjungkal ke bawah panggung. Itu memalukan dan semua penonton tertawa."
Keduanya kemudian tertawa, tidak merasa simpatik sama sekali. "Sayang sekali aku terlambat datang," gerutu Bella.
"Ya dan kau melewatkan satu hal menarik lagi. Oh Bella, pemilik kampus ini ternyata masih sangat muda dan tampan. Suaranya begitu sangat seksii saat memberikan pidato. Semua hening karena terpukau akan wajahnya yang rupawan dan terhipnotis dengan suaranya. Aku mengira aku akan hamil hanya karena mendengar suaranya!"
Bella memutar bola mata di balik topengnya. "Kau selalu berlebihan jika menyangkut pria tampan. Eli, aku tidak sabar untuk menari di lantai dansa. Ayo kita ke sana."
"Tentu saja. Mari kita bersenang-senang."
Bella dan Eli pun berbaur dengan semuanya. Mereka bergoyang, berdansa tidak beraturan sehingga menabrak penari lainnya.
"Ini konyol dan menggelikan. Kita harusnya berdansa dengan salah satu pria tampan di sini, bukan terlihat seperti pasangan lessbi!" Eli menggerutu karena Bella menolak untuk berdansa dengan pria.
Brugh!
"Maaf..." Kaliamat Bella mengambang di udara begitu melihat wajah orang yang baru saja bertabrakan dengannya. Saudari tirinya, Lizzie. Ia mengenali wanita itu, tentu saja. Bukan karena gaun yang dikenakan Lizzie atau gaya rambut yang ditata olehnya beberapa jam lalu. Tetapi karena Lizzie satu-satunya manusia di ruangan ini yang tidak mengenakan topeng. Sepertinya Lizzie enggan untuk menyembunyikan wajahnya yang cantik.
"Bella?" Selidik Lizzie.
Sial! Dia mengenali suaraku!
"Jadi kau kabur dari rumah? Sialan kau Bella."
"Aku akan melaporkanmu kepada Mommy, dan...Akh! Sialan! Siapa yang menabrakku?" Lizzie berbalik dengan gusar.
Grep!
Seseorang menarik tangan Bella. "Kau harus ikut denganku." Suara bariton nan seksii membuat Lizzie menelan kembali makiannya. Bella mendengar Lizzie dan Eli memekik dengan suara tertahan. Ya, harus Bella akui, pria yang ada di hadapan mereka membuat para patung Yunani tidak ada apa-apanya. Pria itu nyaris sempurna. Hal itu tidak berpengaruh kepada Bella.
Ingin rasanya ia memaki pria itu karena sudah dengan lancang menarik tangannya, tapi Bella tidak ingin Lizzie semakin mengenali dirinya.
"Akkhh..." Bella meringis, pria itu menariknya begitu beberapa orang memaksa masuk ke tengah lantai dansa.
"Lepaskan aku! Kau menyakitiku, Bodoh!"
"Akh!" Kembali Bella menjerit tatkala pria itu melepas paksa topeng kupu-kupunya lalu mendorong tubuhnya ke dinding.
"Kau kasar sekali! Lepaskan aku!"
Pria itu seakan tuli, ia menghimpit tubuh Bella menggunakan tubuhnya yang kekar dan berotot. Pria itu memasang topeng tersebut ke wajah lalu melepaskan jas mahalnya dan membuangnya begitu saja.
"Oh sial!" Pria itu memaki begitu melihat beberapa pria berpakaian serba hitam berjalan menuju ke arah mereka. "Kau harus bekerja sama denganku, Nona!" Pria asing itu dengan lancang mencium bibir Bella.
Bella membeliak kaget. Ia meronta. Semakin ia meronta, pria sinting tersebut semakin menekan bibirnya ke dalam mulut Bella.
"Bajiingan!" Bella mendorong pria tersebut begitu tautan bibir mereka lepas. "Hari yang buruk!" Desis Bella, Lizzie ternyata mengikuti mereka. "Aku akan menghantuimu, keparat! Kau mencuri ciuman pertamaku, Akh..." Bella tersandung saat hendak meningglkan pria itu, melarikan diri dari Lizzie. Dengan kesal ia melepaskan stilettonya dan melemparnya kepada pria tersebut.
"Kakimu akan terluka, Cinderella."
Bella mengabaikan ucapan pria itu meski ia tergoda ingin melemparkan makian. Demi, Sandy si tupai yang bisa bertahan hidup di Bikini Bottom, Bella mendengar pria itu terkikik geli saat menyebutnya Cinderella.
Ya, Cinderella modern. Alih-alih meninggalkan pesta tepat jam 00.00, Bella justru harus kabur bahkan sebelum ia menikmati pesta. Ia kehilangan kedua sepatunya dan lupakan tentang bertemu dengan pria tampan. Ia justru bertemu dengan pria mesum yang sangat brengsekk!
Bella memasuki rumah melalui jendela tempat ia keluar satu jam yang lalu. Dengan gerakan cepat, melepaskan gaun dan menyembunyikannya di bawah kolong tempat tidur. Naik ke atas ranjang dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Terdengar derap langkah kaki, Bella pun memejamkan mata.
"Bella!" lengkingan suara Lizzie memenuhi ruangan. Bella melenguh, tentu saja itu hanya pura-pura. Perlahan membuka mata, Bella kembali berlakon, silau dengan cahaya lampu.
"Bukankah sudah Mommy katakan, si babu itu masih dikurung dan tidak bisa keluar. Bagaimana dia bisa keluar jika kuncinya ada pada kita," cetus ibunya yang terlihat sedang menahan ngantuk.
"Apa yang terjadi? Suaramu mengagetkanku, Lizzie." Suara serak yang dibuat-buat menyempurnakan lakonnya yang sedang pura-pura tidur.
"Aku tidak mungkin salah mengenali suaranya, Mom!" Mengabaikan Bella, Lizzie melintasi ruangan. Mencari pembuktiaan atas tuduhannya. Lizzie membongkar semua isi lemari untuk menemukan gaun yang dikenakan oleh Bella tadi.
"Apa yang kau lakukan, Lizzie! Hentikan, kau membuat semuanya berantakan!"
"Aku yakin kau datang ke pesta itu. Kau ingin merebut Matteo dariku, bukan?"
"Apa yang kau katakan. Bagaimana aku bisa ke pesta jika kau dan ibumu mengurungku di sini. Dan berbicara tentang Matteo, aku tidak tertarik dengannya. Tapi perlu kukatakan kepadamu, Matteo juga tidak akan pernah tertarik pada wanita agresif yang menyosor pertama kali."
Lizzie berbalik, menatap Bella dengan berang. Tersinggung atas hinaan yang dilontarkan Bella secara terang-terangan.
"Apa kau baru saja menghinaku?"
"Kau merasa agresif? Aku mengatakan wanita agresif. Apakah kemampuan berbahasamu sangat buruk?" pertanyaan menyindir itu membuat Lizzie tidak berkutik.
"Mom..." Seperti biasa, Lizzie akan meminta pertolongan ibunya setiap kali wanita itu tidak bisa berkutik.
"Lizzie, Mom sangat mengantuk. Lanjutkan perdebatan ini besok saja. Dan kau Bella, besok kau harus mendapatkan hukuman. Mulutmu selalu saja lancang. Di mana etikamu."
"Etika apa pula yang sedang kau pertanyakan?" Bella mengembuskan napas dengan jengah. "Well, etikaku mendadak hilang jika berhadapan dengan para benalu. Etika yang kumiliki mempunyai sensor jika menghadapi orang-orang tertentu."
"Dasar anak tidak tahu diuntung! Akan kulaporkan kau pada Daddy-mu agar kau kembali di kirim ke luar negeri."
"Selamat malam, jangan lupa mengunci pintunya." Bella kembali merebahkan tubuh ke atas ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
____
"Apa yang terjadi?"
"Hentikan! Jangan menyentuh barang milik kami!"
"Siapa kalian? Hei, apa-apaan ini? Harry, bisa kau jelaskan apa yang terjadi."
"Dad, mereka menyita mobilku, aku tidak terima ini!"
"Mom, lakukan sesuatu,- oh, barang-barang branded-ku. Tidak! Jangan menyentuhnya, sialan!"
Harry bergeming, menatap nanar apa yang terjadi di hadapannya. Dua hari berlalu, seperti yang dikatakan Glend, waktu untuk Harry sudah habis. Harta milik mereka disita. Seperti yang sudah ia bayangkan, Rose, sang istri tidak bisa menerima kenyataan ini. Pun demikian Lizzie, putri bungsunya.
Keduanya berlari ke sana kemari menyelamatkan barang-barang bermerk mereka.
Bella yang masih tidur di dalam kamarnya terkejut dengan dobaran pintu yang dibuka secara paksa.
"Lizzie, sialan,- Eh, siapa kau, siapa kalian?" terkejut dengan kehadiran orang asing, Bella segera bangun dan turun dari atas ranjangnya.
"Apa kalian bisu? Apa yang terjadi di sini? Untuk ukuran penyusup, perampok, pencuri atau apa pun, pakaian yang kalian kenakan terlalu bagus."
"Ayah Anda menggelapkan uang perusahaan. Terpaksa aset Mr. Kingston disita."
"Termasuk pakaian dalamku?" Bella menatap jijik ke arah pria yang mengeluarkan semua isi pakaiannya termasuk pakaian dalam miliknya. "Singkirkan tanganmu, mesum!" Bella berjalan mendekati pria yang cukup tampan dalam versi Bella. Menarik paksa salah satu pakaian dalamnya yang berwarna tosca dari tangan pria tersebut. "Di mana sopan santunmu!" Hardik Bella yang membuat wajah pria itu merah merona menahan malu. "Disita... Disita... Harus ada aturannya juga! Apa yang akan kau lakukan dengan pakaian dalamku, heh? Kecuali kau mempunyai kelainan sek's yang menjijikkan? Apa kau sering mencuri pakaian dalam tetanggamu? Berobatlah sana!"
Pria itu tersedak oleh air liurnya sendiri. Terbatuk dan membuat wajahnya semakin merah. Bella menghentakkan kaki, mengabaikan pria itu dan pergi meninggalkan kamarnya.
Dari lantai dua, Bella melihat kericuhan yang terjadi di ruang utama. Rose dan Lizzie berlari-lari menyelamatkan apa yang bisa diselamatkan.
Kedua wanita itu mengabaikan ayahnya yang tampak lelah dan lesu. Bella menuruni tangga, berjalan menghampiri ayahnya.
"Aku sudah menduga ada yang tidak beres." Bella mengusap bahu ayahnya.
Harry mendongak dan menemukan Bella yang memandangnya penuh khawatir. "Aku percaya padamu, Dad. Kau tidak akan melakukan hal memalukan itu." Bella duduk di samping ayahnya sembari mengusap punggung pria paruh baya itu.
"Terima kasih, Sayang." Harry sedikit lega melihat reaksi Bella yang terlihat tenang dan bahkan masih percaya padanya. Tidak menyalahkan dirinya sama sekali.
"Apakah ada hal lain?" Bella melihat kecemasan di wajah ayahnya.
"Mr. Kingston, kau harus ikut bersama kami."
Bella terkesiap melihat tangan ayahnya sudah diborgol. "Apa yang kalian lakukan? Lepaskan besi sialan ini!" Hardik Bella.
"Mr. Kingston harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan nanti. Dan sebelum persidangan dimulai, Mr.Kingston untuk sementara di tahan."
Bella merasakan pijakan kakinya runtuh. Ayahnya akan berada di penjara. Bayangan itu mengerikan.
"Daddy tidak mungkin melakukan kejahatan! Siapa yang tega menuduhnya melakukan hal itu. Kami tidak kekurangan uang hingga mengharuskan Daddy melakukan kecurangan. Lepaskan borgolnya!"
"Katakan itu kepada Mr. Vasquez, Ms.Kingston. Setahuku, Mr. Vasquez sudah memberikan penawaran kepada ayah Anda agar tidak menjalani hukuman."
"Di mana pria itu sekarang? Aku akan menemuinya."
"Bella, kau tidak perlu melakukannya, Sayang."
"Aku tidak bisa tinggal diam sementara kau akan terkurung di penjara, di ruangan lembab yang minim akan pencahayaan, Dad. Aku akan membujuk Mr.Vasquez. Bukankah kau pernah mengatakan ia sangat baik. Kuharap pria itu akan mengerti. Kau orang kepercayaannya, bukan? Dia akan memaafkan kita, memberikan toleransi mengingat kau sudah lama mengabdi di sana. Di perusahaan miliknya."
Bella mengira semuanya akan sesederhana itu. Ia tidak pernah bertemu dengan Glend Vasquez, atasan ayahnya. Tapi ayahnya sesekali sering berbagi cerita kepadanya tentang pria tersebut saat Bella berada di asrama dulu.
"Tidak Bella. Jangan temui pria itu. Daddy akan..."
"Tetaplah di sini, aku akan menemuinya, Dad. Semuanya akan baik-baik saja." Bella segera meninggalkan rumahnya. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan kepada Glend, tetapi ia harus menemui pria. Harus."
_____
"Salah satu putri Mr.Kingston ada di sini, Sir." Pria mesum yang menyentuh pakaian dalamnya yang mengantar Bella menemui Glend. Bella tidak henti-hentinya melayangkan tatapan membunuh kepada pria tersebut.
"Jadi Harry memutuskan untuk merelakan salah satu putrinya?" Tawa rendah terdengar dari pria yang duduk di atas kursi roda, membelakangi Bella. Ya, Bella tahu jika pria itu cacat, tidak bisa berjalan. Ayahnya juga lah yang mengatakan hal itu.
"Mr. Vasquez, aku..."
"Kau hanya tinggal menandatangani akta pernikahan dan masalah tentang ayahmu akan selesai, Lizzie."
"Aku Bella. Akta pernikahan? Apa maksudmu? Kau menyukai Lizzie? Kau sungguh akan melepaskan Daddy jika Lizzie menikah denganmu? Aku akan membujuk Lizzie kalau begitu. Tapi bisakah kau meminta agar borgol di tangan ayahku dilepas oleh mereka." Bella menemukan secercah harapan. Lizzie menyukai pria kaya, ia rasa Lizzie tidak akan keberatan untuk menikah dengan seorang Glend Vasquez. Masalah pria itu tidak bisa berjalan, tekhnologi kesehatan sudah canggih, Glend pasti akan bisa berjalan. "Baiklah, aku akan menemui Lizzie kalau begitu."
"Bella..." suara rendah yang harus Bella akui terdengar sangat hebat membuat langkah Bella terhenti. "Jika kau yang datang menemuiku, artinya kau yang akan menandatangani akta pernikahan tersebut."
"A-apa maksudmu?"
"Panggilkan pria tua yang akan menikahkan kami, Bill."
Pria mesum itu ternyata bernama Bill.
"Tu-tunggu dulu, aku tidak ingin menikah denganmu. Aku memiliki seorang kekasih, hei.. kau tidak bisa seenaknya begini. Bukankah kau menginginkan Lizzie."
"Tidak peduli Lizzie atau Bella. Aku menginginkan wanita untuk menghangatkan ranjangku. Baiklah, Bella, aku memberimu waktu satu menit sebelum Bill membawa pria tua itu masuk kemari. Kau bisa pergi jika kau mau, tidak ada yang memaksamu, tapi tentunya Harry akan berada di dalam penjara. Mungkin dia akan membusuk di sana."
"Mr. Vaquez, aku mohon..."
"Waktumu habis, artinya kau bersedia."
"Ini belum satu menit!"
"Bill sudah membawa pria itu."
Bella menoleh ke belakang dan benar saja, si pria mesum dan seorang pria tua memasuki ruangan. Bagaimana Glend mengetahui hal itu sementara ia duduk memunggungi mereka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!